Anda di halaman 1dari 6

RESUME

KONSELING LINTAS BUDAYA


PEWARISAN BUDAYA

DOSEN PEMBIMBING:
Prof. Dr. Mudjiran, M. S., Kons.

OLEH:
Ade Maharani
21006001

DEPARTEMEN BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2023
PEWARISAN BUDAYA

A. Enkulturasi
Konsep enkulturasi sangat mempengaruhi perubahan sosial dalam masyarakat.
Enkulturasi merupakan sebuah proses sosial yang dilakukan individu tertentu dalam
mempelajari, menyesuaikan pikiran serta cara bertingkah laku dengan kebudayaan
tertentu. Baker mengungkapkan bahwa hakikat dari enkulturasi adalah sebuah proses
pengondisian secara sadar atau tidak sadar yang dilakukan berdasarkan adat istiadat.
Adapun pencapaian dari proses ini, tidak hanya penyesuaian dalam kehidupan sosial,
melainkan pengalaman sosial yang didapatkan dari setiap ekspresi pribadi dalam
masyarakat. Semua manusia sudah, telah, dan akan melalui proses enkulturasi karena
tanpa penerimaan yang dilakukan dalam enkulturasi maka individu tidak dapat hidup
sebagai anggota masyarakat. Enkulturasi bukan hanya menyangkut sebuah tindakan
penyesuaian individu dalam masyarakatnya akan tetapi juga proses mempelajari budaya
sebagai anggota masyarakat (Kuncoro et al., 2022).
M. J. Herskovits menjelaskan bahwa enculturation (enkulturasi) adalah suatu
proses bagi seorang baik secara sadar maupun tidak sadar, mempelajari seluruh
kebudayaan masyarakat (Latuheru & Muskita, 2020). Adapun Koentjaraningrat
(Latuheru & Muskita, 2020), menyatakan bahwa istilah enkulturasi sebagai suatu konsep,
secara harfiah dapat dipadankan artinya dengan proses pembudayaan. Kottak (2017) juga
menyatakan bahwa enkulturasi adalah proses di mana individu, terutama dalam
masyarakat atau komunitas tertentu, belajar dan menginternalisasi norma-norma budaya,
nilai-nilai, bahasa, dan pola perilaku yang diterima dalam budaya mereka. Ini adalah cara
utama di mana budaya dipertahankan dan dilestarikan dari generasi ke generasi. Proses
ini dimulai sejak masa anak-anak, ketika individu mulai menyerap budaya mereka
melalui interaksi sosial dengan anggota komunitas mereka.
Enkulturasi mengacu pada proses dengan nama culture (budaya) ditransmisikan
dari satu generasi ke generasi berikutnya. Kita mempelajari kultur, bukan mewarisinya.
Kultur ditransmisikan melalui proses belajar, bukan melalui gen. Orang tua, kelompok,
teman, sekolah, lembaga keagamaan, dan lembaga pemerintahan merupakan guru-guru
utama dibidang kultur. Enkulturasi adalah suatu proses sosial melalui manusia sebagai
makhluk yang bernalar, punya daya refleksi dan inteligensia, belajar memahami dan
mengadaptasi pola pikir, pengetahuan, dan kebudayaan sekelompok manusia lain
(Latuheru & Muskita, 2020).
B. Akulturasi
Kata akulturasi berasal dari bahasa Inggris yaitu, acculturate yang artinya:
menyesuaikan diri (kepada adat kebudayaan baru atau kebiasaan asing). Sedangkan
menurut kamus Besar Bahasa Indonesia “akulturasi” adalah percampuran dua
kebudayaan atau lebih yang saling bertemu dan saling mempengaruhi atau proses
masuknya pengaruh kebudayaan asing dalam suatu masyarakat, sebagian menyerap
secara selektif sedikit atau banyak unsur kebudayaan asing itu (Al-Amri & Haramain,
2017).
Akulturasi merupakan proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia
dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan
asing sedemikian rupa sehingga unsur-unsur kebudayaan asing lambat laun dapat
diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya
kebudayaan itu sendiri (Al-Amri & Haramain, 2017).
Akulturasi budaya pada hakikatnya adalah suatu proses sosial yang berkembang
ketika suatu kelompok tertentu dihadapkan pada aspek budaya lain. Akulturasi selalu
diakibatkan oleh interaksi antar budaya antar individu dengan berbagai latar belakang
budaya; Latar belakang ini dapat berupa ras, etnis, sosial ekonomi, atau kombinasi dari
ketiganya. Ibarat dua sisi mata uang yang sama, komunikasi dan budaya saling
bergantung satu sama lain. Perilaku komunikasi mencerminkan budaya, dan komunikasi
pada gilirannya mempengaruhi, melestarikan, mengembangkan, atau mewariskan
kebudayaan. Di satu sisi, komunikasi berfungsi sebagai saluran transfer norma-norma
budaya dalam suatu masyarakat, baik secara vertikal dari satu generasi ke generasi
berikutnya, maupun secara lateral dari satu budaya ke budaya lainnya. Sebaliknya,
budaya menciptakan aturan-aturan komunikasi yang dianggap dapat diterima oleh
sebagian kelompok. Dalam pengertian ini, dapat dikatakan bahwa akulturasi berfungsi
sebagai wahana transisi kebudayaan dan komunikasi memegang peranan penting dalam
proses akulturasi suatu kebudayaan (Ayuna, 2023).
Poerwanto (2010) menambahkan bahwa akulturasi memiliki beberapa syarat,
sebagai berikut:
1. Syarat persenyawaan (affinity): penerimaan kebudayaan tanpa rasa terkejut;
2. Syarat keseragaman (homogeneity): adanya nilai baru yang tercerna akibat
keserupaan tingkat dan corak budayanya;
3. Syarat fungsi: adanya nilai baru yang diserap hanya sebagai kegunaan yang tidak
penting atau hanya tampilan;
4. Syarat seleksi: adanya pertimbangan yang matang dalam memilih kebudayaan asing
yang datang
Menurut Hadi (2021), akulturasi juga dapat memberikan dampak. Diantara
dampaknya adalah sebagai berikut.
1. Adisi (addition) adalah penambahan unsur-unsur kebudayaan yang lama oleh
kompleks unsur-unsur kebudayaan yang baru sehingga timbul perubahan structural
atau tidak sama sekali.
2. Sinkretisme adalah perpaduan antara unsur-unsur kebudayaan yang lama dengan
kebudayaan yang baru dengan tidak meninggalkan jati diri masing-masing dan
membentuk sistem kebudayaan baru.
3. Substitusi (substitution) adalah unsur-unsur kebudayaan yang ada atau yang
terdahulu diganti oleh unsur-unsur kebudayaan yang baru, terutama yang dapat
memenuhi fungsinya. Dalam hal ini, kemungkinan akan perubahan structural sangat
kecil.
4. Dekulturasi (deculturation) adalah tumbuhnya unsur-unsur kebudayaan yang baru
untuk memenuhi berbagai kebutuhan baru yang timbul karena perubahan situasi.
5. Rejeksi (rejection) adalah penolakan unsur-unsur perubahan yang terjadi sangat
cepat sehingga sejumlah besar orang tidak dapat menerimanya. Hal ini dapat
menimbulkan penolakan sama sekali, bahkan pemberontakan atau gerakan
kebangkitan.

C. Sosialisasi
Istilah ’sosialisasi’ secara umum berarti proses pewarisan nilainilai budaya dari
orang tua kepada anak-anak muda agar mereka dapat berperilaku sesuai nilai- nilai sosial
masayarakat. Bila dilihat dari perspektif anak, sosialisasi berarti proses hubungan yang
memungkinkan mereka belajar nilai-nilai sosial sehingga mereka dapat menjadi warga
masyarakat yang dewasa dan bertanggung jawab (Hardjana, 2013). M. J. Herskovits
menjelaskan bahwa socialization (sosialisasi) adalah suatu proses bagi seseorang untuk
menyesuaikan diri dengan norma-norma yang berlaku dalam lingkungannya (Latuheru &
Muskita, 2020). Sosialisasi atau pemasyarakatan adalah individu menyesuaikan individu
lain dalam masyarakat. Proses belajar dalam pewarisan perlu adanya peran serta sarana
yang mendukung hal-hal yang diwariskan (Julniyah & Ginanjar, 2020).
Sosialisasi dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu sosialisasi primer dan
sosialisasi sekunder. Berikut ini penjelasan dari keduanya:
1. Sosialisasi Primer
Sosialisasi primer merupakan proses sosialisasi yang pertamakali dilakukan
oleh individu sejak masih anak-anak. Ini merupakan awal bagi semua anggota
masyarakat dalam memasuki keanggotaan mereka pada suatu kelompok masyarakat.
Sosialisasi primer ini dimulai dari keluarga, dimana individu mulai belajar
membedakan dirinya dengan orang lain di sekitarnya. Pada tahap ini anggota
keluarga punya peranan penting bagi masing-masing individu. Disinilah pertamakali
seseorang mendapatkan pelajaran mengenai budaya keluarga, baik itu agama, aturan,
dan lain-lain.
2. Sosialisasi
Sekunder Sosialisasi sekunder merupakan pelajaran berikutnya yang
dilakukan oleh individu. Pada tahap ini seseorang belajar mengenali lingkungannya
di luar keluarga, baik itu nilai-nilai, norma, yang ada di lingkungan masyarakat.
Proses sosialisasi sekunder ini bertujuan agar individu dapat menerima nilai-nilai
dan norma-norma yang berlaku. Pada umumnya, sosialisasi sekunder ini menjadi
penentu sikap seseorang karena telah beradaptasi dengan berbagai lingkungan
masyarakat (Lahamit, 2021).
DAFTAR PUSTAKA

Al-Amri, L., & Haramain, M. (2017). Akulturasi Islam dalam Budaya Lokal. Kuriositas,
11(2), 191–204.
Ayuna, N. E. (2023). Peran Komunikasi dalam Proses Akulturasi Sistem Sosial Lokal.
Technomedia Journal, 8(1), 35–51. https://doi.org/https://doi.org/10.33050/tmj.v8il.2015
Hadi, S. (2021). Tradisi Pesantren dan Kosmopolitanisme Islam di Masyarakat Pesisir Utara
Jawa. Muqoddima Jurnal Pemikiran Dan Riset Sosiologi, 2(1), 79–98.
https://doi.org/10.47776/mjprs.002.01.06
Hardjana, A. A. (2013). Sosialisasi dan Dampak Budaya Organisasi. Jurnal ILMU
KOMUNIKASI, 7(1), 1–40. https://doi.org/10.24002/jik.v7i1.194
Julniyah, L., & Ginanjar, A. (2020). Pewarisan Nilai-Nilai Sedekah Bumi Pada Generasi
Muda Di Dusun Taban Desa Jenengan Kecamatan Klambu Kabupaten Grobogan.
Sosiolium: Jurnal Pembelajaran IPS, 2(2), 139–145.
https://doi.org/10.15294/sosiolium.v2i2.33215
Kottak, C. P. (2017). Cultural Anthropology: Appreciating Cultural Diversity. McGraw-Hill
Education.
Kuncoro, H., Rimun, R., & Budiyono, B. (2022). Enkulturasi dan Akulturasi Budaya
Menurut Paulus. Jurnal Teologi Kontekstual Indonesia, 3(1), 21.
https://doi.org/10.46445/jtki.v3i1.509
Lahamit, S. (2021). Sosialisasi Peraturan Daerah Dalam Rangka Optimalisasi Fungsi
Legislasi Anggota Dprd Provinsi Riau (Studi Pelaksanaan Sosialisasi Peraturan Daerah
di Masa Pandemi Covid 19). Jiap, 7(1), 32.
https://doi.org/10.25299/jiap.2021.vol7(1).6766
Latuheru, R. D., & Muskita, M. (2020). Enkulturasi Budaya Pamana. Badati, 2(1), 107–113.
https://doi.org/10.38012/jb.v2i1.411
Poerwanto, H. (2010). Kebudayaan dan Lingkungan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Anda mungkin juga menyukai