Disusun Oleh :
2020
Kasus
Terdapat sebuah keluarga dengan kepala keluarga Tn. E dan memiliki istri Ny. N dan satu anak
berumur 3 tahun An. T, Tn. E bekerja sebagai admin di salah satu perusahaan yang bisa di
bilang perusahaan menengah dan gaji juga bisa di bilang cukup, dan Ny. N bekerja sebagai
pegawai honorer di salah satu Sekolah Dasar dan pihak Sekolah pun memperbolehkan Ny. N
membawa anaknya Setiap hari karena Ny. Bekerja tidak sampai sore.
Konflik di mulai semenjak si anak An. T mulai berumur 1 tahun dan hampir setiap hari dalam
keluarga tersebut terjadi konflik di karenakan sang suami adalah perokok berat, dalam sehari
suami tersebut bisa menghabiskan 4 bungkus rokok dan harga tiap bungkus rokok Rp. 17.500
Sang suami pernah berjanji jika dia memiliki anak akan berhenti merokok, janji tersebut hanya di
jalani selama 1 tahun terhitung sejak anak lahir kemudian mulai mencoba-coba rokok kembali
namun sehari dia hanya menjatah 1 bungkus rokok. Dari awal Tn. E mulai merokok lagi lambat
laun kebiasaan merokok mulai bertambah dan terus membeli rokok dan menjadi perokok berat
lagi, istri hanya mengingatkan dan terus menerus mengingat, di ingatkan tidak mempan istri pun
menegur suami, di tegur masih tetap si istri pun kemudian merendam semua rokok milik suami
dan merusaknya dan Tn. E mengetahui rokok tersebut sudah rusak semua kemudian memarahi
Ny. N dan menangis, kemudian istrinya hanya ingin mengingatkan suami untuk berhenti
merokok karena sudah memiliki anak dan juga kebutuhan semakin banyak, Tn. Kemudian
tersadar akan hal tersebut. Tetapi hanya berlaku beberapa bulan saja dan suami kembali merokok
Sampai suatu saat Tn. E pergi ke suatu tempat dan disana dia merokok dan terlihat SPG rokok
menawarkan, karena Tn. E ini perokok berat maka di beli lah rokok dari SPG tersebut dan si
SPG pun senang karna rokok- rokoknya laku terjual, singkat cerita Ny. N penasaran mengapa
setiap kali suami pergi selalu membawa uang berlebih dan membawa rokok banyak, Tn. E
beralasan itu hanya milik titipan teman namun Ny. N tidak percaya begitu saja, kemudian suatu
hari Ny.N mengikuti Tn. E pergi dan benar saja rokok tersebut dia beli sendiri melalui SPG
rokok
Intervensi
Dari segi kesehatan kita pun sebagai perawat juga harus menjelaskan bahayanya merokok dan
akibatnya, terutama jika ada balita di dekat kita, dan dari segi ekonomi tentunya juga
mengingatkan meskipun tidak 100% harus benar minimalis dari kita sebagai perawat
memberikan arahan ekonomi keluarga sedikit meningkat dan tertata karna kebutuhan-kebutuhan
seperti rokok itu tidaklah penting untuk sebuah keluarga baru dan memiliki anak. Yang jelas
kebutuhan keluarga ketika sudah memiliki anak itu pasti akan meningkatkan dan juga
kebutuhan-kebutuhan lainnya yang tidak di rencanakan, semisal si anak sakit, atau si istri juga
sakit
Jurnal
E-Mail: elvia.putty11@gmail.com
Abstract
Working in stigma is not an easy thing to do, this is felt by women who work as SPG
(Sales Promotion Girl) cigarettes, getting stigma for SPGs are considered as a risk from
their profession. Cigarette SPGs examined in this study are those who still live with their
families, this is done so that researchers can examine the risks that occur on the stigma
felt by cigarette SPG families so that it causes interpersonal conflicts within the family in
the form of complaints against the Informant profession as SPG cigarettes. This study
aims to determine the type of conflict management used by SPG cigarettes in dealing with
interpersonal conflict in the family over their profession, therefore the researcher uses the
theory of interpersonal conflict management as a reference to theoretical criteria. The
method of collecting data from this study was in-depth interviews with three cigarette
SPGs domiciled in Semarang.
The results of this study shows that the stigma of the SPG occurs because with the
uniform and makeup attached to the body of the SPG cigarette, artifactually often gets
negative responses from the public. Furthermore, this study will explore the conflict
management within the SPG cigarette family over the stigma of the community. Conflicts
that occur in cigarette SPG families over the stigma of their profession occur because the
family does not want if their family members are considered negative by others, so that
complaints arise from members of the SPG cigarette family to leave the profession. This
research on conflict management groups the types of interpersonal conflict management
into six categories, which are Domination, Capitulation, Inaction, Withdrawal,
Negosiation and Third Party Intervenion. Based on research findings regarding
interpersonal conflict management, researchers find that the type of conflict management
used in dealing with problems will depend on the problem itself, because every problem
that occurs will always demand its own type of conflict management. In addition, each
type of conflict management if done will always pose its own risks so that this becomes a
consideration of the informants to determine attitudes in dealing with interpersonal
conflict within the family.
Bekerja dalam stigma bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan, hal ini dirasakan oleh
para wanita yang bekerja sebagai SPG (Sales Promotion Girl) rokok, mendapatkan stigma
saat bekerja sudah mereka anggap sebagai resiko dari profesinya. SPG rokok yang diteliti
dalam penelitian ini adalah mereka yang masih tinggal bersama keluarganya, hal ini
dilakukan agar peneliti dapat meneliti mengenai resiko yang terjadi atas stigma tersebut
yang dirasakan oleh keluarga SPG rokok sehingga menimbulkan konflik interpersonal
didalam keluarga berupa komplain terhadap profesi Informan sebagai SPG rokok.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tipe manajemen konflik yang digunakan SPG
rokok dalam menghadapi konflik interpersonal dalam keluarga atas profesinya, oleh
karena itu Peneliti menggunakan teori majemen konflik interpersonal sebagai rujukan
kriteria teoritis. Metode pengumpulan data dari penelitian ini adalah wawancara
mendalam dengan tiga orang SPG rokok yang berdomisili di Kota Semarang.
Hasil dari penelitian ini menujukkan bahwa stigma pada diri SPG terjadi karena dengan
seragam dan riasan wajah yang melekat ditubuh SPG rokok, secara artifaktual seringkali
mendapat tanggapan negatif dari masyarakat. Selanjutnya penelitian ini lebih mendalami
tentang manajemen konflik didalam keluarga SPG rokok atas stigma dari masyarakat.
Konflik yang terjadi dalam keluarga SPG rokok atas stigma dari profesinya terjadi karena
pihak keluarga tidak mau jika anggota keluarganya dinilai negatif oleh orang lain,
sehingga munculah komplain-komplain dari anggota keluarga SPG rokok untuk
meninggalkan profesi tersebut. Penelitian mengenai manajemen konflik ini
mengelompokkan tipe-tipe manajemen konflik interpersonal kedalam enam kategori,
yaitu penguasaan, penyerahan, pengacuhan, penarikan diri, tawar-menawar dan campur
tangan pihak ketiga. Berdasarkan temuan penelitian mengenai manajemen konflik
interpersonal, peneliti menemukan bahwa tipe manajemen konflik yang digunakan dalam
menghadapi masalah akan bergantung kepada masalah itu sendiri, karena setiap masalah
yang terjadi akan selalu menuntut tipe manajemen konfliknya sendiri. Selain itu, setiap
tipe manajemen konflik jika dilakukan akan selalu menimbulkan resikonya masing-
masing sehingga hal ini menjadi pertimbangan dari Informan untuk menentukan sikap
dalam menghadapi konflik interpersonal didalam keluarga.
Kata kunci : Manajemen konflik interpersonal, stigma, Sales Promotion Girl, SPG
rokok.
PENDAHULUAN bekerja didalam stigma tentu
mengundang konflik didalam keluarga,
Sales Promotion Girls (SPG) baik hubugan orangtua--anak maupun
merupakan tenaga kerja perempuan yang suami-istri. Konflik yang terjadi
berperan sebagai front liner yang didalam keluarga SPG rokok tentu
berhadapan langsung dengan pelanggan membutuhkan cara-cara tertentu untuk
untuk mempromosikan, menawarkan, menghadapinya. Manajemen konflik
dan menjual produk. Menjadi seorang interpersonal dalam keluarga ini
promotor yang bekerja di bawah suatu dibutuhkan agar setidaknya lingkungan
brand, para perempuan ini harus terdekat, yaitu keluarga, dapat
memenuhi kriteria yang dimiliki oleh memahami dan tidak justru ikut
brand tersebut, mulai dari kemampuan memberikan stigma kepada anggota
berkomunikasi dan persuasi yang dinilai keluarganya yang bekera sebagai SPG
dari wawancara, hingga kriteria secara rokok.
fisik seperti syarat minimal tinggi badan,
berat badan maksimal, rentang usia dan RUMUSAN MASALAH
warna kulit yang cerah. Bekerja sebagai
SPG rokok memang merupakan Penelitian ini ingin mengetahui
pekerjaan yang menggiurkan apabila strategi manajemen konflik antar pribadi
dilihat dari gaji yang didapatkan, namun dalam keluarga atas stigma negatif pada
hal ini sebanding dengan resiko yang diri SPG agar dapat mengurangi atau
harus mereka dihadapi. mencegah adanya kesalahpahaman
dalam keluarga pekerja SPG rokok
Bekerja dengan pakaian dan riasan tersebut. Sehingga penulis mengambil
yang mencolok seringkali secara rumusan masalah dalam penelitian ini
artifaktual diartikan dengan konotasi adalah bagaimana manajemen konflik
negatif, begitu pula yang dirasakan oleh interpersonal dalam keluarga SPG
para SPG, mereka seringkali dikaitkan Rokok atas stigma negatif pada diri SPG
dengan stigma wanita nakal dan konotasi rokok di Kota Semarang.
negatif lainnya. Bekerja didalam stigma
TUJUAN PENELITIAN
merupakan pekerjaan yang
membutuhkan adaptasi yang cukup lama, konflik interpersonal apa yang
terlebih ketika stigma tersebut sudah dilakukan oleh SPG rokok di Kota
diketahui dan berpengaruh kepada
lingkungan terdekat yaitu keluarga. Semarang sebagai upaya untuk
menyelesaikan konflik yang disebabkan
Mengetahui anggota oleh adanya stigma terhadap profesinya.
keluarganya
KERANGKA PENILITIAN
TEORITIS
penarikan diri dan supresi. Setelah itu
Paradigma ini menempatkan manusia sebagai
diikuti oleh Thomas dan Kilmann (dalam
konstruktor dari suatu realita. Pertukaran ide
Copley, 2008:7) yang memiliki model lain
dan pengalaman yang terjadi melalui
dalam penyelesaian konflik, diantaranya
interaksi dan pertukaran makna yang terjadi
adalah kompetisi, kolaborasi, akomodasi
antar manusia. Menurut Berger dan Luckman
dan tawar-menawar. Terdapat pula Pruitt
(dalam Pratama,2017: 69) menyatakan
(dalam Copley, 2008:8) yang menyatakan
bahwa makna dan kebenaran merupakan
bahwa berdasarkan tingkat kepedulian
hasil kesepakatan bersama, sehingga hal ini
terhadap diri sendiri dan orang lain,
menyebabkan kebenaran bersifat relative
manajemen konflik interpersonal terbagi
karena dipengaruhi oleh pengalaman dan
menjadi empat kategori, yaitu penyerahan,
latar belakang manusia dan kelompok.
menyelesaikan masalah, pengacuhan dan
Neuman (dalam Pratama, 2017:70)
persaingan. Selain itu, terdapat pula
menyatakan bahwa jika paradigma ini
pendapat dari lewicki, dkk (1992:230)
dikaitkan dengan riset, maka upaya yang
dalam penelitiannya ia menyatakan bahwa
harus dilakukan oleh peneliti yakni berusaha
untuk memahami proses dari konflik dan
memahami realitas dari sudut pandang
penyelesaian konflik, dirinya mendapatkan
subyek yang memiliki atau memaknai realita.
beberapa batasan dan limitasi, oleh karena
Menurut mangkunegara (dalam Puspita,
itu ia merasa bahwa penelitian mengenai
2018:5) konflik merupakan suatu
konflik interpersonal harus diikuti dengan
pertentangan yang terjadi antara apa yang
dua dimensi pendukung, yaitu negosiasi
diharapkan oleh seseorang terhadap dirinya,
dan campur tangan pihak ketiga untuk
orang lain ataupun kelompoknya dengan
menyelesaikan konflik. Melalui penjelasan
kenyataan yang diharapkan. Menurut Fink
dari para ahli diatas, peneliti menggunakan
(dalam Barki dan Hartwick, 2002:5) konflik
dominasi, penyerahan, pengacuhan,
antar pribadi adalah sebuah proses dinamis
penarikan diri, tawar-menawar dan
yang terjadi antara individu dan atau
keterlibatan pihak lain untuk menjadi
kelompok yang berada dalam hubungan yang
dimensi pengukur dalam penelitian kali ini.
ssaling ketergantungan, terlebih apabila
didukung oleh perbedaan latar belakang dan METODE PENELITIAN
juga perbedaan kondisi seseorang saat
berkomunikasi Secara umum, Putnam dan Jenis penelitian yang digunakan dalam
Poole (dalam Barki dan Hartwick, 2001:6) penelitian ini adalah penelitian deskriptif
menjelaskan bahwa terjadinya konflik kualitatif. Penelitian deskriptif kualitatif
interpersonal seringkali disebabkan oleh tiga dengan pendekatan Fenomenologi. Subjek
komponen, yaitu ketidaksepakatan, gangguan pada penelitian ini akan ditentukan secara
dan perasaan negatif. menghadapi konflik purposive, dimana informan akan dipilih
Interpersonal adalah Follet. Menurut Follett sesui dengan kriteria yang sudah
(dalam Copley, 2008:6) klasifikasi dari ditentukan. Subjek yang dipilih dalam
manajemen konflik interpersonal diantaranya penelitian ini adalah wanita yang bekerja
adalah dominasi, kompromi, kolaborasi, sebagai Sales Promotion Girl(SPG) rokok
dalam satu tahun terakhir dan tinggal
bersama keluarga. 3. Identifikasi final terhadap data
Data penelitian ini akan diperoleh dari yang diperoleh melalui proses
kegiatan wawancara mendalam (indepth validasi awal data dengan
interview). Wawancara digunakan sebagai memeriksa data dan tema.
teknik pengumpulan data apabila peneliti
4. Mengkonstrusi deskripsi tekstural
akan melaksanakan studi pendahuluan untuk
masing-masing informan, termasuk
menemukan permasalahan yang harus
pernyataan-pernyataan verbal dari
diteliti, dan juga peneliti ingin mengetahui
informan yang berguna bagi
hal-hal dari responden yang lebih mendalam
penelitian serupa selanjutnya,
dan jumlah respondennya sedikit/kecil
dalam hal ini adalah penelitian
(Sugiyono, 2010:194) Instrument untuk
melakukan wawancara adalah peneliti sendiri mendatangmengenaiSales Promotion
dengan menggunakan pedoman wawancara Girl, manajemen konflik
(interview guide) yang tidak terstruktur dan interpersonal ataupun stigma atas
bersifat open-ended. profesi yang dijalani seseorang.
Management in Information
System Development.”
of Interpersonal Conflict”
DavidLewin. “Models of
(1992). Print
UB Press.
Konflik. Yogyakarta.
Deepublish.