PENDAHULUAN
1.2.Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah
“Tingginya kejadian anemia pada ibu hamil dengan perilaku mengkonsumsi tablet zat besi di
Puskesmas Sedong pada bulan Desember 2015 – Januari 2016”.
2.1.1 Definisi
Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar hemoglobin di bawah 11 gr%
pada trimester I dan III atau kadar hemoglobin < 10,5 gr% pada trimester II ( Depkes RI, 2009 ).
Anemia adalah kondisi dimana sel darah merah menurun atau menurunnya hemoglobin,
sehingga kapasitas daya angkut oksigen untuk kebutuhan organ-organ vital pada ibu dan janin
menjadi berkurang. Selama kehamilan, indikasi anemia adalah jika konsentrasi hemoglobin
kurang dari 10,50 sampai dengan 11,00 gr/dl (Varney, 2006 ).
Fungsi Hb merupakan komponen utama eritrosit yang berfungsi membawa oksigen dan
karbondioksida. Warna merah pada darah disebabkan oleh kandungan Hb yang merupakan
susunan protein yang komplek yang terdiri dari protein, globulin dan satu senyawa yang bukan
protein yang disebut heme. Heme tersusun dari suatu 6 senyawa lingkar yang bernama porfirin
yang bagian pusatnya ditempati oleh logam besi (Fe). Jadi heme adalah senyawa-senyawa
porfirin-besi, sedangkan hemoglobin adalah senyawa komplek antara globin dengan heme
( Masrizal, 2007).
Anemia Defisiensi besi adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan zat besi dalam
darah, artinya konsentrasi hemoglobin dalam darah berkurang karena terganggunya
pembentukan sel-sel darah merah akibat kurangnya kadar zat besi dalam darah. Jika simpanan
zat besi dalam tubuh seseorang sudah sangat rendah berarti orang tersebut mendekati anemia
walaupun belum ditemukan gejala-gejala fisiologis. Simpanan zat besi yang sangat rendah
lambat laun tidak akan cukup untuk membentuk sel-sel darah merah di dalam sumsum tulang
sehingga kadar hemoglobin terus menurun di bawah batas normal, keadaan inilah yang disebut
anemia gizi besi ( Masrizal, 2007). Menurut Evatt dalam Masrizal ( 2007) anemia defisiensi besi
adalah anemia yang disebabkan oleh berkurangnya cadangan besi tubuh. Keadaan ini ditandai
dengan menurunnya saturasi transferin, berkurangnya kadar feritin serum atau hemosiderin
sumsum tulang. Secara morfologis keadaan ini diklasifikasikan sebagai anemia mikrositik
hipokrom disertai penurunan kuantitatif pada sintesis hemoglobin.
Defisiensi besi merupakan penyebab utama anemia. Wanita usia subur sering mengalami
anemia, karena kehilangan darah sewaktu menstruasi dan peningkatan kebutuhan besi sewaktu
hamil. Anemia defisiensi zat besi (kejadian 62,30%) adalah anemia dalam kehamilan yang paling
sering terjadi dalam kehamilan akibat kekurangan zat besi. Kekurangan ini disebabkan karena
kurang masuknya unsur zat besi dalam 7 makanan, gangguan reabsorbsi, dan penggunaan terlalu
banyaknya zat besi. Anemia Megaloblastik (kejadian 29,00%), dalam kehamilan adalah anemia
yang disebabkan karena defisiensi asam folat. Anemia Hipoplastik (kejadian 8, 0%) pada wanita
hamil adalah anemia yang disebabkan karena sumsum tulang kurang mampu membuat sel-sel
darah merah. Dimana etiologinya belum diketahui dengan pasti kecuali sepsis, sinar rontgen,
racun dan obat-obatan. Anemia Hemolitik (kejadian 0,70%), yaitu anemia yang disebabkan
karena penghancuran sel darah merah berlangsung lebih cepat, yaitu penyakit malaria
( Wiknjosastro, 2005 ; Mochtar, 2004 ).
Penyebab anemia umunya adalah kurang gizi, kurang zat besi, kehilangan darah saat
persalinan yang lalu, dan penyakit – penyakit kronik (Mochtar, 2004). Dalam kehamilan
penurunan kadar hemoglobin yang dijumpai selama kehamilan disebabkan oleh karena dalam
kehamilan keperluan zat makanan bertambah dan terjadinya perubahan-perubahan dalam darah :
penambahan volume plasma yang relatif lebih besar daripada penambahan massa hemoglobin
dan volume sel darah merah. Darah bertambah banyak dalam kehamilan yang lazim disebut
hidremia atau hipervolemia. Namun bertambahnya sel-sel darah adalah kurang jika dibandingkan
dengan bertambahnya plasma sehingga terjadi pengenceran darah. Di mana pertambahan
tersebut adalah sebagai berikut : plasma 30%, sel darah 18%, dan hemoglobin 19%. Pengenceran
darah dianggap sebagai penyesuaian diri secara fisiologi dalam kehamilan dan bermanfaat bagi
wanita hamil tersebut. Pengenceran ini meringankan beban jantung yang harus 8 bekerja lebih
berat dalam masa hamil, karena sebagai akibat hipervolemia tersebut, keluaran jantung (cardiac
output) juga meningkat. Kerja jantung ini lebih ringan apabila viskositas darah rendah. Resistensi
perifer berkurang pula, sehingga tekanan darah tidak naik (Wiknjosastro, 2005 ). Selama hamil
volume darah meningkat 50 % dari 4 ke 6 L, volume plasma meningkat sedikit menyebabkan
penurunan konsentrasi Hb dan nilai hematokrit. Penurunan ini lebih kecil pada ibu hamil yang
mengkonsumsi zat besi. Kenaikan volume darah berfungsi untuk memenuhi kebutuhan perfusi
dari uteroplasenta. Ketidakseimbangan antara kecepatan penambahan plasma dan penambahan
eritrosit ke dalam sirkulasi ibu biasanya memuncak pada trimester kedua ( Smith et al., 2010 ).
Pola makan adalah pola konsumsi makan sehari-hari yang sesuai dengan kebutuhan gizi
setiap individu untuk hidup sehat dan produktif. Untuk dapat mencapai keseimbangan gizi maka
setiap orang harus menkonsumsi minimal 1 jenis bahan makanan dari tiap golongan bahan
makanan yaitu Karbohidrat, protein hewani dan nabati, sayuran, buah dan susu.( Bobak, 2005 ).
Seringnya ibu hamil mengkonsumsi makanan yang mengandung zat yang menghambat
penyerapan zat besi seperti teh, kopi, kalsium ( Kusumah, 2009 ). Wanita hamil cenderung
terkena anemia pada triwulan III karena pada masa ini janin menimbun cadangan zat besi untuk
dirinya sendiri sebagai persediaan bulan pertama setelah lahir ( Sin sin, 2008). Pada penelitian
Djamilus dan Herlina (2008) menunjukkan adanya kecendrungan bahwa semakin kurang baik
pola 9 makan, maka akan semakin tinggi angka kejadian anemia. Hasil uji statistic juga
menunjukkan kebermaknaan (p > 0.05).
Faktor umur merupakan faktor risiko kejadian anemia pada ibu hamil. Umur seorang ibu
berkaitan dengan alat – alat reproduksi wanita. Umur reproduksi yang sehat dan aman adalah
umur 20 – 35 tahun. Kehamilan diusia < 20 tahun dan diatas 35 tahun dapat menyebabkan
anemia karena pada kehamilan diusia < 20 tahun secara biologis belum optimal emosinya
cenderung labil, mentalnya belum matang sehingga mudah mengalami keguncangan yang
mengakibatkan kurangnya perhatian terhadap pemenuhan kebutuhan zat – zat gizi selama
kehamilannya. Sedangkan pada usia > 35 tahun terkait dengan kemunduran dan penurunan daya
tahan tubuh serta berbagai penyakit yang sering menimpa diusia ini. Hasil penelitian didapatkan
bahwa umur ibu pada saat hamil sangat berpengaruh terhadap kajadian anemia (Amirrudin dan
Wahyuddin, 2004).
Ibu hamil yang kurang patuh mengkonsumsi tablet Fe mempunyai risiko 2,429 kali lebih
besar untuk mengalami anemia dibanding yang patuh konsumsi tablet Fe (Jamilus dan Herlina
2008 ). Kepatuhan menkonsumsi tablet Fe diukur dari ketepatan jumlah tablet yang dikonsumsi,
ketepatan cara mengkonsumsi tablet Fe, frekuensi konsumsi perhari. Suplementasi besi atau
pemberian tablet Fe merupakan salah satu upaya penting dalam mencegah dan menanggulangi
anemia, khususnya anemia kekurangan besi. Suplementasi besi merupakan cara efektif karena
kandungan besinya yang dilengkapi asam folat yang sekaligus dapat mencegah anemia karena
kekurangan asam folat (Depkes, 2009). 10 Konsumsi tablet besi sangat dipengaruhi oleh
kesadaran dan kepatuhan ibu hamil. Kesadaran merupakan pendukung bagi ibu hamil untuk
patuh mengkonsumsi tablet Fe dengan baik. Tingkat kepatuhan yang kurang sangat dipengaruhi
oleh rendahnya kesadaran ibu hamil dalam mengkonsumsi tablet besi, inipun besar kemungkinan
mendapat pengaruh melalui tingkat pengetahuan gizi dan kesehatan. Kepatuhan ibu hamil
mengkonsumsi tablet besi tidak hanya dipengaruhi oleh kesadaran saja, namun ada beberapa
faktor lain yaitu bentuk tablet, warna, rasa dan efek samping seperti mual, konstipasi
(Simanjuntak, 2004).
Pemeriksaan Antenatal adalah pelayanan kesehatan bagi ibu hamil dan janinnya oleh
tenaga profesional meliputi pemeriksaan kehamilan sesuai dengan standar pelayanan yaitu
minimal 4 kali pemeriksaan selama kehamilan, 1 kali pada trimester satu, 1 kali pada trimester II
dan 2 kali pada trimester III. Dengan pemeriksaan antenatal kejadian anemia pada ibu dapat
dideteksi sedini mungkin sehingga diharapkan ibu dapat merawat dirinya selama hamil dan
mempersiapkan persalinannya. Namun dalam penelitian Amirrudin dan Wahyuddin ( 2004 )
menyatakan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pemeriksaan ANC dengan kejadian
anemia pada ibu hamil. Paritas adalah jumlah anak yang telah dilahirkan oleh seorang ibu baik
lahir hidup maupun lahir mati. Seorang ibu yang sering melahirkan mempunyai risiko
mengalami anemia pada kehamilan berikutnya apabila tidak memperhatikan kebutuhan nutrisi.
Karena selama hamil zat – zat gizi akan terbagi untuk ibu dan untuk janin yang dikandungnya.
Berdasarkan hasil analisis 11 didapatkan bahwa tidak terdapat hubungan antara paritas dengan
kejadian anemia pada ibu hamil, ibu hamil dengan paritas tinggi mempunyai risiko 1.454 kali
lebih besar untuk mengalami anemia dibanding yang paritas rendah ( Djamilus dan Herlina,
2008) Jarak kelahiran yang terlalu dekat dapat menyebabkan terjadinya anemia. Hal ini
dikarenakan kondisi ibu masih belum pulih dan pemenuhan kebutuhan zat gizi belum optimal,
sudah harus memenuhi kebutuhan nutrisi janin yang dikandung ( Wiknjosastro, 2005; Mochtar,
2004). Jarak kelahiran mempunyai risiko 1,146 kali lebih besar terhadap kejadian anemia
( Amirrudin dan Wahyuddin, 2004)
Gejala anemia pada ibu hamil Ibu hamil dengan keluhan lemah, pucat, mudah pingsan,
dengan tekanan darah dalam batas normal, perlu dicurigai anemia defisiensi besi. Dan secara
klinis dapat dilihat tubuh yang pucat dan tampak lemah (malnutrisi). Guna memastikan seorang
ibu menderita anemia atau tidak, maka dikerjakan pemeriksaan kadar Hemoglobin dan
pemeriksaan darah tepi. Pemeriksaan Hemoglobin dengan spektrofotometri merupakan standar
( Wiknjosastro, 2005). Proses kekurangan zat besi sampai menjadi anemia melalui beberapa
tahap: awalnya terjadi penurunan simpanan cadangan zat besi dalam bentuk fertin di hati, saat
konsumsi zat besi dari makanan tidak cukup, fertin inilah yang diambil. Daya serap zat besi dari
makanan sangat rendah, Zat besi pada pangan hewan lebih tinggi penyerapannya yaitu 20 – 30 %
sedangkan dari sumber nabati 1-6 %. Bila terjadi anemia, kerja jantung akan dipacu lebih cepat
untuk 12 memenuhi kebutuhan O2 ke semua organ tubuh, akibatnya penderita sering berdebar
dan jantung cepat lelah. Gejala lain adalah lemas, cepat lelah, letih, mata berkunang kunang,
mengantuk, selaput lendir , kelopak mata, dan kuku pucat (Sin sin, 2008).
Anemia pada ibu hamil dan penentuan kadar hemoglobin Ibu hamil dikatakan anemia
bila kadar hemoglobin atau darah merahnya kurang dari 11,00 gr%. Menururt Word Health
Organzsation (WHO) anemia pada ibu hamil adalah kondisi ibu dengan kadar Hb < 11 % .
Anemia pada ibu hamil di Indonesia sangat bervariasi, yaitu: Tidak anemia : Hb >11 gr%,
Anemia ringan : Hb 9-10.9 gr%, Anemia sedang : Hb 7-8.9 gr%, Anemia berat : Hb < 7 gr%
( Depkes, 2009 ; Shafa, 2010 ; Kusumah, 2009 ). Pengukuran Hb yang disarankan oleh WHO
ialah dengan cara cyanmet, namun cara oxyhaemoglobin dapat pula dipakai asal distandarisir
terhadap cara cyanmet. Sampai saat ini baik di Puskesmas maupun di Rumah Sakit masih
menggunakan alat Sahli. Dan pemeriksaan darah dilakukan tiap trimester dan minimal dua kali
selama hamil yaitu pada trimester I dan trimester III ( Depkes , 2009; Kusumah, 2009 ). Metoda
Cyanmethemoglobin ini cukup teliti dan dianjurkan oleh International Committee for
Standardization in Hemathology (ICSH). Menurut cara ini darah dicampurkan dengan larutan
drapkin untuk memecah hemoglobin menjadi cyanmethemoglobin, daya serapnya kemudian
diukur pada 540 mm dalam kalorimeter fotoelekrit atau spektrofotometer. Cara penentuan Hb
yang banyak dipakai di Indonesia ialah Sahli. Cara ini untuk di lapangan cukup 13 sederhana tapi
ketelitiannya perlu dibandingkan dengan cara standar yang dianjurkan WHO (Masrizal, 2007).
Diketahui bahwa 10% - 20% ibu hamil di dunia menderita anemia pada kehamilannya. Di
dunia 34 % terjadi anemia pada ibu hamil dimana 75 % berada di negara sedang berkembang
(WHO, 2005 dalam Syafa, 2010). Prevalensi anemia pada ibu hamil di Negara berkembang 43 %
dan 12 % pada wanita hamil di daerah kaya atau Negara maju ( Allen, 2007 ). Di Indonesia
prevalensi anemia kehamilan relatif tinggi, yaitu 38% -71.5% dengan rata-rata 63,5%, sedangkan
di Amerika Serikat hanya 6% ( Syaifudin, 2006). Di Bali prevalensi anemia pada ibu hamil tahun
2007 yaitu 46,2 % (Ani dkk, 2007) Di RSUD Wangaya Kota Denpasar ibu hamil aterm dengan
anemia 25,6 % ( CM. RSUD Wangaya, 2010). Tingginya prevalensi anemia pada ibu hamil
sebagian besar penyebabnya adalah kekurangan zat besi yang diperlukan untuk pembentukan
hemoglobin (Saifudin, 2006 dan Saspriyana, 2010). Kematian ibu akibat anemia di beberapa
Negara berkembang berkisar 27 per kelahiran hidup ( KH ) di India, dan 194 per 100 000
kelahiran hidup di Pakistan ( Allen, 2007 ). Menurut WHO 40% kematian ibu di negara
berkembang berkaitan dengan anemia dalam kehamilan. (Saifudin, 2006 dan Saspriyana, 2010).
Sedangkan di Kota Denpasar tahun 2008 kematian ibu 42 per KH dan 20 % disebabkan oleh
karena anemia (Profil Kesehatan Kota Denpasar , 2008 ).
Masalah yang dihadapi pemerintah Indonesia adalah masih tingginya prevalensi anemia
pada ibu hamil dan sebagian besar penyebabnya adalah kekurangan zat 14 besi untuk
pembentukan haemoglobin. Keadaan kekurangan zat besi pada ibu hamil akan menimbulkan
gangguan atau hambatan pada pertumbuhan baik sel tubuh maupun sel otak janin ( Depkes ,
2009) . 2.1.6 Transfer zat besi ke janin Menrut Allen ( 2007) Transfer zat besi dari ibu ke janin di
dukung oleh peningkatan substansial dalam penyerapan zat besi ibu selama kehamilan dan diatur
oleh plasenta. Serum fertin meningkat pada umur kehamilan 12 – 25 minggu, Kebanyakan zat
besi ditransfer ke janin setelah umur kehamilan 30 minggu yang sesuai dengan waktu puncak
efisiensi penyerapan zat besi ibu. Serum transferin membawa zat besi dari sirkulasi ibu untuk
transferin reseptor yang terletak pada permukaan apikal dan sinsitiotropoblas plasenta,
holotransferin adalah endocytosied ; besi dilepaskan dan apotransferin dikembalikan ke sirkulasi
ibu. Zat besi kemudian bebas mengikat fertin dalam sel – sel plasenta yang akan dipindahkan ke
apotransferrin yang masuk dari sisi plasenta dan keluar sebagai holotransferrin ke dalam sirkulasi
janin. Plasenta sebagai transfortasi zat besi dari ibu ke janin. Ketika status gizi ibu yang kurang,
jumlah reseptor transferrin plasenta meningkat sehingga zat besi lebih banyak diambil oleh
plasenta dan ditransfortasi untuk janin serta zat besi yang berlebihan untuk janin dapat dicegah
oleh sintesis plasenta fertin.
Anemia dalam kehamilan memberi pengaruh kurang baik bagi ibu, baik dalam
kehamilan, persalinan, maupun nifas dan masa selanjutnya. Penyulitpenyulit yang dapat timbul
akibat anemia adalah : keguguran (abortus), kelahiran 15 prematurs, persalinan yang lama akibat
kelelahan otot rahim di dalam berkontraksi (inersia uteri), perdarahan pasca melahirkan karena
tidak adanya kontraksi otot rahim (atonia uteri), syok, infeksi baik saat bersalin maupun pasca
bersalin, serta anemia yang berat (< 11 gr % mempunyai hubungan yang bermakna dengan
kejadian partus lama. Ibu yang mengalami kejadian anemia memiliki risiko mengalami partus
lama 1,681 kali lebih besar dibandingkan dengan ibu yang tidak anemia tapi tidak bermakna
secara statistik. Ini diduga karena terjadi ketidakseragaman pengambilan kadar Hb dan pada
kontrolnya ada yang kadar Hb nya diambil pada trimester 1 dan bisa saja pada saat itu ibu sedang
anemia.
Ibu hamil yang anemia bisa mengalami gangguan his/gangguan mengejan yang
mengakibatkan partus lama. Kavle et al, ( 2008) pada penelitianya menyatakan bahwa
perdarahan pada ibu setelah melahirkan berhubungan dengan anemia pada kehamilan 32 minggu.
Kehilangan darah lebih banyak pada anemia berat dan kehilangan meningkat sedikit pada wanita
anemia ringan dibandingkan dengan ibu yang tidak anemia . 17 Pertumbuhan plasenta dan janin
terganggu disebabkan karena terjadinya penurunan Hb yang diakibatkan karena selama hamil
volume darah 50 % meningkat dari 4 ke 6 L, volume plasma meningkat sedikit yang
menyebabkan penurunan konsentrasi Hb dan nilai hematokrit. Penurunan ini akan lebih kecil
pada ibu hamil yang mengkonsumsi zat besi. Kenaikan volume darah berfungsi untuk memenuhi
kebutuhan perfusi dari plasenta dan untuk penyediaan cadangan saat kehilangan darah waktu
melahirkan. Selama kehamilan rahim, plasenta dan janin memerlukan aliran darah yang cukup
untuk memenuhi kebutuhan nutrisi (Smitht et al., 2010 ).
Pertumbuhan janin yang lambat, kekurangan gizi pada janin, kelahiran prematur dan
berat badan bayi lahir yang rendah, yaitu sebesar 38,85%, merupakan penyebab kematian bayi.
Sedangkan penyebab lainnya yang cukup banyak terjadi adalah kejadian kurangnya oksigen
dalam rahim (hipoksia intrauterus) dan kegagalan nafas secara spontan dan teratur pada saat lahir
atau beberapa saat setelah lahir (asfiksia lahir), yaitu 27,97%. Hal ini menunjukkan bahwa
66,82% kematian perinatal dipengaruhi pada kondisi ibu saat melahirkan.
Jika dilihat dari golongan sebab sakit, kasus obstetri terbanyak pada tahun 2005 adalah
disebabkan penyulit kehamilan, persalinan dan masa nifas lainnya yaitu 56,09% ( Depkes,
2009 ). Budwiningtjastuti dkk. ( 2005) melakukan penelitian anemia pada ibu hamil tri wulan III
dan pengaruhnya terhadap kejadian rendahnya Scor Apgar, didapatkan hasil bahwa ibu hamil
dengan anemia < 11 gr % meningkatkan risiko rendahnya scor Apgar. Demikian pula penlitian
yang dilakukan di kabupaten 18 Labuan Batu oleh Simanjuntak ( 2008 ) meneliti hubungan
anemia pada ibu hamil dengan kejadian BBLR didapatkan 86 (53 %) anemia dari 162 kasus. Dan
yang melahirkan bayi dengan BBLR 36.0 %. Hasil penelitian Karafsahin et al. (2007)
menunjukkan bahwa ibu hamil dengan anemia , empat kali lebih berisiko melahirkan bayi
premature dan 1.9 kali berisiko melahirkan bayi berat lahir rendah (BBLR) dari pada ibu hamil
yang tidak anemia.
Pencegahan anemia pada ibu hamil dapat dilakukan antara lain dengan cara:
meningkatkan konsumsi zat besi dari makanan, mengkonsumsi pangan hewani dalam jumlah
cukup, namun karena harganya cukup tinggi sehingga masyarakat sulit menjangkaunya. Untuk
itu diperlukan alternatif yang lain untuk mencegah anemia gizi besi, memakan beraneka ragam
makanan yang memiliki zat gizi saling melengkapi termasuk vitamin yang dapat meningkatkan
penyerapan zat besi, seperti vitamin C. Peningkatan konsumsi vitamin C sebanyak 25, 50, 100
dan 250 mg dapat meningkatkan penyerapan zat besi sebesar 2, 3, 4 dan 5 kali. Buah-buahan
segar dan sayuran sumber vitamin C, namun dalam proses pemasakan 50 - 80 % vitamin C akan
rusak. Mengurangi konsumsi makanan yang bisa menghambat penyerapan zat besi seperti : fitat,
fosfat, tannin ( Wiknjosastro, 2005 ; Masrizal, 2007).
Penanganan anemia defisiensi besi adalah dengan preparat besi yang diminum (oral) atau
dapat secara suntikan (parenteral). Terapi oral adalah dengan pemberian preparat besi : fero
sulfat, fero gluconat, atau Na-fero bisitrat. Pemberian preparat 60 mg/hari dapat menaikkan
kadar Hb sebanyak 1 gr% per 19 bulan. Sedangkan pemberian preparat parenteral adalah dengan
ferum dextran sebanyak 1000 mg (20 ml) intravena atau 2×10 ml secara intramuskulus, dapat
meningkatkan hemoglobin relatif cepat yaitu 2gr%. Pemberian secara parenteral ini hanya
berdasarkan indikasi, di mana terdapat intoleransi besi pada traktus gastrointestinal, anemia yang
berat, dan kepatuhan pasien yang buruk. Pada daerah-daerah dengan frekuensi kehamilan yang
tinggi dan dengan tingkat pemenuhan nutrisi yang minim, seperti di Indonesia, setiap wanita
hamil haruslah diberikan sulfas ferosus atau glukonas ferosus sebanyak satu tablet sehari selama
masa kehamilannya.
Selain itu perlu juga dinasehatkan untuk makan lebih banyak protein dan sayur-sayuran
yang mengandung banyak mineral serta vitamin (Sasparyana, 2010 ; Wiknjosastro 2005).
Kenaikan volume darah selama kehamilan akan meningkatkan kebutuhan Fe atau Zat Besi.
Jumlah Fe pada bayi baru lahir kira-kira 300 mg dan jumlah yang diperlukan ibu untuk
mencegah anemia akibat meningkatnya volume darah adalah 500 mg. Selama kehamilan seorang
ibu hamil menyimpan zat besi kurang lebih 1.000 mg termasuk untuk keperluan janin, plasenta
dan hemoglobin ibu sendiri. Kebijakan nasional yang diterapkan di seluruh Pusat Kesehatan
Masyarakat adalah pemberian satu tablet besi sehari sesegera mungkin setelah rasa mual hilang
pada awal kehamilan. Tiap tablet mengandung FeSO4 320 mg (zat besi 60 mg) dan asam folat
500 µg, minimal masing-masing 90 tablet. Tablet besi sebaiknya tidak diminum bersama teh atau
kopi, karena akan mengganggu penyarapannya ( Depkes RI, 2009). Menurut Shafa (2010)
kebutuhan Fe selama 20 ibu hamil dapat diperhitungkan untuk peningkatan jumlah darah ibu 500
mgr, pembentukan plasenta 300 mgr, pertumbuhan darah janin 100 mgr. Sloan et al. ( 1992) ;
cook & Redy ( 1996), dan Yp ( 1996) dalam Galegos (2000) membuktikan bahwa suplemen zat
besi dapat meningkatkan kadar hemoglobin selama kehamilan.
Sedangkan Brien et al. ( 1999) menyatakan dengan suplemen Fe dibuktikan serum feritin
lebih meningkat secara signifikan disamping itu serum besi lebih tinggi ditemukan pada
kelompok pemberian Fe dibandingkan kelompok kontrol.
BAB III
ANALISIS SITUASI
Luas Jumlah
No
Nama Desa Wilayah Penduduk
.
(km2) (Jiwa)
1 Sedong Kidul 3,4 5053
2 Sedong Lor 4,1 4027
3 Windujaya 2,4 4025
4 Winduhaji 2,8 3206
5 Karangwuni 4,2 5175
6 Kertawangun 3,0 3626
7 Panambangan 2,9 4222
8 Panongan 2,5 4800
9 Panongan Lor 2,2 4592
10 Putat 2,7 5739
Jumlah 26,8 44465
Berdasarkan tabel 3.1 dapat dilihat bahwa wilayah kerja UPT Puskesmas Sedong
mencakup 10 (sepuluh) desa dan jumlah penduduk totalnya 44.465 jiwa. Jumlah penduduk
terbanyak ada di desa Putat yaitu 5739 jiwa, sedangkan jumlah penduduk paling sedikit
ada di desa Winduhaji yakni 3206 jiwa.
3.2 Lokasi
Kegiatan Mini Project dilaksanakan di KIA puskesmas sedong dan desa – desa
cakupan wilayah kerja Puskesmas sedong, Kabupaten Cirebon.
3.3 Waktu
Kegiatan intervensi Mini Project dilaksanakan pada bulan Januari 2016.
Survei yang dilakukan dalam tahap pengenalan medan menggunakan metode wawancara
dengan instrumen kuesioner yang dilakukan pada ibu-ibu hamil dengan anemia di wilayah kerja
Puskesmas Sedong, Kabupaten Cirebon.
Tahapan diagnosis intervensi mini project dilakukan melalui suatu lokakarya dengan
wakil dari puskesmas dan masyarakat dengan metode presentasi dan diskusi untuk menganalisis
hasil dari pengenalan medan dan mengidentifikasi prioritas masalah yang perlu ditangani dalam
masyarakat.
Terapi intervensi mini project adalah intervensi secara langsung dengan pembuatan
program dan penyuluhan bagi masyarakat sebagai solusi dari permasalahan yang telah
diidentifikasi pada tahap diagnosis intervensi.
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
BAB 5
PEMBAHASAN
Cakupan Tablet Kejadian
Bulan Total Ibu Hamil Fe Anemia
Jan'15 97 97 0
Feb'15 96 96 1
Mar'15 95 95 5
Apr'15 84 84 4
Mei'15 83 83 3
Jun'15 94 94 4
Jul'15 89 89 3
Agus'15 88 88 5
Okt'15 91 91 12
Nov'15 89 89 6
Des'15 94 95 5
Tabel 5.1 Data Ibu Hamil yang Terkena Anemia di Puskesmas Sedong
Dari data awal yang didapat total ibu hamil sebanyak orang, dengan total ibu hamil dengan
anemia dari januari 2015 – desember 2015 sebanyak orang di Puskesmas Sedong. Sedangkan
jumlah ibu hamil dengan anemia dari bulan desember 2015 – januari 2016 sebanyak orang. Data
ini terbatas karena penulis hanya membagikan kuesioner pada ibu hamil yang kontrol
kehamilannya di Puskesmas Sedong, Kabupaten Cirebon
5.1 Hubungan Umur Ibu dengan Kejadian Anemia Gizi Ibu Hamil
< 20 tahun 2
20 – 35 tahun 5
> 35 tahun 3
Tabel 5.2 menunjukan analisis hubungan umur ibu dengan kejadian anemia dan
responden yang paling banyak menderita anemia adalah responden dengan umur < 20
tahun dan >35 tahun sebanyak 5 orang dan pada umur 20-35 tahun sebanyak 5 orang
yang menderita anemia.
Umur seorang ibu berkaitan dengan alat – alat reproduksi wanita. Umur reproduksi yang
sehat dan aman adalah umur 20 – 35 tahun. Kehamilan diusia < 20 tahun dan diatas 35 tahun
dapat menyebabkan anemia karena pada kehamilan diusia < 20 tahun secara biologis belum
optimal emosinya cenderung labil, mentalnya belum matang sehingga mudah mengalami
keguncangan yang mengakibatkan kurangnya perhatian terhadap pemenuhan kebutuhan zat –
zat gizi selama kehamilannya. Sedangkan pada usia > 35 tahun terkait dengan kemunduran dan
penurunan daya tahan tubuh serta berbagai penyakit yang sering menimpa diusia ini.
Hasil analisis didapatkan bahwa umur ibu pada saat hamil sangat berpengaruh terhadap
kajadian anemia.
5.2 Hubungan Pendidikan Ibu dengan Kejadian Anemia Gizi Ibu Hamil
SD 2
SMP 6
SMA 2
Sarjana 0
Tabel 5.3 menunjukan analisis hubungan pendidikan ibu dengan kejadian anemia dan
responden yang paling banyak menderita anemia adalah responden dengan pendidikan
terakhir SMP sebanyak 6 orang dan yang paling sedikit adalah SD dan SMA sebanyak 2
orang yang menderita anemia.
5.3 Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Anemia dengan Kejadian Anemia Ibu Hamil
Tahu 9
Tidak Tahu 1
Tabel 5.4 menunjukan analisis hubungan pengetahuan ibu dengan kejadian anemia dan
responden yang paling banyak menderita anemia adalah responden yang mengetahui
sebanyak 9 orang dan yang tidak mengetahui sebanyak 1 orang yang menderita anemia.
5.4 Hubungan Asupan Tablet Tambah Darah ( TTD ) dengan Kejadian Anemia Ibu
Hamil
Iya 8
Tidak 2
Tabel 5.7 menunjukan analisis hubungan asupan tablet tambah darah dengan kejadian
anemia dan responden yang paling banyak menderita anemia adalah responden yang
meminum TTD sebanyak 8 orang.
Dari 23 ibu hamil yang mengalami anemia, banyak dari mereka yang tahu tentang anemia
namun tidak mengetahui bahaya dari anemia pada ibu hamil. Banyak dari mereka yang tidak
meminum obat Tablet Tambah Darah (TTD) dengan alasan lupa meminum, malas meminum,
dan masih percaya pada mitos kalau ibu hamil meminum tablet tambah darah maka akan
menyebabkan tekanan darah tinggi.
Pengetahuan manfaat
tabet besi
Skema Peran tenaga kesehatan untuk meningkatkan kepatuhan konsumsi tablet besi
Obat harus dihabisin
Obat diminum
Memberikan
informasi
Tidak dijelaskan tentang tablet
manfaat tablet besi besi
Peran tenaga
Tidak diberitahu waktu
kesehatan untuk
minum tablet besi
meningkatkan
Tablet besi tidak
kepatuhan
dihabiskan tidak apa -
konsumsi tablet
apa
besi
Pasien banyak
Sikap tenaga
Menjelaskan terburu
kesehatan saat
buru
komunikasi
Tidak mengerti
Tinjauan literature :
Blais, Hayes, Kozier
and Erb (2004)
tentang komunikasi
verbal dan non verbal
5.7 Bentuk dukungan social pada ibu hamil dalam mengkonsumsi tablet besi
5.7.1. Bentuk Dukungan Fisik
Sembilan dari sepuluh partisipan mendapatkan dukungan fisik dari suami/keluarga
untuk mengkonsumsi tablet besi. Bentuk dukungan fisik yang diperoleh pertisipan seperti
mengambilkan air saat minum obat, membelikan pisang, mengambilkan obat. Tetapi satu dari
sepuluh tidak mendapat dukungan dari suami.
Skemabentuk
Mengambil air social pada ibu hamil dalam mengkonsumsi tablet besi
dukungan
Membelikan pisang
sepulang kerja
Mengambilkan tablet
besi
Membuat teh
Dukungan
fisik
Peran suami/keluarga
Mengambilkan obat
dari tas
Pulang kerja beli
pisang
Mengambilkan air Bentuk
Membuatan teh dukungan
social untuk
mengkonsumsi
tablet besi
Suami suka
mengingatkan untuk Dukungan
minum obat Emosional
Suami sms untuk
minum tambah darah
Suami sms Tinjauan
literature :
Santrock (2007)
tentang jenis
dukungan sosial
Harapan terhadap
Periksa pasien pelan- Keadaan saat pelayanan tenaga
pelan jangan buru-buru pelayanan kesehatan
Suhu ruangan yang
lebih sejuk
Kalau bidannya
senyum jadi lebih
tenang Sikap tenaga
Kalau di bidan praktik kesehatan
ada obat yang nga Blais, Hayes,
bikin mual Kozier, Erb (2002)
Di bidan raktik lebih tentang peranan
ramah tenaga kesehatan
Skema Kepatuhan ibu hamil dalam mengkonsumsi tablet besi dengan angka kejadian anemia
Faktor Eksternal
Pendidikan
Pengetahuan Komunikasi tenaga
kesehatan dengan ibu
hamil
Dalam kegiatan penyuluhan tentang Anemia Gizi pada Ibu Hamil pada tanggal 21 Januari
2016 maka untuk menindak lanjuti program terapi intervensi yang telah dilaksanakan,
seharusnya perlu dilaksanakan sebuah kegiatan evaluasi tahap awal untuk memantau sejauh
mana tingkat partisipasi masyarakat terutama ibu-ibu hamil di Puskesmas Sedong. Tetapi
kegiatan evaluasi ini belum dapat dilaksanakan dikarenakan evaluasi program pemantauan
anemia gizi pada ibu hamil harus dipantau lebih lanjut dan melihat berkurangnya jumlah ibu
hamil yang menderita anemia. Kegiatan evaluasi ini dilaksanakan untuk menilai keberhasilan
program terapi intervensi.
Hasil kegiatan ini belum dapat dievaluasi dikarenakan evaluasi program pemantauan
anemia gizi pada ibu hamil harus dipantau lebih lanjut dan melihat berkurangnya jumlah ibu
hamil yang menderita anemia.
BAB 7
7.1 Kesimpulan
Anemia gizi didefinisikan sebagai suatu kondisi kadar haemoglobiin (Hb) darah lebih
rendah daripada nilai normal untuk kelompok yang bersangkutan, penyebab utama anemia
adalah rendahnya kadar zat besi, merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia yang
sampai pada saat ini prevalensinya masih sangat tinggi.
Berdasarkan hasil analisis status kesehatan ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Sedong
didapatkan :
1. Umur ibu kurang dari 20 tahun dan lebih 35 tahun berisiko lebih besar untuk menderita
anemia
2. Pendidikan tidak berisiko untuk menderita anemia
3. Pengetahuan hamil tidak berisiko untuk menderita anemia
4. Kepatuhan asupan Tablet Tambah Darah (TTD) tidak berisiko lebih besar untuk
menderita anemia.
Pemicu utama terjadinya anemia gizi di Indonesia adalah kurangnya zat besi yang
diperlukan untuk pembentukan sel darah merah haemoglobin (Hb) menyebabkan
kurangnya oksigen yang dibutuhkan untuk disuplai dan dialirkan ke sel-sel tubuh maupun
sel otak, sehingga menimbulkan gejala : letih, lesu dan cepat merasa lelah, dengan akibat
selanjutnya pada pekerja wanita adalah rendahnya tingkat produktifitas.
Keyakinan tentang tablet besi dan kehamilan yaitu efek tablet besi yang bau amis
akan menyebabkan ibu mual. Hal ini yang membuat ibu menjadi malas untuk
mengkonsumsi tablet besi.