Anda di halaman 1dari 10

DASAR – DASAR GENETIKA

DAN PEMULIAAN TANAMAN

TUGAS PAPPER PENGGANTI MATA KULIAH

Disusun oleh :

Nama : Dwi Ardan Kusnadi

NIM : 17.05.006

Kelas : BTP DIV A

PROGRAM STUDI

BUDIDAYA TEKNIK PERKEBUNAN DIV

POLITEKNIK LPP

YOGYAKARTA

2018
PENDAHULUAN

Perkembangan pemuliaan tanaman tanaman kelapa sawit untuk menghasilkan keturunan

atau bibit unggul cukup pesat. Setiap pemulia tanaman kelapa sawit mempunyai rancangan

yang berbeda untuk mendapatkan bibit unggul. Namun secara umum, tujuan akhir pemuliaan

tanaman sawit adalah kuantitas dan kualitas minyak sawit (CPO) tinggi. Pada buku ini metode

pemuliaan tanaman yang digunakan adalah modifIkasi reciprocal recurrent selection (RRS).

Metode RRS yang digunakan disini adalah cara melakukan persilangan berulang yang

berkelanjutan. Penekanan metode seleksi yang dilakukan adalah memilih turunan atau hasil

persilangan yang mempunyai penampakan terbaik sehingga seleksi yang dilakukan adalah

memilih terbaik dari yang terbaik (the best of the best). Dengan demikian seleksi induk

berdasarkan penampakan turunannya atau progeni. Hibrida hasil persilangan interspesifi k,

yaitu antara E guineensis (guineensis) dan E oleifera (oleifera) bertujuan untuk mendapatkan

turunan yang kompak, pendek, tahan terhadap penyakit terutama busuk pucuk (bud rot) dan

mampu menghasilkan minyak tak jenuh tinggi. Selanjutnya usaha untuk menciptakan tanaman

kelapa sawit yang mempunyai ketahanan putative terhadap ganoderma masih terus dilakukan.

Dengan demikian peran variasi genetik yang tinggi untuk dijadikan induk sangat diperlukan

yaitu melalui eksplorasi atau introduksi tanaman sawit dari Afrika

(Kamerun, Angola, Nigeria, maupun Ghana) dan Amerika Selatan maupun Tengah seperti

Kolombia, Ekuador dan Brazil. Jika hasil persilangan OxG F1 atau BC1 sudah menunjukkan

hasil yang diinginkan maka bisa dilakukan perbanyakan secara klon. Perbanyakan secara klon

untuk hasil minyak. Pemuliaan Kelapa Sawit CPO tinggi bisa dilakukan dengan memilih

keturunan F1 dari family yang mampu berproduksi tinggi kemudian dipilih individu tanaman

yang terbaik untuk dijadikan materi atau ortet.


PERMASALAHAN

1) Sejarah Tanaman Kelapa Sawit

2) Tujuan pemuliaan tanaman kelapa sawit

3) Bagaimana sebuah varietas unggual kelapa sawit dirakit?

4) Metode/teknik yang dipakai dalam pemuliaan tanamana kelapa sawit

5) Apa yang sudah dilakukan pemerintah dalam membantu perkembanagan

pemuliaan Kelapa Sawit?


SOLUSI PERMASALAHAN

Sejarah Kelapa Sawit

Empat benih kelapa sawit jenis dura yang diintroduksi oleh kolonial Belanda pada tahun

1848 di Kebun Raya Bogor, dan kemudian dikembangkan di daerah Deli, Sumatera Utara

menjadi populasi dasar hampir seluruh program pemuliaan kelapa sawit di dunia. Populasi ini

dikenal sebagai dura Deli, yang memiliki karakter cangkang yang tebal, bobot tandan yang

besar, dan jumlah tandan yang sedikit. Penemuan sifat ketebalan cangkang pada kelapa sawit

pada 1941, yang berkorelasi dengan tingkat produksi minyak menjadi tonggak dasar untuk

pelibatan populasi tenera/pisifera dalam program pemuliaan kelapa sawit. Populasi

tenera/pisifera yang digunakan dalam pemuliaan kelapa sawit di Indonesia umumnya

diintroduksi dari Afrika (Zaire, Kamerun, Nigeria, dan Pantai Gading). Populasi ini memiliki

karakter cangkang yang tipis untuk tenera, non cangkang pada pisifera, bobot tandan yang

rendah, dan jumlah tandan yang banyak. Kedua populasi, dura dan tenera/pisifera, memiliki

sifat-sifat yang saling komplemen yang dibutuhkan dalam perakitan varietas unggu

Tujuan pemuliaan

Produksi minyak yang tinggi masih menjadi fokus utama dalam program pemuliaan

kelapa sawit. Fokus lainnya adalah merakit varietas yang memiliki sifat ketahanan/toleransi

terhadap penyakit, khususnya Ganoderma. Seiring dengan tuntutan konsumen yang menaruh

perhatian kepada faktor kualitas minyak, tujuan pemuliaan juga diarahkan untuk merakit

varietas dengan kandungan beta karoten dan asam lemak tak jenuh yang tinggi, dan tambahan
komponen minor lainnya seperti tocopherol dan tocotrienol. Karakter-karakter yang

memudahkan untuk panen, seperti tanaman dengan laju pertumbuhan meninggi yang lambat,

tangkai tandan yang panjang, buah yang tidak mudah memberondol, dan perbedaan warna

buah yang jelas antara tandan mentah dan tandan matang juga mulai menjadi perhatian para

pemulia kelapa sawit

Perakitan Varietas Unggul Kelapa Sawit

Perakitan varietas unggul kelapa sawit dilakukan melalui proses yang sangat panjang,

tenaga ahli dari berbagai bidang ilmu, lokasi pengujian yang luas, serta biaya yang tidak

sedikit. Kegiatan perakitan ini memadukan antara teknologi, seni dan intuisi dalam proses

persilangan, pengujian, seleksi, dan perbanyakan. Kita mengenal kegiatan perakitan varietas

unggul ini sebagai aktivitas pemuliaan tanaman. Dalam proses pemuliaan kelapa sawit,

setidaknya terdapat empat komponen yang menjadi persyaratan,  yaitu:

(1) Material genetik dengan variasi sifat di dalamnya, dikenal sebagai populasi dasar;

(2) Tujuan pemuliaan, yakni ideotype  tanaman dengan sifat/karakter yang diinginkan;

(3) Metode seleksi, cara menguji dan memilih individu/populasi untuk sifat yang

diinginkan;

(4) Reproduksi, metode perbanyakan benih/bahan tanaman dari individu hasil seleksi.

Metode seleksi
1. Metode klasik
Seleksi awal pada populasi dasar  dilakukan dengan  memilih individu terbaik

berdasarkan karakter produksi minyak yang tinggi. Pemilihan individu berproduksi minyak
tinggi dilakukan berdasarkan karakter komponen hasil yang mudah diidentifikasi secara

morfologi dan cepat dalam analisis laboratorium, seperti karakter persentase mesokarp pada

buah.  Karakter ini memiliki tingkat heritabilitas yang tinggi, selalu diwariskan dari tetua

kepada turunannya. Individu-individu terpilih tersebut selanjutnya saling disilangkan untuk

mengeksploitasi sifat-sifat terbaik mengikuti strategi seleksi yang telah ditetapkan.

Saat ini dikenal dua strategi seleksi yang digunakan secara luas, yakni reciprocal

recurrent selection (RRS), dan family/individuals palm selection (FIPS). RRS bertujuan untuk

mengeksploitasi heterosis pada persilangan antara orijin-orijin tertentu. Material genetik pada

strategi RRS dibagi menjadi dua grup heterotik, A dan B, yang memiliki sifat-sifat

komplementer (melengkapi) di antara keduanya. Metode RRS memiliki keterbatasan dengan

adanya inbreeding depression di masing-masing grup (A dan B) sebagai akibat proses silang

dalam (selfing) yang berulang kali.  Strategi FIPS bertujuan untuk menseleksi tetua

berdasarkan nilai fenotipik dan daya gabung umumnya. Bila ada satu individu terpilih, maka

individu lain yang masih dalam satu famili juga dapat dipilih.

Di dalam setiap strategi pemuliaan, terdapat proses pengujian di lapang untuk

mengetahui daya hasil dari persilangan antar tetua. Pengujian dilakukan dengan menanam hasil

persilangan berdasarkan desain percobaan tertentu di berbagai lokasi. Pengujian dilakukan

minimal 7 tahun, untuk mengetahui keragaan pertumbuhan saat masa belum menghasilkan

(sekitar 3 tahun)  dan keragaan produksi (tanaman menghasilkan, TM) selama 4 tahun.  Pada

masa pengujian ini, berbagai paramater seleksi diamati, khususnya yang berkaitan dengan hasil

dan komponen hasil, toleransi terhadap penyakit, dan kualitas minyak yang dihasilkan.

Persilangan terbaik dengan produksi minyak yang tinggi selanjutnya dipilih untuk diperbanyak.
Reproduksi/perbanyakan benih dari persilangan terbaik dilakukan melalui persilangan

terkontrol (controlled pollination) dari kedua tetua, dan juga melalui teknik kultur jaringan.

2. Teknik molekuler
Metode lain yang saat ini tengah dikembangkan untuk mendukung pemuliaan kelapa

sawit adalah teknik molekuler. Metode ini diarahkan untuk mencari marka molekuler di level

DNA yang berasosiasi dengan karakter-karakter unggulan, sehingga kegiatan seleksi nantinya

dapat dilakukan lebih awal, dan dapat mereduksi siklus seleksi. Penggunaan marka molekuler

untuk membantu kegiatan seleksi dikenal sebagai marker assisted selection (MAS). Metode ini

sudah banyak diterapkan untuk pemuliaan tanaman semusim seperti jagung, gandum, dan

barley. Untuk tanaman kelapa sawit, penelitian tentang metode ini tengah berjalan, sehingga

masih memerlukan waktu untuk penerapannya.

Pendekatan yang menjadi terobosan besar dalam pemuliaan tanaman adalah

pembentukan populasi doubled haploid yang diperoleh dari hasil penumbuhan tepung sari

(pollen) pada media kultur jaringan yang dikombinasikan dengan perlakuan hormon. Ide

pembentukan populasi doubled haploid berdasar pada teori bahwa sifat heterosis pada turunan

F1 akan dapat dieksploitasi secara penuh bila tetua-tetua dari F1 tersebut dalam kondisi

homozigot. Meski beberapa permasalahan dalam vigor tanaman akan ditemui, seperti

pertumbuhan yang kurang dan albino pada daun sebagai dampak dari berkumpulnya gen-gen

yang resesif, namun teknologi ini memberikan harapan bagi pemulia untuk dapat merakit

varietas dengan tingkat produksi mendekati potensial genetiknya.

Teknologi alternatif lainnya adalah melalui proses rekayasa genetik. Teknologi ini

mengubah susunan genetik pada tanaman yang berdampak kepada berubahnya jalur biosintesis

untuk karakter yang diinginkan. Salah satunya melalui proses transformasi yakni penyisipan
potongan DNA asing, yang telah diketahui efek genetiknya, yang disisipkan ke dalam

rangkaian DNA dari populasi pemuliaan.  Metode ini telah diterapkan pada beberapa

komoditas penting seperti jagung dan kedelai, khususnya untuk sifat ketahanan terhadap hama.

Untuk kelapa sawit, penelitian tentang transformasi genetik telah diinisiasi oleh beberapa

lembaga riset luar negeri, namun masih memerlukan waktu yang cukup panjang untuk

memperoleh hasil yang stabil.

Perbanyakan bahan tanaman

Controlled pollination
Setelah proses seleksi yang menghasilkan galur-galur terbaik, proses lanjutannya adalah

perbanyakan bahan tanaman. Proses ini melibatkan tetua dura dan tetua pisifera dari

persilangan yang terpilih, melalui penyerbukan terkontrol (controlled pollination). Bunga

betina dari tetua dura diisolasi sebelum anthesis dengan menggunakan kantung kertas khusus

polinasi. Selanjutnya, tepung sari dari tetua pisifera diserbukkan ke bunga betina saat masa

anthesis. Sekitar 145-150 hari setelah penyerbukan, tandan sudah dapat dipanen untuk

memperoleh benih kelapa sawit hasil reproduksi. Dalam proses reproduksi ini, pengawasan

yang ketat harus dilakukan di semua lini untuk menjamin bahwa benih yang dihasilkan adalah

murni hasil persilangan dura (D) dan pisifera (P) terpilih.

a. Kultur jaringan
Perbanyakan lain dapat dilakukan melalui proses kultur jaringan. Proses ini

menggunakan pupus (daun muda) dari individu-individu hasil seleksi sebagai sumber ortet.

Potongan pupus ditumbuhkan dalam rangkaian media, baik padat maupun cair, yang

mengandung zat-zat yang merangsang pertumbuhan. Proses kultur jaringan ini memerlukan

waktu yang cukup lama, sekitar 18 bulan hingga diperoleh bibit kelapa sawit dalam bentuk
planlet. Keunggulan dalam proses ini adalah bibit kelapa sawit yang dihasilkan memiliki

pertumbuhan seragam dan tingkat produktivitas yang lebih tinggi.

Pelepasan varietas
Dalam proses perbanyakan bahan tanaman, ada beberapa hal yang perlu untuk

diperhatikan khususnya yang berkaitan dengan komersialisasi. Setiap bahan tanaman kelapa

sawit yang akan dilempar ke pasaran memerlukan izin resmi dari pemerintah. Oleh karena itu,

setiap lembaga harus mengajukan proposal pelepasan varietas sebelum benih yang

dihasilkannya dapat dijual ke publik. Pemerintah melalui Tim Penilai dan Pelepas Varietas

akan menguji, menilai, dan memberikan rekomendasi kelayakan varietas yang diajukan. Proses

ini mencakup verifikasi pengujian keturunan di lapangan dan kesiapan produksi benih, serta

proses pemaparan oleh

Peran Pemerintah

Pemerintah Indonesia telah merilis 37 varietas kelapa sawit dengan berbagai karakter

unggulan yang menyertainya. Varietas-varietas ini berasal dari 9 produsen benih (8 produsen

dalam negeri, 1 produsen dari luar negeri), yang umumnya berlokasi di wilayah Sumatera.

Dengan kapasitas produksi sekitar 225 juta benih per tahun, dan pilihan yang semakin beragam,

sebenarnya tidak ada alasan bagi pekebun untuk tidak menggunakan benih yang telah

bersertifikasi secara resmi. Namun demikian, kesulitan dalam distribusi dan akses untuk

mendapatkan benih unggul masih sering terjadi khususnya di remote area, seperti area

pengembangan di Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Upaya dari produsen benih melalui sistem

waralaba bibit diharapkan mampu untuk mengurangi kesenjangan akses dalam mendapat benih

kelapa sawit unggul.


Daftar Pustaka

https://esprito.wordpress.com/2012/09/12/pemuliaan-kelapa-sawit-jalan-panjang-merakit-
varietas-unggul/

Setiawan,S., 2017. PEMULIAAN KELAPA SAWIT Untuk Produksi Benih Unggul: Tanaman Pendek,
Kompak, dan Minyak Tak Jenuh Tinggi. Plantaxia. Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai