Salah satu permasalahan lingkungan hidup yang sangat fatal bagi keberlangsungan
hidup manusia adalah pencemaran udara. Pasalnya kurang lebih 50 persen sumber penyakit
berasal dari pencemaran udara (Badan Pusat Statistik Republik Indonesia, 2019). Selain itu,
udara merupakan salah satu komponen penting bagi kelangsungan makhluk hidup, terutama
manusia. Menurut Hesam (2005) dalam Naddafi et al. (2006) bahwa manusia dapat terus hidup
tanpa makanan selama lima minggu dan tanpa air selama 5 hari, namun tidak lebih dari
beberapa menit tanpa udara. Tubuh manusia menghirup udara sekitar 500 ml sekali bernapas,
dalam satu menit manusia dapat bernapas sebanyak 20 kali. Maka apabila kualitas udara yang
dihirup buruk dan tidak sehat dapat dibayangkan potensi kerugiannya bagi kesehatan tubuh
manusia.
1 tahun 60 µg/Nm3
60 µg/Nm
3
-
1 jam 30.000 µg/Nm 3
26.000 µg/Nm 3
-
Karbon Monoksida
2 24 jam 10.000 µg/Nm 3
9.000 µg/Nm 3
-
(CO)
1 tahun - - -
1 jam 400 µg/Nm 3
400 µg/Nm 3
200 µg/Nm 3
Nitrogen Dioksida
3 24 jam 150 µg/Nm 3
92,5 µg/Nm 3
-
(NO )
2
1 tahun 100 µg/Nm 3
60 µg/Nm
3
40 µg/Nm 3
1 jam 235 µg/Nm3
200 µg/Nm 3
-
8 jam - - 100 µg/Nm3
24 jam - - -
4 Ozon (O ) 3
1 tahun 50 µg/Nm 3
30 µg/Nm 3
-
5 Hidrokarbon (HC) 3 jam 160 µg/Nm 3
-
Partikulat < 10 µm 24 jam 150 µg/Nm 3
50 µg/Nm 3
(PM )
10 1 tahun - 20 µg/Nm 3
6
Partikulat < 2,5 µm 24 jam 65 µg/Nm 3
25 µg/Nm 3
(PM )
2,5 1 tahun 15 µg/Nm 3
10 µg/Nm 3
Tabel 1. Perbedaan Standar Baku Mutu Udara Ambien Nasional, Provinsi DKI Jakarta, dan WHO
Berdasarkan tabel di atas dapat simpulkan bahwa BMUA Indonesia untuk parameter
PM2.5 dan PM10 jauh lebih longgar dibandingkan dengan BMUA rekomendasi WHO. Perbedaan
BMUA ini penting karena berdasarkan studi yang ada, eksposur pencemar PM10, PM2.5, SO2 , dan
NO2 di bawah BMUAD Provinsi DKI Jakarta pun sudah menunjukan adanya dampak pada
kesehatan manusia yang signifikan. Misalnya pada eksposur jangka pendek (24 jam) untuk
parameter PM10, terjadi peningkatan resiko kematian sebesar 0.5% pada setiap peningkatan
konsentrasi PM10 sebesar 10 µg/m3. Maka, konsentrasi PM10 pada angka 150 µg/m3 (angka
BMUAD Provinsi DKI Jakarta untuk PM 10) dapat dimaknai sebagai peningkatan resiko
peningkatan kematian harian sebesar 5%, besaran dampak yang tentu signifikan. Hal ini berlaku
pula pada eksposur pencemaran PM2.5 jangka pendek (24 jam). Pada eksposur jangka pendek
NO2 (1 jam), studi tingkat respons bronchial pada pengidap penyakit asma menunjukan adanya
peningkatan tingkat respons pada konsentrasi NO2 di atas 200 µg/m3. Karena BMUA Daerah
Provinsi DKI Jakarta yang longgar tersebut dibandingkan dengan BMUA rekomendasi WHO,
warga Jakarta hanya mengetahui bahwa kualitas udara yang mereka hirup masih di bawah baku
mutu yang berarti tidak menimbulkan dampak kesehatan yang signifikan. Padahal kualitas udara
di Jakarta yang mereka hirup, meskipun misalnya masih berada di bawah BMUA Daerah
Provinsi DKI Jakarta, tetap menimbulkan resiko kesehatan yang signifikan. Dengan kata lain,
BMUA Daerah Provinsi DKI Jakarta tidak cukup melindungi warga yang berkegiatan di Jakarta,
khususnya kelompok-kelompok yang sensitif terhadap paparan pencemaran udara (Fadhillah,
2018).
2) Menghukum Menteri LHK (Tergugat II) untuk melakukan supervisi terhadap Gubernur
DKI Jakarta, Gubernur Banten, dan Gubernur Jawa Barat (Tergugat V, Turut Tergugat
I, dan Turut Tergugat II) dalam melakukan inventarisasi emisi lintas batas Provinsi DKI
Jakarta, Banten, dan Jawa Barat;
ii. Melaporkan evaluasi penaatan ambang batas emisi gas buang kendaraan
bemotor lama;
ii. Usaha dan/atau kegiatan yang tidak memenuhi baku mutu emisi sumber
tidak bergerak bagi usaha dan/atau kegiatannya;
Tuntutan tersebut diajukan melalui mekanisme gugatan warga negara (citizen law suit)
yang diatur dalam Surat Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor:
36/KMA/SK/II/2013 tentang Pemberlakuan Pedoman Penanganan Perkara Lingkungan Hidup
menyatakan “Gugatan Warga Negara adalah suatu gugatan yang dapat diajukan oleh setiap
orang terhadap suatu perbuatan melawan hukum, dengan mengatasnamakan kepentingan
umum, dengan alasan adanya pembiaran atau tidak dilaksanakannya kewajiban hukum oleh
pemerintah atau Organisasi Lingkungan Hidup tidak menggunakan haknya untuk menggugat”.
Dengan demikian, mekanisme Gugatan Warga Negara telah diajui dalam praktik hukum di
Indonesia dalam beberapa putusan pengadilan. Upaya Gugatan Warga Negara oleh Para
Penggugat dilakukan semata-mata untuk pemenuhan hak asasi manusia yang menyangkut
kepentingan umum yang diabaikan oleh Negara Republik Indonesia, Para Penggugat melalui
kuasa hukumnya telah menyampaikan pemberitahuan (notifikasi) Gugatan Warga Negara
kepada para tergugat yang ditembuskan kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat melalui
surat pada tanggal 5 Desember 2018 dan telah diterima secara layak dan patut. Oleh karena itu,
Gugatan Warga Negara telah sesuai dan layak untuk diterima, diadili, dan diputus oleh
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (Tim Advokasi Gerakan IBUKOTA, 2019). Namun sebulan
kemudian setelah mendaftarkan gugatan pada 4 Juli 2019, Mahkamah Agung mengeluarkan
Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 2 Tahun 2019 tentang Pedoman Penyelesaian
Sengketa Tindakan Pemerintahan dan Kewenangan Mengadili Perbuatan Melanggar Hukum
oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang pada pokoknya mengatur gugatan perbuatan
melawan hukum terhadap pemerintah harus diperiksa di Pengadilan Tata Usaha Negara
(PTUN) dan gugatan yang sudah didaftarkan di Pengadilan Negeri haruslah dilimpahkan ke
PTUN. Para Tergugat khususnya Presiden RI, Menteri Dalam Negeri, dan Gubernur DKI
Jakarta kemudian mengajukan eksepsi yang pada intinya meminta perkara dinyatakan bukan
kewenangan Pengadilan Negeri dan dilimpahkan ke PTUN. Setelah proses jawab-menjawab
dengan menghadirkan ahli ilmu perundang-undangan akhirnya Majelis Hakim yang dipimpin
oleh Hakim Saifudin Zuhri dengan tegas menyatakan bahwa perkara perbuatan melawan
hukum terhadap penguasa dengan mekanisme gugatan warga negara merupakan kewenangan
pengadilan negeri dan memerintahkan melanjutkan pemeriksaan perkara sampai putusan akhir.
Dengan demikian, putusan sela Majelis Hakim pada 23 Juni 2020, menyatakan bahwa gugatan
warga negara (citizen law suit) pencemaran udara Jakarta merupakan kewenangan Pengadilan
Negeri. Selanjutnya gugatan akan masuk pada tahapan pembuktian para pihak tentang benar
tidaknya udara Jakarta tercemar parah dan Para Tergugat telah lalai dalam melakukan tugasnya
untuk memberikan hak atas udara yang bersih dan sehat bagi warga Jakarta (Koalisi
IBUKOTA, 2020).
Lebih lanjut, berikut merupakan tabel yang menjelaskan rangkaian perjalanan warga
negara dalam menuntut hak atas udara bersih.
Gugatan 5 Desember 2018 Penyerahan Notifikasi Dua puluh orang warga negara Indonesia
menyampaikan notifikasi kepada
Gubernur Provinsi DKI Jakarta, Gubernur
Provinsi Banten, Gubernur Provinsi Jawa
Barat, Presiden Republik Indonesia,
Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan, Menteri Kesehatan, dan
Menteri Dalam Negeri yang berisikan
tuntutan untuk melakukan pemulihan
pencemaran udara yang terjadi di Provinsi
DKI Jakarta.
14 April 2019 LBH Jakarta Membuka LBH Jakarta membuka pos pengaduan
Pos Pengaduan selama satu bulan terhitung sejak 14 April
Pencemaran Udara 2019 dalam rangka mengajak warga
Jakarta atau warga di luar Jakarta untuk
berperan dalam upaya perbaikan kualitas
udara. Melalui pos pengaduan ini, dua
belas warga negara Indonesia turut
bergabung sebagai Penggugat dalam
advokasi terhadap pencemaran udara di
Jakarta.
4 Juli 2019 Penyerahan Gugatan Ketujuh pejabat pemerintahan yang
menerima notifikasi dari para Penggugat
tidak menanggapi dan tidak membahas
tuntutan para Penggugat sejak notifikasi
diserahkan pada 5 Desember 2018 hingga
awal Juli 2019. Akhirnya, setelah
melampaui 60 hari kerja sejak penyerahan
notifikasi kepada tujuh pejabat
pemerintahan yang disebutkan
sebelumnya, 32 warga negara Indonesia
mendaftarkan gugatan warga negara
tentang pencemaran udara Jakarta kepada
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Tujuh
pejabat pemerintahan tersebut menjadi
para Tergugat dan Turut Tergugat dalam
perkara ini.
8 Juli 2019 Gubernur DKI Jakarta Gubernur DKI Jakarta menetapkan
Memasukkan Pengendalian Keputusan Gubernur Provinsi DKI
Pencemaran Udara ke Jakarta Nomor 1107 Tahun 2019 tentang
Daftar Kegiatan Strategis Perubahan atas Keputusan Gubernur
Daerah Nomor 1042 Tahun 2018 tentang Daftar
Kegiatan Strategis Daerah yang
memasukkan pengendalian pencemaran
udara ke dalam daftar kegiatan strategis
daerah.
Sidang 1 Agustus 2019 Sidang Pendahuluan Majelis Hakim meminta para Penggugat
Pertama untuk melengkapi beberapa berkas untuk
gugatan. Gubernur Banten sebagai Turut
Tergugat I tidak hadir dalam persidangan.
Pada hari yang sama, Gubernur DKI
Jakarta juga mengeluarkan Instruksi
Gubernur Nomor 66 Tahun 2019 tentang
Pengendalian Kualitas Udara.
22 Agustus 2019 Sidang Pendahuluan Kedua Gubernur Banten kembali tidak hadir di
persidangan walaupun telah dipanggil
secara patut oleh pengadilan. Terdapat
Penggugat intervensi yang akan masuk ke
dalam gugatan ini yakni Forum Warga
Kota Jakarta (FAKTA), akan tetapi dalam
sidang tersebut tidak FAKTA hadir.
Pengadilan akan kembali memanggil
pihak yang tidak hadir.
12 September 2019 Sidang Pendahuluan Ketiga FAKTA hadir pada sidang, namun
berkasnya belum terdistribusi ke seluruh
tergugat, majelis hakim meminta FAKTA
untuk mendistribusikan berkas tersebut.
Majelis hakim juga meminta agar
tanggapan terhadap masuknya Penggugat
intervensi dapat diserahkan pada minggu
berikutnya. Adapun dalam sidang ini
hakim memutuskan bahwa perkara akan
diperiksa tanpa dihadiri oleh Gubernur
Banten sebagai Turut Tergugat I, karena
Gubernur Banten telah dipanggil secara
patut sebanyak dua kali akan tetapi tidak
hadir di persidangan
19 September 2019 Sidang Pendahuluan Pada sidang keempat, Penggugat dan para
Keempat Tergugat menyerahkan tanggapan
terhadap masuknya Penggugat intervensi
kepada majelis hakim. Secara umum, Para
Tergugat menolak masuknya FAKTA
sebagai Penggugat intervensi dalam
gugatan ini. Sementara, Penggugat pada
dasarnya tidak menolak masuknya
FAKTA sebagai Penggugat intervensi.
Putusan 3 Oktober 2019 Putusan Sela terhadap Penggugat dan Para Tergugat telah hadir
Penggugat Intervensi (tidak di ruang sidang sejak pukul 10.00 WIB
dilaksanakan) sebagaimana telah disepakati dalam
sidang sebelumnya. Akan tetapi
sampai dengan 16.00 WIB, majelis hakim
tidak kunjung hadir di ruang sidang,
sehingga pada akhirnya Penggugat dan
Para Tergugat memutuskan untuk
meninggalkan ruang sidang.
17 Oktober 2019 Putusan Sela terhadap Hakim menolak masuknya FAKTA
Penggugat Intervensi sebagai Penggugat intervensi karena
berdasarkan Keputusan Ketua Mahkamah
Agung Nomor 36/KMA/SK/II/2013
tentang Pemberlakuan Pedoman
Penanganan Perkara Lingkungan Hidup
persyaratan untuk mengajukan gugatan
warga negara (citizen law suit) adalah
gugatannya diajukan oleh satu orang atau
lebih Warga Negara Indonesia, bukan
badan hukum. Dalam hal ini FAKTA
sebagai lembaga swadaya masyarakat
tentu merupakan badan hukum, sehingga
tidak masuk dalam kualifikasi sebagai
Penggugat dalam gugatan warga negara.
Setelah dibacakannya putusan sela, hakim
pun memberikan kesempatan kepada para
pihak untuk melakukan mediasi pada
pertemuan selanjutnya. Hakim mediator
yang bertugas dalam proses mediasi
adalah Acice Sendong, S.H., M.H.
Mediasi 31 Oktober 2019 Pertemuan Pertama Sepuluh orang prinsipal Penggugat hadir
Mediasi dalam pertemuan pertama mediasi
didampingi dengan kuasa hukum.
Sementara prinsipal Para Tergugat tidak
hadir dalam pertemuan
pertama mediasi ini tanpa alasan yang
jelas. Padahal berdasarkan Pasal 6
PERMA No. 1 Tahun 2016 tentang
Prosedur Mediasi di Pengadilan, para
pihak wajib menghadiri mediasi dengan
atau tanpa didampingi oleh kuasa hukum
kecuali ketidakhadiran para pihak tersebut
disebabkan oleh alasan yang sah seperti
sakit, di bawah pengampuan, tinggal di
luar negeri, menjalankan tugas negara,
atau pekerjaan yang tidak dapat
ditinggalkan. Gubernur Banten atau
wakilnya sebagai Turut Tergugat I
kembali tidak menghadiri pertemuan
perdana mediasi. Dalam pertemuan
pertama mediasi ini Penggugat
menyerahkan resume perkara kepada
hakim mediator dan Para Tergugat.
13 November 2019 Pertemuan Pertama Dalam pertemuan pertama mediasi di luar
Mediasi di Luar persidangan dengan Pemprov DKI
Persidangan Jakarta, Kepala Biro Hukum DKI Jakarta
dengan Pemerintah menyatakan bahwa pada dasarnya
Provinsi DKI Jakarta beberapa tuntutan Penggugat sejalan
dengan apa yang sudah atau akan
dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta.
Beberapa poin penting pada pertemuan
tersebut antara lain:
a) Gubernur DKI Jakarta telah
mengeluarkan Instruksi Gubernur
Nomor 66 Tahun 2019. Di dalam
Instruksi Gubernur tersebut
pengendalian pencemaran udara
melibatkan lintas SKPD. Setiap 2
minggu proses pelaksanaan
pengendalian pencemaran udara
akan dievaluasi;
b) Hasil inventarisasi emisi akan
diperbaharui pada tahun 2020;
c) Penambahan SPKU sudah masuk
ke dalam rencana anggaran tahun
2020;
d) Perluasan ganjil genap dengan
menyertakan kendaraan roda dua
terkendala banyaknya keberatan
oleh warga;
e) Pemprov DKI Jakarta
menemukan dilema terkait
dengan moratorium pembangunan
ITF dengan teknologi insinerator,
karena DKI Jakarta menghadapi
permasalahan sampah yang cukup
pelik. Akan tetapi Pemprov DKI
Jakarta membuka peluang apabila
Penggugat memiliki usul terkait
teknologi lain yang dapat
digunakan untuk menggantikan
insinerator;
f) Penggugat akan dilibatkan oleh
Pemprov DKI Jakarta dalam
penyusunan strategi dan rencana
aksi pengendalian pencemaran
udara Jakarta.
14 November 2019 Pertemuan Kedua Mediasi Dalam pertemuan kedua mediasi, Para
Tergugat menyampaikan tanggapannya
terhadap resume perkara yang
disampaikan oleh Penggugat. Para
Tergugat menyampaikan bahwa Para
Tergugat telah melaksanakan atau sedang
berproses dalam melaksanakan tuntutan-
tuntutan Penggugat. Gubernur Banten
tidak menyampaikan tanggapannya
terhadap resume perkara, walaupun
Penggugat telah berinisiatif untuk
mengirimkan resume perkara kepada
Gubernur Banten. Mediasi tidak menemui
titik temu.
21 November 2019 Pertemuan Ketiga Mediasi Dalam pertemuan ketiga mediasi,
Penggugat berinisiatif untuk mengajukan
akta perdamaian kepada Para Tergugat
mengingat dalam pertemuan mediasi
sebelumnya Para Tergugat mengklaim
bahwa Para Tergugat telah melaksanakan
atau sedang berproses dalam
melaksanakan tuntutan-tuntutan
Penggugat.
Tabel 2. Rangkaian Perjalanan Sidang Gugatan Warga Negara Untuk Menuntut Hak Atas Udara Bersih
(Nathania, 2020; LBH Jakarta, 2020)
Kemenangan Para Penggugat yang tergabung dalam koalisi IBUKOTA terhadap putusan
sela pada 23 Juni 2020 merupakan angin segar tidak hanya bagi Para Penggugat juga setiap
warga negara yang berharap agar pemerintah serius untuk merealisasikan jaminan hak atas udara
bersih bagi rakyat. Pasalnya persidangan akan tetap dilanjutkan di Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat karena menurut Majelis Hakim adanya perbedaan Perbuatan Melawan Hukum (PMH)
yang dilakukan melalui mekanisme Citizen Law Suit (CLS) dan PMH yang diatur dalam
Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 2 tahun 2019. PMH yang dimaksud dalam CLS
mengatur tentang tindakan hukum berkaitan dengan kepentingan umum sedangkan PMH yang
dimaksud dalam Perma Nomor 2 tahun 2019 mengatur gugatan hukum yang ada hanya berkaitan
dengan kepentingan individual dan tidak berdasarkan pada kepentingan umum. Dengan begitu,
melalui mekanisme CLS yang merupakan ranah kewenangan pengadilan negeri setiap warga
negara dapat mendesak pemerintah untuk membuat suatu peraturan perundang-undangan seperti
misalnya menerbitkan revisi PP No. 41 Tahun 1999 (LBH Jakarta, 2020).
Selain itu, mengingat proses persidangan gugatan pencemaran udara ini telah memakan
waktu selama hampir satu tahun, Para Tergugat masih belum melakukan upaya yang efektif dan
efisien dalam mengatasi masalahan pencemaran udara. Hal tersebut terlihat jelas berdasarkan
data pemantauan kualitas udara Jakarta yang menunjukkan parameter pencemar telah melebihi
BMUA Nasional dan kualitas udara DKI Jakarta yang terus memburuk di sepanjang tahun 2019
berdasarkan parameter partikel pencemaran udara PM2.5. Selain itu meski telah ada himbauan
work from home dan juga pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam masa
pandemi dan diklaim pemerintah berdampak pada penurunan pencemaran udara, namun hal itu
tidak berbanding lurus dengan beberapa rekaman kualitas udara yang dibuat oleh berbagai
lembaga seperti Greenpeace Indonesia yang menyatakan pada Maret hingga April lalu
ditemukan bahwa kualitas udara di Jakarta ataupun kota penyangga, tak pernah berada di dalam
indikator “baik” (Tim Advokasi Gerakan IBUKOTA, 2020). Dengan demikian, kami berharap
pemerintah untuk segera mengeluarkan kebijakan yang dapat menyelesaikan permasalahan
pencemaran udara seperti menerbitkan revisi PP No. 41 Tahun 1999 yang mengatur pengetatan
BMUA Nasional.
Referensi
Aliansi BEM Pengawalan Isu Pencemaran Udara. (2020). INDONESIA PERLU BERBENAH
MEMPERBARUI STANDAR BAKU MUTU UDARA. Diakses dari
bit.ly/KajianIsuPencemaran Udara2020 pada 2 Juli 2020.
Badan Pusat Statistik Republik Indonesia. (2019). Statistik Lingkungan Hidup Indonesia 2019.
Jakarta: BPS RI.
LBH Jakarta. (2020). SIDANG CLS POLUSI UDARA JAKARTA KEMBALI
DILANJUTKAN DENGAN AGENDA PEMERIKSAAN AHLI. Diakses dari
https://www.bantuanhukum.or.id/web/sidang-cls-pencemaran-udara-jakarta-kembali-
dilanjutkan-dengan-agenda-pemeriksaan-ahli/ pada 1 Juli 2020.
Fadhillah, Fajri. (2018). Hak Atas Lingkungan Hidup yang Baik dan Sehat dalam Konteks Mutu
Udara Jakarta. Jakarta: Indonesian Centre for Environmental Law.
Koalisi IBUKOTA. (2020). SAH! GUGATAN WARGA NEGARA TENTANG PENCEMARAN
UDARA JAKARTA DIPUTUS HAKIM MERUPAKAN KEWENANGAN PENGADILAN
NEGERI.
Naddafi, K., Nabizadeh, R., Soltanianzadeh, R., Ehrampoosh, M.H. (2006). Evaluation of
Dustfall in The Air of Yazd, Iran. J Environ. Health. Sci. Eng., 3(3): 161-168.
Nathania, B. Fadhillah, F. (2020). Rangkuman Perjalanan Gugatan Warga Negara Tentang
Pencemaran Udara Jakarta Pada Tahun 2019. Jakarta: Indonesian Centre for
Environmental Law.
Tim Advokasi Gerakan IBUKOTA. (2019). Gugatan Perbuatan Melawan Hukum.