Anda di halaman 1dari 5

TERM OF REFERENCE (TOR)

WEBINAR “HUT JAKARTA KE-493: KUALITAS UDARA TERUS MEROSOT”


Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FMIPA UI 2020

LATAR BELAKANG
Akhir-akhir ini publik kembali dikecewakan dengan kabar bahwa kualitas udara Jakarta
meraih posisi terburuk di dunia untuk kesekian kalinya. Kualitas udara Jakarta pada masa PSBB
transisi tercatat yang terburuk di dunia berdasarkan situs AQ Index. Indeks kualitas udara (Air
Quality Index/ AQI) di ibu kota pada Senin (15/6) pukul 10.30 WIB ini ada di angka 188 US
AQI dengan PM 2.5 sebesar 110 µg/m³. Secara umum, dalam laporan yang dihimpun IQAir Air
Visual kualitas udara di Jakarta sepanjang 2019 ada di peringkat ke-6 kota dengan pencemaran
tertinggi di dunia.1 Bahkan, pada tahun 2030 kualitas udara Jakarta diproyeksikan terus
mengalami penurunan2 dan pencemaran udara tersebut naik menjadi tiga kali lipat.3
Kemudian, kondisi tersebut diperparah dengan kekosongan Pemerintah Provinsi DKI
Jakarta untuk menjamin hak atas udara bersih bagi warganya. Pasalnya, standar baku mutu udara
yang digunakan untuk menentukan udara tercemar atau tidak memiliki nilai yang jauh dan cukup
longgar dari standar WHO (lihat Tabel 1). BMUA daerah ditetapkan berdasarkan pertimbangan
status mutu udara ambien di daerah yang bersangkutan yang dapat dibuat oleh pemerintah
daerah, dalam hal ini adalah gubernur. BMUA daerah ditetapkan dengan ketentuan sama dengan
atau lebih ketat dari BMUA nasional serta berdasarkan pertimbangan status mutu udara ambien
di daerah yang bersangkutan. Apabila kualitas udara di lokasi tertentu melebihi ambang batas
BMUA maka Gubernur menetapkan dan menyatakan status mutu udara ambien daerah yang
bersangkutan sebagai udara tercemar. Namun, nilai parameter yang ada dalam BMUA Provinsi
DKI Jakarta belum dapat menjamin kesehataan publik. Hal tersebut dikarenakan pada eksposur
jangka pendek (24 jam) untuk parameter PM10, terjadi peningkatan resiko kematian sebesar 0.5%
pada setiap peningkatan konsentrasi PM10 sebesar 10 µg/m3. Maka, konsentrasi PM10 pada angka
150 µg/m3 (angka BMUAD Provinsi DKI Jakarta untuk PM10) dapat dimaknai sebagai
peningkatan resiko peningkatan kematian harian sebesar 5%, besaran dampak yang tentu
signifikan. Hal ini berlaku pula pada eksposur pencemaran PM2.5 jangka pendek (24 jam). Pada

1
CNN Indonesia, “Hari 11 PSBB Transisi, Senin Pagi Pencemaran Udara DKI Terburuk”,
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200615105713-20-513363/hari-11-psbb-transisi-senin-pagi-pencemaran-
udara-dki-terburuk, diakses pada 18 Juni 2020.
2
Budi Haryanto, “Climate Change and Urban Air Pollution Health Impacts in Indonesia”, Book chapter:
Rais Akhtar and Cossimo Palagiano Eds, Climate Change and Air Pollution, Springer Nature, 2018.
3
Nur Azizah, “2030, Pencemaran Udara Diprediksi Naik 3 Kali Lipat”,
https://www.medcom.id/nasional/peristiwa/yNL7OQ6K-2030-pencemaran-udara-diprediksi-naik-3-kali-lipat,
diakses pada 18 Juni 2020.
eksposur jangka pendek NO2 (1 jam), studi tingkat respons bronchial pada pengidap penyakit
asma menunjukan adanya peningkatan tingkat respons pada konsentrasi NO 2 di atas 200 µg/m3.
Karena BMUA Daerah Provinsi DKI Jakarta yang longgar tersebut dibandingkan dengan BMUA
rekomendasi WHO, warga Jakarta hanya mengetahui bahwa kualitas udara yang mereka hirup
masih di bawah baku mutu yang berarti tidak menimbulkan dampak kesehatan yang signifikan.
Padahal kualitas udara di Jakarta yang mereka hirup, meskipun misalnya masih berada di bawah
BMUA Daerah Provinsi DKI Jakarta, tetap menimbulkan resiko kesehatan yang signifikan.4

Tabel 1. Perbedaan Standar Baku Mutu Udara Milik Provinsi DKI Jakarta dan WHO

Selain itu, stasiun pemantau kualitas udara (SPKU) yang berperan untuk menghasilkan
informasi kualitas udara memiliki permasalahan baik secara kuantitas maupun kualitas. DKI
Jakarta dengan luasnya 661,5 km2 hanya memiliki lima SPKU yang mana belum menjamin
ketersediaan informasi untuk publik. Hal tersebut juga diperparah dengan kualitas informasi
yang dihasilkan oleh SPKU sebab merupakan hasil pengukuran 24 jam sebelumnya (pukul 15.00
hari sebelumnya sampai pukul 15.00 hari tersebut) bukan hasil pengukuran real-time sehingga
tidak cukup representatif untuk mewakili kualitas udara saat itu.5
Pencemaran udara memiliki dampak tidak hanya terhadap kesehatan, lingkungan, bahkan
ekonomi. Pencemaran udara yang tinggi kini merusak kesehatan orang Indonesia. Jika
konsentrasi saat ini tidak berubah, rata-rata harapan hidup akan dipangkas hingga 1,2 tahun.
Beberapa wilayah di Indonesia tingkatnya jauh lebih buruk. Di ibu kota Indonesia yaitu Jakarta,
rata-rata penduduknya akan hidup lebih singkat 2,3 tahun jika tingkat PM 2,5 bertahan pada
tingkat saat ini.6 Selain itu, Direktur Eksekutif Komisi Penghapusan Bensin Bertimbal, Ahmad
4
Fajri Fadhillah, “Hak Atas Lingkungan Hidup yang Baik dan Sehat dalam Konteks Mutu Udara Jakarta”,
https://icel.or.id/wp-content/uploads/Brief-ICEL-Hak-Atas-Lingkungan-Hidup-yang-Baik-dan-Sehat-dalam-
Konteks-Mutu-Udara-Jakarta.pdf, diakses pada 18 Juni 2020.
5
Ibid.
6
Michael Greenstone dan Qing Fan, “Kualitas Udara Indonesia yang Memburuk dan Dampaknya terhadap
Harapan Hidup”, https://aqli.epic.uchicago.edu/wp-content/uploads/2019/03/Indonesia.Indonesian.pdf, diakses pada
Safrudin, mengatakan kabut pencemaran yang mencemari udara di langit Jakarta turut
berdampak terhadap perubahan iklim. Parameter pencemaran seperti karbon monoksida berasal
dari pembakaran bahan bakar fosil untuk menggerakkan kendaraan bermotor sebesar 84 persen,
domestik 12 persen, dan industri 4 persen. Gas tersebut merupakan salah satu penyumbang
terbesar terjadinya efek rumah kaca yang berdampak terhadap perubahan iklim.7 Lebih lanjut,
beliau juga mengatakan bahwa warga Jakarta rugi puluhan triliunan rupiah akibat pencemaran
udara. Pada 2016, kerugian tersebut bahkan mencapai angka Rp 51,2 triliun. Kerugian tersebut
akibat biaya yang dikeluarkan untuk menanggulangi dampak kesehatan yang dialami warga
Jakarta, berupa pengobatan atas penyakit yang disebabkan pencemaran udara.8
Mengingat dampak pencemaran udara tidak hanya memengaruhi kesehatan, lingkungan,
bahkan ekonomi maka diperlukan upaya serius Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk
menyelesaikan masalah-masalah pengendalian pencemaran udara di ibu kota. Selain itu, hak atas
udara bersih yang dimiliki oleh setiap orang yang merupakan hak asasi manusia yang perlu
dijunjung tinggi menjadi pengingat untuk Pemerintah Provinsi DKI Jakarta agar secara serius
menjamin pemenuhan hak tersebut. Upaya penjaminan dan perwujudan hak tersebut dapat
dilakukan dengan memperbarui standar penentuan kualitas udara di Jakarta dalam hal ini adalah
BMUA Provinsi DKI Jakarta sesuai dengan perkembangan sains dan kondisi kualitas udara
Jakarta serta optimalisasi SPKU di Jakarta baik secara kuantitas dan kualitas. Pasalnya,
pembaruan BMUA dan optimalisasi SPKU memiliki peranan penting dalam menentukan
langkah awal Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengambil kebijakan pengendalian pencemaran
udara.

DESKRIPSI KEGIATAN
Kegiatan diskusi webinar merupakan wadah diskusi bagi khalayak umum khususnya
civitas akademika Universitas Indonesia untuk mengetahui kondisi kualitas udara Jakarta serta
legalitas hukum yang menjamin pemenuhan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat,
yang mana dalam konteks udara berarti pemenuhan hak atas udara yang bersih dan sehat. Selain
itu, dampak pencemaran udara yang juga memengaruhi kesehatan, lingkungan, dan ekonomi
menjadi hal yang tidak kalah penting untuk didiskusikan secara bersama. Oleh karena itu, untuk
memperingati HUT Jakarta ke-493 yang mana Jakarta sebagai ruang kehidupan lebih dari 10 juta

18 Juni 2020.
7
Sugiharto Purnama, “Pencemaran Udara Jakarta Berdampak terhadap Perubahan Iklim“,
https://www.antaranews.com/berita/974752/pencemaran-udara-jakarta-berdampak-terhadap-perubahan-iklim,
diakses 18 Juni 2020.
8
Herdi Alif Al Hikam, “Kualitas Udara Buruk, Jakarta Bisa Rugi Rp51,2T”,
https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4643001/kualitas-udara-buruk-jakarta-bisa-rugi-rp-512-t, diakses
pada 18 Juni 2020.
penduduk maka upaya pencerdasan kepada publik tentang pemulihan atau pemeliharaan kualitas
udara Jakarta menjadi penting.
Pada webinar ini akan dihadirkan dua narasumber untuk membahas sub-topik diskusi dengan
dengan perspektif masing-masing. Adapun, sub-topik bahasan masing-masing narasumber
adalah sebagai berikut.
a) Narasumber I membahas sub-topik berikut.
i. Menjelaskan kondisi kualitas udara Jakarta
ii. Menjelaskan sumber-sumber pencemaran udara Jakarta
iii. Menjelaskan dampak pencemaran udara Jakarta
b) Narasumber II membahas membahas sub-topik berikut.
i. Menjelaskan sejauh mana hukum dan peraturan yang ada di Jakarta saat ini serta
implementasinya dalam memenuhi dan menjamin hak atas lingkungan hidup yang
baik dan sehat, dalam konteks udara berarti hak atas udara yang bersih dan sehat.
ii. Menjelaskan upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah dalam pemenuhan hak
warga negara atas udara yang bersih dan sehat

SASARAN KEGIATAN
Adapun sasaran kegiatan pada diskusi publik dari ini adalah khalayak umum khususnya
civitas akademika Universitas Indonesia.

WAKTU DAN TEMPAT PELAKSANAAN


Diskusi publik daring ini akan dilaksanakan pada:
hari, tanggal : Senin, 22 Juni 2020
pukul : 13.00 – 15.00
media : Google Meet

SUSUNAN ACARA
Susunan acara diskusi publik daring ini adalah sebagai berikut

Waktu (WIB) Durasi Keterangan


13.00 – 13.15 15’ Pembukaan dan perkenalan semua narasumber oleh
moderator
13.15 – 13.40 25’ Pemaparan Materi oleh Narasumber I
13.40 – 14.05 25’ Pemaparan Materi oleh Narasumber II
14.05 – 14.50 45’ Sesi tanya jawab
14.50 – 15.00 10’ Penutup oleh moderator

PENUTUP
Demikian TOR ini kami sampaikan kepada narasumber. Semoga dapat menjadi bahan
acuan terkait topik diskusi yang akan dibahas. Atas perhatiannya, kami mengucapkan terima
kasih.

Anda mungkin juga menyukai