Penyakit Saraf
Penyakit Saraf
I. STROKE
A. Definisi
Disfungsi neurologik akut yang disebabkan oleh gangguan pembuluh darah otak dan
timbul secara mendadak (dalam beberapa detik) atau cepat (dalam beberapa jam) dengan
gejala-gejala dan tanda-tanda yang sesuai degan daerah fokal otak yang teganggu.
B. Faktor Risiko
Saat ini dimungkinkan untuk prediksi bahwa 10% dari populasi dengan risiko tinggi,
akan terkena stroke, yang meliputi 50% dari penderita stroke seluruhnya.
1. Usia 1. Hipertensi
2. Ras 2. Diabetes Melitus
3. Jenis Kelamin 3. Dislipidemia
4. Genetik 4. Kelainan Jantung
5. Obesitas
6. Fibrinogen Meningkat
7. Kadar Hemosistein Meningkat
8. Perokok
9. Obat Kontrasepsi Oral
10. Konsumsi Alkohol
11. Aktifitas Fisik Kurang
C. Pembagian Stroke
1. Stroke non hemmoragik (SNH) 85%
a. Trombosis : akibat aterosklerosis
b. Emboli : akibat embolus dari jantung dan pembuluh besar lainnya
c. Arteritis : akibat radang pada otak yang luas
2. Stroke hemmoragik (SH) 15%
a. Perdarahan intra serebral (PIS) : oleh karena hipertensi berat
b. Perdarahan sub arachnoid (PSA) : oleh karena AVM dan aneurisma
dari 1 minggu
- Sembuh sempurna < 3 minggu
Progresive stroke - Gangguan neurologis yang timbul
makin lama makin berat
- Sembuh tidak sempurna dalam > 3
minggu
Completed stroke - Gangguan neurologis yang gejala
klinisnya sudah menetap
- Sembuh tidak sempurna > 3 minggu
D. Patofisiologi
1. Stroke trombosis
Stroke ini disebabkan oleh aterosklerotik yang menyebabkan penyempitan atau
stenosis di arteri karotis interna atau yang ebih jarang di pangkal arteri serebri media atau di
taut arteri vertebralis dan basilaris. Kalau trombotik arteri koronaria, oklusi pembuluh
darahnya cenderung mendadak dan total, sedangkan trombotik pembuluh darah otak
cenderung memiliki awitan bertahap bahkan berkembang dalam beberapa hari. Mekanisme
lain pelannya aliran pada arteri yang mengalami thrombosis parsial adalah deficit perfusi
yang dapat terjadi pada reduksi mendadak curah jantung atau tekanan darah sistemik.
2. Stroke embolus
Stroke jenis ini insidennya sebanyak 30%. Sumber tersering adalah akibat infark
miokard, fibrilasi atrium, penyakit katup jantung, katup jantung buatan dan kardiomiopati
iskemik. Stroke yang terjadi akibat embolus biasanya menimbulkan deficit neurologic
mendadak dengan efek maksimum sejak awitan penyakit. Biasanya serangan terjadi saat
pasien beraktivitas. Embolus ini sering tersangkut di bagian pembuluh yang mengalami
stenosis. Stroke kardioembolik didiagnosis apabila diketahui adanya kausa jantung seperti
fibrilasi atrium atau apabila pasien baru mengalami infark miokardium yang mendahului
terjadinya sumbatan mendadak pembuluh besar otak. Embolus berasal dari bahan trombotik
yang terbentuk di dinding rongga jantung atau katup mitralis. Karena biasanya adalah bekuan
yang sangat kecil, fragmen-fragmen embolus dari jantung mencapai otak melalui arteri
karotis atau vertebralis. Dengan demikian, gejala klinis yang ditimbulkannya bergantung dari
bagian sirkulasi otak yang tersumbat.
3
3. Stroke PIS
Stroke Perdarahan Intraserebral adalah perdarahan yang terjadi didalam parenkim
otak sendiri. Penyebab utama stroke perdarahan intraserebral adalah pecahnya arteri dalam
otak karena hipertensi yang kronis. Pembagian stroke PIS dapat dibagi menjadi 2 macam,
yaitu :
P I S Primer :
- Hipertensi Kronis 50 %
-Arteriopati
P I S Sekunder :
- Tekanan Darah Normal
- Anomali Vascular Congenital (20%)
- Koagulopati
- Tumor Otak
- Vaskulopati Non Hipertensif (C A A)
- Post Stroke Iskemia
- Obat Anti Koagulansia / Fibrinolitik
- Obat simpatomimetik
4. Stroke PSA
Perdarahan subarachnoid ada dua macam, yaitu Perdarahan subarachnoid primer dan
perdarahan subarachnoid skunder. Perdarahan subarachnoid primer adalah dimana tampak
kebocoran darah dalam ruang subarachnoid akibat ruptur dari arteri atau vena. Sedangkan
perdarahan subarachnoid sekunder adalah perdarahan intracerebral melalui parenkim otak ke
permukaan otak kemudian masuk ke dalam ventrikel.
PSA memiliki dua penyebab utama: ruptur suatu aneurisma dan trauma kepala.
Karena perdarahan dapat massif dan ekstravasasi darah ke dalam ruang subarachnoid
berlangsung cepat, maka angka kematian sangat tinggi (sekitar 50% pada bulan pertama
setelah perdarahan).
Letak aneurisma intracranial biasanya:
- A.serebeli inferior posterior
- A.basilaris
- A.komunikans posterior
- A.karotis interna
4
- A.komunikans anterior
- Bifurkasio a.serebri media
Gejala :
Muntah - - ++ ++++
Kelumpuhan ↓↓ ↓↓ ↓↓↓ ↓↓
Afasia ++ / - ++ / - - -
Darah Lumbal
- - +/- ++++
Pungsi (LP)
Normal/
Hipodens Hipodens Hiperdens
CT scan Hiperdens
Stlh 4-7 hari Stlh 4-7 hari Intraserebral
Ekstraserebral
F. Penatalaksanaan Stroke
5
1. Penatalaksanaan umum (5B : Breath, Blood, Brain, Blader dan Bowel serta 5 NO)
• Breath
Bebaskan & bersihkan airway, sedot lendir dlm mulut
Bila mengalami penurunan kesadaran atau disfungsi bulbar dengan
gangguan pernafasan à ventilasi
Hipoksia à O2; non hipoksia à tidak perlu O2
Bila gagal napas psg ETT atau LMA (laryngeal Mask Airway) à
pasien hipoksia (pO2 <60 mmHg atau pCO2 >50 mmHg), atau syok, atau pada
pasien yang beresiko aspirasi
Thorax foto apabila perlu
Monitor pernapasan: ritme, frekuensi, gerak napas
• Blood
Berikan cairan kristaloid (RL/NaCl) atau koloid intravena
Dianjurkan pemasangan CVC (central Venous Cateter) dengan tujuan
disamping dapat memantau kecukupan cairan, juga dapat sebagai sarana untuk
memasukkan cairan dan nutrisi. Usahakan CVC 5 – 12 mmHG
Bila TD < 120mmHg, dan cairan sudah mencukupi dapat dberikan
obat – obat vasopresor secara titrasi seperti dopamin dosis sedang/tinggi,
norepinefrin atau epinefrin dengan target tekanan darah sistolik berkisar 140
mmHg
Ambil darah vena untuk lab, indikasi pemeriksaan gula darah,
elektrolit, drh rutin
Pertahankan & monitor tensi
EKG cito bila diperlukan, pemantauan jantung harus dilakukan selama
24 jam setelah awitan serangan stroke iskemik
Bila ada penyakit jantung kongestif segera atasi à konsul kardiologi
• Brain
Pengendalian peninggian TIK
- Pemantauan ketat terhadap penderita resiko edema à perhatikan perburukan
gejala dan tanda neurologis pada hari – hari pertama setelah serangan stroke
- Monitor tekanan intrakranial haris dipasang dengan GCS <9 dan penderita
yang mengalami penurunan kesadaran karena >>TIK
6
2. Penatalaksanaan khusus
Penatalaksanaan stroke non hemmoragik
a. Rapid Revascularisation
Trombolitik
- rtPa (Recombinant Tissue Plasminogen Activator)
0,9 mg/kgBB IV dengan dosis maksismal 90 mg, diberikan selang 3 jam setelah
serangan akut. Syarat penggunaan rtPa yaitu CT scan tidak ada perdarahan,
trauma tidak ada, stroke 3 bulan terakhir tidak ada, TDS < 185 mmHg dan TDD
<110 mmHg.
Antiplatetlet
- Asetosal 100-300 mg/tab/hari,diberikan selang waktu < 48 jam
- Aspirin 160-325 mg/tab/hari
- Ticlopidin 250 mg/tab/hari
- Clopidogrel 75 mg/tab/hari
- Cilostazol 50-100 mg/tab 2x/hari
- Depyridamol 50 mg/tab 2x/hari
b. Memperbaiki sistem kolateral
Pentosifilin 16 mg/kgBB/hari, 2x15 cc/IV drip dalam 3 jam selama 7 hari dan 2x400
mg/per oral. Pemberian pentoksifilin dilakukan dalam waktu 6-12 jam setelah serangan.
c. Neuroprotektif
Fungsi neuroprotektif yaitu menghambat influks Ca, menetralisir radikal bebas,
mencegah pergerakan mediator inflamatorik dan melindungi daerah oenumbra adar tidak
mengalami kematian sel.
Citicolin (nicholin) : 2-3x250 mg/hari
8
Antivasospasme
- Nimodipin 30 mg/tab, 6x1-2 tab/per oral selama 3 minggu dan 5-10 cc/ja, dengan
perfusion pump
Operasi pada PSA dapat dilakukan 1-2 hari setelah onset untuk menghindari
vasopspasme, rebleeding dan hidrosephalus.
Aneurisma
- Clipping leher aneurisma
- Baloon oclusion
- Embilisasi
AVM
10
- Blocked resection
- Embolisasi
- Radio surgery
Terjadi komplikasi hidrocephalus VP shunt
II. EPILEPSI
A. Definisi
Manifestasi gangguan fungsi otak dengan berbagai etiologi, dengan gejala khas yakni
serangan berkala yang disebabkan oleh lepas muatan listrik neuron-neuron otak secara
berlebihan dan paroksimal.
B. Etiologi
1. Epilepsi primer
11
Tidak dapat ditemukan kelainan pada jaringan otak, diduga bahwa terdapat kelainan
keseimbangan zat kimia dalam sel-sel saraf pada area jaringan otak yang abnormal.
2. Epilepsi sekunder
Akibat dari adanya kelainan pada jaringan otak.
Penyebab spesifik dari epilepsi :
Kelainan yang terjadi selama perkembangan janin/kehamilan ibu
Kelainan yang terjadi pada saat kelahiran bayi, seperti hipoksia, kerusakan
karena tindakan.
Penyumbatan pembuluh darah otak
Radang atau infeksi
C. Patofisiologi
Epilepsi terjadi akibat lepas muatan paroksimal yang berlebihan dari sebuah fokus
kejang atau dari jaringan normal yang terganggu akibat akibat suatu keadaan patologik. Lesi
di otak tengah, talamus, dan korteks serebrum kemungkinan besar bersifat epileptogenik,
sedangkan lesi di serebelum dan batang otak umumnya tidak memicu kejang.
Di tingkat membran sel, fokus kejang memperlihatkan beberapa fenomena, antara lain
sebagai berikut :
Instabilitas membran sel saraf, sehingga lebih mudah mengalami pengaktifan.
Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan muatan
menurun dan apabila terpicu akan melepaskan muatan secara berlebihan.
Kelainan polarisasi yang disebabkan oleh kelebihan asetilkolin atau defisiensi
asam gama-aminobutirat (GABA)
Ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam basa atau
elektrolit, yang menganggu homeostasis kimiawi neuron sehingga terjadi kelainan
pada depolarisasi neuron. Gangguan keseimbangan ini menyebabkan peningkatan
berlebihan neurotransmiter eksitatorik atau deplesi neurotransmiter inhiborik.
D. Manifestasi klinis
Klasifikasi Karakteristik
Parsial Kesadaran utuh walaupun mungkin
berubah, fokus di satu bagian tetapi
dapt memnyebar ke bagian lain.
12
E. Diagnostik
Pemeriksaan laboratorium
- pemeriksaan gula darah
- pemeriksaan kadar kalsium
- pemeriksaan ureum
Pemeriksaan neurologis
Pemeriksaan EEG
Pemeriksaan foto rontgen
F. Terapi
Penatalaksanana primer untuk pasien kejang adalah terapi obat untuk mencegah
timbulnya kejang atau untuk mengurangi frekuensinya sehingga pasien dapat hidupnormal.
Sekitar 70% - 80% pasien memperoleh manfaat dari pemberian obat antikejang. Obat yang
dipilih ditentukan oleh jenis kejang dan profilefek samping.
Umum
a. Lena ETS, AVP
b. Mioklonik ETS, AVP
c. Tonik – klonik AVS, FB, DFH, Kz
d. Atonik ETS, AVP
Keterangan :
FB : Fenobarbital
DFH : Defenilhidantoin
Kz : Karbamazepine
ETS : Etosuksimid
AVP : Asam valproat
Efek samping OAE (obat anti epilespi) :
15
Obat Dosis
Anti Epilepsi: Dewasa: Anak:
Fenobarbital 1,5-3 mg/kg BB 1-5 mg/kg BB
Difenilhidantoin 4 mg/kg BB 4-8 mg/kg BB
Asam Valproat 4 mg/kg BB 10-70 mg/kg BB
Karbamazepin 1,5-8 mg/kg BB 15-25 mg/kg BB
Etosuksimid 1,5-8 mg/kg BB 10-70 mg/kg BB
16
Pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikkan bertahap sampai dosis efektif
tercapai atau timbul efek samping (kadar obat dalam plasma ditentukan bila bangkitan
tidak terkontrol dengan dosis efektif)
Bila dengan penggunaan dosis maksimum obat pertama tidak dapat mengontrol
bangkitan, maka perlu di tambahkan OAE kedua. Bila OAE telah mencapai kadar
terapi, maka OAE pertama di turunkan bertahap (tapering off), perlahan lahan
G. Prognosis
Pada umumnya prognosis epilepsi cukup baik. Pada 50% - 70% penderita epilepsi
serangan dapat dicegah dengan obat-obatan, sedangakan sekitar 50 % pada suatu waktu akan
dapat berhenti minum obat. Epilepsi yang serangan pertamanya mulai pada usia 3 tahun atau
yang disertai kelainan neurologik atau retardasi mental mempunyai prognosis relatif jelek.
H. Status Epileptikus
Keadaan konvulsi umum yang berlangsung terus-menerus atau timbul secara berturut-
turut dengan interval yang sejenak saja.
Dapat timbul karena berbagai sebab.
Diagnosis menyelidiki penyakit yang mendasari:
a. Penderita dapat dikenal sebagai penderita grand mal/epilepsi fokal. Ini
menunjukkan bahwa keadaannya memburuk dan menandakan progresifitas penyakit
yang mendasarinya. Pemakaian obat antikonvulsan harus diselidiki. Penggantian jenis
antikonvulsan / kombinasinya dapat menimbulkan efek ’withdrawal’ yang dapat
berupa status konvulsikus.
b. Jika penderita belum pernah mengalami konvulsi umum (bukan epileptikus),
maka kemungkinan trauma kapitis, diabetes, penggunaan insulin, dan obat-obatan
harus diselidiki.
Perawatan:
a. Tindakan terapetik pada status epileptikus penderita non-epileptikus
Bila penderita status konvulsikus tersebut didapati tanda-tanda hipoksia dan asidosis,
pemberantasan konvulsi harus dilakukan dengan segera (tindakan nomer D/E).
Adapun tindakan yang harus dilakukan:
1) Lidah harus berada di antara lantai mulut dan ’guide airway’, sehingga lintasan
jalan pernafasan sudah terjamin.
18
2) Penderita posisi tengkurap dengan kepala lebih rendah daripada badan untuk
mencegah aspirasi
3) Tempat tidur harus didindingi kasur tipis agar penderita tidak melukai dirinya
karena konvulsi tonik klonik
4) Pemeriksaan elektrolit, BUN, calsium, magnesium, glukosa, dan pemerikasaan
darah rutin. Kemudian dengan terapi medisinal:
III. TETANUS
A. Definisi
Tetanus adalah suatu keadaan intoksikasi susunan saraf pusat oleh endotoksin bakteri
Clostridium Tetani, dengan gejala karakteristik rigiditas otot yang berkembang progresif
disertai eksaserbasi paroksismal.
B. Etiologi
Tetanus disebabkan oleh bakteri gram positif: Clostridium tetani. Bakteri ini berspora,
dijumpai pada tinja binatang terutama kuda, juga bisa pada manusia dan juga pada tanah yang
terkontaminasi dengan tinja binatang tersebut. Spora ini bisa tahan beberapa bulan bahkan
beberapa tahun. Spora dalam keadaan anaerob membentuk eksotoksin Tetanolisin dan
Tetanospasmin. Tetanospasmin mempengaruhi pembentukan dan pengeluaran
20
C. Patofisiologi
Tetanospasmin adalah toksin yang menyebabkan spasme, bekerja pada beberapa level
dari susunan saraf pusat dengan cara:
a. Toksin menghalangi neuromuscular transmission dengan cara menghambat pelepasan
asetilkolin dari terminal nerve di otot
b. Karakteristik spasme dari tetanus terjadi karena toksin mengganggu fungsi dari reflex
sinaptik di spinal cord
c. Kejang pada tetanus mungkin disebabkan pengikatan dari toksin oleh cerebral
ganglioside
d. Beberapa penderita mengalami gangguan dari system saraf otonom dengan gejala
berkeringat, hipertensi yang fluktuasi, periodisiti takikardi, aritmia jantung,
peninggian katekolamin dalam urine
Timbulnya kegagalan mekanisme inhibisi yang normal menyebabkan meningkatnya
aktivitas dari neuron yang mempersarafi otot masetter sehingga terjadi trismus. Oleh karena
itu otot masetter adalah otot yang paling sensitive terhadap toksin tetanus tersebut. Stimuli
terhadap aferen tidak hanya menimbulkan kontraksi yang kuat, tetapi juga dihilangkannya
kontraksi agonis dan antagonis sehingga timbul spasme otot yang khas.
Ada 2 hipotesis tentang cara bekerjanya toksin, yaitu:
1. Toksin diabsorbsi pada ujung saraf motorik melalui sumbu silindrik ke kornu anterior
susunan saraf pusat.
2. Toksin diabsorpsi oleh susunan limfatik, masuk ke dalam sirkulasi darah arteri
kemudian masuk ke dalam susunan saraf pusat.
Toksin tetanospamin menyebar dari saraf perifer secara ascending bermigrasi secara
sentripetal atau secara retrogard mencapai CNS. Penjalaran terjadi di dalam axis silinder dari
sarung perineural. Toksin juga dapat menyebar melalui darah dan jaringan/system limfatik.
D. Gejala klinis
21
Masa inkubasi antara terjadinya luka sampai timbul gejala antara 5 – 8 hari, biasanya
tidak lebih dari 15 hari, dan periode onset adalah masa timbulnya gejala ( trismus ) sampai
terjadi spasme otot biasanya 2-3 hari.
Karakteristik dari tetanus:
Kejang bertambah berat selama 3 hari pertama dan menetap selama 5-7 hari
Setelah 10 hari kejang mulai berkurang frekuensinya
Setelah 2 minggu kejang mulai hilang
Biasanya didahului dengan ketegangan otot terutama pada rahang dan leher.
Kemudian timbul kesukaran membuka mulut (trismus, lockjaw) karena spasme otot
masetter
Kejang otot berlanjut ke kaku kuduk (opisottonus, nuchal rigidity)
Risus sardonikus karena spasme otot muka dengan gambaran alis tertarik ke atas,
sudut mulut tertarik keluar dank e bawah, bibir tertekan kuat
Gambaran umum yang khas berupa badan kaku dengan opistotonus, tungkai dengan
ekstensi, lengan kaku dengan mengepal, biasanya kesadaran tetap baik
Karena kontraksi otot yang sangat kuat, dapat terjadi asfiksia dan sianosis, retensi
urine, bahkan dapat terjadi fraktur columna vertebralis (pada anak)
E. Klasifikasi
1. Tetanus Lokal (localited tetanus)
Pada local tetanus dijumpai adanya kontraksi otot yang persisten pada daerah tempat
dimana luka terjadi (agonis, antagonis dan fixator). Kontraksi otot tersebut biasanya ringan,
bisa bertahan dalam beberapa bulan tanpa progressif dan biasanya menghilang secara
bertahap.
Local tetanus bisa menjadi generalized tetanus, tetapi dalam bentuk yang ringan dan
jarang menimbulkan kematian. Bisa juga local tetanus ini dijumpai sebagai prodromal dari
klasik tetanus atau dijumpai secara terpisah. Hal ini terutama dijumpai sesudah pemberian
profilaksis antitoksin.
2. Cephalic tetanus
22
Cephalic tetanus adalah bentuk yang jarang dari tetanus. Masa inkubasi berkisar 1-2
hari yang berasal dari otitis media kronik, luka pada daerah muka dan kepala, termasuk
adanya benda asing dalam rongga hidung.
3. Generalized tetanus
Bentuk ini paling banyak dikenal. Sering menyebabkan komplikasi yang tidak dikenal
beberapa tetanus local oleh karena gejala timbul secara diam-diam. Trismus merupakan
gejala utama yang sering dijumpai yang disebabkan oleh kekakuan otot masetter bersamaan
dengan kekakuan otot leher yang menyebabkan terjadinya kaku kuduk dan kesulitan
menelan. Gejala lain berupa risus sardonicus yakni spasme otot-otot muka, opistotonus
(kekakuan otot punggung), kejang dinding perut. Spasme dari laring dan otot-otot pernafasan
bisa menimbulkan obstruksi saluran nafas, sianose asfiksia. Bisa terjadi disuria dan retensi
urine, kompresi fraktur dan perdarahan di dalam otot. Kenaikan temperature biasanya hanya
sedikit, tetapi bisa juga mencapai 400C. Bila dijumpai hipertermi, tekanan darah tidak stabil
dan dijumpai takikardia penderita biasanya meninggal. Diagnose ditegakkan hanya
berdasarkan gejala klinis.
4. Neonatal tetanus
Biasanya disebabkan infeksi C. tetani yang masuk melalui tali pusat sewaktu proses
pemotongan persalinan. Spora yang masuk disebabkan oleh proses pertolongan persalinan
yang tidak steril, baik karena penggunaan alat yang telah terkontaminasi spora C. tetani
maupun penggunaan obat-obatan untuk tali pusat yang telah terkontaminasi.
Kebiasaan menggunakan alat pertolongan persalinan dan obat tradisional yang tidak
steril merupakan factor yang utama dalam terjadinya neonatal tetanus.
Trismus berat, kekakuan umum, spasme dan kejang spontan yang berlangsung
lama.Gangguan pernafasan dengan takipnoe lebih 40 kali / mnt, kadang apnoe, disfagia berat
dan takhikardi lebih 120 kali / mnt. Terdapat peningkatan aktifitas saraf otonom yang
moderat dan menetap.
Tingkat Sangat Berat :
Gambaran tingkat III disertai gangguan otonom yang hebat, dijumpai hipertensi berat
dengan takhikardi atau hipertensi diastolic yang berat dan menetap ( D > 110 mm Hg) atau
hipotensi sistolik yang menetap ( S < 90 mm Hg ), dikenal dengan autonomic storm.
F. Diagnosis
Diagnosis tetanus dapat diketahui dari pemeriksaan fisik pasien sewaktu istirahat, berupa:
1. Gjala klinik: kejang tetanik, trismus, disfagia, risus sardonicus
2. Adanya luka yang mendahuluinya. Luka ada kalanya sudah dilupakan.
3. Kultur C. tetani (+)
4. Lab: SGOT, CPK meninggi serta dijumpai myoglobinemia
G. Komplikasi
a. Kegagalan respirasi / hipoksia
Penderita tetanus sedang, mengalami hipoksia dan hipokapnia akibat kerusakan ventilasi-
perfusi paru, walaupun secara klinis dan radiologist normal. Sedang tetanus berat dengan
spasme otot yang berat dan lama yang tidak terkontrol dengan relaksan dan sedative dapat
mengarah ke henti jantung dan kematian atau kerusakan otak dengan akibat koma.
Komplikasi lain thd paru adalah atelektasi, bronkopneumoni, aspirasi pneumoni.
b. Kardiovaskuler dan otonom
Terutama dimediasi oleh system otonom. Pada hampir semua tetanus berat terjadi
peningkatan yang menetap dan berlangsung terus dari aktifitas simpatis dan parasimpatis.
Komplikasi otonom ditandai oleh episode sinus takhikardi dengan hipertensi berat yang
segera diikuti dengan bradikardi dan penurunan tekanan darah. Ketidakstabilan ini
merupakan awal dari henti jantung dan kematian. Sering juga ditemukan aritmia dan
gangguan hantar jantung.
c. Sepsis yangg berakhir dengan multi organ failure ( MOF )
d. Komplikasi ginjal: berupa kegagalan fungsi ginjal akibat sepsis dan kelainan pre renal
e. Komplikasi hematology: berhubungan dengan anemia karena infeksi .
24
H. Terapi
1. UMUM (5B, Breath, Blood, Brain, Bladder dan Bowel).
2. KHUSUS
Pasien tingkat II, III, IV sebaiknya dirawat di ruang khusus dengan peralatan intensif dan
memadai, dan bila perlu dilakukan trakheotomi. Stimulasi cahaya, taktil dan auditori sedapat
mungkin dikurangi.
ATS 10.000 U im satu kali @ Tetagam 12 amp / hr ( 5 hr ) Deltoid ka& ki, Paha
ka & ki, Bokong ka & ki.
Pen.Proc 2 jt U tiap 6 jam atau Tetrasiklin 2 gram / hari
Metronidazol 3 X 5000 mg
Sedativa : Diazepam 10 mg iv sesuai kebutuhan, sampai 500 mg / hari
ICU atas indikasi
Trakheotomi ; mutlak pd tetanus tingkat III dan IV.
I. Prognosis
Faktor-faktor yang mempengaruhi angka kematian:
Masa inkubasi dan waktu onset, semakin pendek prognosa makin buruk
Beratnya gejala klinik, ( spasme dan dis otonomi ) makin berat makin buruk
Usia, neonatus dan usia tua prognosa makin buruk
Gizi buruk, prognosa buruk
Penanganan komplikasi, bila ditangani secara optimal maka prognosa baik.
25
IV. PARKINSON
A. Definisi
Penyakit Parkinson (Parkinson desease) adalah bagian dari Parkinsonism, yang secara
patologis ditandai oleh degenerasi ganglia basalis terutama di substansia nigra pars kompakta
(SNC) yang disertai adanya inklusi sitoplasmik eosinofilik (Lewy Bodies).
Parkinsonis adalah suatu sindrom yang ditandai oleh tremor waktu istirahat, rigiditasi,
bradikinesia dan hilangnya refleks postural, akibat penurunan kadar dopamin dengan
berbagai macam sebab.
B. Etiologi
Idiopatik
26
Usia lanjut
Genetik
Faktor limgkungan
Faktor resiko:
- Usia, meningkat pada usia lanjut, jarang pada usia diatas 30 tahun
- Rasial, kulit putih lebih sering dari pada orang Asia dan Afrika
- Genetik
- Toksin
- Penggunaan herbisida dan pestisida
- Infeksi
- Cedera Cranio – Serebral
- Stress Emosional
C. Patofisiologi
Penyakit Parkinson terjadi karena penurunan kadar dopamin akibat kematian neuron
di pars kompakta substansia nigra sebesar 40 – 50 % yang disertai adanya inklusi sitoplasmik
eosinofilik (Lewy bodies) akibat multifaktorial.
D. Klasifikasi
1. Idiopatik (Primer)
Penyakit parkinson
Juvenile Parkinsonism
2. Simptomatik (Sekunder)
Infeksi dan pasca infeksi
Pasca Encefalitis (Ensefalitis letargika), slow virus
Toksin:
- 1-Methyl-4Phennnyl-1,2,3,6-Trihydroxypyridine (MPTP) ; Co ; Mn ; Mg ;
CS2 ; Metanol, Etanol; Sianid
Obat:
- Neuroleptik (antipsikotik); anti emetik; reserfin; tetrabenazine; Alfa-Metil-
Dopa; Lithium; Flunarisin; sinarisin
Vaskuler: multi infark serebral
27
4. Penyakit Heredodegeneratif
Seroid – Lipofusinosis
Penyakit Gerstmann-strausler-scheinker
Kelainan Herediter
penyakit Hallervorden-Spatz
Penyakit hatingtong
Lubag (Filipo X linked dystonia-parkinson)
Penyakit Machado – joseph
Nekrosis striatal dan sitopati mitokhondria
28
Neuroakantosis
Atrofi famialial olivopontoserebeler
Syndrom Talamik demensia
Penyakit Wilson
E. Gejala
F. Diagnosis
1. Kriteria Diagnostik (Kriteria Hughes)
Possible : terdapat salah satu dari gejala utama
- Tremor istirahat
- Rigiditas
- Bradikinesia
- Kegagalan refleks postural
Probable
29
Terdapat kombinasi dua gejala utama atau satu gejala dari tiga gejala pertama yang
tidak simetris
Definite
Terdapat tiga kombinasi dari empat gejala atau dua gejala dengan satu gejala lain
yang tidak simetris. Bila semua tanda-tanda tidak jelas periksa ulang beberapa bulan
kemudian.
2. Tanda Khusus:
Meyerson Sign = tidak dapat mencegah kedip mata bila daerah glabela diketuk
berulang-ulang 2X/detik.
3. Pemeriksaan Penunjang
Neuroimaging
CT- Scan
MRI
PET
Laboratorium (penyakit parkinson sekunder)
Patologi Anatomi
Pemeriksaan kadar Cu (Wilsonis Disease) prion (Bovine spongiform encephalopathy)
G. Penatalaksanaan
1. Umum (Suportive)
Pendidikan (education)
Penunjang (support)
- Penilaian kebutuhan emosional
- Rekreasi dan kegiatan kelompok
- Konsultasi profesional
- Konseling hukum
- Konseling pekerjaan
Latihan fisik
Nutrisi
2. Medikamentosa
30
3. Pembedahan
a. Talamotomi ventrolateral : bila tremor menonjol
b. Palidotomi : bila akinesia dan tremor
c. Transplantasi substansia nigra
d. Stimulasi otak dalam
4. Rehabilitasi Medik
Tujuan rehabilitasi medik adalah untuk meningkatkan kualitas hidup penderita dan
menghambat bertambah beratnya gejala penyakit serta mengatasi masalah-masalah sebagai
berikut
a. Abnormalitas gerakan
b. Kecenderungan postur tubuh yang salah
c. Gejala otonom
d. Gangguan perawatan diri (activity of daily living-ADL)
e. Perubahan psikologik
H. Komplikasi
Hipokinesia
- Atrofi / kelemahan otot skunder, Kontraktur sendi
- Deformitas: kifosis; skoliosis
- Osteoporosis
Gangguan fungsi luhur
- Afasia
- Agnosia
- Apraksia
Gangguan postural
- Perubahan kardio-pulmonal
- Ulkus dekubitus
- Jatuh
Gangguan Metal
- Ganggua pola tidur
- Emosional
- Gangguan seksual
32
- Depresi
- Bradifrenia
- Psikosis
- Demensia
Gangguan Vegetatif
- Hipotensi postural
- Inkontinensia urine
- Gangguan keringat
V. BELL’S PALSY
A. Definisi
Bell’s palsy adalah kelumpuhan nervus fasialis perifer yang mendadak timbul pada
orang sehat tanpa sebab yang jelas.
B. Etiologi
33
C. Perjalanan N.VII
Inti motorik nervus VII di pons mengitari inti nervus VI keluar di bagian lateral pons
diantara nervus VII dan VII keluar nervus intermedius nervus VII, VII dan intermedius
masuk ke meatus akustikus internus nervus VII dan intermedius berjalan bersama masuk
ke kanalis fasialis masuk ke dalam os mastoid foramen stilomastoid otot wajah
D. Gejala klinis
Biasanya akut; hampir selalu unilateral, sering diketahui setelah bangun tidur.
Kelumpuhan semua otot mimik.
Waktu diam :
- kerutan dahi hilang
- alis lebih rendah
- celahmata lebihbh besar
- lipatan nasolabial hilang
- bentuk lubang hidung tidak simetris
Waktu gerak :
- Tidak dapat mengangkat alis
- tidak dapat mengerutkan dahi
- tidak dapat menutup mata
- tidak dapat meringis
- tidak dapat menggembungkan pipi
34
E. Diagnosis
Anamnesis
Pemeriksaan klinis
- Test Lakrimasi
- Fungsi sensorik (test rasa pada lidah)
- Test refleks stapedius
- Pemeriksaan fungsi motorik
F. Penatalaksanaan
1. Medikamentosa
Kortikosteroid dalam 4 hari prednison 0,1 -0,5 mg/kgBB (karena masih mungkin
terjadi proses ke arah paralisis total dan menghilangkan rasa nyeri).
2. Pembedahan (dekompresi)
Letak foramen stylomastoideus
Indikasi :
- Bila nyeri hebat di belakang telinga yang homolateral sejak saat onset
- Tidak sembuh fungsional dalam 2 bulan
- Kesembuhan tidak sempurna
- Serangan berulang
Semakin dini dilakukan, tindakan pembedahan ini memberikan hasil yang optimal
(akhir minggu ke-3)
4. Fisioterapi dini
Masase otot wajah
Diatermia
35
Fonodisasi
G. Komplikasi
1. Fenomena air mata buaya ; waktu makan keluar air mata. (akibat regenerasi serabut saraf
otonom yang salah arah)
2. Kontraktur otot wajah
3. Sinkinesis ; gerakan sadar menutup mata, terjadi pengangkatan sudut mulut, kontraksi otot
platisma, atau pengerutan dahi ( regenerasi serabut saraf mencapai otot yang salah)
4. Spasme otot wajah
5. Ptosis alis
6. Bell’s palsy rekuren
F. Prognosis
80 – 90 % MENGALAMI PERBAIKAN PADA OTOT-OTOT EKSPRESI MUKA.
BILA TERDAPAT TANDA KESEMBUHAN OTOT WAJAH SEBELUM HARI
KE 18; MK KESEMBUHAN SEMPURNA ATAU HAMPIR SEMPURNA DAPAT
TERJADI.
PERBAIKAN KOMPLIT DIMULAI SETELAH 8 MINGGU DAN MAKSIMAL 9
BULAN – 1 TAHUN.
FAKTOR-FAKTOR PROGNOSIS YANG BAIK :
- KELAINAN INKOMPLIT,
- UMUR MUDA (< 60 TAHUN),
- INTERVAL YANG PENDEK ANTARA ONSET DAN PERBAIKAN
PERTAMA (2 MINGGU)
A. Definisi
Suatu penyakit autoimun yang menyerang reseptor asetilkolin pada motor neuron
junction otot skeletal oleh suatu antibodi.
36
B. Klasifikasi
1. Myastenia gravis dewasa
2. Myastenia gravis anak :
Myastenia gravis neonatal sementara
Myastenia gravis kongenital
Myastenia gravis juvenil
Myastenia gravis familial
C. Etiologi
Tidak diketahui, namun dipercaya berkaitan degan timoma.
D. Patofisologi
Kegagalan transmisi impuls saraf pada hubungan neuromuskuler dimana asteilkolin
tidak sampai pada membran post sinaptik dalam jumlah yang cukup. Gangguan ini timbul
karena adanya reaksi autoimunologik pada tempat tersebut.
E. Gejala klinis
Gejala klinis muncuk terutama pada saat aktivitas dimana akan timbul kelainan mata
seakan-akan mata akan menutup, gangguan menelan dan gangguan berbicara.
Fase 1 terutama mengganggu mata seperti ptosis, otot penggerak bola mata cepat
lelah dan terjadi diplopia.
Kelainan bulbar dapat dilihat dari pasien sulit untuk menelan dan mudah lelah jika
berbicara lama.
Gangguan pada otot-otot lengan proksimal yaitu pasien tidak mampu mengangkat
kedua lengan lebih dari 3 menit.
Gangguan pada otot-otot tungkai proksimal yaitu pasien tidak dapat berdiri-jongkok
lebih dari 10 kali.
F. Diagnosis
Anamnesa
Pemeriksaan
37
- Test westernberg, yaitu pasien menatap tanpa kedip pada benda yang terletak
diatas bidang ke dua mata beberapa waktu lamanya pada myastenia gravis mata
akan ptosis.
- Tensilon test, yaitu tensilon 2 mg IV tidak ada efek samping tensilon 5-8 mg
IV terdapat perbaikan dari kelemahan otot (myastenia positif)
- Prostigmin test, yaitu neostigmin dengan pemberian 1,25 mg neostigmin secara
IM, dapat dikombinasi dengan atropin 0,6 mg untuk mencegah efek samping.
Gejalanya akan membaik dalam waktu 30 detik dan akan berakhir dalam 2 atau 3
jam.
- Test Quinine & Curare, memperberat myastenia gravis.
G. Penatalaksanaan
Antikholin esterase
Obat-obat ini menghambat kolinesterase yang kerjanya menghancurkan asetilkolin
- Piridostigmin bromide (Mestinon ,60 mg ) 30 – 120 mg / 3 jam.
- Neostigmin bromide (Prostigmin ,15 mg) 15 – 45 mg.
- Bila diperlukan dapat diberi subkutan atau i.m, didahului dengan pemberian
atropin 0,5 – 1 mg.
Kortikosteroid
Prednisolon paling sesuai untuk MG, diberikan secara selang-seling untuk
menghindari efek samping. Dosis awal harus kecil ( 10 mg ) dan dinaikkan secara bertahap 5
– 15 mg / mgg.Indikasi :
- setelah timektomi dari timoma invasif
- penderita yang tidak dapat dikontrol secara memuaskan
- kelompok usia lanjut > 50 th
- tipe okular murni
Azatrioprin
- Obat ini diberikan dengan dosis 2,5 mg / kg BB selama 8 mgg
- Dianjurkan pemberian bersama-sama dengan prednisolon
Timektomi
Indikasi :
38
H. Krisis myastenia
Keadaan penderita yang cepat memburuk, terjadi karena ;
pekerjaan fisik berlebihan
emosional
infeksi
melahirkan
obat-obat yang menyebabkan neuromuscular blok (Strepto, Neomicyn, curare,
quinine)
Tindakan terhadap kasus ini adalah sebagai berikut :
bebaskan jalan nafas
pemberian antikholin esterase
obat imunosupresan dan plasmaferesis.
G. Kholinergik krisis
Karena overdosis / mendekati dosis bahaya dari obat antikholin esterase.
Gejala-gejala : muntah-muntah, berkeringat, hipersalivasi, lakrimasi, miosis, pucat,
hipotensi
Tindakan :
- Penghentian antikholin esterase sementara, kemudian diberi lagi dengan
dosis yang lebih rendah.
- Atropin sulfat ( 0,3 –0,6 mg i.v )
VII. CEPHALGIA
A. Definisi
Nyeri kepala adalah nyeri atau sakit sekitar kepala, termasuk nyeri di belakang mata
serta perbatasan antara leher dan kepala bagian belakang. Nyeri kepala adalah semua
perasaan tidak menyenangkan di daerah kepala.
39
B. Etiologi
ICH,
Circulation
SAH
Encephalomeningi
tis
Migraine
glaukoma, radang,
keratitis, anomali
Eye
refraksi
komusio, kontusio,
tumor
Neoplasma
otak
perdarahan
ETIOLO Trauma capitis ekstradural,
GI
Ear & nose
perdarahan
mastoiditis, OM, sinusitis,
rhinitis
subdural.
gigi,
Dental
gusi
Cluster headache
headache
tension
Otot
headache
Arteritis temporalis
Trigeminal
neuralgia
C. Patofisiologi
Peradangan, 40
traksi,
kontraksi
Perangsanga
otot, dan
n
dilatasi
Bangunan-bangunan
pembuluh di
daerah kepala
darahdan leher
yang peka terhadap
nyeri
Nyeri
kepala
Struktur peka nyeri
D. Diagnosa
1. Anamnesa lama nyeri, frekuensi, lama serangan, lokasi, pemicu, sifat, gejala yang
menyertai, pengobatan, riwayat penyakit dahulu dan riwayat penyakit keluarga.
2. Pemeriksaan GCS, nervus cranialis, palpasi tengkorak dan otot, nyeri tekan tengkuk,
perabaan arteri temporalis, EEG dan Ct scan.
Definisi
Nyeri kepala tipe tegang adalah suatu keadaan yang melibatkan sensasi nyeri atau rasa
tidak nyaman di daerah kepala, kulit kepala, atau leher yang biasanya berhubungan dengan
ketegangan otot di daerah ini.
41
Patofisiologi
NKTO dapat disebabkan oleh berbagai mekanisme.
Sebagian besar otot tengkuk berpaut pada periosteum bagian oksiput kepala Pautan
ini tidak melalui tendon, tapi melalui jaringan miofasial yang melekat langsung pada
periosteum Periosteum merupakan bangunan peka nyeri sehingga tarikan oleh otot yang
berkontraksi terus menerus menyebabkan rasa nyeri.
Gejala klinis
Tidak ada gejala prodormal atau aura
Nyeri kepala dirasakan bilateral di atas kepala seperti ada beban berat, rasa diikat atau
kencang
Leher terasa kaku
Intensitas nyeri sedang sampai berat, tetapi tidak mengganggu pekerjaan sehari-hari
Nyeri kepala dapat berlangsung episodik (< 15 hari / bulan, nyeri hilang dalam 30
menit - 7 hari) atau secara kronik ( >15 hari / bulan, selama 6 bulan)
Memburuk atau dicetuskan oleh stress
Klasifikasi
- NKTO Episodik :
- Serangan nyeri kepala yang terjadi < 15 x/ bulan
42
Penatalaksanaan
- Pencegahan
- Hindari faktor pencetus (stress, kelelahan, kecemasan, rasa lapar, rasa marah,dan
posisi tubuh yang tidak sehat)
- Pola hidup sehat
Istirahat yang cukup
Olahraga teratur
Berekreasi
- Non-Farmakologi Kompres hangat atau dingin pada dahi, Mandi air panas, Tidur dan
istirahat
- Farmakologi
Terapi abortif
Analgesik Asetaminofen 1000-1500 mg/hari
NSAID Asam mefenamat 1000-1500 mg/hari, Naproxen sodium 275-
550 mg/hari atau Kombinasinya
Terapi preventif Amitriptilin 10-50 mg sebelum tidur, Nortriptilin 10-75 mg
sebelum tidur, Doxepin 10-75 mg sebelum tidur
Migrain
43
Definisi
Nyeri kepala berulang dengan serangan nyeri yang berlangsung 4-72 jam
Nyeri biasanya sesisi (unilateral)
Sifatnya berdenyut
Intensitas nyerinya sedang sampai berat
Nyeri diperhebat dengan aktivitas
Disertai mual dan/ atau muntah
Fonofobia dan fotofobia
Faktor pemicu
Faktor psikologis (79,7%) Stress, depresi
Faktor hormonal (65,1%) Menstruasi, Hamil, menopause
Faktor lingkungan (53,2%) Perubahan cuaca, musim
Rangsangan sensorik, Bau menyegat (43,7%), Sinar yang terang (38,1%)
Alkohol (37,8%)
Rokok(35,7%)
Faktor makanan (26,9%)
Patofisiologi
Sebelum ‘Decade of the Brain’migren adalah suatu prnyakit vaskular yang dipicu
oleh proses-proses yang menyebabkan vasokonstriksi diikuti vasodilatasi, peradangan dan
nyeri kepala.
Saat ini, perubahan beurokimiawi (dopamin dan serotonin) hilang pengendalian
neuron sentral à aktivasi sistem trigeminovaskular à pembebasan neuropeptida à peradangan
steril di sekitar pemb.darah
Nyeri saat serangan disfungsi SSP hilangnya pengendalian neural sentral
keseimbangan pembuluh darah kranial terganggu dan melebar plasma keluar à ruang
perivaskular aktivasi sistem trigeminovaskular untuk neuropeptida respon peradangan
di sekitar pembuluh darah.
Klasifikasi
44
Gejala klinis
Diagnosa
Kriteria diagnosa berdasarkan IHS :
1. Serangan nyeri kepala > 5x, dengan gambaran klinis yang sama selama 4-72 jam
2. Terdapat 2 atau lebih kriteria gambaran nyeri kepala
a. Nyeri unilateral
b. Nyeri sedang-berat
c. Nyeri berdenyut
d. Nyeri yang diperberat oleh aktivitas sehari-hari
3. Terdapat 1 atau lebih dari kriteria berikut
a. Gejala aura
b. Mual selama nyeri kepala
c. Fotofobia atau fonofobia selam nyeri kepala
4. Menyingkirkan nyeri kepala sekunder dari anamnesa dan pemeriksaan fisik
Penatalaksanaan
Akut
Analgetika (parasetamol, asam mefenamat, aspirin) yang diberikan bersama dengan
obat yang dapat mengurangi stasis lambung seperti metoklorpramid.
Bila belum menolong, maka diberikan ergotamin atau dehidroergotamin. Efek
samping obat ini adalah obat tersebut juga menyebabkan vasokonstriksi pembuluh
darah koroner dan pembuluh darah perifer lain. Dosis 1 mg (2-3 tab), jika tidak
membaik 1 tab (400 tiap setengah jam, maksimal 6 tab/ hari atau 10 tab/ minggu).
Sebaiknya diberi sumatripan secara suntikan maupun per oral. Sumatripan hanya
bekerja pada reseptor serotonin 1 D secara spesifik, oleh karena itu efek sampingnya
sangat minimal. Dosis 1 tab = 100 mg, jika gejala masih muncul dosis diulang tiap
maksimal 3 tab/ 24 jam dengan interval 2 jam.
Profilaksis
Propanolol (beta bloker), dosis : 40-120 mg/ hari
Kontraindikasi : penderita asma, penderita yang sering melakukan kegiatan olahraga.
46
Pizotifen (antihistamin)
Efek samping : nafsu makan meningkat
Methysergide (antagonis serotonin, dosis : 8-16 mg tab/ hari
Efek samping : fibrosis retroperitoneal
Flunarizin (calcium blocker), dosis 5-10 mg tab/hari
Efek samping : mengantuk,parkinson.
Trigeminal Neuralgia
Definisi
Nyeri paroksismal pada daerah distribusi nervus trigeminal yang melibatkan satu atau
lebih cabang nervus trigeminus.
Nyeri saraf trigeminal yang ditandai oleh serangan nyeri mendadak, paroksismal,
tajam, dan hebat seperti tikaman pada daerah percabngan nervus trigeminal disertai gangguan
vasomotor, sekretorik, berlangsung beberapa detik sampai menit dipicu oleh sikat gigi,
mengunyah, mencuci muka, mencukur, terkena air dingin atau menelan.
Klasifikasi
Idiopatik trigeminal neuralgia (Tic Douloureux) tidak diketahui penyebabnya.
Simptomatik trigeminal neuralgia penyebabnya diketahui misalnya oleh multiple
sklerosis, tumor sekitar ganglion trigeminal atau karena herpes zooster.
Patofisiologi
Degenerasi ganglia trigeminal Gaserri (sering pada usia > 70 tahun)
Penekanan akar saraf trigeminus oleh karena aterosklerosis arteri carotis interna,
aneurisma carotis, penekanan oleh karena tumor dan pergeseran batang otak
Angulasi berlebihan pada akar saraf trigeminus akibat demineralisasi os petrossum
atau karena adanya iritasi ganglia Gasseri oleh os petrosum (sering pada wanita
menepouse)
Demielinisasi bagian proksimal akar saraf trigeminus
Cetusan paroksismal neuron nukleus trigeminus di batang otak
47
Gejala klinis
Usia > 10 tahun
Intensitas nyeri tinggi terutama di daerah Trigger Point yaitu di cuping hidung dan
mulut
Nyeri berlangsung antara 20-30 detik, hilang beberapa menit kemudian muncul lagi
Nyeri dapat berminggu-minggu atau berbulan-bula, mereda kemudian timbul lagi
Cabang nervus trigeminus ke-2 dan ke-3 lebih sering terkena dan unilateral
Pemeriksaan neurologis hampir selalu normal
Bilateral apabila oleh karena multiple sklerosis
Dapat disertai spasme wajah sesisi
Penatalaksanaan
Medikamentosa : Carbamazepin (400-1200 mg/hari), difenilhindatoin (200-400
mg/hari) dan Baclofen (60-80 mg/hari).
Pembedahan : Rhizotomy dan decompresi craniovascular
TENS (Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation)
48
Cluster Headache
Definisi
Nyeri yang sangat berat yang mengenai separuh dari kepala, daerah sekitar mata
kemudian meluas ke rahang dan pelipis.
Patofisiologi
Gejala klinis
Nyeri unilateral orbital dan dapat menyebar ke sekitar temporal, rahang, hidung, dagu
dan gigi
Berlangsung 15-180 menit
Sering disertai dengan lakrimasi pada sisi yang sama dengan nyeri kepala, konjuntival
injection, nasal kongesti, ptosis, perubahan pupil, berkeringat yang unilateral atau
bilateral dan fasial flushing
Tidak adanya aura
Periode serangan bisa berlangsung beberapa kali perhari 1 – 3 serangan perhari,
sering berakhir antara 3 – 16 minggu. Dengan interval antara 6 bulan dan 5 tahun
49
Penatalaksanaan
Sumatriptan, untuk mencegah vasodilatasi, injeksi SC 6 mg dapat diulang setelah 24 jam.
Arteritis Temporalis
Definisi
Nyeri temporal yang hebat di pelipis, kemudian nyeri ini menjadi hebat dan seluruh
kepala terasa nyeri
Patofisiologi
Penglihatan kabur
Nyeri kepala
Nyeri rahang
Gejala klinis
Terutama pada penderita diatas 50 tahun
Gejala : nyeri kepala unilateral, nyeri tekan, bengkak, pulsasi seakan-akan tidak ada,
didaerah arteria temporalis
Terdapat pula kelainan polimialgia reumatika
Laboratorium didapatkan : LED meningkat, anemia, dan gejala lain seperti pada
rheuma
Penatalaksanaan
Cortison acetat 2x 100 mg (im) /hari à dapat memberikan perbaikan yang jelas dan
menghindarkan gejala sisa, Dilakukan tappering off, untuk penghentian cortison
50
A. Definisi
GBS adalah penyakit akut/subakut yang lambat laun menjadi paralitik dengan
etiologi yang belum jelas namun cenderung ke arah proses immunologik
Ciri-ciri patologik yang khas adalah infiltrasi limfosit dan infiltrasi sel makrofag dari
serat saraf perifer dengan destruksi mielin
Terdapat 3 tipe GBS :
- Acute Inflammatory Demyelinating Polyradiculopathy (AIDP)
- Acute Motor-Sensory Axonal Neuropathy (AMSAN)
- Acute Motor Axonal Neuropathy (AMAN)
B. Patofisiologi
Adanya kesamaan molekuler antara epitop mielin dan glikolipid pada
Camphylobacter, Mycoplasma yang mendahului serangan GBS
Antibodi terhadap antigen infeksi mengadakan reaksi silang dengan antigen spesifik
sel Schwan saraf perifer, sehigga terjadi blok konduksi.
Pada AIDP terjadi demielinisasi, pada AMAN dan AMSAN terjadi degenerasi
aksonal.
C. Gejala klinik
Permulaan sub akut sering mulai 1 – 3 mgg setelah infeksi saluran nafas bagian atas
Keluhan utama adalah kelemahan , mulai dari ataksia ringan sampai paralisis total
Kelumpuhan biasanya mulai dari ekstremitas bagian bawah dan menjalar ke atas
(ascending)
Otot-otot leher, tubuh dan interkostal terkena lebih lambat
Pola kelumpuhan simetris
Refleks fisiologis menghilang
Gangguan rasa raba, berupa “gloves-stocking” hipestesi
Paralisis N VII, IX,X
Gangguan rasa raba, berupa “glove-stocking” hipestesi
51
E. Gambaran khas
Disosiasi sito albumin : jumlah protein meningkat (> 0, 55 gr/L) tanpa diikuti peningkatan
limfosit.
F. Penatalaksanaan
Plasmaferesis : banyak penyelidikan mengatakan berguna untuk GBS yang baru dan
yang diberikan dalam 7 hari setelah permulaan penyakit. Seperti diketahui
Plasmaferesis hanya mengeluarkan antibodi yang beredar, kompleks imun dan
limfokin.
Plasmaferesis / Plasma Exchange
Darah dikeluarkan dari tubuh sel darah dipisahkan dari plasma sel darah di
“resuspended” dalam larutan koloid dimasukkan ke dalam tubuh
Intravenous Immunoglobulin (IVIg)
Mekanisme kerja: penekanan produksi otoantibodi yang bersifat patogen
Immunoglobulin IV: 0,4 gr/kgBB/hari selama 5 hari Diberikan secepatnya → 7 hari
pertama
G. Prognosis
85% pasien sembuh sempurna
52
A. Definisi
Yaitu keadaan patologis yang disebabkan oleh herniasi diskus intervertebralis di
daerah lumbosakral.
B. Patofisiologi
Herniasi diskus lumbal dapat disebabkan oleh trauma atau perubahan degeneratif pada
diskus.
Sebagai akibat peregangan pada ligamentum longitudinalis posterior, timbul rasa
nyeri pinggang bawah.
Sedangkan penekanannya pada akar saraf menimbulkan rasa nyeri radikuler,
gangguan sensorik atau motorik, yang sesuai dengan distribusi segmen saraf yang
terkena.
53
54
C. Gejala klinis
Nyeri pinggang bawah, dapat timbul mendadak dan hebat, didahului atau tanpa
trauma sebelumnya.
Nyeri dapat semakin bertambah pada saat melakukan gerakan seperti membungkuk,
batuk atau bersin. Dan biasanya nyeri tersebut berkurang dengan berbaring pada sisi
yang sehat serta posisi fleksi pada tungkai yang sakit.
Nyeri radikuler, gangguan motorik atau sensorik, yang sesuai dengan distribusi
segmen saraf yang terkena.
Paraparese dan gangguan miksi/defekasi sebagai akibat kompresi kauda ekuina
dapat dijumpai, seperti pada “midline disc protrusion”.
D. Cara pemeriksaan
Anamnesa
Pemeriksaan neurologis
55
E. Penatalaksanaan
Konervatif
Penderita dengan gejala klinis ringan :
- Mencegah gerakan-gerakan yang menimbulkan keluhan dan tirah-baring pada saat
timbul keluhan
- Analgesik, bila perlu
- Fisioterapi, seperti terapi panas, latihan, korset lumbal.
Penderita dengan gejala nyeri pinggang hebat :
- Tirah-baring (alas keras, pada posisi yang dirasakan enak)
- Analgesik, antispasmodik (diasepam), anti-inflamasi (aspirin, NSAID)
- Fisioterapi, seperti traksi pinggul
Pembedahan
Pembedahan dilakukan pada keadaan-keadaan sebagai berikut :
- Dengan cara-cara konservatif ( 3-4 mgg) tidak berhasil
- “Midline disk protrusion” yang menimbulkan gejala kompresi cauda equina
- Kompresi akar saraf yang menimbulkan kelumpuhan otot, seperti foot drop.
56
X. MIOPATI
A. Definisi
Kelainan yang ditandai dengan adanya fungsi abnormal otot (serabut otot/jaringan
intertistiel) tanpa adanya bukti denervasi.
B. Klasifikasi
Herditer : ditrofi muskuler, miotonia dan distrofik miotonika
Acquired : polimiositis dan paralisis periodik
Herediter Acquired
Umur < 30 tahun >30 tahun
Perjalanan penyakit Pelan (tahunan) Minggu-bulan
Insiden Pria >> Wanita >>
Gejala Tenaga berkurang Nyeri bertambah, LED
meningkat
Keadaan umum Baik Terganggu, febris
CPK Meningkat Meningkat
Klasifikasi Distrofi muskular, miotonia, Polimiositis, paralisis
distrofi miotonia periodik
Ditrofi Muskulorum Progresive (DMP) / Distrofi Duchcnee
Definisi
57
Miopati genetik yang ditandai dengan adanya kelemahan otot progresive dan
degenerasi serabut otot.
Patofisiologi
Tidak adanya protein, distrofi pada serabut otot gangguan membran sel otot
kebocoran membran sel otak enzim CPK (creatinin phospokinase) merembes ke otot
CPK serum meningkat.
Gejala klinis
Muncul pada usia 5-10 tahun atau lebih muda
Sering pada perempuan (resesif)
Anak mulai berajalan lebih lambat dari anak lain
Pada umur 5 tahun : tidak pandai berlari dan sering jatuh sulit bangun seakan
memanfaatkan diri sendiri, awalnya jongkok kemudian kedua tangan berpegangan
pada tungkai bawah merambat ke atas lutut paha berdiri (Gower sign).
Anak berjalan seperti bebek (Wadding gait)
Hiperhidrosis
Atrofi otot pinggang, tidak dapat menyisir rambut
Pada umur 10-15 tahun : perlu kursi roda dan terjadi kontraktur oleh karena skoliosis,
lama-lama terjadi pembesaran betis (pseudo hypertrophy)
Pada umur 20-30 tahun : meninggal karena gangguan otot jantung
Pemeriksaan laboratorium
Kreatinin serum meningkat
Aldolase serum meningkat
CPK sangat meningkat
Penunjang lain : EKG, EMG dan biopsi otot
Differential diagnosis
Anak terlambat berjalan
Dsitrofi lain
Polimiosis
Poli neuropathy
58
Penatalaksanaan
Pengobatan bersifat paliatif, mencegah komplikasi
Terapi fisik, mencegah kontraktur
Kontraktur sendi, prosedur pelepasan tendon
Skoliosis berat, bedah orthopedi
Kortikosteroid, dapat menurunkan tingkat kehilangan otot, prednisolon 0,75
mg/kgBB/hari selama 6 bulan
Terapi “Gendong” dengan transplantasi mioblas
Terapi
Prinsip terapi mengurangi kekakuan otot dengan pemberian kinin dan dilantin.
Gejala
Lebih banyak pada laki-laki
Selain miotoni juga didapatkan atrofi otot
Atrofi otot leher, ptosis, mulut ½ terbuka (atrofi otot orbicularis oris)
Gangguan suara dan menelan
Pada wanita dapat terjadi aritmia
Terapinya dapat diberikan kinin untuk miotonia
Polimiositis
Gejala
PERADANGAN OTOT AKIBAT PROSES IMUNOLOGIK
59
Diagnosis
KELEMAHAN OTOT PROKSIMAL, SIMETRIS, PROGRESIF
KENAIKAN ENZIM KINASE KREATIN DAN ALDOLASE
Terapi
KORTIKOSTEROID
IMUNOSUPRESIF / SITOSTATIKA
Paralisis Periodik
Gejala
SEBAGIAN BESAR KARENA KEKURANGAN KALIUM
TERJADI AKUT, BANGUN TIDUR TAK DPT MENGGERAKKAN LENGAN
DAN
TUNGKAI
TONUS OTOT MENURUN, TAK ADA GANGGUAN SENSIBILITAS
TIDAK MENYERANG OTOT MUKA DAN PERNAFASAN
Terapi
Pemberian KCl drip
Terapi pada penyebab penurunan kalium
XI. KOMA
A. Definisi
60
Koma ialah keadaan pada mana kesadaran menurun pada derajat yang terendah.
Koma akan menjadi kenyataan jika korteks serebri kedua sisi tidak lagi menerima impuls
aferen aspesifik yang disampaikan melalui lintasan aspesifik difus substansia retikularis.
Koma juga dapat dibangkitkan jika lapisan substansia grisea kedua hemisferium dibuang
(dekortikasi) atau jika inti intralaminar talamik semuanya dirusak atau jika substansia grisea
di sekitar akuaduktus Sylvii dihancurkan. Akibatnya menimbulkan keadaan dimana
penyaluran impuls asendens aspesifik tersumbat pada nuclei intralaminar atau di substansia
grisea di sekitar akuaduktus Sylvii.
B. Klasifikasi
Koma dapat dibagi dalam:
1. Koma supratentorial diensefalik
2. Koma infratentorial diensefalik
3. Koma bihemisferik difus
Semua proses supratentorial yang dapat mengakibatkan destruksi dan kompresi pada
substansia retikularis diensefalon (nuclei intralaminar) akan menimbulkan koma. Destruksi
dalam arti destruksi morfologi, dapat terjadi akibat perdarahan atau infiltrasi dan metastasis
tumor ganas. Destruksi dalam arti destruksi biokomia, dijumpai pada meningitis.
Kompresi dapat disebabkan oleh proses desak ruang, baik yang berupa hematoma
atau neoplasma. Proses desak ruang mendesak secara radial kemudian akan mendesak ke
bawah secara progresif, mengingat adanya foramen magnum sebagai satu-satunya pintu dari
suatu ruang yang tertutup. Akibat kompresi rostro-kaudal itu, secara berturut-turut
mesensefalon, pons atau medulla oblongata akan mengalami desakan. Sehingga sindrom lesi
transversal setinggi mesensefalon, pons dan medulla oblongata akan timbul secara bergiliran.
Proses desak ruang supratentorial yang bisa menimbulkan koma supratentorial dapat dibagi
dalam 3 golongan:
1) proses desak ruang yang meninggikan tekanan di dalam ruang intracranial
supretentorial secara akut
2) lesi yang menimbulkan sindrom unkus
3) lesi supratentorial yang menimbulkan sindrom kompresi rostro-kaudal terhadap
batang otak
61
Sindrom Unkus
Sindrom unkus dikenal juga sebagai sindrom kompresi diensefalon ke lateral. Proses
desak ruang di bagian lateral dari fosa cranii media biasanya mendesak tepi medial unkus dan
girus hipokampalis dan kolong tepi bebas daun tentorium. Karena desakan itu, bukannya
diensefalon yang pertama-tama mengalami gangguan, melainkan bagian ventral nervus
occulomotorius. Maka dari itu gejala yang pertama akan dijumpai bukannya gangguan
kesadaran akan tetapi dilatasi pupil kontralateral. Pupil yang melebar itu mecerminkan
penekanan terhadap nervus occulomotorius dari bawah oleh arteria serebeli. Tahap yang
segera menyusul ialah tahap kelumpuhan nervus occulomotorius totalis. Progresi bisa cepat
sekali, dan juga pedunkulus serebri kontralateral mengalami iskemia pada tahap ini. Sehingga
hemiparesis timbula pada sisi proses desak ruang supratentorial yang bersangkutan. Pada
tahap perkembangan ini juga diikuti progresifitas penurunan kesadaran.
Pada tahap kompresi rostro-kaudal berikutnya (1) kesadaran menurun sampai derajat
yang paling rendah; (2) suhu badan mulai meningkat dan cenderung untuk melonjak terus;
(3) respirasi menjadi cepat dan mendengkur; (4) pupil yang tadinya sempit berangsur-angsur
menjadi lebar dan tidak bereaksi lagi terhadap sinar cahaya. Itulah manifestasi tahap
mesensefalon.
Tahap selanjutnya ialah tahap pontin, dimana hiperventilasi berselingan dengan apnoe
dan rigiditas deserebrasi akan dijumpai.
Tahap terminalnya dinamakan tahap medula oblongata. Pernafasan menjadi lambat
namun tidak teratur. Nadi menjadi lambat pula atau justru cepat lagi dan tekanan darah
menurun secara progresif.
Lesi vaskular di batang otak dan lesi desak ruang di fosa serebri posterior merupakan
kausa koma ini. Lesi vaskular terjadi karena penyumbatan arteria basilaris dan lesi non-
vaskular dapat berupa neoplasma primer maupun sekunder, granuloma, dan abses.
Sindroma lesi infratentorial yang dapat membangkitkan terjadinya koma dapat
dibedakan dalam:
1. Sindroma lesi infratentorial dengan kompresi difusse ascending reticular system.
Lesi fosa posterior serebri yang terletak di luar batang otak dapat menimbulkan koma
melalui 3 jalan:
a. Penekanan langsung pada tegmentum pons
b. Herniasi ke atas, dimana serebellum mendesak medio-rostral, sehingga
mesesefalon tertekan.
c. Herniasi ke bawah, sehingga medulla oblongata mengalami penekanan.
Untuk manifes ketiganya biasanya berbaruan, oleh karena manifestasinya berjalan
serempak. Gamabaran manifesnya antara lain:
- Muntah-muntah
- Kelumpuhan beberapa saraf otak
- Deviation conjugee
- Pupil sempit dan tak bereaksi terhadap cahaya
- Proptosis dapat timbul jika vena galeni tersembut
- Kesadaran menurun yang menjurus ke koma
63
- Hiperventilasi
2. Sindroma lesi infratentorial dengan destruksi difusse ascending reticular system
Terjadi destruksi difusse ascending reticular system langsung dapat menimbulkan
koma. Koma yang terjadi diiringi tanda-tanda pola respirasi, pupil, dan gerakan yang
khas. Tanda-tanda yang sering dijumpai:
- Paralisis N.III, yang gejalanya antara lain:
Paralisis salah satu atau kedua otot rekstus internus
Gerakan konvergensi masih dapat dilakukan
Nistagmus telihat pada mata yang berdeviasi ke samping
Kedudukan bola mata tidak sama tingginya
- Hemiparesis alternans atau tetraplegia
- Hiperventilasi (tingkat pons-medula oblongata)
- Pernapasan tak teratur (tahap medula oblongata)
Koma ini terjadi karena metabolism neuronal kedua belah hemisferium terganggu
secar difus. Jika otak tidak mendapat bahan enersi dari luar, maka metabolism oksidatif
serebral akan berjalan dengan enersi intirksik. Jika bahan enersi diri sendiri tidak lagi
mencukupi kebutuhan, maka otak akan tetap memakai enersi yang terkandung oleh neuron-
neuronnya untuk masih bisa berfungsi sebagaimana mestinya. Jika keadaan ini berlangsung
cukup lama, neuron-neuron akan menghancurkan diri sendiri.
Bahan yang diperlukan untuk metabolism oksidatif serebral adalah glokose dan zat
asam. Yang mengangkut glukosa dan oksigen ke otak ialah aliran darah serebral. Semua
proses yang menghalang-halangi transprtasi itu dapat mengganggu dan akhirnya
memusnahkan neuron-neuron otak. Jika neuron-neuron hemisferium tidak lagi berfungsi,
maka akan terjadilah koma. Koma akibat proses patologik itu disebabkan oleh 2 golongan
penyakit, yaitu:
1) Ensefalopati metabolic primer
2) Ensefalopati sekunder
C. Pemeriksaan koma
Anamnesis
Interna
Neurologik
Pola pernapasan
67
Kelainan pupil
1. Lesi di hemisfer kedua mata melihat ke samping ke arah hemisfer yang terganggu.
Besar dan bentuk pupil normal. Refleks cahaya positif normal
2. lesi di talamus kedua mata melihat ke hidung (medial bawah), pupil kecil, refleks
cahaya negatif.
3. lesi di pons kedua mata di tengah, gerakan bola mata tidak ada, pupil kecil, refleks
cahaya positif, kadang terdapat ocular bobing.
4. lesi di serebellum kedua mata ditengah, besar, bentuk pupil normal, refleks cahaya
positif normal
5. gangguan N oculomotorius pupil anisokor, refleks cahaya negatif pada pupil yang
lebar, ptosis
Refleks sefalik
1. penekanan pada supraorbita, jaringan di bawah kuku jari tangan atau sternum
2. refleks yang timbul:
a. abduksi fungsi hemisfer masih baik
b. menghindar (fleksi & aduksi)fungsi tingkat bawah
c. fleksi gangguan hemisfer
d. ekstensi ekstremitas gangguan BO
1. paralisis
2. refleks tendinei jika gangguan, sisi kolateral refleks tendon menurun
3. refleks patologi bila terganggu, sisi kolaeral refleks patologis positif
4. tonus fase akut tonus otot menurun, bila kronis maka tonus meningkat
Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Analisa gas arteri : membedakan hipoksia dengan gangguan CNS
b. LFT mungkin normal
c. Periksa elektolit, glukosa, creatinin, hematokrit, platelet, protrombin
2. EKG untuk mendapatkan gambaran hipokalsemia/hiperkalsemia, gambaran
hipotiroid/hipertiroid
3. EEG untuk konfirmasi kerusakan structural korteks
4. CT-Scan
D. Terapi koma
Secara umum:
1. Breath : bebaskan dan bersihkan jalan nafas, posisi lateral dekubitus, terdelenberg. k/p
intubasi dan nafas buatan, oksigenasi dan ventilasi.
2. Blood : infuse ns, k/p dopamine 3 µg/kg atau drp dopamine 50-200 µg/500cc
3. Brain :
Bila hipoglikemia: D40 % 50 cc iv atau tiamin 100mg iv
69
Secara Etiologis
1. Circulation :
a. Antiedema otak : deksametason, manitol
b. Menaikkan metabolism otak : mesilate, cdp cholin
c. Antiplatelet : dipyridamole, pantoxifilin, aspirin.
2. Encepalomeningitis :
a. Purulent : ampicilin, chloramphenicol, cephalosporin.
b. Serosa/ tbc : triple drug anti tbc
3. Metabolisme : obati penyakit primer
4. Elektrolit dan endokrin
5. Neoplasma : dexametason, manitol, furosemid, operasi
6. Trauma kapitis (komusio, kontusio, edh, sdh) :
a. Contusio/ basis : dexametason, pirecelam/ cdpcholin
b. Edh/ sdh cito bedah saraf.
7. Epilepsi : diazepam 10 mg iv perlahan dilanjutkan dengan pemberian difenihidantoin
iv
8. Drugs : anti dotum
Jika koma disertai dengan peningkatan tekanan intra kranial, penanganan pertama:
1. Elevasi kepala 300
70
Stage Koma
1. Status Vegetatif
Pola tidur dan terjaga relatif normal, penderita bisa bernafas dan menelan secara
spontan dan bahkan bisa memberikan reaksi yang mengejutkan terhadap suara keras.
Tetapi penderita kehilangan seluruh kemampuan berfikir dan perilaku sadarnya, baik
untuk sementara waktu maupun selamanya. Sebagian besar penderita memiliki refleks
abnormal yang khas, seperti kekakuan atau sentakan pada lengan dan tungkainya.
2. Status Locked-in
Suatu keadaan yang jarang terjadi, dimana penderita sadar dan mampu berfikir tetapi
mengalami kelumpuhan hebat, sehingga hanya bisa berkomunikasi dengan cara
membuka atau menutup matanya. Hal ini bisa terjadi bersamaan dengan kelumpuhan
saraf tepi yang berat atau dengan stroke akut.
3. Brain death (kematian otak)
Kehilangan kesadaran yang paling berat. Pada keadaan ini secara permanen otak telah
kehilangan seluruh fungsi vitalnya, termasuk kesadaran dan kemampuan
mempertahankan pernafasan. Tanpa bantuan respirator dan obat-obatan, penderita
akan segera meninggal. Secara hukum seseorang dikatakan meninggal jika otaknya
telah berhenti berfungsi, meskipun jantungnya masih berdenyut. Dokter dapat
menyatakan kematian otak dalam waktu 12 jam setelah berusaha memperbaiki semua
kelainan medis, tetapi otak masih tidak memberikan respon, mata tidak bereaksi
terhadap cahaya dan penderita tanpa bantuan respirator penderita tidak bernafas. EEG
(elektroensefalogram) tidak menunjukkan adanya fungsi otak. Penderita kematian
otak yang mendapatkan bantuan respirator bisa memiliki beberapa refleks jika medula
spinalisnya masih berfungsi.
E. Prognosis
71
Prognosis pasien tergantung dari penyebab utama penyakit dibanding dari dalamnya
suatu koma. Koma yang disebabkan karena metabolik dan intoksikasi obat lebih baik
prognosisnya dibanding koma yang disebabkan oleh kelainan struktur intrakranial. Koma
lebih dari 1 bulan prognosis buruk
XII. VERTIGO
72
A. Definisi
PERASAAN DIMANA PASIEN MERASA DIRINYA/OBYEK DISEKITARNYA
BERPUTAR.
VERTIGO ADALAH SUATU GEJALA, BUKAN PENYAKIT
B. Etiologi
VESTIBULUM
EIGHT NERVE
RETIKULUM DR BATANG OTAK
TABES DORSALIS
IMAGINATION
GENERALIZED ILLNESS
OPTHALMIC DISEASE
C. Patofisiologi
Neurovegetatif central
D. Klasifikasi
Vertigo vestibuler
- Sentral
- Perifer
Vertigo non vestibuler
- Sistem visual
- Sistem somatosensori
E. Gejala umum
74
F. Pemeriksaan
ANAMNESIS
- PASTIKAN APA YANG DMAKSUD DENGAN PUSING OLEH PASIEN
- PERJALANAN RASA PUSING
- GEJALA YANG MNYERTAI
- FAKTOR PENCETUSNYA
- FAKTOR PREDISPOSISI
PEMERIKSAAN INTERNA
PEMERIKSAAN NEUROLOGIK
- KESADARAN, PEMERIKSAAN SARAF OTAK, SISTEM MOTORIK,
SENSORIK, REFLEK-REFLEK DAN CEREBELUM
- PEMERIKSAAN KHUSUS : PEMERIKSAAN SARAF OTAK, GANGGUAN
CEREBELUM, PEMERIKSAAN SENSIBILITAS DALAM ( DEEP
SENSIBILITY)
G. Penatalaksanaan
TERAPI KAUSAL
75
A. Pendahuluan
Infeksi pada susunan saraf pusat dapat disebabkan oleh beberapa cara, yaitu :
Hematogen, terjadi setelah adanya suatu bakteremia oleh karena infeksi ditempat
lain.
Percontinuitatum, yang disebabkan infeksi dari sinus paranasalis, mastoid, abses otak,
sinus cavernosus.
Implantasi langsung pada trauma kepala terbuka (fraktur basis kranii, tindakan bedah
otak, lumbal pungsi).
Faktor predisposis terjadinya infeksi pada SSP
77
B. Klasifikasi
Infeksi selaput otak (meningitis)
- Bakterial akut/purulenta
- Bakterial subakut/kronis/serosa
- Aseptik
Infeksi parenkim otak (enchepalitis)
- Bakterial
- Viral
Infeksi myelum
- Poliomyelitis
Meningitis
Definisi
Infeksi pada CSS disertai radang pada piamater dan arachnoid, ruang subarachnoid,
jaringan superfisialis otak dan medula spinalis.
Etiologi
Dewasa:
Pneumococcus
Meningokokus
Streptokokus
Stafilokokus
H. Influenza
Gejala klinis
Diagnosis
Diagnosis pasti : ditemukan mikroorganisme pada kultur kuman CSS
Secara klinis, diagnosis dapat dibuat berdasar :
- Sakit kepala
- Febris
- Meningeal sign (+)
Pada pemeriksaan CSS didapatkan :
- Cairan likuor keruh dan xanthochrom.
80
Penatalaksanaan
Konservatif
Breath
- Bebaskan & bersihkan airway, sedot lendir dlm mulut
- Posisi lateral dekubitus, kepala 300
- Bila gagal napas psg ET dan napas buatan
- Thorax foto
- Monitor pernapasan: ritme, frekuensi, gerak napas
Blood
- Pasang infus RL/NaCl
- Ambil darah vena untuk lab, indikasi pemeriksaan gula darah, elektrolit, drh rutin
- Pertahankan dan monitor tensi bila rendah/shock: IV Dopamin 3
mikrogram/kgBB atau drip dopamin 50-200 mikrogram/500cc cairan
Bladder
- Pasang kateter tetap & urine tampung 24 jam
- Ambil contoh urine untuk lab
- Perhatikan balans cairan dan elektrolit
Bowel
- Nutrisi/kalori permukaan dapat diberikan IV, sesudah >3 hari NGT
- Rubah posisi penderita tiap 2 jam
Tirah baring
Pengobatan simptomatis :
- Anti kejang, antipiretik, analgetik, anti edema otak
Spesifik
81
Definisi
Meningitis yang onset klinis penyakitnya > 4 minggu, biasanya karena M.
tuberkulosa, onsetnya terselubung, bertahap dan progresif.
Patofisiologi
Terjadi sekunder dari proses tuberkulosis primer di luar otak.
Fokus primer biasanya di paru-paru, bisa juga di KGB, tulang, sinus nasalis, GIT,
ginjal, dsb.
Terdapat tuberkel2 kecil berwarna putih di permukaan otak, selaput otak, sumsum
tulang belakang, tulang. Tuberkel kemudian melunak, pecah, dan masuk ke ruang
subarachnoid
Penyebaran perkontinuitatum dari peradangan organ atau jaringan sekitar à eksudat
kental, serofibrinosa yang berpredisposisi di dasar otak.
Dapat mengakibatkan pembuntuan aliran likuor pada akuaduktus sylvii dan ruang
subaraknoid sekitar batang otak, akibatnya :
- hidrosefafus
- papil edema
- peningkatan tekanan intrakranial
Gejala klinis
Fase pertama.
- Onset penyakitnya terselubung, bertahap serta progresif. Gejala berupa
kelesuan, iritabilitas, menurunnya selera makan, mual serta sakit kepala
ringan.
Fase kedua.
82
- Tanda rangsangan meningen, kelainan saraf otak (n. Vi, n. Vii) dan terkadang
hemiparesis.
- Hemiparesis dapat terjadi oleh karena : arteritis, eksudat yang menekan
pedunkulus serebri, maupun oleh karena hidrosefalus.
Fase ketiga.
- Tanda rangsangan meningen, tanda neurologik fokal, konvulsi dan kesadaran
menurun.
Fase keempat.
- Tanda-tanda fase ketiga disertai dengan koma dan shock.
Fase-fase tersebut menentukan prognosa. Fase III dan IV bila sembuh akan
menimbulkan kecacatan.
Diagnosis
Dapat ditegakkan melalui:
- Gejala klinis
Sakit kepala
Panas yang tidak tinggi
Kaku kuduk (+)
- Pemeriksaan CSS
Likuor yang jernih
Pleositosis limfositer yang berjumlah 10-350 per mm3
Kadar glukosa < 40 mg%
Jumlah protein > 40 mg% dan terus melonjak pada pemeriksaan
berikutnya
Kadar Cl < 680 mg%
Jika CSF dibiakkan maka akan terbentuk pelikel seperti laba-laba dan bila dicat
dengan Ziehl-Niehlsen kemungkinan akan ditemukan M. tuberculosa.
Pemeriksaan Foto Thorax
CT-Scan
MRI
Kontak dengan penderita TB aktif
Penatalaksanaan
83
Konservatif
- Sama dengan pengobatan meningitis akut.
Pengobatan spesifik :
INH, 400 ml/hari
Pyrazinamid, 15 – 30 mg/kgBB/hari
Streptomycin, 1 gr/hari IM
Rifampisin 15 mg/kg per hari
Indikasi pemberian kortikosteroid :
- Penderita dalam keadaan shock
- Ada tanda-tanda kenaikan tik
- Ada tanda-tanda araknoiditis.
- Timbul tanda-tanda neurologis fokal yang progresif.
Meningitis Aseptik
Definisi
Penyakit yang self-limited karena disebabkan oleh virus, tapi sering berkembang
menjadi meningoensefalitis yang lebih berat.
Invasi dan penetrasi dapat melalui usus, serta lintasan oral fekal atau melalui percikan
droplet.
Gejala klinis
Onset penyakit mendadak dengan gejala:
- Sakit kepala hebat, subfebril dan muntah
- Kaku kuduk yang sangat ringan
Jika infeksi menyebar ke parenkim akan terlihat kejang fokal, defisit neurologis, serta
peningkatan TIK
Diagnosis
Meningitis virus dapat ditegakkan berdasarkan :
Gejala-gejala klinis sakit kepala, kaku kuduk, febris.
Pemeriksaan cairan serebrospinalis didapatkan :
- Likuor jernih atau opalescent.
84
Penatalaksanaan
Konservatif à sama dengan pengobatan meningitis akut.
Pengobatan spesifik
- Acyclovir, 10 mg/kg bb tiap 8 jam selama 10 hari.
- ARA-A (Vidarabine), 15 mg/kgBB/hari intravena 12 jam, selama 10 hari.
Ensefalitis
Definisi
Ensefalitis adalah peradangan parenkim otak, yang menyebabkan disfungsi
neurofisiologi yang difus dan atau hanya fokal.
Etiologi
Agen Virus,
- HSV 1 dan 2 (banyak dijumpai pada neonatus), VZV, EBV, virus campak (PIE
dan SSPE), gondok, dan rubella, Arbovirus, rabies
Parasit
Jamur
Patofisiologi
Portal pintu masuk virus spesifik tergantung dari jenis virusnya.
Herpes Simpleks Encepalitis dianggap reaktivasi virus herpes simpleks (HSV) tertidur
di ganglia trigeminal.
Arbovirus ditularkan dari gigitan Nyamuk atau kutu
Virus rabies ditransfer melalui gigitan hewan.
Virus varicella-zoster (VZV) dan sitomegalovirus (CMV) kekebalan host merupakan
faktor risiko utama.
85
Gejala klinis
Tanda-tanda ensefalitis dapat terjadi difus atau fokal.
Perubahan status mental dan / atau perubahan kepribadian (paling umum)
Gejala Focal, seperti hemiparesis, kejang fokal, dan disfungsi otonom
Gejala Cacat saraf cranial
Disfagia (Rabies)
Unilateral sensorimotor dysfunction (PIE)
Differential diagnosis
Brain Abscess
Hypoglycemia
Leptospirosis in Humans
Meningitis
Status Epilepticus
Subarachnoid Hemorrhage
Systemic Lupus Erythematosus
Toxoplasmosis
Tuberculosis
Pemeriksaan
DL
Serum electrolytes
86
Penatalaksanaan
Mengevaluasi dan mengobati untuk shock atau hipotensi
Pertimbangkan perlindungan jalan napas pada pasien dengan penurunan kesadaran
Antivirals : Acyclovir
Dexamethasone
Poliomielitis
Definisi
Penyakit dengan kelumpuhan oleh karena kerusakan kornu anterior sum-sum tulang
belakang akibat infeksi virus.
Etiologi
Virus RNA kelompok Enterovirus dan famili Picorna virus.
Ada 3 tipe yaitu:
- Tipe 1 (Brunhilde)
- Tipe 2 (Lansing)
- Tipe 3 (Leon)
Patofisiologi
Virus tubuh melalui saluran orofaring, setelah ditularkan melalui cara oral-fekal.
Masa inkubasi antara 4 – 17 hari.
Virus yang tertelan akan menginfektir orofaring tonsil, kelenjar limfe leher & usus
kecil virus akan menempel dan berkembang biak secara local pada sel M usus, Payer’s
patch ileum menyebar pada monosit dan kelenjar limfosit Viremia
87
Gejala klinis
Bila seseorang terinfeksi virus polio, kemungkinan akan mengalami respons sebaga berikut :
- Infeksi asimtomatik ; biasany dgn daya tahan tubuh yang kuat. ( 90 – 95 % )
- Poliomielitis abortif ; timbul gejala infeksi sistemik ringan : demam, lesu,
anoreksia, mual, muntah, sakit kepala, tenggorokan/gangguan gastro intestinal,
berlangsung selam 24 -48 jam. ( 4 % ).
- Poliomielitis non paralitik ( meningitis aseptic ) : dapat terjadi 2 – 5 hari setelah
penyembuhan Poliomielitis abortif, dengan gejala mirip tetapi lebih berat
intensitasnya. Ditandai dengan nyeri dan kaku pada otot-otot belakang leher
( tanda rangsang meningen positif ), batang tubuh dan anggota gerak.
- Poliomielitis paralitik : manifestasinya sama dengan polio non paralitik ditambah
dengan kelainan sekelompok otot atau lebih.
Sebelum terjadi paralysis, diawali dengan periode pre paralysis 1 – 2 hari dengan
keluhan
- Panas
- sakit kepala
- Muntah
- Diare
- Nyeri tenggorokan dan otot.
Awitan kelumpuhan dpt terjadi sangat mendadak, berlangsung beberapa jam hingga
terjadi kelumpuhan total pada satu atau lebih anggota gerak.
4 bentuk Poliomielitis tipe paralitik :
- Tipe Spinal : kelumpuhan beberapa otot leher, abdomen, batang tubuh, diafragma,
toraks dan ekstremitas.
- Tipe Bulber : dapat terjadi dengan atau tanpa gangguan medulla spinalis dan
dapat mengancam jiwa. Terjadi kelumpuhan saraf kranial ( IX,X, ggn menelan,
disfoni ) dengan atau tanpa gangguan pusat pernafasan, otonom dan gangguan
sirkulasi.
88
Diagnosis
Adanya kelemahan otot.
Otot-otot tuuh terserang palig akhir.
Reflek tendon dalam biasanya menurun/tdk ada sama sekali
Atrofi otot mulai terlihat 3-5 mgg stlh paralisis dan mjd lengkap dlm wkt 12-15 mgg
dan bersifat permanen.
Gagguan fungsi otonom sesaat, iasanya ditandai dgn retensi urin.
Gangguan saraf kranial (poliomielitis bulbar). Dapat mengenai saraf kranial IX dan X
atau III.
Pemeriksaan laboratorium
LCS leukositosis dengan jumlah sel 10 – 200 sel / mm3, mulanya dominant PMN,
setelah 72 jam dominant limfosit; protein sedikit meninggi, glukosa dan elektrolit
normal, tekanan tidak meningkat.
Isolasi dan kultur virus polio dari tinja dapat digunakan untuk konfirmasi diagnosis.
Pemeriksan IgM spesifik polio virus di serum dan LCS
Indirect immunofluorescence microscopy dari kultur sel tinja
Penatalaksanaan
Belum ada pengobatan khusus yang dapat menyembuhkan penyakit ini.
Rehat baring total harus segera dilakukan pada penderita yang di duga mengidap
poliomyelitis betapapun ringannya gejala, sebab aktivitas fisik pada stadium
preparalitik akan meningkatkan resiko terjadinya paralysis yang berat.
Penderita poliomyelitis paralitik bentuk spinal posisi ekstremitas harus diperhatikan
untuk menghindari terjadinya kontraktur, lengan dan tangan dapat diberi split, sedang
untuk menghindari kulai kaki dapat diberi papan pengganjal pada telapak kaki agar
selalu dalam posisi dorsofleksi.
Fisioterapi segera dikerjakan setelah 2 hari bebas demam.
89
Komplikasi
Kelumpuhan, Kelemasan & Atrofi pada otot yang diserang
Kontraktur yang mengakibatkan terjadi talipes quino varus atau skoliosis
Subluxatio disebab kelumpuah seluruh otot sekitar sendi
Prognosis
Tergantung berat ringannya kelumpuhan.
Penderita dengan kelumpuhan ringan, pulih dengan sempurna.
Penderita polio spinal 50% akan semuh sempurna, 25% mengalami disabilitas ringan,
25% mengalami disabilitas serius dan permanen.
Preventif
Mengisolasi, penderita memperbaiki lingkungan dan imunisasi polio