Oleh :
KELOMPOK 2B (GERBONG 2)
Oleh :
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Disusun Oleh:
1. Eka Elis Rusdiana, S.Kep. (1930025)
2. (1930026)
Elysabeth O Purba, S.Kep.
3. (1930049)
4. Mahkda Anjani Putri, S.Kep. (1930050)
Martha Ayu Agustin, S.Kep.
Mengetahui,
iii
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas rahmat dan karunia-Nya. Penulis dapat menyelesaikan makalah seminar
kasus dengan tepat waktu. Penulisan makalah seminar kasus ini dibuat sebagai
salah satu tugas dari Prodi Profesi di Stikes Hang Tuah Surabaya. Makalah
seminar kasus ini berjudul “Asuhan Keperawatan Anak Pada An. N dengan
Diagnosa Medis Kejang Demam Sederhana di Ruang Pediatric Surgery RS
Premier Surabaya”.
Dalam penyusunan makalah seminar kasus ini, penulis mendapatkan
bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terimakasih kepada:
1. Dr. Hartono Tanto, M.Kes selaku Direktur Rumah Sakit Premier Surabaya.
2. Wiwiek Liestyaningrum, S.Kp.,M.Kep selaku Ketua Stikes Hang Tuah
Surabaya.
3. Nuh Huda, M.Kep.,Ns.,Sp.KMB selaku Kepala Program Pendidikan Profesi
Ners Keperawatan Stikes Hang Tuah Surabaya.
4. Dwi Ernawati, S.Kep., Ns., M.Kep. selaku pembimbing institusi yang telah
meluangkan waktu untuk memberi arahan dan bimbingan dalam
penyusunan makalah seminar ini.
5. Janny Prihastuti, S.Kep., Ns., MARS. selaku Manajer Keperawatan Rumah
Sakit Premier Surabaya.
6. Easter, S.Kep., Ns. selaku Diklat Pendidikan Rumah Sakit Premier
Surabaya.
7. Muji Rinawati, S.Kep., Ns selaku kepala ruangan dan pembimbing lahan
yang penuh kesabaran dan perhatian memberikan saran, masukan, kritik dan
bimbingan demi kesempurnaan penyusunan makalah seminar kasus ini.
iv
Penulis menyadari tentang segala keterbatasan kemampuan dan pemanfaatan
literatur, sehingga makalah seminar kasus ini dibuat dengan sederhana dan isinya
jauh dari sempurna. Semoga seluruh budi baik yang telah diberikan kepada
penulis mendapatkan balasan dari Allah Yang Maha Pemurah. Akhirnya penulis
berharap bahwa makalah seminar kasus ini bermanfaat bagi kita semua.
Penulis
v
DAFTAR ISI
HALAMAN COVER.............................................................................................ii
LEMBAR PENGESAHAN..................................................................................iii
KATA PENGANTAR...........................................................................................iv
DAFTAR ISI...........................................................................................................v
BAB 1 PENDAHULUAN....................................................................................1
1.1 Latar Balakang...........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................2
1.3 Tujuan........................................................................................................2
1.3.1 Tujuan Umum............................................................................................2
1.3.2 Tujuan Khusus..........................................................................................2
1.4 Manfaat......................................................................................................3
1.4.1 Manfaat Bagi Penulis.................................................................................3
1.4.2 Manfaat Bagi Klien...................................................................................3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................4
2.1 Definisi.......................................................................................................4
2.2 Etiologi.......................................................................................................4
2.3 Klasifikasi..................................................................................................4
2.4 Patofisiologi...............................................................................................5
2.5 Manifestasi Klinis......................................................................................6
2.6 Pemeriksaan Penunjang.............................................................................7
2.7 Penatalaksanaan.........................................................................................8
2.8 Komplikasi.................................................................................................9
2.9 WOC........................................................................................................10
2.10 Konsep Asuhan Keperawatan..................................................................11
2.10.1 Pengkajian................................................................................................11
2.10.2 Diagnosa Keperawatan............................................................................14
2.10.3 Intervensi Keperawatan...........................................................................15
2.10.4 Implementasi Keperawatan......................................................................20
2.10.5 Evaluasi....................................................................................................20
BAB 3 KASUS dan ASUHAN KEPERAWATAN..........................................21
BAB 4 PENUTUP...............................................................................................39
4.1 Kesimpulan..............................................................................................39
4.2 Saran........................................................................................................41
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................42
v
BAB 1
PENDAHULUAN
1
Untuk itu, tenaga perawat atau paramedis dituntut untuk berperan aktif
dalam mengatasi keadaan tersebut serta mampu memberikan asuhan
keperawatan kepada keluarga dan penderita, yang meliputi aspek promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif secara terpadu dan berkesinambungan
serta memandang klien sebagai satu kesatuan yang utuh secara bio-spiko-
sosial-spiritual. Prioritas asuhan keperawata pada kejang demam adalah
mencegah atau mengendalikan aktivitas kejang, melindungi pasien dari
trauma, mempertahankan jalan napas, meningkatkan harga diri yang positif,
memberikan informasi kepada keluarga tentang proses penyakit, prognosis
dan kebutuhan penangananya.
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk memperoleh informasi mengenai penyakit kejang demam pada
anak.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui definisi penyakit kejang demam pada anak.
2. Untuk mengetahui etiologi penyakit kejang demam pada anak.
3. Untuk mengetahui klasifikasi penyakit kejang demam pada anak.
4. Untuk mengetahui patofisiologi penyakit kejang demam pada anak.
5. Untuk mengetahui manifestasi klinis penyakit kejang demam pada
anak.
6. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang penyakit kejang demam
pada anak.
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan penyakit kejang demam pada anak.
8. Untuk mengetahui komplikasi penyakit kejang demam pada anak.
9. Untuk mengetahui WOC penyakit kejang demam pada anak.
10. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan penyakit kejang demam
pada anak.
2
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Bagi Penulis
1. Mahasiswa mampu melaksanakan asuhan keperawatan pada anak.
2. Mahasiswa mendapatkan pengalaman serta menerapkan yang telah
didapatkan dalam perkuliahatn dengan kasus dalam melaksanakan
asuhan keperawatan.
1.4.2 Manfaat Bagi Klien
Agar klien dan keluarga dapat mengetahui dan mengetahui dan
mengerti serta memahami tentang keadaannya sehingga diharapkan
klien/keluarga bisa kooperatif dengan tenaga kesehatan dalam melakukan
asuhan keperawatan.
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Kejang adalah suatu perubahan fungsi pada otak secara mendadak dan
sangat singkat atau sementara yang dapat disebabkan oleh aktifitas yang
abnormal serta adanya pelepasan listrik serebral yang sangat berlebihan
(Indrayati & Haryanti, 2019)
Kejang demam merupakan salah satu kelainan saraf yang terjadi pada
anak berusia 6 bulan sampai dengan 5 tahun yang berkaitan dengan demam
namun tanpa adanya tanda-tanda infeksi ataupun kelainan lain yang jelas di
intrakranial (Arifuddin, 2016).
Kejang demam adalah suatu bangkitan kejang yang tejadi pada
kenaikan suhu tubuh (suhu rektal diatas 38ºC) yang disebabkan oleh proses
ekstrakranium. Kejang demam merupakan kejang yang paling sering terjadi
pada anak yang berumur kurang dari 5 tahun (Yunita dkk, 2016). Ciri khas
kejang demam adalah demamnya mendahului kejang, pada saat kejang anak
masih demam dan setelah kejang anak langsung sadar kembali.
2.2 Etiologi
Penyebab kejang demam adalah demam yang terjadi secara
mendadak. Demam demam dapat disebabkan infeksi bakteri atau virus dari
luar susunan saraf pusat misalnya tonsilitis, otitis media akut, bronkitis
(Judha & Rahil, 2011). Efek produk toksik dari pada mikroorganisme,
respon alergik atau keadaan umum yang abnormal oleh infeksi, perubahan
keseimbangan cairan dan elektrolit, ensefalitis viral (radang otak akhibat
virus) (Suryanti, 2011).
2.3 Klasifikasi
Berdasarkan study epidemiologi kejang dibagi menjadi 2 jenis yaitu
kejang sederhana (70-75%), kejang demam kompleks (20-25%).
1. Kejang Demam Sederhana (simple febris convulsion)
4
Biasanya terdapat pada anak umur 6 bulan sampai 5 tahun disertai
kenaikan suhu tubuh yang cepat mencapai ≥39ºC kejang bersufat umum
dan tonik klinik, umumnya berlangsung beberapa menit atau detik yang
jarang sampai 15 menit, pada akhirnya demam kemudian diakhiri
dengan keadaan sungkat seperti mengantuk (drowsiness), dan bangkitan
kejang terjadi hanya sekali dalam 24 jam.
2. Kejang Demam Kompleks (complexor complied febrile convultion)
Ditandai dengan kejang yang lama sekitar lebih dari 15 menit, terdapat
kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang
parsial. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.
2.4 Patofisiologi
Menurut Ngastiyah (2014), menjelaskan bahwa untuk
mempertahankan kelangsungan hidup sel/organ otak diperlukan energi yang
didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak terpenting
adalah glukosa. Sifat proses ini adalah oksidasi dengan perantara fungsi
paru-paru dan diteruskan ke otak melalui kardiovaskular. Dari uraian
tersebut dapat diketahui bahwa sumber energi otak adalah glukosa yang
melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh
membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan
luar yaitu ionik dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui
dengan mudah oleh ion kalium dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium dan
elektrolit lainnya kecuali ion klorida. Akibatnya konsentrasi kalium dalam
sel neuron tinggi dan konsentrasi natrium rendah, sedangkan diluar sel
terdapat keadaan sebaliknya. Pada keadaan demam kenaikan suhi 1ºC akan
mengakibatkan kenaikan metabolisme basar 10-15% dan kebutuhan oksigen
akan meningkat 20%. Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak
mencapai 65% dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa yang
hanya 15%. Oleh karena itu, kenaikan suhu tubuh dapat mengubah
keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat
terjadi difusi dari ion kalium, mauoun ion natrium melalui membran
tersebut dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik
5
ini demikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun
kemembran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang disebut
neurotransmiter dan terjadi kejang.
Faktor genetik merupakan peran utama dalam ketentanan kejang dan
dipengaruhi oleh usia dan metoritas otak. Kejang demam yang berlangsung
lebih dari 15 menit biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan
oksigen dan akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapmia, asidosis laktat
disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut
jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkatkan yang
disebabkan makin meningkanya aktivitas otot dan selanjutnya menyebabkan
metabolisme otot meningkat. Hal ini mengakibatkan terjadinya terjadinya
pada neuron dan terdapat gangguan perderan darah yang mengakibatkan
hipoksia sehingga meninggalkan permeabilitas kapiler dan timbul edema
otak. Kerusakan pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapatkan
serangan kejang sedang berlangsung lama dikemudian hari sehingga terjadi
serangan epilepsi yang spontan. Karena itu, kejang demam yang
berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis diotak hingga
terjadi epilepsi (Nurindah, 2014).
6
2.6 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan labiratorium tidak dikerjakan pada kejang demam, tetapi
daopat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab
demam, atau keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai
demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya
darah perifer, elektrolit dan gula darah.
2. Pungsi Lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis. Risiko terjadinya meningitis
bakterialis adalah 0,6-6,7%. Pada bayi kecil sering kali sulit untuk
menegakkan atau menyingkirkan diagosis meningitis karena
manifestasi kliniknya tidak jelas. Oleh karena itu pungsi lumbal
dianjurkan pada:
a. Bayi kurang dari 12 sangat dianjurkan dilakukan.
b. Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan
c. Bayi > 18 bulan tidak rutin.
Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi
lumbal.
3. Elektroensefalografi (EEG)
Pemeriksaan EEG tidak dapat memprediksi berulangnya kejang, atau
memperkirakan kemungkinan kejang epiepsi pada pasien kejang
demam. Oleh karenanya tidak direkomendasikan.
Pemeriksaan EEG dapat dilakukan pada keadaan kejang demam yang
tidak khas, misalnya kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari
6 tahun atau kejang demam fokal.
4. Pencitraan
Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan
(CT-Scan) atau magbetic resonance imaging (MRI) dilakukan bila ada
indikasi:
a. Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)
7
b. Paresis nervus VI
c. Terdapat tanda tekana intrakranial (kesadaran menurun, muntah
berulang, ubun-ubun menonjol, papiledema)
2.7 Penatalaksanaan
1. Pemeriksaan neurologis yang pertama kali dilakukan secara inspeksi
dengan dilakukan adanya kelainan pada neurologis seperti kejang,
gemeteran, gerakan halus yang konstan, gerakan spasmodik yang
berlangsung seperti otot lelah, gerakan involumer kasar tanpa tujuan,
kelumpuhan pada anggota gerak.
2. Pemeriksaan refleks
a. Refleks supervisial, dengan cara menggores kulit abdomen dengan
empat goresan yang menggores kulit abdomen dengan empat
goresan yang membentuk segi empat dibawah xifoid.
b. Refleks tendon, dengan menggetuk menggunakan hammer pada
tendon, biseps, triseps, patella, achiles dengan penilaian ada bisep.
Apabila hiper refleks berarti ada kelainan pada upper motor neutron
dan apabila hipo refleks maka ada kelainan pada lower motor
neutron.
c. Refleks patologis, dapat menilai adanya refleks babinski dengan cara
mengompres plantar kaku dengan alat yang sedikit runcing, hasilnya
positif apabila terjadi ekstensi ibu jari.
3. Pemeriksaan tanda meningeal antara lain kaku kuduk dengan cara pasien
diatur posisi terlentang kemudian leher ditekuk apabila terdaoat tekanan
dagu dan tidak menempel atau mengenai bagian dada maka terjadi kaku
kuduk.
4. Pemeriksaan kekuatan dan tonus dengan menilai pada bagian
ekstremitas, dengan cara memberi tahanan atau menggerakkan bagian
otot yang akan pertama yang tepat dilakukan orangtua saat anak kejang
demam adalah tetap tenang dan jangan panik, berusaha menurunkan
suhu tubuh anak, memposisikan anak dengan tepat yaitu posisi kepala
anak dimiringkan, ditempatkan pada tempat yang datar, jauhkan dari
8
benda-benda atau tindakan yang dapat mencederai anak. Selain itu,
tindakan yang penting untuk dilakukan orang tua adalah dengan
mempertahanan jalan nafas anak seperti tidak menaruh benda apapun
dalam mulut dan tidak memasukkan makanan ataupun obat dalam mulut
(IDAI, 2016).
2.8 Komplikasi
Menurut Wulandari & Erawati (2016) komplikasi ada kejang demam adalah
sebagai berikut;
1. Kerusakan neurotransmitter
Besarnya lepas muatan listrik dapat meluas ke seluruh sel ataupun
membran sel yang menyebabkan kerusakan pada neutron.
2. Kelainan anatomis di otak
Kejang yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan di otak
yang lebih banyak terjadi pada anak usia 4 bulan - 5 tahun.
3. Epilepsi
Serangan kejang berlangsung lama dapat menjadi matang di kemudian
hari, sehingga terjadi serangan epilepsi spontan.
4. Kemungkinan mengalami kematian
5. Mengalami kececatan atau kelainan neurologis karena disertai demam
(retardasi mental)
9
2.9 WOC
Perlu perawatan di RS
Hospitalisasi
MK: Koping Keluarga Tidak Efektif
Perubahan psikologis
anak (susah tidur, rewel,
menangis)
10
2.10 Konsep Asuhan Keperawatan
2.10.1 Pengkajian
1. Identitas
Hampir 3% dari anak yang berumur dibawah 5 tahun pernah menderita
kejang demam (Ngastiyah, 2014). Kejang demam lebih sering terjadi
pada anak laki-laki (Kyle & Carmkan, 2015)
2. Riwatat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Umumnya disertai dengan panas yang tinggi dan demam lebih dari
38ºC (Marmi, 2011)
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Kejang dengan demam tinggi berlangsung singkat. Pada saat
kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun sejenak tetapi
setelah beberapa menit anak terbangun dan sadar dengan
sendirinya tanpa adanya kelainan saraf. Kejang demam sederhana
dalam waku < 10 menit dan demam kompleks > 15 menit
(Ngatsiyah, 2014).
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Kejang demam berulang dapat terjadi dalam 6 bulan sampai 1
tahun setelah episode kejang pertama, demam merupakan faktor
penting timbul kejang. Demam sering disebabkan oleh infeksi
saluran pernafasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis,
dan infeksi saluran kemih (Ngatsiyah, 2014).
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Anak dengan riwayat kejang dalam keluarga terdekat mempunyai
risiko untuk menderita bangkitan demam 4,5 kali lebih besar
dibanding yang tidak (Fuadi dkk, 2010)
3. Pemeriksaan Fisik
a. B1
Kejang demam dapat disebabkan oleh infeksi seperti bronkitis,
sehingga dapat ditemukan tanda:
11
1) Inspeksi: terlihat pernapasan tidak teratur sehingga dapat terjadi
peningkatan , saat anak kejang juga disertai apnea
2) Palpasi: tidak ada nyeri tekan, massa, peradangan, dan ekspansi
dada simetris
3) Perkusi: sonor
4) Auskultasi: pada pasien bronkitis dapat ditemukan suara ronchi
maupun wheezing
b. B2
Kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) dapat
meningkatkan kontraksi otot skelet sehingga akhirnya dapat terjadi
hipoksemia, hiperkapnia, dan hipotensi arterial di sertai denyut
jantung yang tidak teratur.
1) Inspeksi: kulit dapat menjadi gelap mungkin kebiruan
2) Palpasi: hipotensi arterial disertai denyut jangtung yang tidak
teratur
3) Perkusi: didapatkan suara redup
4) Auskultasi: S1 S2 tunggal
c. B3
1) N I : dapat menerima ragsangan dari hidung dan
menghantarkannya ke otak untuk di preoses menjadi sensasi
bau
2) N II : dapat menerima rangsangan dari mata lalu kemudian
diproses sebagai persepsi visual.
3) N III, IV, VI : dapat menggerakkan sebagian otot mata sesuai
perintah.
4) N V : dapat menerima rangsangan dari wajah lalu diproses
sebagai rangsangan sentuhan dan fungsi motorik untuk
menggerakkan rahang.
5) N VII : dapat menerima rangsangan dari bagian anterior lidah
untuk diproses sebagai persepsi rasa serta motorik untuk
mengendalikan otot wajah dan dapat menciptakan ekspresi
wajah sesuai perintah.
12
6) N VIII : dapat menerima rangsangan dari tekinga untuk
diproses sebagai suara kemudian diulang dalam bentuk kata.
7) N IX dan X : dapat menerima rangsangan dari posterior lidah
untuk diproses sebagai sensasi rasa serta dapat mengendalikan
organ-organ dalam.
8) N XI : dapat mengendalikan pergerakan kepala sesuai perintah.
9) N XII : dapat megendalikan pergerakan lidah sesuai dengan
perintah.
d. B4
Pada kejang dapat terjadi hilangnya kontrol kandung kemih.
e. B5
Pada kejang dapat terjadi hilangnya kontrol kandung kemih dan
usus.
1) Inspeksi: bentuk abdomen cembung dan kembung
2) Palpasi: tidak ditemukan adanya nyeri tekan diseluruh area
abdomen
3) Perkusi: bising usus menurun dapat menunjukkan adanya
konstipasi yang menimbulkan suara timpani, sedangkan bising
usus menghilang dapat menunjukkan adanya diare yang daoat
menimbulkan suara hipertimpani.
4) Auskultasu: bising usus dapat menurun atuapun menghilang
karena pada saat kejang dapat terjadi hilang kontrol pada usus.
f. B6
Tubuhnya mungkin kedutan atau tersentak dan anggota tubuhnya
mungkin akan kaku, kulitnya mungkin tampak sedikit lebih gelap
dari biasanya serta akral hangat karena suhu yang meningkat.
13
2.10.2 Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit (infeksi saluran
pernafasan)
2. Resiko infeksi ditandai dengan leukositopenia
3. Resiko cidera ditandai dengan riwayat kejang
4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan proses penyakit (infeksi
saluran nafas)
5. Koping keluarga tidak efektif berhubungan dengan ketidakmampuan
persiapan menghadapi stressor
14
2.10.3 Intervensi Keperawatan
2. Resiko infeksi ditandai Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor tanda dan gejala 1. Untuk mengidentifikasi
15
dengan leukositopenia keperawatan selama 3x24 infeksi lokal dan sistemik kondisi berikutnya
jam diharapkan masalah 2. Jelaskan tanda dan gejala 2. Membantu perawat dalam
keperawatan resiko infeksi infeksi perawatan dan memantau
berkurang dengan kriteria kondisi klinis pasien
hasil: 3. Anjurkan meningkatkan 3. Asupan nutrisi yang baik
1. Nafsu makan meningkat asupan nutrisi dan cairan akan mempercepat proses
2. Demam menurun penyembuhan
3. Kemerahan menurun 4. Anjurkan cuci tangan yang 4. Dengan cuci tangan
4. Kadar sel darah putih baik dan benar diharapkan dapat
membaik mengurangi tanda dan
gejala infeksi
5. Kolaborasi pemberian obat
5. Bila diperlukan untuk
yang diperlukan
pengobatan
3. Resiko cidera ditandai Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji sifat dan penyebab 1. Menentukan penyebab
dengan riwayat kejang keperawatan selama 3x24 timbulnya kejang timbulnya kejang
16
jam diharapkan masalah 2. Kaji dan monitoring tingkat 2. Memantau tingkat
keperawatan resiko cidera kesadaran adanya kejang kesadaran saat terjadinya
berkurang dengan kriteria kejang
hasil: 3. Jelaskan pada keluarga 3. Penjelasan yang baik dan
1. Nafsu makan meningkat akibat-akibat yang terjadi saat tepat sangat penting untuk
2. Kejadian cidera kejang berulang meningkatkan
menurun pengetahuan dalam
3. Pola istirahat/tidur mengatasi kejang
membaik 4. Jauhkan benda-benda tajam 4. Melindungi pasien dari
cidera
5. Kolaborasi dengan dokter 5. Obat anti konvulsan
untuk pemberian obat anti sebagai pengatur gerakan
konvulsan motorik dalam hal ini anti
konvulsan menghentikan
gerakan motorik yang
berlebihan
4. Gangguan pola tidur Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji kebutuhan tidur pasien 1. Menentukan penyebab
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 gangguan tidur
proses penyakit (infeksi jam diharapkan masalah 2. Jelaskan pada orang tua 2. Tidur sangat diperlukan
17
saluran nafas) keperawatan gangguan pola pentingnya tidur selama sakit tubuh dalam
tidur berkurang dengan meningkatkan status
kriteria hasil: kesehatan dan menjaga
1. Keluhan sulit tidur keseimbangan tidur
3. Bantu menghilangkan situasi
menurun 3. Menhilangkan stress untuk
yang menimbulkan stress
2. Keluhan sering terjaga mempermudah pasien
sebelum tidur
menurun tidur
4. Kolaborasi dengan keluarga
3. Keluhan pola tidur 4. Sesuai dengan kebutuhan
untuk memonitor pasien tidur
menurun tidur 11-12 jam
5. Koping keluarga tidak Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi respon emosional 1. Untuk mempermudah
efektif berhubungan keperawatan selama 3x24 terhadap kondisi pasien saat dalam merawat pasien
dengan ketidakmampuan jam diharapkan masalah ini 2. Perkembangan kondisi
persiapan menghadapi keperawatan koping keluarga 2. Diskusikan rencana medis pasien dapat membuat
18
stressor tidak efektif berkurang dan perawatan keluarga mengetahui
dengan kriteria hasil: kondisi yang sebenarnya
1. Verbalisasi kemampuan dan akan memberikan
meningkat kelegaan
2. Kemampuan memenuhi 3. Informasi tentang pasien
peran meningkat 3. Informasikan kemajuan sangat dibutuhkan oleh
pasien secara berkala keluarga pasien
4. Informasi ini akan
4. Informasikan fasilitas membuat keluarga yakin
kesehatan yang tersedia bahwa pasien telah berada
ditempat yang tepat untuk
meningkatkan kesehatan
19
2.10.4 Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan rencana
asuhan keperawatan ke dalam bentuk intervensi keperawatan guna membantu
klien mencapai tujuan yang ditetapkan. Pada fase ini, perawat berusaha
menyimpukan data yang dihubungkan dengan reaksi klien.
Tujuan implementasi adalah membantu pasien dalam mencapai tujuan
yang telah ditetapkan. Selama tahap implementasi perawat harus terus
mengumpulkan data yang paling sesuai dengan kondisi klien.
2.10.5 Evaluasi
Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan
keadaan pasien (hasil yang diamati). Tujuan dari evaluasi antara lain mengakhiri
rencana tindakan keperawatan, memodifikasi rencana tindakan keperawatan
serta meneruskan rencana tindakan keperawatan.
20
BAB 3
KASUS DAN ASUHAN KEPERAWATAN
I. IDENTITAS ANAK
Nama : An. N
Umur/tanggal lahir : 17 Bulan/ 29-9-2017
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Golongan darah : -
Bahasa yang dipakai : Indonesia
Anak ke : 2
Jumlah saudara : 1
Alamat : Krian, Sidoarjo
21
III. KELUHAN UTAMA
Ibu pasien mengatakan badan pasien panas
22
VI. RIWAYAT MASA LAMPAU
A. Penyakit-Penyakit Waktu Kecil
Ibu pasien mengatakan bahwa anaknhya sebelumnya tidak pernah
mengalami kejang. Anaknya hanya sakit panas batuk pilek saja kemudian
dibawa ke dokter biasanya sudah tidak panas, batuk, dan pilek lagi.
C. Penggunaan Obat-Obatan
Ibu pasien mengatakan bahwa anaknya hanya mengkonsumsi obat-
obatan ketika sedang sakit dan saat ini anaknya tidak mengkonsumsi obat
apapun.
E. Alergi
Ibu pasien mengatakan anaknya tidak mempunyai alergi makanan
ataupun obat-obatan.
F. Kecelakaan
Ibu pasien mengatakan anaknya belum pernah mengalami kecelakaan.
G. Imunisasi
Ibu pasien mengatakan bahwa imunisasi anaknya lengkap.
23
VII. PENGKAJIAN KELUARGA
A. Genogram (Sesuai Dengan Penyakit)
Keterangan:
: laki-laki
: perempuan
: pasien
: meninggal
: tinggal 1 rumah
B. Psikososial Keluarga
Anak tinggal di rumah sendiri bersama kedua orang tua saudaranya dan
neneknya. Lingkungan rumah berada di tengah kota. Hubungan antar
anggota keluarga baik. An. N diasuh oleh kedua orang tua dan neneknya.
24
IX. KEBUTUHAN DASAR
A. Pola persepsi Sehat-Pelaksanaan Sehat
(makanan yang disukai/tidak, selera, alat makan, jam makan,dsb)
SMRS:
Ibu pasien mengatakan bahwa sudah mengetahui penanganan kejang
demam namun pada saat pasien mengalami kejang, ibu pasien panik
sehingga pasien hanya diberi minyak telon.
MRS:
Ibu pasien mengatakan bahwa setelah masuk rumah sakit, ibu pasien
menyerahkan kesehatan anaknya pada pihak rumah sakit
B. Pola Nutrisi
(makanan yang disukai/tidak, selera, alat makan, jam makan,dsb)
SMRS:
Ibu pasien mengatakan bahwa pola makan pada keluarga An. N dengan
frekuensi makan 3 kali dalam sehari, yaitu pagi, siang dan malam dan
pasien sering makan udapan roti. Minum yang diminum An. N adalah
susu ± 800cc/hari.
MRS:
Ibu pasien mengatakan bahwa selama di rumah sakit, An. N makan
makanan yang telah disediakan oleh rumah sakit. Pada saat makan, An.
N jarang menghabiskan makanan 3 sendok makan. Sedangkan minum
susu An. N lebih banyak sekitar ± 1280 cc/hari.
C. Pola Tidur
(kebiasaan sebelum tidur, perlu dibicarakan cerita, benda-benda yang
dibawa tidur)
SMRS:
25
Ibu pasien mengatakan bahwa ketika berada di rumah An. N terkadang
tidur siang dan terkdang tidak tidur siang. Jika tidur siang An. N mulai
tidur jam 12.00-14.00 WIB. Sedangkan pada malam hari An. N mulai
tidur jam 20.00-05.00 WIB.
MRS:
Ibu pasien mengatakan bahwa ketika berada di rumah sakit An. N sulit
tidur, sebentar tidur lalu bangun dan menangis.
D. Pola Aktivitas/Bermain
SMRS:
ibu pasien mengatakan bahwa anaknya jika berada di rumah aktivitas
yang dilakukan yaitu bermain bersama tema di sekitar rumah dan
kakaknya. Ibu pasien mengatakan bahwa anaknya mandi 2 kali sehari
yaitu pagi dan sore, menggosok gigi 2 kali sehari yaitu pagi dan sore,
keramas 2 kali dalam seminggu dan potong kuku sekali seminggu.
MRS:
ibu pasien mengatakan ketika masuk rumah sakit ini anaknya
kebanyakan rewel dan nangis. Hanya hiburan bewat HP dan bermain
bersama nenek dan ayahnya di tempat tidur.
E. Pola Eliminasi
SMRS:
ibu pasien mengatakan bahwa anaknya ketika berada di rumah, pola
BAB An. N 1 kali sehari lembek berwarna kuning kecoklatan dan BAK
di diapers mengganti 5x/hari.
MRS:
ibu pasien mengatakan bahwa ketika berada di rumah sakit ini sudah
BAB 1 kali dan BAK di diapers sebanyak 6 kali.
26
SMRS:
ibu pasien mengatakan anaknya bermain dengan teman laki-laki maupun
perempuan
MRS:
ibu pasien mengatakan bahwa anaknya bermain dengan teman laki-laki
maupun perempuan
G. Pola Koping Toleransi Stress
SMRS:
ibu pasien mengatakan bahwa An. N jika merasa badannya sakit maka
anaknya akan rewel dan menangis.
MRS:
ibu pasien mengatakan ketika berada di rumah sakit An. N anak rewel.
27
J. Pola Kognitif Perseptual
SMRS:
ibu pasien mengatakan bahwa An. N belum bisa berbicara, An. N
mengerti jika diajak berbicara menggunakan bahasa Indonesia.
MRS:
Ibu pasien mengatakan tidak berbicara dengan petugas kesehatan karena
rewel.
28
b. Tidak ada cedera pada kepala
c. Tidak ada jejas pada kepala
d. Tidak ada luka atau bekas luka pada kepala
e. Rambut tumbuh rata, bergelombang
B. Mata
a. Posisi antara mata kanan dan mata kiri
simetris
b. Tidak ada anemis pada konjungtiva kanan
dan kiri
c. Sklera berwarna tidak ikterik, reflek cahaya
+ , pupil isokor
C. Hidung
a. Hidung kanan dan hidung kiri simetris, septum ditengah
b. Tidak ada pernafasan cuping hidung, fungsi penciuman baik
D. Telinga
a. Telinga kanan dan telinga kiri simetris, bersih, tidak ada serumen
b. Fungsi pendengaran baik
G. Pemeriksaan Thorax/Dada
a. Bentuk dada normochest, pernafasan cepat dan dangkal, tidak ada
nyeri tekan, perkusi sonor
29
b. RR. 20x/menit
H. Punggung
a. Normal, tidak ada kelainan tulang belakang (skoliosis, lordosis,
kifosis)
I. Pemeriksaan Abdomen
a. Tidak ada nyeri perut
b. Suara perkusi pada bagian atas saat pasien
posisi supinasi adalah timpani dan pada bagian samping suara redup
K. Pemeriksaan Muskuloskeletal
a. Kemampuan pergerakan sendi bebas
b. Ekstremitas atas tidak ada luka atau bekas
luka pada ekstremitas atas kanan dan kiri. Pergerakan sendi bebas
c. Ekstremitas bawah tidak ada luka atau bekas
luka pada ekstremitas atas kanan dan kiri. Pergerakan sendi bebas
d. Tulang belakang: tidak terdapat gangguan
pada tulang belakang
Kekuatan Otot
55555 55555
55555 55555
L. Pemeriksaan Neurologi
30
Kesadaran kompos mentis, kejang (-), tumor (-), kaku kuduk, orientasi
lingkungan baik. Reflek fisiologis trisep (+)/(+), bisep (+)/(+), patela (+)/
(+), achilles (+)/(+), babinsky (+)/(+), brudzinky (+)/(+)
a. Nervus I Olfaktorius
Penciuman normal, penciuman lubang hidung sebelah kiri dan kanan
tidak terganggu, pasien mampu mengenali bau minyak kayu putih,
membedakan bau minyak kayu putih dan parfum dengan mata
tertutup
b. Nervus II Optikus
Tajam penglihatan pasien normal, pasien dapat melihat dengan jelas
dengan jarak 30 cm, pasien mampu menyebutkan dan membedakan
warna-warna
c. Nervus III Okulomotorius, Nervus IV
Troclearis, Nervus VI Abdusen
Pupil bulat, isokor, diameter kiri kanan 3 mm, reflek pupil terhadap
cahaya normal, kemampuan pupil dalam membesar dan mengecil
normal dan seimbang antara kiri dan kanan, gerakan bola mata
normal
d. Nervus V Trigeminus
Tidak terdapat gangguan sensorik pada wajah sebelah kanan dan
kiri. Pasien mengatakan merasakan ketika diberi sentuhan/olesan
dengan tisu pada bagian dahi kanan-kiri, pipi kanan-kiri dan dagu.
Kekuatan gigitan rahang terasa kuat sebelah kiri dan kanan
e. Nervus VII Fasialis
Saat posisi diam tinggi alis sebelah kiri dan kanan sama, saat dahi
dikerutkan kerutan dahi sebelah kiri dan kanan sama, saat disuruh
senyum, garis senyum simetris kanan kiri, saat alis diangkat posisi
alis sama, saat pasien diperintah menutup mata dan alis diangkat
oleh perawat tidak terdapat kelemahan pada alis sebelah kanan
31
maupun kiri. Saat diperintah untuk tersenyum, senyum pasien
simetri. Pasien tidak merasakan kesulitan saat diperintah meringis.
Produksi air mata normal
f. Nervus VIII Vestibulokoklearis
Pasien tidak mengalami gangguan pendengaran, pendengaran kiri
dan kanan seimbang, tidak memiliki riwayat vertigo
g. Nervus IX Glosofaringeus
Pasien mengatakan tidak ada gangguan menelan
h. Nervus X Fagus
Pasien dapat membuka mulut dan mengatakan “A” dan saat dilihat
uvula terangkat kiri dan kanan sama
i. Nervus XI Asesorius
Bahu sebalah kanan dapat mengangkat secara maksimal, tidak
terdapat kelemahan saat diberikan tekanan oleh perawat. Pasien
mampu menoleh ke kiri dan kanan secara maksimal
j. Nervus XII Hipoglosus
Pasien dapat membuka mulut, dan saat diperintah menjulurkan lidah
tidak cenderung jatuh ke satu sisi
M. Pemeriksaan Integumen
a. Warna kulit sawo matang
b. Akral HKM (Hangat, Kering, Merah)
c. Turgor kulit normal (dapat kembali dengan cepat)
B. Bahasa
Ibu pasien mengatakan pasien bisa diajak berbicara menggunakan bahasa
Indonesia
32
C. Motorik Halus
Pasien bisa mencoret-coret dikertas, pasien bisa mengambil manik-
manik, pasien gagal menata 2 kubus
D. Motorik Kasar
Pasien dapat berlari, pasien bisa berjalan mundur, pasien gagal naik
tangga
B. Rontgen
Tampak bronchovaskuler meningkat paracardial kanan dengan hilus
kanan menebal. Sinus phrenicocostalis kanan kiri tajam, hemidiapragma
kanan dan kiri normal. Kesimpulan: brocokitis
C. Terapi
Tanggal 27 Februari 2019
Infus D5 ¼ NS 1000/ 24 jam drip aminophilin 4cc/kolf
Injeksi ampicillin 3x1/3 gram, antrain 3x100 mg, stesolit sup 5 mg
33
Analisa Data
Masalah
No Data Etiologi
Keperawatan
1. DS: - Resiko Infeksi
(SDKI, 2016)
DO:
- Usia anak 17 bulan
riwayat batuk pilek
- S: 37,4 oC
- Hasil Laboratorium
tanggal 26/02/2019:
Leukosit 11,52 /uL.
- Hasil Pemeriksaan
Rontgen: bronkitis.
DO:
- Pola tidur berubah,
- pasien tampak rewel dan
menangis
34
dengan 3 kali jeda
DO:
- Riwayat kejang,
- penanganan kejang yang
tidak sesuai,
- kekhawatiran berlebih
dalam mengatasi stressor
DO:
- Mekanisme koping yang
tidak sesuai dalam
memberikan penanganan
kejang,
- verbalisasi kekhawatir
terhadap kondisi yang
dihadapi,
- verbalisasi perilaku
tergopoh-gopoh
membawa anak ke
pelayanan kesehatan
terdekat
Diagnosa Keperawatan
1. Resiko infeksi d.d usia anak 17 bulan rriwayat batuk pilek, S: 37,4 oC,
Hasil Laboratorium: Leukosit 11,52 /uL Hasil Pemeriksaan Rontgen:
bronkitis.
3. Resiko Cedera d.d riwayat kejang, penanganan kejang yang tidak sesuai,
35
kekhawatiran berlebih dalam mengatasi stressor
Prioritas Masalah
1. Resiko infeksi d.d usia anak 17 bulan riwayat batuk pilek, S: 37,4 oC,
Hasil Laboratorium: Leukosit 11,52 /uL. Hasil Pemeriksaan Rontgen:
bronkitis.
3. Resiko Cedera d.d riwayat kejang, penanganan kejang yang tidak sesuai,
kekhawatiran berlebih dalam mengatasi stressor
36
Intervensi/ Rencana Keperawatan
37
2. Gangguan Pola Setelah dilakukan 1. Identifikasi pola tidur, faktor 1. Untuk mengetahui pola tidur pasien
Tidur b.d asuhan keperawatan pengganggu tidur (fisik dan atau dan penyebab gangguan tidur
gangguan selama 2 x 24 jam psikologis)
psikologis anak diharapkan tidak ada
(hospitalisasi) gangguan pola tidur 2. Modifikasi lingkungan (misal: 2. Lingkungan yang nyaman dapat
dengan kriteria hasil: pencahayaan, kebisingan, suhu, meningkatkan kualitas tidur pasien
- pola tidur normal matras, tempat tidur, dll)
- pasien tenang
3. Fasilitasi menghilangkan stres 3. Menghilangkan stress untuk
sebelum tidur dan meningkatkan mempermudah pasien tidur
kenyamanan (misal pijat,
pengaturan posisi, dll)
38
3. Resiko Cedera Setelah dilakukan 1. Identifikasi kebutuhan keamanan 1. Kebutuhan keamanan dan lingkungan
asuhan keperawatan pasien yang sesuai dengan kondisi pasien berguna untuk mencegah
selama 2 x 24 jam fisik dan menyediakan lingkungan cedera pada pasien
diharapkan tidak ada yang aman serta tidak
cedera dengan kriteria membahayakan
hasil:
- Keluarga 2. Pasang side rail tempat tidur 2. Untuk membantu memperbaiki
mengetahui cara keadaan sementara waktu
penanganan kejang
dan hal-hal yang 3. Rendahkan ketinggian tempat tidur 3. Untuk mencegah resiko cedera
berisiko
mencederai 4. Pastikan bel tempat tidur dapat 4. Memudahkan keluarga memberikan
- Keluarga dapat digunakan dan mudah terjangkau informasi yang cepat kepada perawat
melakukan apabila terjadi kejang kembali
penanganan kejang
yang sesuai 5. Edukasi keluarga pertolongan 5. Agar keluarga mengetahui pertolongan
- Tenang dalam pertama pada saat kejang dan hal- pada saat anak kejang dan hal-hal yang
menghadapi kejang hal yang berisiko mencederai berisiko mencederai
pada anak
39
BAB 4
PENUTUP
Setelah kelompok melakukan analisa kasus pada data pengkajian pada An.
N dengan Diagnosa Medis Kejang Demam Sederhana di Ruang Pediatric
Surgery RS Premier Surabaya, maka kelompok dapat menarik beberapa
kesimpulan sekaligus saran yang dapat bermanfaat dalam meningkatkan mutu
tindakan keperawatan pada pasien.
5.1 Kesimpulan
Mengacu pada hasil uraian yang telah menguraikan tentang asuhan
keperawatan pada pasien An. N dengan Diagnosa Medis Kejang Demam
Sederhana maka kelompok dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Hasil data pengkajian pada 26 Februari 2019 Ibu pasien mengatakan
hari Minggu tanggal 24-2-2019 malam badan anaknya panas 39ºC lalu
pukul 02.20 WIB pasien kejang selama ± 4 menit dengan 3 kali jeda,
pada saat kejang pasien di beri minyak kayu putih, lalu ibu pasien
membawa ke RS Yapalis. Pasien disarankan untuk rawat inap namun
ruang rawat inap di RS Yapalis penuh maka ibu pasien membawa ke
RSAL. Di IGD RSAL pasien mendapatkan terapi infus D5 ¼ NS 1000
cc/24 jam injeksi ampiccilin 3 x 1/3g, antrain 3 x 100 mg, stesolid sup 5
mg, antibiotik bapil. Pasien masuk di ruang D2 dari IGD dengan
kesadaran komposmentis, terpasang infus pada tangan kanannya dengan
keadaan umum pasien tampak lemah. Observasi TTV: Suhu 37,4 C;
Nadi 96 x/menit; RR 20 x/menit dan akral teraba hangat.
2. Diagnosa keperawatan yang muncul pada An. A adalah resiko infeksi
gangguan pola tidur b.d gangguan psikologis anak (hospitalisasi),
resiko cedera, koping keluarga tidak efektif b.d ketidakmampuan
persiapan menghadapi stressor. Masalah utama yang harus ditangani
adalah bagaimana cara memonitor tanda-tanda adanya infeksi seperti
suhu, leukosit pada pasien dan kolaborasi dalam memberikan obat
antipiretik serta antibiotik sesuai dengan advice dokter.
40
5.2 Saran
Bertolak dari kesimpulan diatas kelompok dapat memberikan saran
sebagai berikut:
1. Bagi Institusi
Institusi pendidikan mampu meningkatkan mutu dan memberikan
asuhan keperawatan yang efektifitas sehingga menghasikan perawat-
perawat yang profesional.
2. Bagi kelompok selanjutnya
Kelompok selanjutnya dapat menggunakan seminar kasus ini sebagai
refrensi data untuk selanjutnya sehingga dapat meningkatkan mutu
asuhan keperawatan sesuai dengan standar yang berlaku.
41
DAFTAR PUSTAKA
42
43