PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Apendiks merupakan salah satu organ yang fungsinya belum diketahui
secara pasti. Apendiks sering menimbulkan masalah kesehatan, salah satunya
adalah apendisitis (Sjamsuhidayat & Jong, 2005). Apendisitis merupakan
peradangan pada apendiks yang mengenai seluruh organ tersebut (Price
&Wilson, 2006). Infeksi bakteri sebagai salahsatu pencetus apendisitis dan
berbagai hal berperan sebagai faktor pencetusnya seperti sumbatan pada
lumen, hyperplasia jaringan limfe, tumor apendiks, dan cacing askaris dapat
juga sebagai penyebab sumbatan. Erosi mukosa apendiks karena parasit
histolyticajuga dapat menyebabkan apendisitis (Sjamsuhidayat & Jong, 2005)
Apendisitis merupakan salah satu kasus akut abdomen yang paling sering
dijumpai. Apendisitis biasanya memiliki tanda dan gejala berupa nyeri atau
rasa tidak enak di sekitar umbilikus dan umumnya berlangsung lebih dari 1
atau 2 hari. Selanjutnya bergeser ke kuadran kanan bawah dengan disertai
anoreksia, mual, muntah (Price & Wilson, 2006). Tanda Rovsing dapat timbul
bila dilakukan penekanan di kuadran kiri bawah, namun nyeri yang dirasakan
pada kuadran kanan bawah. Apabila sudah terjadi ruptur apendiks, nyeri yang
dirasakan akan lebih menyebar. Distensi abdomen dapat terjadi akibat ileus
paralitik dan kondisi pasien dapat memburuk (Smeltzer dan Bare, 2002).
Penyakit appendisitis adalah kedaruratan bedah yang paling sering
ditemukan dan dapat terjadi pada usia berapapun. Insidennya 120/100.000
pertahun, dengan pasien yang terbanyak adalah rentang usia 17-64 tahun yaitu
sebesar 82,18% dengan kejadian yang paling banyak terjadi adalah
appendisitis akut tanpa penyulit (simple appendicitis) 54,46%. Rasio insiden
appendisitis antara laki-laki dan perempuan 1:1. Kasus appendisitis akut sama
banyaknya antara wanita dan laki-laki pada masa prapuber, jarang terjadi pada
balita, meningkat pada pubertas, dan mencapai puncaknya pada saat remaja
awal usia 20 tahun, sedangkan pada masa remaja dan dewasa rasionya
menjadi 3:2 (Siswono, 2006).
1
Menurut Depkes RI (2002), jumlah pasien yang menderita appendisitis di
Indonesia berjumlah 27% dari jumlah penduduk di Indonesia. Insiden
appendisitis yang lebih tinggi terjadi pada negara maju daripada negara
berkembang, namun di Indonesia dalam tiga sampai empat dasawarsa terakhir
ini menurun secara bermakna yaitu dari 100 kasus tiap 100.000 populasi
menjadi 52 tiap 100.000 populasi (Surya, 2008).
1.3 Tujuan
1. Mengetahui konsep medis dari apendisitis.
2. Mengetahui konsep keperawatan dari apendisitis.
2
BAB II
KONSEP MEDIS
2.1 Definisi
Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm
(kisaran 3-15), dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian
proksimal dan melebar di bagian distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks
berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya.
Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insidens apendisitis pada usia
itu (Soybel, 2001 dalam Departemen Bedah UGM, 2010).
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis. Apendisitis
akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran kanan bawah
rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat
(Smeltzer, 2001 dalam Docstoc, 2010). Apendisitis adalah kondisi dimana
infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa
perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan penyingkiran
umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi
dikarenakan oleh peritonitis dan syok ketika umbai cacing yang terinfeksi
hancur (Anonim, 2007 dalam Docstoc, 2010).
Klasifikasi apendisitis terbagi atas 3 yakni :
1. Apendisits akut radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda
setempat, disertai maupun tidak disertai rangsangan peritoneum local.
2. Apendisitis rekurens.
3. Apendsitis kronis
(Hardhi, Amin NANDA NIC-NOC 2015).
2.2 Etiologi
Apendiks merupakan organ yang belum dikettahui fungsinya tetapi
menghasilkan lender 1-2 ml per hari yang normalnya dicurahkan kedalam
lumen dan selanjutnya mengalir kesekum. Hambatan aliran lendir dimuara
apendiks tampaknya berperan dalam pathogenesis apendiks. (wim de Jong)
3
Menurut klasifikasi :
1. Apendisitis akut merupakan infeksi yang disebabkan oleh bakteria. Dan
factor pencetusnya disebabkan oleh sumbatan lumen apendiks. Selain itu
hyperplasia jaringan limf, fikalit (tinju/batu), tumor apendiks, dan cacing
askaris yang dapat menyebabkan sumbatan dan juga erosi mukosa
apendiks karena parasit (E. histolytica)
2. Apendisitis rekurens yaitu jika ada riwayat nyeri berulang diperut kanan
bawah yang mendorong dilakukannya apendiktomi. Kelainan ini terjadi
bila serangan apendisitis akut pertama kali sembuh spontan. Namun
apendisitis tidak pernah kembali kebentuk aslinya karena terjadi fibrosis
dan jaringan paru.
3. Apendisitis kronis memiliki semua gejala riwayat nyeri perut kanan bawah
lebih dari 2 minggu, radang kronik apendiks secara makroskopik dan
mikroskopik (fibrosis menyeluruh didinding apendiks, sumbatan parsial
atau lumen apendiks, adanya jaringan paru dan ulkus lama dimukosa dan
infiltasi sel inflamasi kronik), dan keluhan menghilang setelah
apendiktomi. (Hardhi, Amin NANDA NIC-NOC 2015).
2.3 Patofisiologi
Appendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks
oleh hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis
akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Obstruksi lumen yang
tertutup disebabkan oleh hambatan pada bagian proksimalnya dan berlanjut
pada peningkatan sekresi normal dari mukosa apendiks yang distensi.
Obstruksi tersebut mneyebabkan mucus yang diproduksi mukosa mengalami
bendungan. Makin lama mucus tersebut makin banyak, namun elastisitas
dinding appendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan
peningkatan intralumen. Kapasitas lumen apendiks normal hanya sekitar 0,1
ml. Jika sekresi sekitar 0,5 dapat meningkatkan tekanan intalumen sekitar 60
cmH20. Manusia merupakan salah satu dari sedikit binatang yang dapat
mengkompensasi peningkatan sekresi yang cukup tinggi sehingga menjadi
gangrene atau terjadi perforasi.
4
Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan apendiks
mengalami hipoksia, menghambat aliran limfe, terjadi ulserasi mukosa dan
invasi bakteri. Infeksi menyebabkan pembengkakan apendiks bertambah
(edema) dan semakin iskemik karena terjadi trombosis pembuluh darah
intramural (dinding apendiks). Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal
yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Gangren dan perforasi khas dapat terjadi
dalam 24-36 jam, tapi waktu tersebut dapat berbeda-beda setiap pasien karena
ditentukan banyak faktor. Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan
terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema
bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan timbul meluas
dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri didaerah
kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut. Bila
kemudian arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti
dengan gangrene. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila
dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi. Bila
semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan
bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa local yang disebut
infiltrate apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses
atau menghilang. Infiltrat apendikularis merupakan tahap patologi apendisitis
yang dimulai dimukosa dan melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks
dalam waktu 24-48 jam pertama, ini merupakan usaha pertahanan tubuh
dengan membatasi proses radang dengan menutup apendiks dengan omentum,
usus halus, atau adneksa sehingga terbentuk massa periapendikular.
Didalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat
mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan
massa periapendikular akan menjadi tenang untuk selanjutnya akan mengurai
diri secara lambat.
Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih
panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya
tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan
pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh
5
darah. Kecepatan rentetan peristiwa tersebut tergantung pada virulensi
mikroorganisme, daya tahan tubuh, fibrosis pada dinding apendiks, omentum,
usus yang lain, peritoneum parietale dan juga organ lain seperti vesika
urinaria, uterus tuba, mencoba membatasi dan melokalisir proses peradangan
ini. Bila proses melokalisir ini belum selesai dan sudah terjadi perforasi maka
akan timbul peritonitis. Walaupun proses melokalisir sudah selesai tetapi
masih belum cukup kuat menahan tahanan atau tegangan dalam cavum
abdominalis, oleh karena itu pendeita harus benar-benar istirahat (bedrest).
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan
membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan
sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang diperut
kanan bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan
dinyatakan mengalami eksaserbasi akut. (Mansjoer,A., dkk. 2000)
6
Pathway
Hiperplasia folikel Gaya hidup kurang makan makanan Parasit E. histolytica dan cacing askaris
limfoid serat Tumor
Tekanan intrasekal
Penutupan omentum
Obstruksi
Tindakan pembedahan
Lambung mendorong diafragma ke arah Pelepasan zat pirogen Transmisi dari medula
Apendiktomi
kavum toraks endogen spinalis
Dx.Nyeri akut
8
Mual muntah
Memicu kerja
termoregulasi
Dx. Kehilangan volume cairan Anoreksia hipotalamus
Meningkatkan titik patok
suhu tubuh
Anoreksia
Suhu tubuh meningkat
(demam)
Dx. Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh Dx. Hipertemia
9
1.4 Manifestasi Klinis
Gejala awal yang khas, yang merupakan gejala klasik apendisitis adalah
nyeri samar ( nyeri tumpul ) di daerah epigastrium di sekitar umbilicus atau
periumbilikus. Keluhan ini biasanya disertai dengan rasa mual, bahkan
terkadang muntah, dan pada umumnya nafsu makan menurun. Kemudian
dalam beberapa jam, nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah, ke titik Mc
Burney. Di titik ini nyeri terasa lebih tajam dan jelas letaknya, sehingga
merupakan nyeri somatik setempat. Namun terkadang, tidak dirasakan adanya
nyeri di daerah epigastrium, tetapi terdapat konstipasi. Apendisitis kadang
juga disertai dengan demam derajat rendah sekitar 37,5 – 38,5 derajat celcius
(Mansjoer et.al., 2005 ; Sjamsuhidajat et.al., 2005 ; Yopi Simargi et al., 2008).
Selain gejala klasik, ada beberapa gejala lain yang dapat timbul sebagai
akibat dari apendisitis. Timbulnya gejala ini bergantung pada letak apendiks
ketika meradang. Berikut gejala yang timbul:
1. Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, yaitu di belakang sekum
( terlindungi oleh sekum ), tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu
jelas dan tidak ada tanda rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih kearah
perut kanan atau nyeri timbul pada saat melakukan gerakan seperti
berjalan, bernapas dalam, batuk, dan mengedan. Nyeri ini timbul karena
adanya kontraksi m.psoas mayor yang menegang dari dorsal.
2. Bila apendiks terletak di rongga pelvis
Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada rectum, akan
timbul gejala dan rangsangan sigmoid atau rectum, sehingga peristalsis
meningkat, pengosongan rectum akan menjadi lebih cepat dan
berulang – ulang ( diare ).
Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada kandung kemih,
dapat terjadi peningkatan frekuensi kemih, karena rangsangan
dindingnya ( Sjamsuhidajat et.al., 2005 ; Zeller et.al., 2007 ).
Begitu pula dengan tanda obturator yang meregangkan obturator internus
merupakan tanda iritasi didalam pelvis. Tes obturator dilakukan dengan
melakukan rotasi internal secara pasif pada tungkai atas kanan yang
10
difleksikan dengan pasien pada posisi supine. Pemeriksaan darah dapat
ditemukan leukositosis ringan, yang menandakan pasien dalam kondisi akut
dan appendicitis tanpa komplikasi. Pada leukositosis yang lebih dari 18.000 /
mm³ besar kemungkinan untuk terjadi perforasi ( Yogi Simargi, et al., 2008 ).
Gejala apendisitis terkadang tidak jelas dan tidak khas, sehingga sulit
dilakukan diagnosa, dan akibatnya apendisitis tidak ditangani tepat pada
waktuya, sehingga biasanya baru diketahui setelah terjadi perforasi
(Sjamsuhidajat et.al., 2005 ; Zeller et.al., 2007).
11
padaApendiks toksik
Pembungkusan
– Berhasil
– Abses
12
Nyeri kuadran 58 – 68 37 – 40 Jahn et,al
kanan bawah
49 – 51 45 – 69 Wagner et,al
Nausea / mual
Muntah / 100 64 Wagner et,al
vomitus
Nyeri tiba-tiba 84 66 Wagner et,al
sebelum
muntah
Anorexia
13
2. Penyakit Radang Usus Buntu kronik
Pada stadium ini gejala yang timbul sedikit mirip dengan sakit maag
dimana terjadi nyeri samar (tumpul) di daerah sekitar pusar dan terkadang
demam yang hilang timbul. Seringkali disertai dengan rasa mual, bahkan
kadang muntah, kemudian nyeri itu akan berpindah ke perut kanan bawah
dengan tanda-tanda yang khas pada apendisitis akut yaitu nyeri pd titik Mc
Burney (titik tengah antara umbilicus dan Krista iliaka kanan).
Penyebaran rasa nyeri akan bergantung pada arah posisi/letak usus buntu
itu sendiri terhadap usus besar, Apabila ujung usus buntu menyentuh saluran
kencing ureter, nyerinya akan sama dengan sensasi nyeri kolik saluran kemih,
dan mungkin ada gangguan berkemih. Bila posisi usus buntunya ke belakang,
rasa nyeri muncul pada pemeriksaan tusuk dubur atau tusuk vagina. Pada
posisi usus buntu yang lain, rasa nyeri mungkin tidak spesifik. (Anonim,
2008)
2.4 Komplikasi
Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan Apendisitis. Faktor
keterlambatan dapat berasal dari penderita dan tenaga medis. Faktor penderita
meliputi pengetahuan dan biaya, sedangkan tenaga medis meliputi kesalahan
diagnosa, menunda diagnosa, terlambat merujuk ke rumah sakit, dan terlambat
melakukan penanggulangan. Kondisi ini menyebabkan peningkatan angka
morbiditas dan mortalitas. Proporsi komplikasi Apendisitis 10-32%, paling
sering pada anak kecil dan orang tua. Komplikasi 93% terjadi pada anak-anak
di bawah 2 tahun dan 40-75% pada orang tua. CFR komplikasi 2-5%, 10-15%
terjadi pada anak-anak dan orang tua.43 Anak-anak memiliki dinding
appendiks yang masih tipis, omentum lebih pendek dan belum berkembang
sempurna memudahkan terjadinya perforasi, sedangkan pada orang tua terjadi
gangguan pembuluh darah. Adapun jenis komplikasi diantaranya:
1. Abses
Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba massa
lunak di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-mula
berupa flegmon dan berkembang menjadi rongga yang mengandung pus.
14
Hal ini terjadi bila Apendisitis gangren atau mikroperforasi ditutupi oleh
omentum
2. Perforasi
Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri
menyebar ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama
sejak awal sakit, tetapi meningkat tajam sesudah 24 jam. Perforasi dapat
diketahui praoperatif pada 70% kasus dengan gambaran klinis yang timbul
lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih dari 38,50C, tampak toksik, nyeri
tekan seluruh perut, dan leukositosis terutama polymorphonuclear (PMN).
Perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun mikroperforasi dapat
menyebabkan peritonitis.
3. Peritonitis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi
berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila
infeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya
peritonitis umum. Aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus
paralitik, usus meregang, dan hilangnya cairan elektrolit mengakibatkan
dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oligouria. Peritonitis disertai rasa
sakit perut yang semakin hebat, muntah, nyeri abdomen, demam, dan
leukositosis.
2.5 Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Farmakologi
1. Bila diagnosis klinis sudah jelas maka tindakan paling tepat adalah
apendiktomi dan merupakan satu-satunya pilihan yang terbaik
2. Penundaan apendektomi sambil memberikan antibiotik dapat
mengakibatkan abses atau perforasi. Insidensi apendiks normal yang
dilakukan pembedahan sekitar 20%.
3. Antibiotik spektrum luas
15
2. Non-farmakologis
1. Bed rest total posisi fowler (anti Trandelenburg)
2. Pasien dengan dugaan apendisitis sebaiknya tidak diberikan apapun
melalui mulut.
3. Penderita perlu cairan intravena untuk mengoreksi jika ada dehidrasi.
4. Pipa nasogastrik dipasang untuk mengosongkan lambung dan untuk
mengurangi bahaya muntah pada waktu induksi anestesi.
5. Anak memerlukan perawatan intensif sekurang-kurangnya 4-6 jam
sebelum dilakukan pembedahan.
6. Pipa nasogastrik dipasang untuk mengosongkan lambung agar
mengurangi distensi abdomen dan mencegah muntah.
2.6 Pemeriksaan Penunjang
Ada beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menentukan dan
mendiagnosa adanya penyakit radang usus buntu (Appendicitis). Diantaranya
adalah pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan
radiology:
1. Pemeriksaan Fisik :
a. Inspeksi: akan tampak adanya pembengkakan (swelling) rongga perut
dimana dinding perut tampak mengencang (distensi).
b. Palpasi: didaerah perut kanan bawah bila ditekan akan terasa nyeri dan
bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri (Blumberg sign) yang mana
merupakan kunci dari diagnosis apendisitis akut.
c. Dengan tindakan tungkai kanan dan paha ditekuk kuat / tungkai di
angkat tinggi-tinggi, maka rasa nyeri di perut semakin parah (psoas
sign)
d. Kecurigaan adanya peradangan usus buntu semakin bertambah bila
pemeriksaan dubur dan atau vagina menimbulkan rasa nyeri juga.
e. Suhu dubur (rectal) yang lebih tinggi dari suhu ketiak (axilla), lebih
menunjang lagi adanya radang usus buntu.
f. Pada apendiks terletak pada retro sekal maka uji Psoas akan positif dan
tanda perangsangan peritoneum tidak begitu jelas, sedangkan bila
16
apendiks terletak di rongga pelvis maka Obturator sign akan positif
dan tanda perangsangan peritoneum akan lebih menonjol
2. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium darah, yang dapat ditemukan adalah
kenaikan dari sel darah putih (leukosit) hingga sekitar 10.000 –
18.000/mm3. Jika terjadi peningkatan yang lebih dari itu, maka
kemungkinan apendiks sudah mengalami perforasi (pecah).
3. Pemeriksaan radiologi
Foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit. Namun
pemeriksaan ini jarang membantu dalam menegakkan diagnosis
apendisitis. Ultrasonografi (USG) cukup membantu dalam penegakkan
diagnosis apendisitis, terutama untuk wanita hamil dan anak-anak. Tingkat
keakuratan yang paling tinggi adalah dengan pemeriksaan CT scan (93 –
98 %). Dengan CT scan dapat terlihat jelas gambaran apendiks. Pada
kasus yang kronik dapat dilakukan rontgen foto abdomen, USG abdomen
dan apendikogram.
4. Appendicogram. Hasil positif bila : non filling, partial filling, mouse tail
cut off.
5. Pemeriksan USG. Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat
dilakukan pemeriksaan USG, terutama pada wanita, juga bila dicurigai
adanya abses. Dengan USG dapat dipakai untuk menyingkirkan diagnosis
banding seperti kehamilan ektopik, adnecitis dan sebagainya.
6. Barium enema. Pemeriksaan X-Ray dengan memasukkan barium ke
colon melalui anus. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan komplikasi-
komplikasi dari appendicitis pada jaringan sekitarnya dan juga untuk
menyingkirkan diagnosis banding.
Foto barium enema yang dilakukan perlahan pada appendicitis akut
memperlihatkan tidak adanya pengisian apendiks dan efek massa pada tepi
medial serta inferior dari seccum; pengisisan lengkap dari apendiks
menyingkirkan appendicitis.
17
7. CT-Scan Dapat menunjukkan tanda-tanda dari appendicitis. Selain itu
juga dapat menunjukkan komplikasi dari appendicitis seperti bila terjadi
abses.
8. Laparoscopi. Tindakan pemeriksaan dengan menggunakan kamera
fiberoptic yang dimasukkan dalam abdomen, appendix dapat
divisualisasikan secara langsung.Tehnik ini dilakukan di bawah pengaruh
anestesi umum. Bila pada saat melakukan tindakan ini didapatkan
peradangan pada appendix maka pada saat itu juga dapat langsung
dilakukan pengangkatan appendix.
B. Konsep Keperawatan
Proses keperawatan adalah suatu pendekatan penyelesaian masalah yang
sistematis dalam pemberian asuhan keperawatan.
Proses keperawatan adalah suatu panduan untuk memberikan asuhan
keperawatan profesional baik individu, kelompok, keluarga dan komunitas
(Craven,dkk dalam Budiono: 2015)
1. Pengkajian
a. Anamnesa
1. Data demografi.
Nama, Umur : sering terjadi pada usia tertentu dengan range 20-30
tahun, Jenis kelamin, Status perkawinan, Agama, Suku/bangsa,
Pendidikan, Pekerjaan, Pendapatan, Alamat, Nomor register.
2. Keluhan utama.
Klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium menjalar ke
perut kanan bawah. Timbul keluhan Nyeri perut kanan bawah
mungkin beberapa jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di
epigastrium dirasakan dalam beberapa waktu lalu. Nyeri dirasakan
terus-menerus. Keluhan yang menyertai antara lain rasa mual dan
muntah, panas.
3. Riwayat penyakit dahulu.
Biasanya berhubungan dengan masalah kesehatan klien sekarang.
4. Riwayat penyakit sekarang
18
b. Pemeriksaan Fisik
1. B1 (Breathing) : Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan.
Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal.
2. B2 (Blood) : Sirkulasi : Klien mungkin takikardia.
3. B3 (Brain) : Ada perasaan takut. Penampilan yang tidak tenang.
Data psikologis Klien nampak gelisah.
4. B4 (Bladder) : -
5. B5 (Bowel) : Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan,
penurunan atau tidak ada bising usus. Nyeri/kenyamanan nyeri
abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus, yang meningkat berat
dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney. Berat badan sebagai
indikator untuk menentukan pemberian obat. Aktivitas/istirahat :
Malaise. Eliminasi Konstipasi pada awitan awal dan kadang-
kadang terjadi diare.
6. B6 (Bone) : Nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi
ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak.
2. Diagnosa
a. Pre operasi
1. Nyeri akut 00132 (Domain 12 Kenyamanan, Kelas 1 Kenyamanan
Fisik) berhubungan dengan proses penyakit.
2. Ketidaseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh 00002
(Domain 2 Nutrisi, Kelas 1 Makan) berhubungan dengan mual dan
muntah yang dirasakan oleh pasien.
3. Resiko kekurangan volume cairan 00028(Domain 2 Nutrisi, Kelas
5 Hidrasi) berhubungan dengan asupan yang tidak adekuat.
b. Post operasi
1. Nyeri akut 00132 (Domain 12 Kenyamanan, Kelas 1 Kenyamanan
Fisik) berhubungan dengan agen cidera.
2. Resiko infeksi 00004 (Domain 11 Keamanan/Perlindungan, Kelas
1 Infeksi) berhubungan dengan tindakan invasif (insisi post
pembedahan).
19
3. Gangguan rasa nyaman 00214 (Domain 12 Kenyamanan, Kelas 2
Kenyamanan Lingkungan) berhubungan dengan pemberian
anastesi.
20
3. Rencana Keperawatan
a. Pre operasi
21
jantung. Mandiri : Mandiri :
4. Perubahan frekwensi 1. Kontrol lingkungan yang 1. Meningkatkan rasa
pernafasan. dapat mempengaruhi nyeri nyaman dan mengurangi
5. Bukti nyeri dengan seperti suhu resiko timbul gejala
menggunakan standar uangan,pencahayaan dan yang tidak diinginkan
daftar periksa nyeri untuk kebisingan. misalnya ansietas
pasien yang tidak dapat 2. Ajurkan pasien untuk
mengungkapkannya. banyak beristrahat 2. Mempercepat proses
6. Diaforesis penyembuhan serta
7. Dilatasi pupil mengurasi stress
8. Akspresi wajah nyeri
9. Focus menyempit
10. Focus pada diri sendiri HE : HE :
11. Keluhan tentang intensitas 1. Informasikan kepada 1. Untuk mengurangi dan
menggunakan standar pasien tentang prosedur menghilangkan nyeri
skala nyeri
yang dapat menurunkan
12. Keluhan tentang
karakteristik nyeri dengan nyeri
menggunakan standar 2. Ajarkan klien tentang 2. Teknik ini dapat
instrument nyeri
teknik nonfarmakologi mengurangi nyeri,
13. Nyeri/perubahan aktivitas
14. Mengekspresikan perilaku seperti mempercepat
15. Perilaku distraksi Imajinasiterbimbing,Pemij penyembuhan,
16. Perubahan selera makan
atan, terapi music, Mengistirahatkan Tubuh
17. Putus asa
22
18. Sikap melindungi area Terapirelaksasi dan Pikiran dan untuk
nyeri mengurangi rasa sakit
19. Sikap tubuh melindungi
Kolaborasi :
Faktor yang Berhubungan :
Kolaborasi : Mengurangi serta
Agen cedera (mis, biologis,
Kolaborasi dengan dokter menghilankan nyeri serta
zat kimia, fisik, dan
dalam pemberian analgesik mempercepat proses
pskilogis)
penyembuhan.
23
Tonus otot menurun menelan dan kekeringan jaringan dehidrasi yang
Membran mukosa pucat Tidak terjadi penurunan berlebihan
konjungtiva
Mengeluh gangguan berat badan yang berarti
sensasi rasa 3. Monitor adanya penurunan
Kelemahan otot berat badan
mengunyah 3. Mengetahui adanya
Kelemahan otot menelan penyimpangan pada
Sariawan rongga mulut nutrisi pasien
Faktor Yang Berhubungan:
HE :
Faktor biologis HE :
Faktor ekonomi Berikan informasi tentang
Menambah pengetahuan
Ketidakmampuan untuk kebutuhan nutrisi pasien mengenai status
mengabsorpsi nutrien nutris pasien sendiri
Ketidakmampuan menelan
makanan
Faktor psikologis Kolaborasi :
Kolaborasi :
1. Memenuhi kebutuhan
1. Kolaborasi dengan ahli gizi
nutrisi mencegah dari
untuk menentukan jumlah
penyimpangan nutrisi.
kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien.
2. Berikan makanan yang
2. Memenuhi kebutuhan
terpilih (sudah
nutrisi pasien
dikonsultasikan dengan
24
ahli gizi)
3. Hipertermia (00007) NOC: NIC:
Domain 11: - Termoregulasi Observasi
Keamanan/perlindungan - Tanda-tanda vital 1. Monitor TD, nadi, suhu, 1. Mengetahui dengan
Kelas 6: Termoregulasi dan RR benar TTV (TD, RR,
Definisi: Peningkatan suhu Tujuan: setelah dilakukan
nadi dan suhu)
tubuh diatas kisaran normal. tindakan selama…..x 24 jam
Batasan Karakteristik: suhu tubuh menjadi normal. membantu dalam
Peningkatan suhu Kriteria hasil : menentukan ketepatan
tubuh diatas kisaran Menunjukkan suhu
intervensi berdasarkan
normal tubuh dalam rentang 2. Monitor intake dan output.
Kejang normal (TTV normal). penyakit.
Faktor yang berhubungan: 2. Untuk mengetahui
Anastesia adanya
3. Monitor suara paru ketidakseimbangan
Peningkatan laju
metabolisme cairan tubuh.
3. Untuk mengidentifikasi
4. Monitor sianosis perifer
adanya suara tambahan
pada paru.
4. Untuk melihat adanya
sianosis pada jaringan
perifer
Mandiri
25
Mandiri 1. Mengetahui perubahan
1. Monitor suhu minimal tiap
suhu, suhu 38,4-41,1oC
2 jam.
menunjukkan proses
inflamasi.
2. Untuk mengurangi
2. Kompress pasien pada
demam yang biasanya
lipatan paha dan aksila.
terasa pada area-area
tertentu.
3. Menjaga keseimbangan
3. Tingkatkan intake cairan
cairan dan nutrisi dalam
dan nutrisi.
tubuh sehingga tidak
mengalami dehidrasi.
4. Mengetahui perubahan
4. Monitor VS saat pasien
VS yang biasanya
berbaring, duduk atau
berdiri. berubah pada keadaan-
keadaan tertentu.
5. Sirkulasi udara yang
5. Tingkatkan sirkulasi udara.
baik dapat memberikan
kenyamanan pada
26
pasien.
HE
HE
1. Beritahukan tentang upaya
mengatasi hipertermi 1. Memberikan informasi
seperti memakai selimut
yang dapat membantu
untuk mencegah hilangnya
kehaangatan tubuh, mengurangi demam.
meningkatkan intake cairan
dengan perbanyak minum.
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
cairan intravena.
Kolaborasi
1. Untuk memenuhi
2. Kolaborasi pemberian anti kebutuhan cairan jika
piretik dan antibiotik jika pasien mengalami
perlu. kekurangan cairan.
2. Obat antiperitik untuk
menurunkan panas dan
antibiotik mengobati E.
hystolitica.
27
Kelas : 2. Nutritional status : Food 1. Pantau vital sign 1. Untuk memastikan klien
Definisi : penurunan and Fluid Intake tetap dalam keadaan
cairanintravaskular, Kriteria hasil : normal
interstisial dan/atau Setelah dilakukan tindakan 2. Pantau masukan 2. Agar makanan/cairan
intravaskuler. Ini mengacu keperawatan selama …x 24 makanan/cairan dan hitung yang masuk kedalam
pada dehidrasi jam di harapkan intake kalori harian tubuh tidak
Batasan karakteristik : 1. Tekanan darah, nadi, suhu Tindakan Mandiri : berlebihan/seimbang
1. Perubahan status mental tubuh dalam batas normal 3. Dorong klien untuk
2. Penurunan tekanan darah 2. Tidak ada tanda-tanda menambah intake oral 3. Untuk membantu
3. Penurunan tekanan nadi dehidrasi, Elastisitas sariawan serta gusi yang
4. Penurunan volume nadi turgor kulit baik, HE : berdarah pada klien
5. Penurunan turgor kulit membrane mukosa 4 Anjurkan pasien untuk cepat teratasi
6. Penurunan haluaran urine lembab, tidak ada rasa menginformasikan perawat 4. Agar tidak mengalami
7. Kulit kering haus yang berlebihan bila haus kekurangan cairan yang
Faktor berhubungan : Kolaborasi berlebih
1. Kehilangan cairan aktif 5 Konsultasikan dengan 5. Untuk memenuhi
2. Kegagalan mekanisme dokter pemberian cairan IV kebutuhan cairan dalam
regulasi tubuh.
28
b. Post operasi
29
jantung. mempengaruhi nyeri dan mengurangi resiko
23. Perubahan frekwensi seperti suhu timbul gejala yang tidak
pernafasan. uangan,pencahayaan diinginkan misalnya
dan kebisingan. ansietas
24. Bukti nyeri dengan
5. Ajurkan pasien untuk
menggunakan standar banyak beristrahat 5. Mempercepat proses
daftar periksa nyeri untuk
penyembuhan serta
pasien yang tidak dapat
mengurasi stress
mengungkapkannya.
25. Diaforesis HE : HE :
26. Dilatasi pupil 6. Informasikan kepada 6. Untuk mengurangi dan
27. Akspresi wajah nyeri
pasien tentang menghilangkan nyeri
28. Focus menyempit
29. Focus pada diri sendiri prosedur yang dapat
30. Keluhan tentang intensitas menurunkan nyeri
menggunakan standar
7. Ajarkan klien tentang 7. Teknik ini dapat
skala nyeri
31. Keluhan tentang teknik nonfarmakologi mengurangi nyeri,
karakteristik nyeri dengan seperti mempercepat
menggunakan standar Imajinasiterbimbing,Pe
instrument nyeri penyembuhan,
32. Nyeri/perubahan aktivitas mijatan, terapi music, Mengistirahatkan Tubuh
33. Mengekspresikan perilaku Terapirelaksasi dan Pikiran dan untuk
34. Perilaku distraksi
mengurangi rasa sakit
35. Perubahan selera makan
36. Putus asa
30
37. Sikap melindungi area Kolaborasi :
nyeri Kolaborasi : Mengurangi serta
38. Sikap tubuh melindungi Kolaborasi dengan dokter menghilankan nyeri serta
dalam pemberian mempercepat proses
analgesik penyembuhan.
Faktor yang Berhubungan :
Agen cedera (mis, biologis,
zat kimia, fisik, dan pskilogis)
31
patogen mempengaruhi penyakit menular.
Malnutrisi penularan serta 2. Untuk meningkatkan
penatalaksanannya
Obesitas 2. Perawatan sirkulasi: sirkulasi arteri
3. Menunjukkan
Penyakit kronis (mis. kemampuan untuk Insufisiensi arteri. 3. Untuk menurunkan dan
mencegah 3. Manajemen penyakit mengelola insiden dan
Diabetes melitus)
timbulnyainfeksi
Prosedur invasif menular. prevalensi penyakit
4. Jumlah leukosit dalam
Pertahanan tubuh primer batas normal. menular pada populasi
5. Menunjukkan perilaku khusus.
tidak adekuat
hidup sehat.
4. Mendeteksi risiko atau
- Gangguan integritas
4. Skrining kesehatan. masalah kesehatan dengan
kulit.
memanfaatkan riwayat
- Gangguan peristaltis
kesehatan, dan prosedur
- Pecah ketuban lama
lainnya.
- Merokok
5. Membersihkan memanta
- Pecah ketuban dini
5. Perawatan luka. dan memfasilitasi proses
- Pecah ketuban lambat
penyembuhan luka yang
- Penurunan kerja siliaris
ditutup dengan jahitan,
- Perubahan PH sekresi
klips, atau staples.
- Stasis cairan tubuh 6. Meminimalkan penyebaran
32
Pertahanan tubuh sekunder 6. Pengendalian Infeksi. dan penularan agens
tidak adekuat. infeksius.
- Imunosupresi
- Leukopenia 7. Mencegah dan mendeteksi
adekuat
HE :
Pemajanan Terhadap
HE : 1. Memberikan instruksi
Patogen Lingkungan
1. Penyuluhan seks tentang pentingnya
Meningkat
yang aman. perlindungan seksual
- Terpajan pada wabah
selama aktivitas seksual.
2. Membantu individu
2. Penyuluhan memahami dimensi
seksualitas. spesifik dan psikososial
33
pertumbuhan dan
perkembangan seksual.
Kolaborasi :
Kolaborasi : Pemberian antibiotik dapat
Kolaborasi dengan dokter membunuh bakteri ataupun
mengenai pemberian terapi parasit sehingga mencegah
antibiotik bila perlu. terjadinya infeksi.
3. Gangguan Rasa Nyaman NOC: NIC: Rasional
Definisi: Merasa kurang - Ansiety Observasi : Observasi :
senang, lega, dan sempurna - Fear Leavel 1. Gunakan pendekatan 1. Meningkatkan kenyamanan
dalam dimensi fisik, - Sleep Deprivation yang menenangkan pasien yang bisa
psikospiritual, lingkingan, dan - Comport, Readlines meminimalkan kecemasan
social. for Enchanced 2. Identifikasi tingkat 2. Membantu pasien untuk
Batasan karakteristik: Kriteria hasil: kecemasan berperilaku positif untuk
1. Ansietas 1. Mampu mengontrol mengurangi kecemasan
2. Menangis kecemasan 3. Pahami prespektif 3. Memahami dan megetahui
3. Gangguan pola tidur 2. Status lingkungan yang pasien terhadap situasi apa yang membuata pasien
4. Takut nyaman stress nyaman untuk mengurangi
34
5. Ketidakmampuan untuk 3. Mengontrol nyeri rasa stress yang dapat
rileks 4. Kualitas tidur dan istirahat timbul kapan saja.
6. Iritabilitas adekuat
Mandiri :
7. Merintih 5. Agresi pengendalian diri
4. Nyatakan dengan jelas
8. Melaporkan merasa dingin 6. Respon terhadap 4. Membantu pasien untuk
harapan terhadap
9. Melaporkan merasa panas pengobatan berperilaku positif untuk
pelaku pasien
10. Melaporkan perasaan tidak 7. Control gejala mengurangi kecemasan
5. Jelaskan semua
nyaman 8. Status kenyamanan 5. Meningkatkan sikap
prosedur dan apa yang
11. Melaporkan gejala distress meningkat kooperatif dan mengurangi
dirasakan selama
12. Melaporkan rasa lapar 9. Dapat mengontrol kecemasan dengan
prosedur
13. Melaporkan rasa gatal ketakutan melibatkan pasien
6. Temani pasien untuk
14. Melaporkan kurang puas 10. Support social 6. Meningkatkan kenyamanan
memberikan keamanan
dengan keadaan 11. Keinginan untuk hidup pasien sehingga bisa
dan mengurangi takut
15. Melaporkan kurang senang mnegurangi kecemasan
7. Dorong keluarga untuk
dengan situasi tersebut 7. Mengurangi rasa
menemani anak
16. Gelisah kecemasan dan memberi
17. Berkeluh kesah rasa nyaman kepada pasien.
Faktor yang berhubungan
8. Instruksikan pasien
1. Gejala terkait penyakit 8. Bisa meningkatkan
35
2. Sumber yang tidak adekuat menggunakan teknik kenyamanan dan
3. Kurang pengendalian relaksasi mengurangi kecemasan
lingkungan 9. Lakukan back / neck 9. Tindakan back / neck rub
4. Kurang privasi rub dapat mengurangi
5. Kurang kontrol situasional kecemasan dan
6. Stimulasi lingkungan yang memberikan relaksasi yang
mengganggu menyenangkan pada
7. Efek samping terkait terapi pasien.
(mis; medikasi, radiasi) 10. Dorong pasien untuk 10. Mengetahui dan memahami
mengungkapkan perasaan dan ketakutan
perasaan, ketakutan, yang dirasakan pasien
persepsi sehingga intervensi yang
akan diberikan tepat untuk
mengurangi kecemasan
pasien.
HE :
Ajarkan pasien cara untuk Memberikan informasi
mengurangi kecemasan yang dapat membantu
meningkatkan mengurangi dan
36
kenyamanan seperti teknik meningkatkan rasa nyaman
relaksasi nafas dalam pasien.
Kolaborasi :
Kolaborasi dengan dokter Mengurangi kecemasan pasien
untuk pemberian obat ketika pasien sangat terganggu
untuk mengurangi dan untuk memenuhi
kecemasan. kenyamanan pasien.
37
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Apendisitis merupakan penyakit dimana terjadi peradangan/inflamasi akibat
infeksi pada apendiks atau umbai cacing, dimana faktor pencetus dari penyakit
ini karena bakteri yang menyumbat dari apendiks sehingga terjadi sumbatan
dilumen apendiks, jika tidak segera tertangani maka akan menimbulkan
komplikasi berupa abses akibat peradangan apendiks berisi pus (nanah),
kemudian setelah itu akan terjadi perforasi (kebocoran) akibatnya bakteri yang
tertumpuk diapendiks akan menyebar ke organ-organ lain maka dapat
mengakibatkan komlikasi pada peritoneum (peradangan yang terjadi pada
lapisan abdomen).
3.2 Saran
Berdasarakan penjelasan diatas mengenai penyakit apendisitis kami berharap
dengan hal ini dapat memberikan informasi dan pengetahuan bagi tenaga
kesehatan khusus bagi perawat.
38
DAFTAR PUSTAKA
39
40