TAHUN 2021 IMPLEMENASI NILAI PAWONGAN DALAM MEMBANGUN SEMANGAT MENYAMA BRAYA DITENGAH PANDEMI COVID-19 Oleh : I Kadek Rio Yasanta
Pandemi virus Covid-19 yang telah menyebar di berbagai belahan
dunia menjadi salah satu ancaman yang menyebabkan berbagai sektor kehidupan manusia menjadi terganggu. Tidak hanya berimbas pada sektor pariwisata karena menurunnya jumlah wisatawan yang datang dan berpergian ke suatu negara atau objek wisata ternyata lama kelamaan virus korona ini juga berimbas terhadap berbagai bidang kehidupan masyarakat. Salah satu contohnya ketika awal kemunculan dari virus Covid-19 ini menyebar di Wuhan China menyebabkan perekonomian di Kota Wuhan di negara Cinakhususnya menjadi sangat lumpuh akibat pemberlakuan social distancing atau pembatasan gerak manusia. Hal ini masih berlanjut dan tidak hanya terjadi di Cina namun menyebar sampai ke seluruh dunia dan menyebabkan banyak kerugian baik dari sumber daya manusia dan juga hal- hal lain yang berkaitan dengan ekonomi dan sistem pemerintahan. “Pandemi mengubah tradisi kita”. Kiranya inilah gagasan yang awam, muncul berkelindan dalam diskusi publik: mulai dari cuci tangan setiap hari, penggunaan masker, hingga perjumpaan antar manusia. Tentu ini berat, karena secara budaya dan psikologi kita tidak disiapkan. Dari semua pola kebiasaan sosietas yang berubah, sistem pendidikan pun disentuh kultur baru, face to face menuju screen to screen. Persoalan yang terjadi adalah, sistem pendidikan berubah namun metodologisnya masih sama. Di Bali masyarakatnya sendiri sebagian besar dijiwai oleh ajaran Agama Hindu utamanya konsep Tri Hita Karana yang menjadikan Bali harmonis secara makrokosmos maupun mikrokosmos. Secara etimologis bahasa Sansekerta istilah Tri Hita Karana berasal dari kata “tri, hita dan karana”.Tri artinya tiga, Hita artinya bahagia, dan Karana artinya penyebab. Dengan demikian Tri Hita Karana sebagai istilah berarti “tiga penyebab kebahagiaan” (I Ketut Wiana, 2007:5). Tri Hita Karana pada hakikatnya adalah “Sikap Hidup Yang Seimbang antara memuja Tuhan dengan mengabdi pada sesama manusia, mengembangkan kasih sayang pada sesama manusia serta mengembangkan kasih sayang pada alam lingkungan” (Wiana dalam Bali Menuju Jagaditha: Aneka Perspektif, 2004:275). Selain ajaran agamanya yang sangat dharma, Bali dijuluki sebagai pulau yang sangat menjanjikan kebahagiaan bagi siapa saja yang mengunjunginya karena memiliki keunikan pada kebudayaanya. Kebudayaan yang ada di Bali dijiwai oleh konsep Tri Hita Karana. Kebudayaan merupakan hasil dari kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia yang menunjuk pada berbagai aspek kehidupan seperti kepercayaan, kesenian, adat istiadat dan cara berlaku, serta juga hasil dari kegiatan manusia khas untuk suatu masyarakat atau kelompok penduduk tertentu. Seperti halnya pulau Bali yang tidak pernah lepas dari tradisi dan budaya yang tentunya juga memiliki makna mendalam mengenai aspek kebudayaan. Adanya tradisi pertunjukan kebudayaan merupakan salah satu yang menjadi ciri khas Masyarakat Bali.
Tri Hita Karana yang bermakna tiga penyebab kebahagiaan kita di
bumi ini yang diimplementasikan melalui hubungan yang harmonis antara manusia dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang disebut dengan Parahyangan, hubungan yang harmonis antara manusia dengan lingkungan alam semesta disebut dengan Palemahan, dan hubungan yang harmonis antara manusia dengan sesama manusia yang disebut dengan Pawongan. Konsep Tri Hita Karana ini merupakan konsep yang sangat tangguh yang dapat dijadikan pedoman guna melestarikan budaya dan lingkungan alam semesta di tengah kuatnya hantaman era globalisasi. Namun di situasi pandemi yang covid 19 ini sangatlah mempengaruhi konsep hubungan antara manusia dengan sesama manusia yaitu pawongan. Segala aktivitas manusia yang dibatasi mejadikan masyarakat sulit untuk bertegur sapa serta menjalin hubungan sosial antar masyarakat dengan baik. Salah satu budaya di Bali yang patut dipertahankan ditengah kondisi pandemi yaitu Budaya Menyame Braya sudah mengakar dalam kehidupan masyarakat Bali sejak zaman dulu. Menyame Braya adalah konsep ideal hidup bermasyarakat di Bali sebagai filosofi dari karma marga yang bersumber dari sistem nilai budaya dan adat istiadat masyarakat Bali untuk dapat hidup rukun. Menyama braya bagi masyarakat Bali selain sebagai kearifan lokal yang menjadi landasan moral dalam membangun relasi sosial juga merupakan kekayaan utama dalam hidup dan sebagai jalan untuk menggapai kedamaian dan keharmonisan yang telah ada sejak lama.
Implementasi Nilai Pawongan Dalam Budaya Menyama Braya
Pawongan merupakan salah satu aspek di dalam konsep Tri Hita
Karana yang membahas mengenai hubungan manusia satu dengan manusia lainya, dalam konteks sempit maupun dalam konteks yang lebih luas dalam mencapai keharmonisan. Dalam mencapai hubungan yang harmonis antar manusia, terdapat tiga aspek yang menjadi tolak ukur dalam mencapai keharmonisan antar manusia yakni berfikir, Berkata, dan berbuat. Hal tersebut sejalan dengan konsep Tri Kaya Parisudha yang di dalamnya terdapat aspek Manacika, Wacika, dan Kayika. Namun dalam konsep hubungan sosial antar manusia, hal ini lebih merujuk terhadap Pawongan, karena Pawongan merupakan sebuah bagian dari Tri Hita Karana yang menjadi landasan dasar dalam menciptakan keharmonisan dalam hubungan antar umat manusia. Konsep Tri Hita Karana merupakan sebuah konsep yang dicetuskan pertama kali oleh Bapak Dr. I Wayan Mertha Suteja. Implementasi secara nyata dalam nilai pawongan dapat kita lihat pada keseharian masyarakat bali yang hidup dengan saling berketergantungan antara satu dengan yang lain, serta masyarakatnya yang tak lepas dari berbagai kegiatan keagamaan yang membutuhkan kerja sama antar masyarakat.
Sikap menyama braya dapat digunakan sebagai salah satu contoh
implementasi dari nilai pawongan yang menjadi dasar masyarakat bali dalam menjali hubungan harmois antar sesama. Menurut Kamus Bali – Indonesia, Dinas PendidikanDasar Prov. Dati I Bali, 1991 “Nyama” memiliki arti saudara atau “Manyama” yang berarti bersaudara. Sedangkan kata “braya” memiliki arti kerabat (Kamus Bali – Indonesia, Dinas Pendidikan Dasar Prov. Dati I Bali, 1991. Hal 97). Berdasarkan pengertian yang didapat dari kedua kamus di atas, nyama dan beraya mengandung arti yang sama atau setidaknya mirip, yaitu keluarga dekat. Hubungan kekerabatan yang terjalin didalam setiap diri masyarakat Bali menjadikan hubungan sosial yang terjalin begitu harmonis. Dalam kehidupan sehari- hari masyarakat bali menunjukan sikap menyama braya dengan berbagai cara seperti berkunjung pada acara sanak saudara, berkumpul, dan bertemu serta dalam berbagai kegiatan seperti ngayah juga dapat di implementasikan dalam proses menyama braya. Nilai nilai dalam menyama braya antara lain solidaritas, peduli, bertanggung jawab, berkerja sama, saling percara, dan tolong menolong serta pastinya menumbuhkan rsa kebersamaan. Namun ditengah pandemi covid-19 dimana diberlakukanya social distancing hingga aneka himbauan lainnya yang harus dilaksanakan secara nyata. Meski pembatasan dalam segala aspek tentunya sikap serta semangat menyama braya dapat tetap dikorbarkan. Masyarakat dapat bekerja sama berkotong royong serta menggalakan berbagai upaya dalam meminimalisir penyebaran wabah penyakit. Sebagai bentuk semangat menyama braya yang dimulai dar diri sendiri seperti mentaati protokol kesehatan, menjaga sehata. Semangat menyama braya tidak akan luput dimakan oleh waktu dan takan dapat digerus oleh pandemi karena dalam kondisi apapun budaya menyama braya tetap akan di terapkan.
Kesimpulan
Pandemi virus Covid-19 yang telah menyebar di berbagai belahan
dunia menjadi salah satu ancaman yang menyebabkan berbagai sektor kehidupan manusia menjadi terganggu. Pandemi covid-19 yang menimbulkan berbagai perubahan dan mewajibkan setiap masyarakat unuk hidup dalam keadaan yang baru mulai dari cuci tangan setiap hari, penggunaan masker, hingga perjumpaan antar manusia. Pembatasan sosial yang digalakan pleh pemerintah menjadikan masyarakat sulit untuk berinteraksi satu dengan yang lain. Dalam konsep hindu dimana Tri Hita Karana yang bermakna tiga penyebab kebahagiaan kita di bumi ini yang diimplementasikan melalui hubungan yang harmonis antara manusia, alam, dan tuhan. Namun di situasi pandemi yang covid-19 ini sangatlah mempengaruhi konsep hubungan antara manusia dengan sesama manusia yaitu pawongan. Sikap menyama braya dapat digunakan sebagai salah satu contoh implementasi dari nilai pawongan yang menjadi dasar masyarakat bali dalam menjali hubungan harmois antar sesama. Nilai nilai dalam menyama braya antara lain solidaritas, peduli, bertanggung jawab, berkerja sama, saling percara, dan tolong menolong serta pastinya menumbuhkan rasa kebersamaan. Sebagai bentuk semangat menyama braya yang dimulai dar diri sendiri seperti mentaati protokol kesehatan, menjaga sehata. Semangat menyama braya tidak akan luput dimakan oleh waktu dan takan dapat digerus oleh pandemi karena dalam kondisi apapun budaya menyama braya tetap akan di terapkan. DAFTAR PUSTAKA
arda, m. (n.d.). Tri Hita Karana . Jurnal Pangkaja .
Kamus Bahasa Bali, D. P. (1991). 97.
Suratningtyas, E. (2020). Manyama Braya: Seberkas Cahaya Di Tengah Pandemi .