Anda di halaman 1dari 4

YOWANA: PEWARIS DAN PENJAGA KEBUDAYAAN BALI DALAM PRINSIP

MANYAMA BRAYA

Dari 2020 sampai 2035, Indonesia akan menikmati era bonus demografi. Banyak orang
beranggapan, bonus demografi menjadi windows opportunity (peluang) yang sangat strategis bagi
percepatan pembangunan nasional dengan dukungan ketersediaan sumber daya manusia usia
produktif dalam jumlah yang signifikan hingga mencapai 64 persen dari total jumlah penduduk
Indonesia sebesar 297 juta jiwa diberbagai sektor kehidupan berbangsa dan bernegara seperti
generasi generasi X, generasi Y (milenial), hingga generasi Z.
Di Provinsi Bali memiliki yang hampir 1 juta pemuda (Statistik Pemuda, 2020). Pemuda
di Bali dikenal dengan istilah nama Yowana, atau Truna-Truni. Permasalahan dan tantangan
Yowana Bali kedepan sebagai pewaris dan penjaga kebudayaan Bali. Tujuh unsur kebudayaan
Bali bahasa, sistem pengetahuan, sistem organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan teknologi,
sistem ekonomi dan mata pencaharian hidup, sistem religi, serta kesenian.

Hari ini permasalahan kebudayaan Bali sangat terlihat dari Generasi Muda Bali (Yowana) sangat
dekat dengan teknologi sehingga kontak sosial secara langsung dengan orang lain jarang
dilakukan. Yowana lebih sering bersosialisasi dengan orang lain secara online.
Kebiasaan ini sangat berpengaruh dengan lunturnya budaya menyama braya, saling sagilik
saguluk sabayantaka, paras paro sarpanaya, yang sudah mengakar bagi masyarakat Bali. Konsep
ideal dan menjadi bagian kehidupan bermasyarakat di Bali sebagai filosofi dari karma marga yang
bersumber dari sistem nilai budaya dan adat istiadat masyarakat Bali untuk dapat hidup rukun
mencapai santi jagadhita (Kebahagiaan di Dunia).
Yowana Bali sejatinya menyungsung persamaan dan persaudaraan serta adanya pengakuan
kita adalah bersaudara, misalkan Menyama braya disini memiliki makna plural, yakni menghargai
perbedaan dan menempatkan orang lain sebagai bagian dari keluarga. Kearifan lokal inilah yang
membawa nama masyarakat Bali sebagai masyarakat yang ramah di mata dunia.
Yowana Bali haruslah menghayati budaya menyama braya mengibaratkan bahwa
kehidupan sosial yang plural dalam relasinya itu ibarat sebuah pohon. Akar pohon diibaratkan
sebagai Tat Twam Asi (Aku adalah kamu: manusia Bali pada hakikatnya adalah satu), batangnya
adalah Vasudewa khutumbhakam (kita semua adalah keluarga), menyama braya adalah
cabangnya, sedangkan daun, bunga, dan buah adalah kerukunan.
Sebagai Yowana Bali pada hakikatnya kita tergantung pada segala aspek kehidupan, baik
hubungan kita dengan Tuhan, dengan sesama manusia, serta hubungan dengan makhluk hidup
lainnya. Khusus untuk hubungan dengan sesama manusia hendaknya yowana Bali memegang
kunci untuk hidup berdampingan secara damai, saling toleransi dan bergotong royong bersama.
Contoh faktor internal yang mempengaruhi mulai lunturnya budaya menyama braya adalah
perubahan mata pencaharian penduduk di Bali dari agraris berubah menjadi jasa dibidang
pariwisata. Budaya agraris yang semula menjadi landasan kehidupan masyarakat Bali dengan
ritme kerja yang teratur, tenang, ramah, dan santun, sekarang mulai sedikit berubah menjadi gaya
hidup yang konsumtif dan mengarahpada pandagan rasionalitas ekonomi yang sering membuat
orang menjadi lebih individualisme.
Faktor eksternal yang menyebabkan sedikit ditinggalkannya budaya menyama braya
adalah tuntutan pekerjaan yang semula mayoritas masyarakat bekerja sebagai petani atau
berwirausaha didaerah masing-masing menjadi pekerja yang bergerak disektor pariwisata yang
menuntut masyarakat untuk meninggalkan daerahnya menuju daerah yang berkembang pada
sector pariwisatanya. Kepindahan ini menyebabkan banyak budaya Bali yang semula dapat dengan
mudah diikuti oleh masyarakat menjadi sebuah beban bagi masyarakat yang tidak tinggal di daerah
aslinya. Hal ini menjadi salah satu faktor mengapa kaum milenial banyak yang merasa budaya
menyama braya menjadi sebuah beban dan hambatan dalam mengembangkan karirnya.
Bagi generasi milenial atau Yowana Bali masa Kini, perubahan gaya hidup ikut andil
dalam berkurangnya pelaksanaan budaya menyama braya. Kaum milenial cenderung lebih
memilih bersosial secara online dengan pertimbangan lebih hemat waktu, tenaga, dan lebih efisien.
Kesibukan yang semakin menumpuk membuat budaya menyama braya dirasa menjadi beban bagi
kaum milenial. Tetapi, pada dasarnya budaya menyama braya tidak dapat digantikan dengan
kecanggihan teknologi. Banyak kegiatan bermasyarakat yang hanya bisa dilakukan dengan
interaksi secara langsung.

Peranan Yowana Dalam Masyarakat


Pemuda atau yowana adalah salah satu pilar yang memiliki peran besar dalam perjalanan
kehidupan berbangsa dan bernegara. Di Bali sebagai Garda muda penerus Desa Adat. Sehingga
maju mundurnya suatu desa adat sedikit banyak ditentukan oleh pemikiran dan kontribusi aktif
dari yowana di desa tersebut.
Begitu juga dalam lingkup kehidupan bermasyarakat, pemuda merupakan satu identitas yang
potensial dalam tatanan masyarakat sebagai penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber insani
bagi pembangunan bangsa.
Ada beberapa alasan mengapa yowana memiliki tanggung jawab besar dalam membangun
tatanan masyarakat desa, antara lain :
1. Kemurnian idealismenya
2. Keberanian dan keterbukaannya dalam menyerap nilai-nilai dan gagasan-gagasan baru
3. Semangat pengabdiannya
4. Inovasi dan kreativitasnya
5. Keinginan untuk segera mewujudkan gagasan-gagasan baru
6. Keteguhan janjinya dan keinginan untuk menampilkan sikap dan kepribadiannya yang
mandiri

Kemampuan terasah berawal dari semangat yowana untuk belajar sehingga mereka
memiliki kemampuan berupa keterampilan dibidang seni dan budaya yang dapat mereka
kembangkan dan dapat melestarikan budaya agar tidak tergerus oleh waktu.
Hal ini menjadi penting karena kita memegang teguh budaya ketimuran, yang penuh
dengan sopan santun, etika, tata krama, sifat gotong royong dan toleransi dalam menjaga
keberagaman. Tugas yowana hari ini dan kedepan adalah menjaga budaya itu, baik fisik, mental
dan spiritual, karena manusia Bali yang diberkahi otak untuk berpikir harus mampu menjadi
pribadi yang berkarakter dalam mengisi kehidupan berbangsa dan bertanah air, terutama menjaga
hubungan baik di lingkungan terdekat kita yakni desa adat,"

Ruang dan Harapan Yowana Bali

1. Apresiatif: Pastikan bahwa kita hari ini mengakui dan mengapresiasi kaum muda akan
segala proses dan inovasi yang akan dilakukan untuk desa, Kota Denpasar dan Bali.
2. Menghormati hak: Yowana harus didekati sebagai agen aktif yang memiliki hak untuk
berpartisipasi dan didengar.
3. Transparan: Memperjelas tujuan keterlibatan yowana dalam setiap aspek, apakah dipimpin
oleh yowana atau hanya berkolaborasi dengan yowana pada prosesnya.
4. Akuntabel: Agar partisipasi dapat berkelanjutan, kaum muda harus diberi ruang untuk
mengambil peran aktif dalam pemantauan dan akuntabilitas dengan membangun
saluransaluran dimana partisipasi kaum muda dapat berdampak nyata pada hasil.
5. Ramah pemuda, relevan dan terarah: Kegiatan dapat diinisiasi oleh para yowana. Biarkan
kaum muda sendiri dapat memutuskan prioritas, metode, dan taktik mereka.
6. Inklusif: Memastikan semua yowana dapat berpartisipasi, tanpa memandang usia, latar
belakang, agama, jenis kelamin, ras/etnis, orientasi seksual, kemampuan, geografi, dan
kesehatan mental. Ini membutuhkan penerimaan dan merangkul keragaman, dan upaya
untuk membangun keragaman dari pengalaman kaum muda
7. Pengembangan kapasitas: Memperkuat lembaga yowana dengan mendukung
pengembangan kapasitas bagi organisasi kepemudaan, jaringan komunitas hobi, dan
gerakan kepemimpinan muda, untuk meningkatkan sikap saling bantu, kepercayaan, dan
kreatifitas.

Anda mungkin juga menyukai