Anda di halaman 1dari 18

Perjalanan Panjang Gugatan Warga Negara Menuntut Hak Atas Udara Bersih

oleh Fauzan Ramadhani dan Ahmad Syarifudin

Departemen Kajian dan Aksi Strategis

Salah satu permasalahan lingkungan hidup yang sangat fatal bagi keberlangsungan
hidup manusia adalah pencemaran udara. Pasalnya kurang lebih 50 persen sumber penyakit
berasal dari pencemaran udara (Badan Pusat Statistik Republik Indonesia, 2019). Selain itu,
udara merupakan salah satu komponen penting bagi kelangsungan makhluk hidup, terutama
manusia. Menurut Hesam (2005) dalam Naddafi et al. (2006) bahwa manusia dapat terus hidup
tanpa makanan selama lima minggu dan tanpa air selama 5 hari, namun tidak lebih dari
beberapa menit tanpa udara. Tubuh manusia menghirup udara sekitar 500 ml sekali bernapas,
dalam satu menit manusia dapat bernapas sebanyak 20 kali. Maka apabila kualitas udara yang
dihirup buruk dan tidak sehat dapat dibayangkan potensi kerugiannya bagi kesehatan tubuh
manusia.

Dalam rangka upaya pengendalian pecemaran udara, Indonesia sudah memiliki


standar kualitas udara nasional yang biasa disebut dengan Baku Mutu Udara Ambien Nasional
(BMUA Nasional), diatur dalam Lampiran PP No. 41 Tahun 1999. Sedangkan, Provinsi DKI
Jakarta yang merupakan ibu kota negara memiliki standar kualitas udara provinsi yang biasa
disebut dengan Baku Mutu Udara Ambien Provinsi DKI Jakarta (BMUAD DKI Jakarta) yang
mengatur standar yang lebih ketat daripada BMUA Nasional diatur dalam Kepgub DKI Jakarta
No. 551 Tahun 2001. Namun, Jakarta sebagai ibu kota negara sekaligus ruang kehidupan bagi
lebih dari 10 juta penduduk ternyata belum menjadi kota yang ramah bagi paru-paru manusia.
Hasil pemantauan dari Stasiun Pemantau Kualitas Udara (SPKU) DLH DKI Jakarta di lima
titik yang tersebar di Jakarta Pusat, Jakarta Utara, Jakarta Timur, Jakarta Selatan, dan Jakarta
Barat menunjukan bahwa konsentrasi Ozon (O 3) dan PM10 untuk rata-rata tahunan sudah
melampaui BMUAD DKI Jakarta dan BMUA yang direkomendasikan WHO untuk melindungi
kesehatan. Hasil pemantauan SPKU milik Kedutaan Besar Amerika Serikat di dua titik juga
menunjukan konsentrasi PM 2.5 untuk rata-rata tahunan sudah melampaui BMUAD DKI
Jakarta. Kegiatan-kegiatan yang menyebabkan tercemarnya udara Jakarta tidak terbatas hanya
pada area Jakarta saja, melainkan juga kegiatan-kegiatan di sekitar Jakarta. Arah dan kecepatan
angin serta faktor meteorologis dan geografis lainnya memungkinkan pencemar udara di
“daerah tetangga Jakarta” berpindah ke Jakarta, dan sebaliknya. Maka dari itu, pencemaran
udara Jakarta merupakan masalah pencemaran lintas batas administrasi (Tim Advokasi
Gerakan IBUKOTA, 2019).
Selain itu, lima SPKU otomatis yang ada di area Provinsi DKI Jakarta masih belum
memadai untuk memberikan informasi kualitas udara Jakarta. Permasalahan kuantitas SPKU
pun tidak hanya terjadi di Jakarta saja, dari 416 kabupaten dan 98 kota di Indonesia hanya
terdapat 76 SPKU yang aktif sedangkan 54 SPKU lainnya tidak aktif. Lebih lanjut, informasi
kualitas udara yang dihasilkan oleh SPKU disampaikan kepada publik melalui Indeks Standar
Pencemar Udara (ISPU). ISPU adalah angka yang menggambarkan kondisi mutu udara ambien
di lokasi tertentu, yang didasarkan kepada dampak kesehatan manusia, nilai estetika, dan
makhluk hidup lainnya. Berdasarkan hal tersebut, ISPU memiliki fungsi sebagai representasi
dari dampak kesehatan yang ditimbulkan oleh kualitas udara, namun sayangnya ISPU
tergolong tidak efektif karena indeks yang disampaikan dalam ISPU kepada masyarakat adalah
hasil pengukuran 24 jam sebelumnya. Kemudian, berdasarkan Keputusan Kepala Badan
Pengendalian Dampak Lingkungan No. 107 Tahun 1997 tentang Perhitungan dan Pelaporan
serta Informasi Indeks Standar Pencemar Udara, terdapat lima parameter yang diukur dalam
penentuan ISPU, yaitu partikulat (PM 10), sulfur dioksida (SO 2), karbon monoksida (CO), ozon
(O3), dan nitrogen dioksida (NO 2). ISPU dinyatakan dalam angka yang dikategorikan kedalam
lima kategori yaitu baik, sedang, tidak sehat, sangat tidak sehat, dan berbahaya. Berdasarkan
hal tersebut, ISPU belum cukup representatif dalam menyampaikan informasi kualitas udara
karena tidak memasukkan parameter PM 2.5 yaitu partikulat polutan yang lebih berbahaya dari
partikel PM10 karena tidak disaring oleh sistem pernapasan bagian atas dan menempel pada
gelembung paru sehingga dapat menurunkan kemampuan paru-paru dalam pertukaran gas (Tim
Advokasi Gerakan IBUKOTA, 2019; Aliansi BEM Pengawalan Isu Pencemaran Udara, 2020).

Selain permasalahan-permasalahan tersebut, BMUA Nasional dan BMUAD Jakarta


yang berlaku saat ini tidak cukup melindungi kesehatan masyarakat. Argumen ini berdasarkan
BMUA rekomendasi WHO (lihat Tabel 1). Bahkan, saat ini air quality guidelines WHO sedang
dalam revisi untuk diperbarui (Tim Advokasi Gerakan IBUKOTA, 2019).

Baku Mutu  Baku Mutu 


No Waktu Standar
Parameter Udara Ambien Provinsi DKI
. Pengukuran WHO
Nasional Jakarta
10 menit - - 500 µg/Nm 3

1 jam 900 µg/Nm 3


900 µg/Nm 3
-
Sulfur Dioksida (SO ) 2
24 jam 365 µg/Nm 260 µg/Nm 20 µg/Nm
1 3 3 3

1 tahun 60 µg/Nm3
60 µg/Nm
3
-
1 jam 30.000 µg/Nm 3
26.000 µg/Nm 3
-
Karbon Monoksida
2 24 jam 10.000 µg/Nm 3
9.000 µg/Nm 3
-
(CO)
1 tahun - - -
1 jam 400 µg/Nm 3
400 µg/Nm 3
200 µg/Nm 3

Nitrogen Dioksida
3 24 jam 150 µg/Nm 3
92,5 µg/Nm 3
-
(NO )
2
1 tahun 100 µg/Nm 3
60 µg/Nm
3
40 µg/Nm 3
1 jam 235 µg/Nm3
200 µg/Nm 3
-
8 jam - - 100 µg/Nm3

24 jam - - -
4 Ozon (O ) 3
1 tahun 50 µg/Nm 3
30 µg/Nm 3
-
5 Hidrokarbon (HC) 3 jam 160 µg/Nm 3
-
Partikulat < 10 µm 24 jam 150 µg/Nm 3
50 µg/Nm 3

(PM )
10 1 tahun - 20 µg/Nm 3

6
Partikulat < 2,5 µm 24 jam 65 µg/Nm 3
25 µg/Nm 3

(PM )
2,5 1 tahun 15 µg/Nm 3
10 µg/Nm 3

24 jam 230 µg/Nm 3


-
7 Debu (TSP)
1 tahun 90 µg/Nm 3
-
24 jam 2 µg/Nm
3
-
8 Timbal (Pb)
1 tahun 1 µg/Nm
3
-

Tabel 1. Perbedaan Standar Baku Mutu Udara Ambien Nasional, Provinsi DKI Jakarta, dan WHO

Berdasarkan tabel di atas dapat simpulkan bahwa BMUA Indonesia untuk parameter
PM2.5 dan PM10 jauh lebih longgar dibandingkan dengan BMUA rekomendasi WHO. Perbedaan
BMUA ini penting karena berdasarkan studi yang ada, eksposur pencemar PM10, PM2.5, SO2 , dan
NO2 di bawah BMUAD Provinsi DKI Jakarta pun sudah menunjukan adanya dampak pada
kesehatan manusia yang signifikan. Misalnya pada eksposur jangka pendek (24 jam) untuk
parameter PM10, terjadi peningkatan resiko kematian sebesar 0.5% pada setiap peningkatan
konsentrasi PM10 sebesar 10 µg/m3. Maka, konsentrasi PM10 pada angka 150 µg/m3 (angka
BMUAD Provinsi DKI Jakarta untuk PM 10) dapat dimaknai sebagai peningkatan resiko
peningkatan kematian harian sebesar 5%, besaran dampak yang tentu signifikan. Hal ini berlaku
pula pada eksposur pencemaran PM2.5 jangka pendek (24 jam). Pada eksposur jangka pendek
NO2 (1 jam), studi tingkat respons bronchial pada pengidap penyakit asma menunjukan adanya
peningkatan tingkat respons pada konsentrasi NO2 di atas 200 µg/m3. Karena BMUA Daerah
Provinsi DKI Jakarta yang longgar tersebut dibandingkan dengan BMUA rekomendasi WHO,
warga Jakarta hanya mengetahui bahwa kualitas udara yang mereka hirup masih di bawah baku
mutu yang berarti tidak menimbulkan dampak kesehatan yang signifikan. Padahal kualitas udara
di Jakarta yang mereka hirup, meskipun misalnya masih berada di bawah BMUA Daerah
Provinsi DKI Jakarta, tetap menimbulkan resiko kesehatan yang signifikan. Dengan kata lain,
BMUA Daerah Provinsi DKI Jakarta tidak cukup melindungi warga yang berkegiatan di Jakarta,
khususnya kelompok-kelompok yang sensitif terhadap paparan pencemaran udara (Fadhillah,
2018).

Berangkat dari permasalahan-permasalahan tersebut, sebanyak 31 orang warga yang


mewakili masyarakat yang berdomisili di Jakarta dan sekitarnya resmi mendaftarkan gugatan
warga negara atau citizen law suit (CLS) ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada tahun 2019.
Para Penggugat adalah warga negara Indonesia yang memiliki perhatian khusus terhadap
lingkungan hidup yang baik dan sehat, aktif melakukan advokasi lingkungan hidup, dan/atau
masyarakat yang rentan menderita penyakit akibat pencemaran udara, yang bertempat di
wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya. Kerugian yang dialami oleh Para Penggugat ialah tidak
terpenuhinya hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat yang dijamin oleh Undang-
Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang lainnya, Pasal 28 H ayat (1) UUD 1945, dan Pasal 9
huruf c Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999. Selanjutnya, tidak terpenuhinya has atas
lingkungan hidup yang baik dan sehat tersebut disebabkan oleh kelalaian Para Tergugat yakni
tidak menjalankan kewajibannya selaku penyelenggara negara dalam menjamin hak asasi
manusia dari Para Penggugat. Lebih lanjut, Para tergugat tersebut meliputi Presiden RI,
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Menteri Kesehatan, Menteri Dalam
Negeri, Gubernur DKI Jakarta, serta pihak Turut Tergugat yaitu Gubernur Jawa Barat dan
Gubernur Banten (Tim Advokasi Gerakan IBUKOTA, 2019).

Adapun, tuntutan dari Para Penggugat kepada Para Tergugat yaitu:

1) Menghukum Presiden RI (Tergugat I) untuk:

a. Menerbitkan revisi Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999 tentang


Pengendalian Pencemaran Udara yang di dalamnya mengatur perihal
pengendalian pencemaran udara lintas batas provinsi;

b. Mengetatkan BMUA Nasional yang cukup untuk melindungi kesehatan


manusia, lingkungan, dan ekosistem, termasuk kesehatan populasi yang sensitif
berdasarkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

2) Menghukum Menteri LHK (Tergugat II) untuk melakukan supervisi terhadap Gubernur
DKI Jakarta, Gubernur Banten, dan Gubernur Jawa Barat (Tergugat V, Turut Tergugat
I, dan Turut Tergugat II) dalam melakukan inventarisasi emisi lintas batas Provinsi DKI
Jakarta, Banten, dan Jawa Barat;

3) Menghukum Mendagri (Tergugat III) untuk:

a. Melakukan pengawasan dan evaluasi kinerja pemerintah daerah untuk Gubernur


DKI Jakarta, Gubernur Banten, dan Gubernur Jawa Barat dalam pelaksanaan
urusan pemerintahan konkuren dalam bidang lingkungan hidup, khususnya
terhadap pengendalian pencemaran udara;

b. Melakukan pembinaan terhadap Gubernur DKI Jakarta bersama-sama dengan


Gubernur Banten dan Gubernur Jawa Barat untuk perbaikan kinerja
pengendalian pencemaran udara dan penegakan hukum lingkungan.

4) Menghukum Menkes (Tergugat IV) untuk melakukan penghitungan penurunan dampak


kesehatan akibat pencemaran udara di Provinsi DKI Jakarta, Provinsi Banten, dan
Provinsi Jawa Barat yang perlu dicapai sebagai dasar pertimbangan Gubernur DKI
Jakarta, Gubernur Banten, dan Gubernur Jawa Barat dalam penyusunan Strategi dan
Rencana Aksi Pengendalian Pencemaran Udara di provinsi masing-masing;

5) Menghukum Gubernur DKI Jakarta (Tergugat V) untuk:

a. Melakukan pengawasan terhadap ketaatan setiap orang terhadap ketentuan


peraturan perundang-undangan di bidang pengendalian pencemaran udara
dan/atau ketentuan dokumen lingkungan hidup, yakni:

i. Melakukan uji emisi berkala terhadap kendaraan tipe lama;

ii. Melaporkan evaluasi penaatan ambang batas emisi gas buang kendaraan
bemotor lama;

iii. Menyusun rekapitulasi sumber pencemar tidak bergerak (STB) yang


“kegiatan usahanya mengeluarkan emisi” dan memiliki izin lingkungan
serta izin pembuangan emisi dari Gubernur di DKI Jakarta.

iv. Mengawasi ketaatan standar dan/atau spesifikasi bahan bakar yang


ditetapkan

v. Mengawasi ketaatan larangan membakar sampah di ruang terbuka yang


mengakibatkan pencemaran udara

b. Menjatuhkan sanksi terhadap setiap orang yang melakukan pelanggaran


ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengendalian pencemaran
udara dan/atau ketentuan dokumen lingkungan hidup, termasuk bagi:

i. Pengendara kendaraan bermotor yang tidak mematuhi baku mutu emisi


sumber bergerak tipe lama; dan

ii. Usaha dan/atau kegiatan yang tidak memenuhi baku mutu emisi sumber
tidak bergerak bagi usaha dan/atau kegiatannya;

c. Menyebarluaskan informasi pengawasan dan penjatuhan sanksi berkaitan


dengan pengendalian pencemaran udara kepada masyarakat;

d. Mengetatkan BMUAD untuk Provinsi DKI Jakarta yang cukup untuk


melindungi kesehatan manusia, lingkungan, dan ekosistem, termasuk kesehatan
populasi yang sensitif berdasarkan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi;
6) Menghukum Gubernur DKI Jakarta, Gubernur Banten, dan Gubernur Jawa Barat
(Tergugat V, Turut Tergugat I, dan Turut Tergugat II) untuk:

a. Melakukan inventarisasi terhadap mutu udara ambien, potensi sumber pencemar


udara, kondisi meteorologis dan geografis, serta tata guna tanah di provinsi
masing-masing dengan mempertimbangkan penyebaran emisi dari sumber
pencemar yang berada di masing-masing provinsi ke provinsi lainnya secara
koordinatif dan melibatkan partisipasi publik;

b. Menetapkan status mutu udara ambien daerah di provinsi masing-masing setiap


tahunnya dan mengumumkannya kepada masyarakat;

c. Menyusun dan mengimplementasikan “Strategi dan Rencana Aksi Pengendalian


Pencemaran Udara” di masing-masing provinsi dengan mempertimbangkan
penyebaran emisi dari sumber pencemar yang berada di masing-masing provinsi
ke provinsi lainnya secara koordinatif, terfokus, tepat sasaran, dan melibatkan
partisipasi publik.

7) Memerintahkan kepada Gubernur Banten dan Gubernur Jawa Barat berkoordinasi


dengan Gubenur DKI Jakarta untuk menanggulangi pencemaran udara di wilayah DKI
Jakarta.

Tuntutan tersebut diajukan melalui mekanisme gugatan warga negara (citizen law suit)
yang diatur dalam Surat Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor:
36/KMA/SK/II/2013 tentang Pemberlakuan Pedoman Penanganan Perkara Lingkungan Hidup
menyatakan “Gugatan Warga Negara adalah suatu gugatan yang dapat diajukan oleh setiap
orang terhadap suatu perbuatan melawan hukum, dengan mengatasnamakan kepentingan
umum, dengan alasan adanya pembiaran atau tidak dilaksanakannya kewajiban hukum oleh
pemerintah atau Organisasi Lingkungan Hidup tidak menggunakan haknya untuk menggugat”.
Dengan demikian, mekanisme Gugatan Warga Negara telah diajui dalam praktik hukum di
Indonesia dalam beberapa putusan pengadilan. Upaya Gugatan Warga Negara oleh Para
Penggugat dilakukan semata-mata untuk pemenuhan hak asasi manusia yang menyangkut
kepentingan umum yang diabaikan oleh Negara Republik Indonesia, Para Penggugat melalui
kuasa hukumnya telah menyampaikan pemberitahuan (notifikasi) Gugatan Warga Negara
kepada para tergugat yang ditembuskan kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat melalui
surat pada tanggal 5 Desember 2018 dan telah diterima secara layak dan patut. Oleh karena itu,
Gugatan Warga Negara telah sesuai dan layak untuk diterima, diadili, dan diputus oleh
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (Tim Advokasi Gerakan IBUKOTA, 2019). Namun sebulan
kemudian setelah mendaftarkan gugatan pada 4 Juli 2019, Mahkamah Agung mengeluarkan
Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 2 Tahun 2019 tentang Pedoman Penyelesaian
Sengketa Tindakan Pemerintahan dan Kewenangan Mengadili Perbuatan Melanggar Hukum
oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang pada pokoknya mengatur gugatan perbuatan
melawan hukum terhadap pemerintah harus diperiksa di Pengadilan Tata Usaha Negara
(PTUN) dan gugatan yang sudah didaftarkan di Pengadilan Negeri haruslah dilimpahkan ke
PTUN. Para Tergugat khususnya Presiden RI, Menteri Dalam Negeri, dan Gubernur DKI
Jakarta kemudian mengajukan eksepsi yang pada intinya meminta perkara dinyatakan bukan
kewenangan Pengadilan Negeri dan dilimpahkan ke PTUN. Setelah proses jawab-menjawab
dengan menghadirkan ahli ilmu perundang-undangan akhirnya Majelis Hakim yang dipimpin
oleh Hakim Saifudin Zuhri dengan tegas menyatakan bahwa perkara perbuatan melawan
hukum terhadap penguasa dengan mekanisme gugatan warga negara merupakan kewenangan
pengadilan negeri dan memerintahkan melanjutkan pemeriksaan perkara sampai putusan akhir.
Dengan demikian, putusan sela Majelis Hakim pada 23 Juni 2020, menyatakan bahwa gugatan
warga negara (citizen law suit) pencemaran udara Jakarta merupakan kewenangan Pengadilan
Negeri. Selanjutnya gugatan akan masuk pada tahapan pembuktian para pihak tentang benar
tidaknya udara Jakarta tercemar parah dan Para Tergugat telah lalai dalam melakukan tugasnya
untuk memberikan hak atas udara yang bersih dan sehat bagi warga Jakarta (Koalisi
IBUKOTA, 2020).

Lebih lanjut, berikut merupakan tabel yang menjelaskan rangkaian perjalanan warga
negara dalam menuntut hak atas udara bersih.

Gugatan 5 Desember 2018 Penyerahan Notifikasi Dua puluh orang warga negara Indonesia
menyampaikan notifikasi kepada
Gubernur Provinsi DKI Jakarta, Gubernur
Provinsi Banten, Gubernur Provinsi Jawa
Barat, Presiden Republik Indonesia,
Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan, Menteri Kesehatan, dan
Menteri Dalam Negeri yang berisikan
tuntutan untuk melakukan pemulihan
pencemaran udara yang terjadi di Provinsi
DKI Jakarta.
14 April 2019 LBH Jakarta Membuka LBH Jakarta membuka pos pengaduan
Pos Pengaduan selama satu bulan terhitung sejak 14 April
Pencemaran Udara 2019 dalam rangka mengajak warga
Jakarta atau warga di luar Jakarta untuk
berperan dalam upaya perbaikan kualitas
udara. Melalui pos pengaduan ini, dua
belas warga negara Indonesia turut
bergabung sebagai Penggugat dalam
advokasi terhadap pencemaran udara di
Jakarta.
4 Juli 2019 Penyerahan Gugatan Ketujuh pejabat pemerintahan yang
menerima notifikasi dari para Penggugat
tidak menanggapi dan tidak membahas
tuntutan para Penggugat sejak notifikasi
diserahkan pada 5 Desember 2018 hingga
awal Juli 2019. Akhirnya, setelah
melampaui 60 hari kerja sejak penyerahan
notifikasi kepada tujuh pejabat
pemerintahan yang disebutkan
sebelumnya, 32 warga negara Indonesia
mendaftarkan gugatan warga negara
tentang pencemaran udara Jakarta kepada
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Tujuh
pejabat pemerintahan tersebut menjadi
para Tergugat dan Turut Tergugat dalam
perkara ini.
8 Juli 2019 Gubernur DKI Jakarta Gubernur DKI Jakarta menetapkan
Memasukkan Pengendalian Keputusan Gubernur Provinsi DKI
Pencemaran Udara ke Jakarta Nomor 1107 Tahun 2019 tentang
Daftar Kegiatan Strategis Perubahan atas Keputusan Gubernur
Daerah Nomor 1042 Tahun 2018 tentang Daftar
Kegiatan Strategis Daerah yang
memasukkan pengendalian pencemaran
udara ke dalam daftar kegiatan strategis
daerah.
Sidang 1 Agustus 2019 Sidang Pendahuluan Majelis Hakim meminta para Penggugat
Pertama untuk melengkapi beberapa berkas untuk
gugatan. Gubernur Banten sebagai Turut
Tergugat I tidak hadir dalam persidangan.
Pada hari yang sama, Gubernur DKI
Jakarta juga mengeluarkan Instruksi
Gubernur Nomor 66 Tahun 2019 tentang
Pengendalian Kualitas Udara.
22 Agustus 2019 Sidang Pendahuluan Kedua Gubernur Banten kembali tidak hadir di
persidangan walaupun telah dipanggil
secara patut oleh pengadilan. Terdapat
Penggugat intervensi yang akan masuk ke
dalam gugatan ini yakni Forum Warga
Kota Jakarta (FAKTA), akan tetapi dalam
sidang tersebut tidak FAKTA hadir.
Pengadilan akan kembali memanggil
pihak yang tidak hadir.
12 September 2019 Sidang Pendahuluan Ketiga FAKTA hadir pada sidang, namun
berkasnya belum terdistribusi ke seluruh
tergugat, majelis hakim meminta FAKTA
untuk mendistribusikan berkas tersebut.
Majelis hakim juga meminta agar
tanggapan terhadap masuknya Penggugat
intervensi dapat diserahkan pada minggu
berikutnya. Adapun dalam sidang ini
hakim memutuskan bahwa perkara akan
diperiksa tanpa dihadiri oleh Gubernur
Banten sebagai Turut Tergugat I, karena
Gubernur Banten telah dipanggil secara
patut sebanyak dua kali akan tetapi tidak
hadir di persidangan
19 September 2019 Sidang Pendahuluan Pada sidang keempat, Penggugat dan para
Keempat Tergugat menyerahkan tanggapan
terhadap masuknya Penggugat intervensi
kepada majelis hakim. Secara umum, Para
Tergugat menolak masuknya FAKTA
sebagai Penggugat intervensi dalam
gugatan ini. Sementara, Penggugat pada
dasarnya tidak menolak masuknya
FAKTA sebagai Penggugat intervensi.
Putusan 3 Oktober 2019 Putusan Sela terhadap Penggugat dan Para Tergugat telah hadir
Penggugat Intervensi (tidak di ruang sidang sejak pukul 10.00 WIB
dilaksanakan) sebagaimana telah disepakati dalam
sidang sebelumnya. Akan tetapi
sampai dengan 16.00 WIB, majelis hakim
tidak kunjung hadir di ruang sidang,
sehingga pada akhirnya Penggugat dan
Para Tergugat memutuskan untuk
meninggalkan ruang sidang.
17 Oktober 2019 Putusan Sela terhadap Hakim menolak masuknya FAKTA
Penggugat Intervensi sebagai Penggugat intervensi karena
berdasarkan Keputusan Ketua Mahkamah
Agung Nomor 36/KMA/SK/II/2013
tentang Pemberlakuan Pedoman
Penanganan Perkara Lingkungan Hidup
persyaratan untuk mengajukan gugatan
warga negara (citizen law suit) adalah
gugatannya diajukan oleh satu orang atau
lebih Warga Negara Indonesia, bukan
badan hukum. Dalam hal ini FAKTA
sebagai lembaga swadaya masyarakat
tentu merupakan badan hukum, sehingga
tidak masuk dalam kualifikasi sebagai
Penggugat dalam gugatan warga negara.
Setelah dibacakannya putusan sela, hakim
pun memberikan kesempatan kepada para
pihak untuk melakukan mediasi pada
pertemuan selanjutnya. Hakim mediator
yang bertugas dalam proses mediasi
adalah Acice Sendong, S.H., M.H.
Mediasi 31 Oktober 2019 Pertemuan Pertama Sepuluh orang prinsipal Penggugat hadir
Mediasi dalam pertemuan pertama mediasi
didampingi dengan kuasa hukum.
Sementara prinsipal Para Tergugat tidak
hadir dalam pertemuan
pertama mediasi ini tanpa alasan yang
jelas. Padahal berdasarkan Pasal 6
PERMA No. 1 Tahun 2016 tentang
Prosedur Mediasi di Pengadilan, para
pihak wajib menghadiri mediasi dengan
atau tanpa didampingi oleh kuasa hukum
kecuali ketidakhadiran para pihak tersebut
disebabkan oleh alasan yang sah seperti
sakit, di bawah pengampuan, tinggal di
luar negeri, menjalankan tugas negara,
atau pekerjaan yang tidak dapat
ditinggalkan. Gubernur Banten atau
wakilnya sebagai Turut Tergugat I
kembali tidak menghadiri pertemuan
perdana mediasi. Dalam pertemuan
pertama mediasi ini Penggugat
menyerahkan resume perkara kepada
hakim mediator dan Para Tergugat.
13 November 2019 Pertemuan Pertama Dalam pertemuan pertama mediasi di luar
Mediasi di Luar persidangan dengan Pemprov DKI
Persidangan Jakarta, Kepala Biro Hukum DKI Jakarta
dengan Pemerintah menyatakan bahwa pada dasarnya
Provinsi DKI Jakarta beberapa tuntutan Penggugat sejalan
dengan apa yang sudah atau akan
dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta.
Beberapa poin penting pada pertemuan
tersebut antara lain:
a) Gubernur DKI Jakarta telah
mengeluarkan Instruksi Gubernur
Nomor 66 Tahun 2019. Di dalam
Instruksi Gubernur tersebut
pengendalian pencemaran udara
melibatkan lintas SKPD. Setiap 2
minggu proses pelaksanaan
pengendalian pencemaran udara
akan dievaluasi;
b) Hasil inventarisasi emisi akan
diperbaharui pada tahun 2020;
c) Penambahan SPKU sudah masuk
ke dalam rencana anggaran tahun
2020;
d) Perluasan ganjil genap dengan
menyertakan kendaraan roda dua
terkendala banyaknya keberatan
oleh warga;
e) Pemprov DKI Jakarta
menemukan dilema terkait
dengan moratorium pembangunan
ITF dengan teknologi insinerator,
karena DKI Jakarta menghadapi
permasalahan sampah yang cukup
pelik. Akan tetapi Pemprov DKI
Jakarta membuka peluang apabila
Penggugat memiliki usul terkait
teknologi lain yang dapat
digunakan untuk menggantikan
insinerator;
f) Penggugat akan dilibatkan oleh
Pemprov DKI Jakarta dalam
penyusunan strategi dan rencana
aksi pengendalian pencemaran
udara Jakarta.
14 November 2019 Pertemuan Kedua Mediasi Dalam pertemuan kedua mediasi, Para
Tergugat menyampaikan tanggapannya
terhadap resume perkara yang
disampaikan oleh Penggugat. Para
Tergugat menyampaikan bahwa Para
Tergugat telah melaksanakan atau sedang
berproses dalam melaksanakan tuntutan-
tuntutan Penggugat. Gubernur Banten
tidak menyampaikan tanggapannya
terhadap resume perkara, walaupun
Penggugat telah berinisiatif untuk
mengirimkan resume perkara kepada
Gubernur Banten. Mediasi tidak menemui
titik temu.
21 November 2019 Pertemuan Ketiga Mediasi Dalam pertemuan ketiga mediasi,
Penggugat berinisiatif untuk mengajukan
akta perdamaian kepada Para Tergugat
mengingat dalam pertemuan mediasi
sebelumnya Para Tergugat mengklaim
bahwa Para Tergugat telah melaksanakan
atau sedang berproses dalam
melaksanakan tuntutan-tuntutan
Penggugat.

Dalam proses mediasi ini, Tergugat I


menyatakan bahwa Penggugat tidak
beritikad baik dengan menyerahkan akta
perdamaian. Adapun inisiatif untuk
memberikan akta perdamaian ini
merupakan itikad baik Penggugat untuk
berdamai dengan Para Tergugat, serta
untuk membawa mediasi ini selangkah
lebih maju pada pertemuan ketiga ini.
27 November 2019 Pertemuan Kedua Mediasi Dalam pertemuan ini, Pemprov DKI
di Luar Persidangan Jakarta dan Penggugat telah menemukan
dengan Pemerintah beberapa titik temu dalam tuntutan yang
Provinsi DKI Jakarta diajukan oleh Penggugat. Akan tetapi,
tuntutan Penggugat untuk membatalkan
proyek pembangunan 6 ruas jalan tol dan
ITF dengan teknologi insinerator tidak
dapat disepakati dengan Pemprov DKI
Jakarta.
5 Desember 2019 Pertemuan Keempat Dalam pertemuan keempat mediasi, Para
Mediasi Tergugat tidak mengajukan tanggapan
secara tertulis terhadap akta perdamaian
yang telah diserahkan oleh Penggugat,
karena menganggap bahwa tanggapan
terhadap akta perdamaian isinya akan
sama dengan tanggapan yang telah
diserahkan sebagai tanggapan terhadap
resume perkara pada pertemuan kedua
mediasi.
12 Desember 2019 Pertemuan Kelima Mediasi Sebelum pertemuan kelima mediasi, tidak
ada pertemuan mediasi di antara para
pihak di luar pengadilan. Oleh karena itu,
pada saat pertemuan kelima mediasi
hakim mediator menyatakan bahwa para
pihak tidak menemukan kesepakatan
selama berlangsungnya mediasi dan
proses persidangan akan dilanjutkan pada
tahap pembacaan gugatan.
Sidang 19 Desember 2019 Sidang Pembacaan Tim Hukum Penggugat membacakan
Gugatan gugatan di hadapan majelis hakim,
Tergugat I, Tergugat II, Tergugat III,
Tergugat IV, dan Tergugat V. Gubernur
Banten dan Gubernur Jawa Barat atau
perwakilannya tidak menghadiri sidang
pembacaan gugatan.
16 Januari 2020 Sidang Pembacaan Penggugat dan Para Tergugat telah hadir
Jawaban di ruang sidang sejak pukul 10.00 WIB
(tidak dilaksanakan) sebagaimana telah disepakati dalam
sidang sebelumnya. Akan tetapi sampai
dengan 16.15 WIB, majelis
hakim tidak kunjung hadir di ruang
sidang, sehingga pada akhirnya
Penggugat dan Para Tergugat
memutuskan untuk meninggalkan ruang
sidang. Untuk kedua kalinya sidang tidak
dilaksanakan tanpa alasan yang jelas.
23 Januari 2020 Sidang Penyampaian Para Tergugat menyampaikan
Jawaban jawabannya secara tertulis. Pada intinya
Para Tergugat menyatakan menolak dalil-
dalil yang diungkapkan oleh Penggugat
dalam gugatannya. Selain itu beberapa
Tergugat juga mempertanyakan
kompetensi Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat untuk mengadili dan memutus
sengketa ini, karena Mahkamah Agung
telah mengeluarkan Peraturan Mahkamah
Agung Nomor 2 Tahun 2019 tentang
Pedoman Penyelesaian Sengketa
Tindakan Pemerintahan dan Kewenagan
Mengadili Perbuatan Melanggar Hukum
oleh Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan yang menyebabkan
sengketa perbuatan melawan hukum oleh
pemerintah menjadi kompetensi PTUN.
11 Februari 2020 Sidang Penyampaian Terhadap jawaban Para Tergugat,
Replik Penggugat pun menyampaikan replik.
Pada intinya dalam replik Penggugat
menyatakan bahwa Para Tergugat belum
melakukan langkah konkret untuk
memperbaiki kualitas udara Jakarta
sebagai bantahan terhadap jawaban Para
Tergugat. Selain itu, Penggugat juga
menegaskan bahwa Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat berwenang untuk
memeriksa dan mengadili sengketa ini.
25 Februari 2020 Sidang Penyampaian Persidangan ditunda karena banjir
Duplik (tidak melanda PN Jakarta Pusat.
dilaksanakan)
3 Maret 2020 Sidang Penyampaian Para Tergugat menyampaikan duplik.
Duplik Berdasarkan jawaban dan duplik yang
disampaikan oleh Para Tergugat, hakim
merasa perlu mempertimbangkan terlebih
dahulu kompetensi Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat untuk memeriksa dan
mengadili sengketa ini (kompetensi
absolut). Oleh karena itu, hakim meminta
para pihak untuk memberikan bukti
permulaan terkait kompetensi absolut
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam
persidangan berikutnya.
10 Maret 2020 Sidang Penyampaian Bukti Penggugat menghadirkan bukti awal
Awal terkait Kompetensi berupa literatur, peraturan perundang-
Absolut undangan, dan keterangan tertulis ahli
hukum administrasi negara. Sementara
Para Tergugat menghadirkan bukti awal
berupa peraturan perundang-undangan
dan beberapa putusan yang relevan
dengan permasalahan kompetensi absolut.
Hakim mempersilakan para pihak untuk
menghadirkan ahli ke persidangan.
Penggugat menggunakan haknya untuk
menghadirkan ahli, sementara Para
Tergugat memilih untuk tidak
menghadirkan ahli.
17 Maret 2020 Sidang Pemeriksaan Ahli Penggugat melengkapi beberapa bukti
terkait Kompetensi Absolut yang belum lengkap pada persidangan
sebelumnya. Akan tetapi ahli belum dapat
hadir ke persidangan karena sakit. Hakim
mempersilakan kembali ahli untuk hadir
dalam agenda persidangan selanjutnya.
7 April 2020 Sidang Pemeriksaan Ahli Ahli kembali tidak hadir, karena sakit.
terkait Kompetensi Absolut Hakim pun memutuskan bahwa
pemeriksaan ahli akan dilakukan secara
daring pada sidang selanjutnya.
21 April 2020 Pemeriksaan para ahli Sidang dilanjutkan dengan agenda
pemeriksaan ahli. Pada persidangan kali
ini Penggugat menghadirkan Sony
Maulana Sikumbang, S.H, M.H., ahli
hukum administrasi negara dari
Universitas Indonesia untuk. Dalam
sidang ini Kuasa Hukum Penggugat
memberikan pertanyaan kepada ahli
melalui mekanisme CLS yaitu apakah
warga negara berhak mendesak
pemerintah membuat suatu perundang-
undangan. Sony Maulana Sikumbang,
mengatakan bahwa pemerintah memiliki
fungsi sebagai pelaksana undang-undang,
maka dalam konteks seperti ini
pemerintah sebagai penguasa harus
melaksanakan atau mengeksekusi UU
dalam ranah hukum perdata. Setelah
pemeriksaan ahli berakhir, hakim
menunda sidang empat belas hari kedepan
dengan agenda sidang selanjutnya yakni
kesimpulan.
5 Mei 2020 Penyampaian Kesimpulan Penggugat dan Para Tergugat
menyampaikan kesimpulan perihal
kompetensi Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat dalam mengadili sengketa ini.
Sidang akan ditunda sampai dengan 9
Juni 2020, karena mendekati momen
lebaran.
9 Juni 2020 Sidang Pembacaan Putusan Agenda sidang pembacaan putusan sela
Sela (tidak dilaksanakan) ditunda, karena majelis hakim belum siap
dengan putusan sela.
23 Juni 2020 Putusan Sela Majelis Hakim memutuskan untuk tetap
melanjutkan persidangan, artinya
pengadilan memenangkan Penggugat
melalui putusan sela bahwa gugatan
warga negara tentang pencemaran udara
Jakarta merupakan kewenangan
pengadilan negeri.

Tabel 2. Rangkaian Perjalanan Sidang Gugatan Warga Negara Untuk Menuntut Hak Atas Udara Bersih
(Nathania, 2020; LBH Jakarta, 2020)

Kemenangan Para Penggugat yang tergabung dalam koalisi IBUKOTA terhadap putusan
sela pada 23 Juni 2020 merupakan angin segar tidak hanya bagi Para Penggugat juga setiap
warga negara yang berharap agar pemerintah serius untuk merealisasikan jaminan hak atas udara
bersih bagi rakyat. Pasalnya persidangan akan tetap dilanjutkan di Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat karena menurut Majelis Hakim adanya perbedaan Perbuatan Melawan Hukum (PMH)
yang dilakukan melalui mekanisme Citizen Law Suit (CLS) dan PMH yang diatur dalam
Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 2 tahun 2019. PMH yang dimaksud dalam CLS
mengatur tentang tindakan hukum berkaitan dengan kepentingan umum sedangkan PMH yang
dimaksud dalam Perma Nomor 2 tahun 2019 mengatur gugatan hukum yang ada hanya berkaitan
dengan kepentingan individual dan tidak berdasarkan pada kepentingan umum. Dengan begitu,
melalui mekanisme CLS yang merupakan ranah kewenangan pengadilan negeri setiap warga
negara dapat mendesak pemerintah untuk membuat suatu peraturan perundang-undangan seperti
misalnya menerbitkan revisi PP No. 41 Tahun 1999 (LBH Jakarta, 2020).
Selain itu, mengingat proses persidangan gugatan pencemaran udara ini telah memakan
waktu selama hampir satu tahun, Para Tergugat masih belum melakukan upaya yang efektif dan
efisien dalam mengatasi masalahan pencemaran udara. Hal tersebut terlihat jelas berdasarkan
data pemantauan kualitas udara Jakarta yang menunjukkan parameter pencemar telah melebihi
BMUA Nasional dan kualitas udara DKI Jakarta yang terus memburuk di sepanjang tahun 2019
berdasarkan parameter partikel pencemaran udara PM2.5. Selain itu meski telah ada himbauan
work from home dan juga pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam masa
pandemi dan diklaim pemerintah berdampak pada penurunan pencemaran udara, namun hal itu
tidak berbanding lurus dengan beberapa rekaman kualitas udara yang dibuat oleh berbagai
lembaga seperti Greenpeace Indonesia yang menyatakan pada Maret hingga April lalu
ditemukan bahwa kualitas udara di Jakarta ataupun kota penyangga, tak pernah berada di dalam
indikator “baik” (Tim Advokasi Gerakan IBUKOTA, 2020). Dengan demikian, kami berharap
pemerintah untuk segera mengeluarkan kebijakan yang dapat menyelesaikan permasalahan
pencemaran udara seperti menerbitkan revisi PP No. 41 Tahun 1999 yang mengatur pengetatan
BMUA Nasional.
Referensi
Aliansi BEM Pengawalan Isu Pencemaran Udara. (2020). INDONESIA PERLU BERBENAH
MEMPERBARUI STANDAR BAKU MUTU UDARA. Diakses dari
bit.ly/KajianIsuPencemaran Udara2020 pada 2 Juli 2020.
Badan Pusat Statistik Republik Indonesia. (2019). Statistik Lingkungan Hidup Indonesia 2019.
Jakarta: BPS RI.
LBH Jakarta. (2020). SIDANG CLS POLUSI UDARA JAKARTA KEMBALI
DILANJUTKAN DENGAN AGENDA PEMERIKSAAN AHLI. Diakses dari
https://www.bantuanhukum.or.id/web/sidang-cls-pencemaran-udara-jakarta-kembali-
dilanjutkan-dengan-agenda-pemeriksaan-ahli/ pada 1 Juli 2020.
Fadhillah, Fajri. (2018). Hak Atas Lingkungan Hidup yang Baik dan Sehat dalam Konteks Mutu
Udara Jakarta. Jakarta: Indonesian Centre for Environmental Law.
Koalisi IBUKOTA. (2020). SAH! GUGATAN WARGA NEGARA TENTANG PENCEMARAN
UDARA JAKARTA DIPUTUS HAKIM MERUPAKAN KEWENANGAN PENGADILAN
NEGERI.
Naddafi, K., Nabizadeh, R., Soltanianzadeh, R., Ehrampoosh, M.H. (2006). Evaluation of
Dustfall in The Air of Yazd, Iran. J Environ. Health. Sci. Eng., 3(3): 161-168.
Nathania, B. Fadhillah, F. (2020). Rangkuman Perjalanan Gugatan Warga Negara Tentang
Pencemaran Udara Jakarta Pada Tahun 2019. Jakarta: Indonesian Centre for
Environmental Law.
Tim Advokasi Gerakan IBUKOTA. (2019). Gugatan Perbuatan Melawan Hukum.

Anda mungkin juga menyukai