Anda di halaman 1dari 2

Sistem Kekerabatan Masyarakat Adat di

Indonesia (Study system kekerabatan di Suku


Banjar)
 Selasa, 15 November 2016
 
 Masrukin
 
 Blog Fakultas
 
 6499 Hits

Sistem kekerabatan yang dianut dalam masyarakat adat di Indonesia didasari oleh faktor genealogis,
yakni suatu kesatuan hukum yang para anggotanya terikat sebagai satu kesatuan karena persekutuan
hukum tersebut merasa berasal dari moyang yang sama. Dapat disimpulkan bahwa sistem kekerabatan
dipengaruhi oleh garis keturunan yang menurunkan/ diikuti oleh kesatuan hukum adat tersebut. Sistem
kekerabatan yang ada di masyarakat hukum adat di Indonesia dibagi menjadi:
1. Sistem kekerabatan unilateral Sistem kekerabatan unilateral merupakan sistem kekerabatan yang
angota-anggotanya menarik garis keturunan hanya dari satu pihak saja yakni pihak ayah (Δ) atau ibu (O).
Sistem kekerabatan unilateral ini dapat dibagi menjadi 2, yakni:
a. Sistem Kekerabatan Matrilineal Sistem kekerabatan matrilineal merupakan sistem kekerabatan yang
anggota-anggotanya menarik garis keturunan hanya dari pihak ibu saja terus menerus ke atas karena
ada kepercayaan bahwa mereka semua berasal dari seorang ibu (O) asal. Misal: masyarakat
Minangkabau, Kerinci, Semendo (Sumatera Selatan), Lampung Paminggir.
b. Sistem Kekerabatan Patrilineal Sistem kekerabatan patrilineal merupakan sistem kekerabatan yang
anggota-anggotanya menarik garis keturunan hanya dari pihak laki-laki/ayah saja, terus menerus ke atas
karena ada kepercayaan bahwa mereka berasal dari seorang ayah (Δ) asal. Misal: masyarakat Alas
(Sumatera Utara), Gayo, Tapanuli (Batak), Nias, Pulau Buru, Pulau Seram, Lampung Pepadun, Bali,
Lombok.
2. Masyarakat Bilateral/ Parental Sistem kekerabatan bilateral/ parental merupakan sistem kekerabatan
yang angota-anggotanya menarik garis keturunan baik melalui garis ayah (Δ) maupun ibu (O). 
Dalam hal ini pula system kekerabatan dapat diketahui seperti yang di paparkan seperti system
kekerabatan juga terdapat di daerah Kalimantan Selatan yakni terdapat di Suku Banjar yang mana
Seperti sistem kekerabatan umumnya, masyarakat Banjar mengenal istilah-istilah tertentu sebagai
panggilan dalam keluarga. Skema di atas berpusat dari ULUN sebagai penyebutnya. Bagi ULUN juga
terdapat panggilan untuk saudara dari ayah atau ibu, saudara tertua disebut Julak, saudara kedua
disebut Gulu, saudara berikutnya disebut Tuha, saudara tengah dari ayah dan ibu disebut Angah, dan
yang lainnya biasa disebut Pakacil (paman) dan Makacil (bibi), sedangkan termuda disebut Busu. Untuk
memanggil saudara dari kai dan nini sama saja, begitu pula untuk saudara datu. Untuk memanggil orang
yang seumur boleh dipanggil ikam, boleh juga menggunakan kata aku untuk menunjuk diri sendiri.
Sedangkan untuk menghormati atau memanggil yang lebih tua digunakan kata pian atau andika, dan
kata ulun untuk menunjuk diri sendiri. Masyarakat suku Banjar mengenal istilah Bubuhan, yang dimaksud
dengan istilah bubuhan dalam masyarakat Banjar adalah kelompok kekerabatan yang merupakan
kumpulan dari keluarga batih yang merupakan satu kesatuan. Bentuk dari kelompok bubuhan ini paling
sedikit mempunyai lima unsur atau ciri sebagai berikut : 1. Mempunyai suatu sistem norma yang
mengatur kelakuan warga kelompok. 2. Mempunyai rasa kepribadian kelompok yang didasari rasa
kesadaran oleh semua warganya. 3. Aktivitas berkumpul warga kelompok bubuhan pada waktu-waktu
tertentu. 4. Adanya suatu sistem hak dan interaksi serta kewajiban dari warga bubuhan. 5. Adanya satu
orang yang ditokohkan dalam kelompok bubuhan ini. Bubuhan ini yang menurut pengertian Sosiologi
adalah keluarga besar, yaitu yang terdiri dari dua keluarga batih atau lebih yang masih mempunyai
hubungan keturunan satu sama lain, baik menurut garis keturunan ayah atau ibu. Keluarga bubuhan,
yang disebut keluarga besar, tetapi disebut pula keluarga luas. Dari perkawinan terbentuklah suatu
kelompok kekerabatan yang sering disebut keluarga inti atau keluarga batih. Satu keluarga batih terdiri
dari satu suami dan satu istri (atau lebih). Selama satu tahun tersebut, keluarga batih baru ini diberi
kesempatan untuk mengerjakan sawah atau ladang sendiri dan orang tua istri, mereka selalu membantu
kehidupan keluarga baru ini. Tetapi kalau keluarga baru ini belum mempunyai kemampuan hidup
berpisah dari rumah keluarga istrinya, kecendrungan menetap dalam keluarga istri ini disebut matrilokal
atau uksorilokal. Kalau ikut di keluarga pihak suami disebut patrilokal. Kalau mereka telah mempunyai
kemampuan untuk hidup sendiri dan berpisah dari orang tua (dari istri atau suami) disebut neolokal.

Anda mungkin juga menyukai