Anda di halaman 1dari 16

B.

Sekolah Aman
1. Pengertian Sekolah Aman
Aman adalah situasi dimana seseorang bebas dari bahaya dan rasa takut.
Dengan demikian, sekolah aman adalah lembaga pendidikan yang
warganya bebas dari bahaya baik secara internal maupun eksternal.
Pada prinsipinya sekolah aman dapat dibedakan menjadi dua hal, yakni
aman secara jasmani (fisik) dan rohani (mental). Prinsip-prinsip sekolah
aman dapat dilihat dari beberapa indikator, seperti warganya bebas rasa
takut dari segala ancaman keamanan sekolah, memiliki komitmen
terhadap budaya aman, suasana kondusif untuk belajar, hubungan antar
warga sekolah positif, sadar terhadap resiko bencana, lingkungan fisik
(gedung, halaman dan ruang, ruang kelas) dibangun dengan
mempertimbangkan faktor keamanan warganya, memiliki rencana yang
matang dan mampu sebelum, saat, dan sesudah bencana dan selalu siap
untuk merespon pada saat darurat dan bencana terjadi, dan sebagainya.

2. Standar Sekolah Aman

1. Bebas dari intimidasi dan tindak kekerasan (bullying) baik yang


berasal dari dalam lingkungan  maupun luar lingkungan sekolah
2. Bebas dari rasa sentimen yang bersifat suku,   agama ras antar
golongan  (SARA).
3. Bebas dari pengaruh narkotika, obat-obat terlarang dan zat-zat
adaptif (narkoba), serta minum-minuman keras (miras).
4. Bebas dari rokok dan asap rokok
5. Bebas dari pornografi dan pornoaksi.
6. Bebas dari pelecehan seksual baik dari dalam maupun dari luar
sekolah.
7. Bebas dari pemerasan baik yang berasal dari dalam lingkungan
sekolah maupun luar sekolah.
8. Bebas dari rasa khawatir kehilangan sesuatu benda atau barang yang
dibawa ke sekolah.
9. Bebas dari pengaruh pemikiran yang tidak sesuai ajaran agama,
budaya, dan nilai-nilai kehidupan sosial baik yang berasal dari dalam
lingkungan sekolah maupun luar lingkungan sekolah.
10. Aman dari bencana alam (gempa bumi dan tsunami, letusan gunung
api, angin topan, banjir dan longsor, kekeringan, kebakaran hutan
dan lahan).Aman dari bencana non alam (wabah penyakit, mal
praktik teknologi, kelaparan). Aman dari bencana sosial (kerusuhan
sosial, konflik sosial).
11. Aman dari praktik-praktik vandalisme (coret-coret yang tidak pada
tempat selayaknya) dan kekerasan visual (terhindar dari penempelan
gambar-gambar yang tidak edukatif di lingkungan sekolah.
12. Memiliki sarana prasarana yang memadai yang menjamin rasa aman
seluruh warga sekolah (seperti memiliki pagar dan pintu gerbang
yang dapat dikunci, kaca jendela yang tidak mudah pecah, dll.).
13. Memiliki aturan sekolah yang disepakati secara bersama-sama dan
dapat ditegakkan dengan baik.
14. Memiliki pendidikan pencegahan dan pengurangan resiko bencana.
15. Memiliki petugas keamanan yang dapat melaksanakan tugas dengan
baik.
16. Memiliki hubungan yang baik dengan kepolisian, TNI, tokoh
masyarakat, dan tokoh agama, lembaga lain yang mendukung
program keamanan sekolah.

C. Kegiatan untuk Mencapai Sekolah Aman


Untuk menuju sekolah aman perlu dilakukan program dan langkah-
langkah strategis terkait pembudayaan sekolah aman, baik secara mental
(rohani) maupun fisik (jasmani).

Untuk langkah aman terkait mental (rohani), sekolah dapat melakukan


berbagai langkah, meliputi:

1) Langkah Sekolah Aman dari penindasasn (bullying)


Tindakan penindasan saat ini lebih popular dengan istilah bullying.
Bullying adalah penggunaan kekerasan, ancaman atau paksaan untuk
menyalahgunakan atau mengintimidasi orang lain, baik secara psikis
maupun fisik.
Langkah-langkah untuk melindungi siswa dari perbuatan bullying adalah
sebagai berikut :

a) Mencari bantuan sekolah


Dengan meningkatnya jumlah kekerasan di sekolah baru-baru ini, sangat
penting bagi kita untuk menanggapi kekhawatiran anak dengan serius.
Selidikilah apakah  tindakan bullying  yang diterima masih dalam batas
wajar, atau kita harus membahasnya dengan guru.
Bicara pada pelaku bullying
Di balik tindakan berani mereka, para penindas pada dasarnya
pengecut. Mereka bertindak jahat dan menjatuhkan orang lain untuk
menutupi ketidak-amanan mereka sendiri dan kurangnya rasa percaya diri.
Bullying mudah dijinakkan ketika kekuasaan dan kontrol diambil.

b) Berdayakan siswa
 Berdiskusi dengan siswa untuk mengatasi  tindakan bullying yang tidak
terlalu parah. Misalnya, siswa diajak tidak mengabaikan ejekan atau
gangguan non fisik. Contoh lainnya adalah bersahabat dengan semua orang
lain sehingga ketika si penindas mulai beraksi, siswa memiliki teman-
teman yang membantu atau membelanya.

c) Menceritakan pengalaman kepada siswa.


Guru dapat menceritakan pengalamannya kepada siswa tentang
bullying. Hal Ini akan membantu siswa untuk keluar dari masalahnya
karena dia tidak sendirian dalam situasi seperti itu. 

d) Bentuk persahabatan di luar sekolah.


Upayakan siswa terlibat dalam kegiatan ekstrakurikuler seperti kursus,
kegiatan keagamaan, pramuka, dan lainnya di mana mereka bisa mencip-
takan kelompok sosial lain dan belajar keterampilan baru. Ini akan
membiasakan siswa untuk bersosialisasi dan lebih dapat menghadapi
situasi yang tidak menyenangkan.

e) Memberi perhatian dan memantau keadaan siswa dan si penindas.


Jika keadaan tidak membaik, hubungi pihak berwenang yang relevan dan
dapatkan penyelesaian terhadap masalahnya.

Untuk melindungi anak dari perbuatan bullying di lingkungan sekolah


perlu adanya optimalisasi peran guru bimbingan konseling dan koordinasi
antara guru mata pelajaran, wali kelas dan semua warga sekolah.

2) Langkah Sekolah Aman dari Tindak Kriminal:

 Optimalisasi peranan guru, sebagai pendidik, pengajar, dan


pembimbing;
 Optimalisasi Pelaksanaan Bimbingan Konseling;
 Optimalisasi Pendidikan Agama;
 Peningkatan kualitas hubungan orang tua dengan anak.
3) Langkah Sekolah Aman dari Asap Rokok

 Membuat aturan larangan merokok di lingkungan sekolah (Zero


Smoke Environment), karena asap rokok dapat merusak kesehatan
lingkungan. Dengan alasan asap rokok yang menempel di baju, sofa,
karpet, ataupun benda-benda lain yang ada di lingkungan sekitar
akan meninggalkan residu racun yang tidak baik apabila dihirup.
 Melakukan penolakan terhadap iklan, promosi dan kerjasama yang
dilakukan oleh perusahaan rokok dalam bentuk apapun, untuk
keperluan penyelenggaraan pendidikan. Dengan demikian, rokok
menjadi tidak lazim lagi berada di lingkungan sekolah (Denormalisasi
Rokok). Kegiatan CSR dari perusahaan rokok sesungguhnya
merupakan bentuk strategi untuk memperluas jaringan bisnis
perusahaan rokok tersebut.
 Memberlakukan larangan adanya billboard, reklame, pampflet dan
bentuk-bentuk iklan lainnya dari perusahaan rokok beredar atau
dipasang di lingkungan sekolah;
 Membuat larangan menjual rokok di kantin, toko, koperasi atau
bentuk penjualan lain di lingkungan sekolah;
 Memasang tanda Bebas Asap Rokok / daerah Bebas Asap Rokok di
lingkungan sekolah;

4) Langkah Sekolah agar Bebas dari Pornografi dan Pornoaksi, meliputi:

 Mengadakan sosialisasi tentang Undang-Undang Pornografi;


 Mengadakan razia tas siswa, HP (cek isi) dan buku/majalah baik
secara rutin maupun spontanitas;
 Menyeleksi buku-buku pelajaran dan buku referensi lainnya;
 Mengoptimalkan kegiatan pembiasaan seperti ceramah keagamaan;
 Menggunakan pakaian seragam sekolah sesuai dengan aturan yang
ditetapkan.

5) Langkah sekolah agar aman dari tindakan pelecehan seksualitas,


meliputi:

 Melakukan sosialisasi pendidikan seks yang layak dan tepat bagi


siswa;
 Memasang CCTV di beberapa titik yang dianggap rawan;
 Mengoptimalisasikan pendidikan agama dan karakter;
 Mengoptimalkan peran dan sistem pengawasan warga sekolah dalam
menjalankan fungsinya;
 Menyiapkan toilet tersendiri bagi laki-laki dan perempuan;

6) Langkah sekolah agar aman dari praktik-praktik vandalisme (coret-coret


yang tidak pada tempat selayaknya) dan kekerasan visual (terhindar dari
penempelan gambar-gambar yang tidak edukatif di lingkungan sekolah,
meliputi:

 Memberi ruang ekspresi pada siswa di tempat-tempat yang sesuai;


 Mengoptimalisasikan pendidikan agama dan karakter;
 Mengoptimalkan peran dan sistem pengawasan warga sekolah dalam
menjalankan fungsinya;
 Bekerja sama dengan warga di sekitar sekolah agar terhindar dari
visual-visual yang tidak mendidik baik itu dari iklan, lukisan, poster;
 Optimalisasi peran orang tua dalam memiliki tayangan edukatif bagi
siswa pada acara-acara televisi.
 Optimalisasi peran organisasi-organisasi keguruan, seperti PGRI,
MGMP, dan lain-lain dan organisasi kesiswaan seperti OSIS,
Pramuka, Jurnalistik, PMR, dan lain-lain.

7) Langkah sekolah aman dari bencana


Bencana datang kapan saja. Tak seorang pun yang mampu memprediksi
kapan waktu yang tepat bencana itu terjadi. Tsunami, Gunung meletus,
longsor, kebakaran hutan, kebakaran gedung, gempa bumi, banjir, dan
bencana alam lainnya datang seketika dan mampu meluluhlantakkan alam,
rumah, ladang, sawah, kebun, ternak, gedung-gedung, bahkan menghi-
langkan nyawa manusia. Untuk itu, manusia termasuk warga sekolah harus
terus waspada karena bencana dapat diprediksi dengan ilmu pengetahuan
dan tanda-tanda alam lainnya.
Tindakan sekolah untuk melakukan tanggap terhadap bencana merupakan
suatu keharusan sebagai upaya membangun kesiapsiagaan sekolah
terhadap bencana dalam rangka menggugah kesadaran seluruh unsur-
unsur dalam bidang pendidikan baik individu maupun kolektif di sekolah
dan lingkungan sekolah, baik itu sebelum, saat maupun setelah bencana
terjadi. Adapun tujuan dari tindakan tanggap bencana adalah :
 Membangun budaya siaga dan budaya aman disekolah dengan
mengembangkan jejaring bersama para pemangku kepentingan di
bidang penanganan bencana;
 Meningkatkan kapasitas institusi sekolah dan individu dalam
mewujudkan tempat belajar yang lebih aman bagi siswa, guru,
anggota komunitas sekolah serta komunitas di sekeliling sekolah;
 Menyebarluaskan dan mengembangkan pengetahuan kebencanaan
ke masyarakat luas melalui jalur pendidikan sekolah.

Setidaknya ada 12 indikator Sekolah Tanggap Bencana yang dipaparkan


Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB),  indikator tersebut
adalah :
Indikator untuk parameter pengetahuan   dan keterampilan;

 Pengetahuan mengenai jenis bahaya, sumber bahaya,  besaran


bahaya dan dampak bahaya serta tanda-tanda bahaya yang ada di
lingkungan sekolah;
 Akses bagi seluruh komponen sekolah untuk meningkatkan kapasitas
pengetahuan, pemahaman dan keterampilan kesiagaan (materi
acuan, ikut serta dalam pelatihan, musyawarah guru, pertemuan
desa, jambore siswa, dan sebagainya.).
 Pengetahuan sejarah bencana yang pernah terjadi di lingkungan
sekolah atau daerahnya;
 Pengetahuan mengenai kerentanan dan kapasitas yang dimiliki di
sekolah dan lingkungan sekitarnya;
 Pengetahuan tentang upaya yang bisa dilakukan untuk
meminimalkan risiko bencana di sekolah;
 Keterampilan seluruh komponen sekolah dalam menjalankan
rencana tanggap darurat;
 Adanya kegiatan simulasi regular;
 Sosialisasi dan pelatihan kesiagaan kepada warga sekolah dan
pemangku kepentingan sekolah. Adanya kebijakan, kesepakatan,
peraturan sekolah yang mendukung upaya kesiagaan di sekolah;
 Membimbing warga sekolah menyelamatkan diri apabila terjadi
kebakaran atau
 bencana lain.
 Membimbing warga sekolah menggunakan peralatan apabila terjadi
bencana.
 Mengambil langkah-langkah keselamatan untuk menghindari
kecelakan bencana.

Dengan demikian, sekolah tanggap bencana juga harus memiliki indikator


untuk parameter kebijakan, indikator untuk parameter rencana tanggap
darurat, dan indikator untuk Parameter Mobilisasi Sumberdaya. Terkait
dengan indikator untuk parameter kebijakan, sekolah harus memiliki
kebijakan, kesepakatan, peraturan sekolah yang mendukung upaya
kesiagaan di sekolah. Sedangkan, indikator untuk Parameter Rencana
Tanggap Darurat, meliputi:

 Adanya dokumen penilaian risiko bencana yang disusun bersama


secara partisipatif dengan warga sekolah dan pemangku kepentingan
sekolah;
 Adanya protokol komunikasi dan koordinasi;
 Adanya Prosedur Tetap Kesiagaan Sekolah yang disepakati dan
dilaksanakan oleh seluruh komponen sekolah;
 Kesepakatan dan ketersediaan lokasi evakuasi/shelter terdekat
dengan sekolah, serta disosialisasikan kepada seluruh komponen
sekolah dan orang tua siswa, masyarakat sekitar dan pemerintah
daerah;
 Dokumen penting sekolah digandakan dan tersimpan baik, agar tetap
ada, meskipun sekolah terkena bencana;
 Catatan informasi penting yang mudah digunakan seluruh komponen
sekolah, seperti pertolongan darurat terdekat, Puskesmas/rumah
sakit terdekat, dan aparat terkait;
 Adanya peta evakuasi sekolah, dengan tanda dan rambu yang
terpasang, yang mudah dipahami oleh seluruh komponen sekolah;
 Akses terhadap informasi bahaya, baik dari tanda alam, informasi
dari lingkungan, dan dari pihak berwenang (pemerintah daerah dan
BMKG);

Sementara itu, indikator untuk Parameter Mobilisasi Sumberdaya,


meliputi:

 Adanya Satuan Tanggap bencana sekolah termasuk perwakilan siswa.


 Adanya perlengkapan dasar dan suplai kebutuhan dasar pasca
bencana yang dapat segera dipenuhi, dan diakses oleh komunitas
sekolah, seperti alat pertolongan pertama serta evakuasi, obat-
obatan, terpal, tenda dan sumber air bersih.
 Pemantauan dan evaluasi partisipatif mengenai kesiagaan sekolah
secara rutin (menguji atau melatih kesiagaan sekolah secara berkala).
 Adanya kerjasama dengan pihak-pihak terkait penyelenggaraan
penanggulangan bencana, baik setempat (desa/kelurahan dan
kecamatan) maupun dengan BPBD/Lembaga pemerintah yang
bertanggung jawab terhadap koordinasi dan penyelenggaraan
penanggulangan bencana di kota/kabupaten.

Dengan begitu, jika terjadi bencana, sekolah yang telah memiliki indikator-
indikator di atas dapat segera melakukan langkah-langkah penyelamatan
bencana. Ada beberapa tindakan yang harus diperhatikan dalam
penyelamatan bila terjadi bencana, yakni:
a) Penyelamatan saat terjadi gempa bumi, meliputi:

 Bersikap tenang dan jangan panik agar dapat melakukan tindakan


penyelamatan diri dengan baik;
 Segera keluar ruang jika berada di dalam ruang. Carilah tempat yang
agak lapang agar tidak tertimpa pohon atau bangunan yang mungkin
runtuh;
 Saat berada di dalam gedung bertingkat atau bangunan yang tinggi,
kemungkinan untuk keluar sangat sulit dan membutuhkan waktu
yang lama, tindakan yang harus diambil adalah berlindung di bawah
meja atau tempat yang dapat menahan diri dari reruntuhan atau
jatuhnya benda–benda;
  Saat berada di jalan raya, kurangilah kecepatan kendaraan atau
berhentilah di pinggir jalan, namun usahakan tempat pemberhentian
jauh dari pohon, papan reklame, atau bangunan yang ada di sekitar
jalan;
  Saat berada di pusat keramaian, hindarkan diri dari berdesak-
desakan untuk keluar pintu. Lebih baik cari tempat berlindung yang
aman dari reruntuhan atau jatuhnya benda– benda.

b) Penyelamatan saat terjadi tsunami, meliputi:


 Apabila terjadi gempa, kemudian air laut surut secara tiba-tiba,
segeralah lari menjauh dari pantai dan cari tempat yang lebih tinggi
karena kemungkinkan tsunami akan terjadi;
 Jika gempa terjadi pada malam hari dengan kekuatan yang besar dan
kemungkinan aliran listrik dan saluran telekomunikasi akan terputus,
maka, jika hal itu terjadi dalam keadaan darurat segeralah mencari
bangunan bertingkat dan naik ke atas;
 Pemerintah memasang alat pemantau dini tsunami di pantai. Jika
terjadi gempa dan disertai dengan tsunami, alat itu akan
membunyikan suara sirine. Saat terdengar suara sirine segeralah
menjauh dari pantai dan mencari tempat yang tinggi.

c) Penyelamatan saat terjadi banjir, meliputi:

 Saat banjir sudah memasuki ruang, lebih baik mengungsi ke tempat


yang lebih aman.
 Perhatikan kebersihan tempat, makanan, dan minuman. Saat terjadi
banjir mudah sekali kuman penyakit tersebar dan berjangkit;
 Waspada terhadap lingkungan sekitar agar terhindar dari hal–hal
yang tidak diinginkan. Misal tersengat listrik.

d) Penyelamatan saat terjadi kebakaran hutan, meliputi:

 Usahakan tidak terlalu banyak keluar rumah/ruang belajar untuk


menghindari asap;
 Jika keluar rumah, gunakanlah masker untuk mengurangi pengaruh
buruk asap terhadap pernapasan kita.

Saat bencana terjadi pasti menimbulkan korban luka-luka maupun


meninggal dunia. Korban yang mengalami luka-luka harus segera
dievakuasi ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan kesehatan.Bagi
korban yang selamat dievakuasi ke tempat yang aman, sedangkan korban
yang meninggal dunia, dievakuasi dan dimakamkan. Evakuasi dilakukan
oleh masyarakat sekitar yang tidak terkena bencana, sukarelawan, PMI, tim
SAR atau dari TNI.
a. Pemberian Bantuan yang dibutuhkan
Korban bencana sangat membutuhkan bantuan. Bantuan yang sangat
dibutuhkan, antara lain berupa makanan, minuman, pakaian, selimut,
tenda-tenda, atau alat–alat sekolah. Bantuan tersebut bisa berasal dari
pemerintah pusat, pemerintah daerah, masyarakat sekitar, masyarakat
yang berasal dari daerah lain, lembaga swadaya masyarakat, lembaga sosial
atau dari negara lain. Bantuan dapat berupa barang-barang maupun
bantuan  kejiwaan atau mental untuk dapat menghadapi bencana tersebut
dengan sabar dan tegar agar dapat kembali menata hidupnya. Bantuan
tersebut dapat dilakukan melalui beberapa cara, misalnya:

 Secara langsung diberikan kepada korban;


 Melalui lembaga sosial;
 Melalui lembaga-lembaga lain yang membuka posko bantuan,
misalnya stasiun televisi;

b. Pemberian Bantuan Pemulihan Kondisi Pasca bencana.


Bencana alam membuat kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat
menjadi kacau. Apalagi jika rumah penduduk maupun bangunan-
bangunan lainnya mengalami kerusakan yang cukup parah, pasar, kantor,
atau sekolah-sekolah yang mengalami kerusakan dapat menganggu
aktivitas ekonomi dan kegiatan belajar-mengajar. Agar kondisi kembali
pulih, pemerintah dan masyarakat bersama-sama berusaha untuk memberi
bantuan yang diperlukan untuk pemulihan tersebut.

D. Kegiatan untuk Mencapai Sekolah Ramah Anak


Prinsip Sekolah Ramah Anak adalah menjadikan peserta didik (siswa)
sebagai subjek utama dalam proses pendidikan di sekolah. Semua konsep
dan desain sekolah baik bersifat fisik maupun non fisik telah dirancang
untuk memenuhi hak-hak anak sebagai pribadi yang harus didik dengan
perasaan dan budi pekerti yang baik.

1. Penataan Fisik Sekolah


Keadaan fisik sekolah  berpengaruh besar terhadap perkembangan siswa.
Sekolah yang ideal harus memiliki infrastruktur dan sarana yang memadai,
sebagai syarat standar pelayanan minimal, seperti:
Letak sekolah yang baik tidak terlalu dekat dengan jalan raya, karena di
samping bising, polusi udara juga berbahaya bagi siswa. Kalaupun terpaksa
dibangun dekat dengan jalan raya usahakan untuk memiliki gerbang atau
pagar tembok/pagar hidup sebagai peredam,  serta sistem keamanan yang
memadai.

a) Penataan ruang belajar.


Ruang belajar harus dibuat senyaman mungkin. Usahakan siswa  belajar di
sekolah tidak hanya duduk tenang di bangku, mendengarkan penjelasan
guru, lalu mengerjakan tugas. Usahakan siswa senang dan minat siswa
tertarik  untuk belajar dengan cara membiarkan mereka belajar atau
mengerjakan segala sesuatu di lantai atau di tempat lainnya.Hal ini dapat
mengurangi kejenuhan dan mengendurkan otot-otot yang tegang.
Mengingat kemampuan konsentrasi anak terbatas, yaitu  kira-kira 1 menit
x usianya, maka siswa jangan dipancang pada satu tempat saja.

b) Penataan ruang bermain


Hal lain yang tak kalah penting adalah ruang bermain baik indoor maupun
outdoor tetap memperhatikan keleluasaan siswa, mudah bergerak atau
berpindah, tidak berjubal (berdesakan). Mainan atau bahan ajar
disimpan/diletakkan di tempat yang dapat dijangkau siswa. Untuk area
bermain outdoor sebaiknya lebih memperhatikan keselamatan. Sebaiknya
halaman tempat bermain tidak dibuat keras atau lebih baik ditanami untuk
menghindari benturan yang fatal.

c) Penataan kantin sehat


Ditata sedemikian rupa sehingga tempat makan terasa nyaman, bersih dan
makanan yang disajikan higienis.

2. Penataan Psikis Sekolah

Dalam kegiatan penataan psikis sekolah, perlu dilakukan partisipasi siswa


dalam:

a) Menyusun rencana aksi tahunan terhadap kegiatan yang sudah ada,


seperti Usaha Kesehatan Sekolah, Sekolah Adiwiyata, Sekolah Aman
Bencana, Rute Aman Selamat Sekolah, dan lainnya sebagai komponen
penting dalam perencanaan pengembangan Sekolah Ramah.

b) Kebijakan dan tata tertib      


 Peraturan tata tertib disusun dengan melibatkan siswa, perwakilan
orang tua di luar pengurus komite sekolah dan komite sekolah,
ditandatangani bersama.
 Memastikan ragam aktivitas siswa secara individu maupun kelompok
dalam menggiatkan gerakan siswa bersatu mewujudkan sekolah
ramah  terintegrasi ke dalam rencana anggaran dan kegiatan sekolah.

3. Pembelajaran

 Proses pembelajaran dilakukan  secara inklusif dan non


diskriminatif.
 Suasana belajar dan proses pembelajaran mengembangkan
keragaman karakter dan potensi siswa.     
 Suasana belajar, proses pembelajaran dan penilaian, dilaksanakan
tanpa diskriminasi.  
 Proses pembelajaran  dilaksanakan  dengan  cara menyenangkan,
penuh kasih sayang dan bebas dari perlakuan diskriminasi terhadap
siswabaik di dalam maupun diluar kelas.    
 Pengembangan minat dan  bakat  siswa  melalui kegiatan
esktrakurikuler dilaksanakan secara individu maupun kelompok.
 Siswa terlibat dalam kegiatan bermain.
 Terdapat materi pembelajaran yang bermuatan Konvensi Hak Anak
(KHA) dan prinsip KHA
 Materi pembelajaran memuat penghormatan terhadap HAM
 Materi pembelajaran memuat penghormatan terhadap tradisi dan
budaya bangsa.
 Materi pembelajaran memuat penghormatan kepada  sesama siswa
baik perempuan dan laki-laki termasuk  siswa yang memerlukan
perlindungan khusus.
 Pembelajaran menerapkan Sekolah Adiwiyata.
 Penilaian dan evaluasi pembelajaran dilaksanakan berbasis proses
dan mengedepankan penilaian otentik.
 Penerapan ragam model penilaian dan evaluasi perkembangan
belajar siswa yang mengukur kemampuan siswa tanpa
membandingkan satu dengan yang lain.       

4. Pengaduan
 Tersedia ”pojok  curhat”  untuk  siswa  di  ruang konseling sahabat
siswa.  
 Formulir pengaduan mudah diakses oleh siswa.
 Melaksanakan mekanisme perlindungan terhadap siswa yang
melakukan pengaduan.  

5. Penanaman nilai-nilai karakter dan seni budaya

 Menjamin,  melindungi,  dan  memenuhi  hak  siswa untuk beragama.


 Siswa dibiasakan salam dan berjabatan tangan ketika ketemu guru
dan teman.
 Pembiasaan menghargai kelemahan dan kekurangan orang lain.
 Pembiasaan membuang sampah ke tempat sampah.
 Mengembangkan budaya baca dan menulis.
 Mengembangkan budaya gotong royong.
 Pembiasaan bersikap jujur.
 Menggunakan bahasa daerah minimal satu hari dalam satu minggu.
 Memberi akses kepada siswa untuk  mendapatkan informasi dan
meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap mengenai nilai-
nilai dan budaya.      
 Mengajak menghormati hak  dan  kewajiban  orang  lain sebagai
upaya untuk membina siswa menjalankan hak dan kewajibannya
dengan cara yang sesuai dengan perkembangan kemampuannya.
 Membentuk komunitas pembelajar yang berkomitmen   terhadap
budaya aman dan sehat.
 Sadar terhadap risiko bencana alam, bencana  sosial, kekerasan dan
ancaman lainnya terhadap   siswa.
 Memenuhi standar pelayanan minimal pendidikan di daerah
bencana.
 Materi pembelajaran memuat penghormatan terhadap HAM.
 Materi pembelajaran memuat penghormatan terhadap tradisi dan
budaya bangsa.
 Materi pembelajaran memuat penghormatan kepada sesama  siswa
baik perempuan dan  laki-laki termasuk siswa yang  memerlukan
perlindungan khusus disabilitas.       
 Menjamin ketersediaan informasi bagi semua pihak dan memastikan
komunikasi dan dialog.       
 Memastikan kurikulum, materi pendidikan, dan buku pelajaran
memberikan gambaran yang adil, akurat, informatif mengenai
masyarakat dan budaya pribumi.
 Tersedia waktu untuk siswa yang memungkinkan siswa beristirahat
dan bergembira/bersenang hati, tersedia.
 Mengaktifkan  sanggar budaya.

6. Pendidik dan Tenaga Kependidikan yang terlatih  sesuai Konvensi Hak


Anak

a) Sikap guru terhadap siswa


Secara kasat mata profil guru dapat dilihat dari cara mereka berhadapan
dengan siswa. Guru sebagai orang tua dan sahabat siswa harus dapat
menunjukkan perilaku adil terhadap semua siswa tanpa memandang status
sosial maupun keadaan fisik, baik siswa normal maupun berkebutuhan
khusus serta menghormati hak-hak siswa. Kasih sayang diberikan kepada
semua siswa, serta menerapkan norma-norma agama dan budaya yang
berlaku.

b) Metode Pembelajaran
Indikator seorang siswa cocok terhadap sekolah pilihannya adalah, sejauh
mana siswa merasa aman dan nyaman berada di sekolah itu. Oleh karena
itu proses belajar mengajar harus dikemas sedemikian rupa sehingga anak
merasa enjoy dalam mengikuti pelajaran, tanpa ada rasa cemas dan takut.
Selain itu metode pembelajaran mendorong siswa menjadi lebih kreatif.
Sekolah Ramah Anak lebih menekankan segala kegiatan berpusat pada
anak. Guru berperan sebagai sahabat bagi siswa yang bersedia membantu
segala hambatan dan kesulitan yang dihadapinya. Di samping itu guru juga
berperan sebagai motivator dan fasilitator bagi siswa, bukan semata–mata
orang yang memegang otoritas penuh dalam kelas. Guru harus 
menenggunakan metode belajar inovatif  dan variatif  didukung media
pembelajaran yang membantu daya serap dan memotivasi siswa belajar
berpartisipasi dan kooperatif guna mengembangkan kompetensi belajar 
learning by doing.

c) Program keselamatan dari rumah ke sekolah atau sebaliknya.

 Pelatihan keselamatan berjalan dan bersepeda


 Peta rute aman selamat ke dan dari sekolah
 Pendidik dan tenaga kependidikan terlatih
 Rambu lalu lintas tersedia
 Zona selamat sekolah tersedia
 Bus sekolah tersedia (jika memungkinkan)

d) Program keselamatan di sekolah

 Mengenal pasti jenis bencana yang sering melanda di lingkungan


sekolah.
 Menanamkan kesedaran kepada warga sekolah apabila terjadi
sesuatu atau melihat kejadian yang kurang baik di sekolah harus
lapor ke guru piket atau ke satpam.
 Memberikan arahan  tentang peraturan-peraturan selama berada di
lingkungan sekolah.
 Memasang CCTV di setiap sudut sekolah.

e) Peran serta orang tua, masyarakat, dan dunia usaha/dunia industri di


sekolah.    

 Partisipasi orang tua siswa, lembaga masyarakat dan perusahaan


dalam menerapkan sekolah ramah anak.
 Memberdayakan peran kelembagaan dan komunitas satuan
pendidikan dalam upaya mewujudkan sekolah ramah anak.
 Melakukan MoU dengan dunia usaha/industri untuk berkontribusi
melalui tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social
Responsibility di bidang pendidikan.
 Pertemuan rutin antara orang tua dengan  guru untuk
membicarakaan perkembangan siswa.
 Mengajak keluarga bergabung dalam komunitasyang mendukung
siswa dalam mempelajari, memantau, dan menyebarluaskan
penerapan sekolah sehat, aman dan ramah.

E. Kegiatan untuk Mencapai Sekolah Menyenangkan


Prinsip sekolah menyenangkan adalah rasa betah di sekolah. Rasa betah ini
tidak hanya dialami oleh siswa tetapi juga seluruh warga sekolah. Mengapa
demikian? Karena antara sesama warga sekolah telah terjalin ikatan
emosional yang saling membutuhkan satu sama lainnya.

Sekolah menyenangkan juga merupakan klimaks dari perpaduan sekolah


sehat, aman, dan ramah anak. Artinya, ketika kegiatan-kegiatan sekolah
sehat, aman, dan ramah anak telah terlaksana dengan baik, maka secara
otomatis sekolah menjadi menyenangkan. Untuk membuat sekolah tetap
menyenangkan, beberapa kegiatan yang didapat dilakukan, seperti:

 Memetakkan kebutuhan siswa dan warga sekolah lainnya;


 Memetakkan jenis kecerdasan siswa, sehingga mempermudah guru
dalam memahami perkembangan siswa;
 Merancang lingkungan sekolah yang indah, hijau, bersih sebagai
ruang publik siswa;
 Merancang metode dan kurikulum pembelajaran yang tidak
membosankan, variatif, dialogis; dan inspiratif, dilengkapi game,
gambar, video, dan media pembejaran lainnya;
 Merancang program kerja kegiatan ekstrakulikuler yang didasarkan
pada kebutuhan siswa;
 Merancang kerjasama yang baik dan menguntungkan dengan
masyarakat ataupun lembaga-lembaga luar sekolah yang didasarkan
pada kebutuhan sekolah dan perbaikan mutu sekolah;
 Merancang bentuk-bentuk pelatihan guru dan tenaga kependidikan
yang terfokus pada upaya membentuk sekolah yang menyenangkan;
 Merancang desain ruang kelas yang variatif, tidak membosankan, dan
disukai siswa dan warga sekolah;
 Mengajak partisiapasi masyarakat sekitar sekolah untuk bersama-
sama mengoptimalkan peran sekolah sebagai tempat menyenangkan
dalam mendidik anak;
 Mengoptimalkan kegiatan sekolah sehat;
 Mengoptimalkan kegiatan sekolah aman;
 Mengoptimalkan kegiatan sekolah ramah anak;

Anda mungkin juga menyukai