Anda di halaman 1dari 15

BAB II ISI Akulturasi

Istilah akulturasi atau acculturation atau culture contact mempunyai berbagai arti diantara banyak sarjana antropologi, tetapi semua sepaham bahwa konsep itu mengenai proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur suatu kebudayaan asing dengan sedemikian rupa, sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri. Akulturasi memiliki beberapa unsur kunci, diantaranya : 1. Kebutuhan melakukan kontak atau interaksi yang terus menerus dan berhadaphadapan langsung antara budaya-budaya itu. 2. Akibat-akibatnya berupa beberapa perubahan dalam fenomena budaya atau psikologis di antara orang-orang dalam kontak, biasa berlanjut untuk generasi-generasi berikut. 3. Dengan mengangkat kedua aspek itu bersama, kita dapat membedakan antara suatu proses dan kedudukan: ada aktivitas dinamis selama dan sesudah kontak dan ada suatu hasil proses yang mungkin relatif stabil.keluaran ini bisa jadi mencakup tidak hanya perubahan fenomena yang tampak, namun juga beberapa fenomena baru yang terbawa proses interaksi budaya. Masalah-masalah mengenai akulturasi : 1. Masalah mengenai metode untuk mengobservasi, mencatat, dan melukiskan suatu proses akulturasi dalam suatu masyarakat 2. Masalah mengenai unsur-unsur kebudayaan asing apa yang mudah diterima dan unsurunsur kebudayaan asing apa yang sukar diterima oleh masyarakat penerima 3. Masalah mengenai unsur-unsur kebudayaan apa yang mudah diganti atau diubah, dan unsur apa yang tidak mudah diganti atau diubah oleh unsur kebudayaan asing

4. Masalah mengenai individu-inidividu apa yang suka dan cepat menerima, dan individu apa yang sukar dan lambat menerima unsur kebudayaan asing 5. Masalah mengenai ketegangan-ketegangan dan krisis-krisi sosial yang timbul sebagai akibat akulturasi

Akulturasi dapat mengakibatkan perluasan populasi, makin beragamnya budaya, menimbulkna reaksi sikap(prasangka dan diskriminasi) dan perkembangan kebijakan (misal, dalam daerah imigrasi,pluralisme budaya, kedwibahasaan dan persekolahan).

Keluarga Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan. Menurut Salvicion dan Celis (1998) di dalam keluarga terdapat dua atau lebih dari dua pribadi yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan, di hidupnya dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan di dalam perannya masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan Peranan keluarga menggambarkan seperangkat perilaku antar pribadi, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan pribadi dalam posisi dan situasi tertentu. Peranan pribadi dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola perilaku dari keluarga, kelompok, dan masyarakat.

Tugas keluarga 1. Pada dasarnya tugas keluarga ada delapan tugas pokok sebagai berikut 2. Pemeliharaan fisik keluarga dan para anggotanya.

3. Pemeliharaan sumber-sumber daya yang ada dalam keluarga. 4. Pembagian tugas masing-masing anggotanya sesuai dengan kedudukannya masingmasing.
5. Sosialisasi antar anggota keluarga.

6. Pengaturan jumlah anggota keluarga. 7. Pemeliharaan ketertiban anggota keluarga. 8. Penempatan anggota-anggota keluarga dalam masyarakat yang lebih luas. 9. Membangkitkan dorongan dan semangat para anggotanya. Fungsi Keluarga Fungsi yang dijalankan keluarga adalah :
1. Fungsi Pendidikan dilihat dari bagaimana keluarga mendidik dan menyekolahkan anak

untuk mempersiapkan kedewasaan dan masa depan anak. 2. Fungsi Sosialisasi anak dilihat dari bagaimana keluarga mempersiapkan anak menjadi anggota masyarakat yang baik. 3. Fungsi Perlindungan dilihat dari bagaimana keluarga melindungi anak sehingga anggota keluarga merasa terlindung dan merasa aman. 4. Fungsi Perasaan dilihat dari bagaimana keluarga secara instuitif merasakan perasaan dan suasana anak dan anggota yang lain dalam berkomunikasi dan berinteraksi antar sesama anggota keluarga. Sehingga saling pengertian satu sama lain dalam menumbuhkan keharmonisan dalam keluarga.
5. Fungsi Agama dilihat dari bagaimana keluarga memperkenalkan dan mengajak anak

dan anggota keluarga lain melalui kepala keluarga menanamkan keyakinan yang mengatur kehidupan kini dan kehidupan lain setelah dunia.

6. Fungsi Ekonomi dilihat dari bagaimana kepala keluarga mencari penghasilan, mengatur

penghasilan sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi rkebutuhan-kebutuhan keluarga. 7. Fungsi Rekreatif dilihat dari bagaimana menciptakan suasana yang menyenangkan dalam keluarga, seperti acara nonton TV bersama, bercerita tentang pengalaman masing-masing, dan lainnya.
8. Fungsi Biologis dilihat dari bagaimana keluarga meneruskan keturunan sebagai

generasi selanjutnya. 9. Memberikan kasih sayang, perhatian,dan rasa aman diaantara keluarga, serta membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga.

Kontak dan partisipasi Inti di sini ialah sejauh mana individu tertentu telah mengikatkan diri dalam proses akulturasi. Beberapa indikatornya adalah tingkat pendidikan formal, pasrtisipasi dalam kerja,keluasan urbanisasi,penggunaan media massa, partisipasi politik dan perubahan keagamaan,bahasa,praktek sehari-hari, dan hubungan sosial.

Di dalam keluarga, proses akulturasi terdapat dalam fungsi keluarga terutama pada fungsi sosialisasi, pendidikan dan agama, orang tua memberikan kontribusi yang besar terhadap terjadinya proses akulturasi budaya, terutama jika kedua orang tua berasal dari dua budaya yang cukup berbeda.

Dalam teori kognitif sosial Albert Bandura, orang tua menjadi model atau contoh bagi anak dalam melakukan pembelajaran observasi. Anak meniru apa yang menjadi kebiasaan dari orang tua mereka, yang berasal dari budaya dari masing-masing orang tua. Dari proses ini, secara tidak sadar merupakan proses interaksi antar dua budaya,

kemudian yang dilebur, menjadi budaya sendiri di tengah keluarga kecil. Budaya dalam keluarga kecil di sini diartikan sebagai aturan-aturan dan nilai-nilai yang diterapkan dalam sebuah keluarga, dan setiap keluarga memiliki budaya yang berbeda, walau berasal dari induk budaya yang sama.

Proses akulturasi ini bisa terjadi karena adanya interaksi dengan budaya di lungkungan sekitar keluarga. Biasanya terjadi pada keluarga di daerah imigrasi. Keluarga imigran biasanya akan berusaha beradaptasi dengan lingkungannya, termasuk budayabudaya yang terdapat pada daerah imigrasi itu.

Perubahan Perilaku Maksud dari perubahan perilaku di sini adalah apa yang terjadi pada indivdu sebagai akibat dari akulturasi.

TINGGI

RENDAH

Pra-kontak

kontak

konflik TAHAPAN

krisis

adaptasi

Gambar ini melukiskan suatu kerangka kerja umum untuk menguji perilaku sebagai suatu fungsi tahap-tahap akulturasi dn suatu fungsi strategi akulturasi yang digunakan individu. Sepanjang aksis datar, fase-fase bergerak dari pra kontak yaitu melalui kontak awal, kadang melalui masa munculnya perasaan konflik psikologis dan budaya sering mengakibatkan krisis, diikuti tiga keluaran akulturasi atau bentuk adaptasi. Dalam keluaran asimilasi,perubahan perilaku minimal. Dalam kasus separasi, ada suatu arah balik menuju perilaku yang lebih tradisional. Integrasi menyajikan suatu keluaran yang mengandung imbangan relatif stabil antara kontinuitas perilaku dengan budaya tradisional seseorang ke arah budaya yang baru. Dalam kasus marjinalisasi,individu menyerah, kadang dalam keadaan konflik personal atau sosial antara dua budaya.

Sikap Terhadap Akulturasi Sikap individu yang berakulturasi terhadap masyarakat dominan terkait dengan cara ia

masuk dalam proses akulturasi.Jika sikap-sikap kelompok sendiri sangat positif dan sikap kelompok luar sangat negtif (orientasietnosentrisme klasik) maka pengaruh akuturasi menjadi tidak efektif.Di pihak lain, jika pola sikap yang berlawanan cocok diantara individu-individu yang mangalami akaulturasi m aka pengaruh akulturasi mungkin lebih dapat diterima. Cara cara individu yang sedang berakulturasi ingin berhubungan dengan masyarakat dominan diistilahkan dengan strategi-strategi akulturasi.Pertama, orang menginginkan tinggal secara budaya ketika telah merangkul budaya itu bila dibandingkan dengan keadan berhenti menjadi bagian dari budaya yang lebih besar.Yang kedua, persoalan intinya, sejauh mana seeorang ingin menjalin interaksi sehari-hari dengan anggota kelompok lain dalam masyarakat

yang lebih besar jika dibandingkan dengan menjauh dari kelompok lain dan hanya berhubungan dengan kelompok sendiri. Ketika kedua masalah diatas ditampilkan bersama,dapat ditarik beberapa konsep.seorang individu yang mengalami akulturasi tidak ingin memelihara budaya asal dan berinteraksi seharihari dengan masyarakat dominan,maka akan terjadi asimilasi.Sebaliknya, kalau ada suatu nilai yang ditempatkan pada pengukuhan budaya asal seseorang dan suatu keinginan menghindari interaksi dengan orang lain,maka yang terjadi adalah separasi.Kalau ada minat dalam keduanya baik dalam memelihara budaya asal dan melakukan interaksi dengan orang lain, integrasi adalah opsinya.Sedangkan jika hanya ada minat kecil untuk pelestarian budaya dan sedikit minat untuk melakukan hubungan dengan orang lain(karena alasan pengucilan atau deskriminasi) dinamakan marjinalisasi.

Perubahan Perilaku Perilaku yang dipelajari dalam psikologi lintas budaya merupakan cikal bakal pergantian

selama akulturasi.Jumlah perubahan perilaku berkenaan dengan akulturasi dan cara hal itu menghubungkan dua budaya dapat sangat bervariasi. Pada akulturasi,fase-fase bergerak dari prakontak,kontak,konflik.krisis,dan kemudian adaptasi.Dalam kasus asimilasi, perubahanperubahan perilaku yang terjadi hanya sedikit(minimal).Dalam kasus separasi,ada suatu arah blik menuju perilaku yang lebih tradisionl.Sementara dalam kasus integrasi relative stabilantara kontinuitas perilaku dengan budaya tradisional seseorang dan perubahan kea rah budaya baru.Sedangkan dalam kasus marjinalisasi ,individu menyerah dalam keadaan konflik personal atau sosial antara dua budaya.Pada kondisi terakhir tingkat tertinggi stress akulturatif ditemukan.

Komunikasi antarbudaya

Komunikasi antarbudaya ini sering kita jumpai pada para perantau, dimana kesulitankesulitan mereka dalam penyesuaian dengan lingkungan yang baru sama dengan kesulitan dalam berkomunikasi. Tokoh antropolog, Oberg (1960) menunjukkan persoalan yang mucul selama berlangsung terpaan dari suatu lingkungan yang tak akrab. Antara lain menunjuk ke ketegangan selam melakukan adaptasi baru, rasa kehilangan kebingungan tentang peran, dan rasa kecemasan. Guthrie (1966) menyebutkan frustasi karena perbedaan budaya yang subtil yang menghambat interaksi sosial. Hasil kajian Torbin yang paling menonjol ialah memiliki teman di kalangan warga negara yang menjadi tuan rumah merupakan penentu penting dari kepuasan mereka ketimbang memiliki kontak hanya dengan sesama perantau. Pada mulanya, mereka yang hanya bercampur dengan para perantau boleh jadi memiliki pengalaman lebih positif, tetapi persahabatan pribadi jangka panjang dengan anggota masyarakat di negara yang menjadi tuan rumah merupakan hal terpenting. Ini temuan yang konsisten dengan kelompok perantau luar negeri lain, termasuk para mahasiswa (Klineberg & Hull, 1979) dan penasihat teknik (Kealey, 1989). Seseorang yang tinggal di negeri asing tidak secara otomatis sampai ke sikap positif terhadap orang-orang negara setempat. Pandangan yang ada menyarankan, lebih sering terdapat perubahan negatif ketimbang perubahan postif selama merantau, paling tidak di antara para mahasiswa universitas (Stroebe, Lenkert, & Jonas, 1982). Pada awal mulanya, para perantau mempunyai sedikit masalah. Mereka bersemangat dan terdorong oleh pengalaman baru. Sesudah beberapa waktu, perasaan frustasi, kesendirian, dan kecemasan menyerap hidup mereka. Kemudian ketika para perantau belajar menanggulangi, keadaan yang lebih baik berangsur mereka alami. Ada suatu godaan kembali ke lingkungan yang telah dikenal, bertemu keluarga dan teman-teman. Kemudian, kegundahan terjadi karena beberapa aspek lebih positif hidup di luar negeri menjadi hilang. Akhirnya, sesudah beberapa lama, penyesuaian kembali berlangsung. Kesulitan-kesulitan komunikasi Yang terpenting untuk komunikasi manusia adalah bahasa. Bahasa merupakan suatu medium yang sangat khas-budaya. Jika dua orang tidak berbicara dalam bahasa yang sama,

interaksi mereka menjadi terbatas dan mereka menyadari hal ini. Yang kurang tampak adalah kesulitan-kesulitan komunikasi ketika perintah suatu bahasa kurang sempurna. Variasa dalam pengucapan dan penggunaan bahasa Inggris telah menjadi titik perhatian dalam pengendalian lalu lintas udara (Ruffell Smith, 1975). Aspek prosadik bahasa, termasuk bentuk tekanan dan intonasi, dengan mudah membawa kesalahpahaman. Kesulitan yang sama dapat terjadi pada aspek pragmatis bahasa, termasuk pemberian jawab kembali dalam percakapan, pertukaran pujian, kesopanan, dan gaya komunikasi langsung maupun tak langsung. Hal sama dapat dikemukakan sehubungan dengan perilaku nirkata, salah satu modus komunikasi. Selain itu, ada perbedaan lintas budaya, misal dalam makna gerak tubuh tertentu. Bahkan dalam budaya sendiri, kita dapat menyalahtafsirkan maknayang dimaksud suatu emblem (gerak tubuh yang menggantikan pengungkapan verbal dan didiga memiliki makna yang digambarkan secara jelas). Masih terlihat bahwa ketakakraban dengan aspek-aspek budaya yang berlaku pada perilaku sosial merupakan sumber yang lebih penting bagi ketidaktahuan dan ketidakunggulan orang asing. Perubahan-perubahan yang relevan mencakup stereotip-stereotip dan prasangka, seperti adat, norma, dan nilai berkenaan dengan interaksi antar-pribadi yang dianut perantau dan anggota budaya setempat. Triandis menyatakan, komunikasi antarbudaya yang efektif mensyaratkan atribusi isomorfis, yaitu partisipan dalam suatu interaksi harus memberi penafsiran yang sama terhadap perilaku itu.

BAB III PENUTUP

Kesimpulan Akulturasi adalah proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur suatu kebudayaan asing dengan sedemikian rupa, sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri. Akulturasi memiliki beberapa unsur penting, yakni kebutuhan melakukan interaksi, akibat-akibat berupa perubahan fenomena, dan ada aktivitas sebelum dan sesudah kontak dengan budaya asing. Akulturasi dapat mengakibatkan perluasan populasi, makin beragamnya budaya,

menimbulkan reaksi sikap(prasangka dan diskriminasi) dan perkembangan kebijakan (misal, dalam daerah imigrasi,pluralisme budaya, kedwibahasaan dan persekolahan). Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan. Keluarga memiliki beberapa fungsi, yang menjadi fokus sebagai faktor pendukung akulturasi adalah fungsi sosialisasi, pendidikan dan agama. Akulturasi dikatakan ada atau berhasil jika telah mengikatkan diri dalam proses akulturasi. Beberapa indikatornya adalah tingkat pendidikan formal, pasrtisipasi dalam kerja,keluasan urbanisasi,penggunaan media massa, partisipasi politik dan perubahan keagamaan,bahasa,praktek sehari-hari, dan hubungan sosial.

DAFTAR PUSTAKA

Berry,John W.,Poortinga, Ype H.,Segall,Marshall H.,Dasen,Pierre R.1999. Psikologi Lintas- Budaya: Riset dan Aplikasi.PT Gramedia Pustaka Utama: Jakarta

Koentjaraningrat.2000.Pengantar Ilmu Antropologi.Rineka Cipta: Jakarta

www.wikipedia.org

www.google.com

BAB I PENDAHULUAN

Masyarakat hidup dengan berbagai budaya yang ada. Mereka memiliki budaya dengan ciri masing-masing berbeda satu sama lain. Dewasa ini, banyak terjadi perpaduan-perpaduan budaya. Di Indonesia sendiri, sudah banyak sekali terlihat perpaduan budaya, baik yang ada dalam negeri maupun yang berasal dari luar negeri. Hal ini disebabkan mulainya globalisasi dan perkembangan jaman yang semakin maju. Perpaduan-perpaduan budaya tersebut tentu saja ada sisi positif maupun negatif. Akan tetapi, tak jarang sisi negatif yang sering terlihat di sekitar kita. Perpaduan ini tak hanya terjadi dalam lingkup yang luas, namun mulai dari lingkungan yang berlingkup kecil, yaitu keluarga. Keluarga bisa menjadi salah satu fasilitator atau media adanya perpaduan budaya-budaya. Maka dari itu, makalah ini akan membahas mengenai perpaduan budaya, yang berfokus pada akulturasi, sikap dan perubahan perilaku terhadap akulturasi, termasuk dalam keluarga, juga mengenai komunikasi lintas budaya.

AKULTURASI DAN KELUARGA,KOMUNIKASI LINTAS-BUDAYA, SIKAP TERHADAP AKULTURASI DAN PERUBAHAN TERHADAP AKULTURASI
(untuk memenuhi tugas Psikologi Lintas Budaya)

ANGGOTA KELOMPOK :

MIA NOVITALOKA (15010110120061) UTAMI PURBORINI (15010110120062) IMAM HIDAYATUR ROHMAN (150101101200 )

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2011

Anda mungkin juga menyukai