Anda di halaman 1dari 3

Nama : Bayu Aji Prianto

NIM : 1711011090

Kelas : B/Semester 6

Salah satu tenaga kesehatan yang harus berbenah dan membuat refleksi diri terhadap
model asuhannya adalah tenaga perawat. Bukan mengesampingkan tenaga kesehatan
yang lain, namun penekanan pengenalan dan refleksi diri pada tenaga keperawatan ini
dikarenakan dalam 24 jam, tiga shift yaitu pagi, sore, malam, serta dalam tujuh hari full tidak
ada rumah sakit yang tidak ada perawatnya. Perlu digaris bawah bahwa isolasi bukan obat
dari Covid-19, tetapi isolasi adalah upaya memutus rantai persebaran, sedangkan esensinya
adalah perawatan, pengobatan, pemulihan, dan kerja sama pasien, dengan perawat dan
semua tenaga kesehatan dalam memulihkan kesehatan adalah komponen yang sangat
utama. Sebagai garda terdepan pada era Covid 19, menurut Liu, 2020 dalam The Lancet
Global Health , 20 , 1-9, perawat mempunyai peran dalam asesmen, meminimalkan
komplikasi dengan melaksanakan monitoring ketat, melaksanakan manajemen jalan napas,
melakukan perubahan posisi, melakukan edukasi dan kolaborasi dalam pemberian obat.
Perawat juga akan membantu pasien dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari, termasuk
pemberian carian dan nutrisi, pemenuhan kebutuhan eliminasi (BAB/BAK) dan juga
kebersihan diri. Dari mulai skrining, tindakan kegawatdaruratan, perawatan isolasi, sampai
penanganan kasus kritis yang dilaksanakan secara berkolaborasi oleh tim kesehatan
merupakan tugas dari perawat. Tidak hanya kebutuhan fisik yang harus dibantu, juga
kebutuhan pemenuhan kebutuhan psikologis, kebutuhan spiritual serta kebutuhan untuk
didengar dan dimengerti menjadi esensi perawatan pasien. Di sisi lain, terjadi suatu
perubahan fenomena besar pada era Covid ini, di mana umumnya di Indonesia model family
empowerment saat keluarga dirawat sangat kental menjadi budaya di Indonesia, namun
pada era Covid-19 budaya ini berubah100 % atau dapat dikatakan budaya pelibatan
keluarga dalam asuhan di RS tidak bisa dilaksanakan karena adanya pembatasan untuk
mencegah transmisi dan pasien harus diisolasi sehingga tidak boleh ditungggu oleh
keluarga. Dampak perawatan isolasi ini menyebabkan perubahan yang sangat besar dan
mendorong seluruh perawat untuk lebih melakukan asuhan secara komprehensif dari
seluruh komponen bio, psiko, sosial, spiritual, dan budaya. Mungkin pernah mendengar
testimoni yang beredar di medsos, di mana seorang profesor dari universitas ternama di
Jogja sangat merasa terbantu dengan adanya perawat, dokter, dan profesi lainnya. Di sisi
lain, ada juga keluhan yang menyampaikan adanya pasien yang merasa tidak diberikan
asuhan dengan caring oleh perawat. Kondisi inilah yang dapat menjadi refleksi diri yang
harus diperbaiki dan menjadi bukti bahwa asuhan keperawatan sangatlah dinanti. Mengutip
berita-berita di mana kehadiran asuhan dari perawat sangat dinanti, maka perlu ada
pembenahan positif dari aspek asuhan. Pandangan positif diberikan kepada perawat terkait
bagaimana perawat menyemangati pasien agar dapat beraktivitas secara sehat, seperti
olahraga, terapi relaksasi dengan bernyanyi ataupun mengerjakan aktivitas spiritual.
Seyogianya bukan lagu atau mainan Tiktok yang di blow-up , sejatinya hal tersebut adalah
asuhan dan ada dasar ada ilmunya sehingga tidak disalahartikan. Tiktok adalah salah satu
media sosial yang dapat digunakan sebagai salah satu alat bantu melaksanakan relaksasi,
menurunkan kesepian di ruang isolasi. Pemilihan media ini dimulai dengan asesmen
kebutuhan pasien yang memang seiring dengan berkembangnya era digitalisasi dan era
milenial, penetapan diagnosis, baru pelaksanaan intervensi. Bahwa dalam Undang-undang
Keperawatan No 38/2014 disampaikan bahwa asuhan keperawatan adalah rangkaian
interaksi perawat dengan klien (pasien dan keluarga) dan lingkungannya untuk memenuhi
pemenuhan kebutuhan dan kemandirian klien dalam merawat dirinya. Memenuhi kebutuhan
dan kemandirian di sinilah letak peran utama perawat. Pemenuhan kebutuhan dihargai,
kesepian di dalam isolasi inilah yg dipenuhi oleh perawat saat bersama aktivitas dan
relaksasi bermain Tiktok. Ada esensi asuhan di sini bukan hanya main-main, sehingga
seharusnya apa pun asuhannya dimulai dari proses asesmen dan penetapan diagnosis,
target, dan planning- nya, pelaksanaan dan evaluasinya. Pemilihan media seperti tiktok bisa
dipilih sesuai budaya dan karakter pasien, dan ada batasan-batasan di mana tidak keluar
dari standar pencegahan dan pengendalian infeksi seperti duduk di lantai atau bahkan
membawa-bawa alat kebersihan seperti yang beredar di medsos. Sejatinya asuhan selalu
dilandasi dengan konsep dan teori, salah satu pendekatan asuhan disampaikan oleh
Henderson yang dikenal dengan pemenuhan kebutuhan dasar manusia, yaitu pemenuhan
kebutuhan bernapas dengan normal, makan dan minum, eliminasi (BAK/BAB), pergerakan,
serta istirahat dan tidur, kebersihan diri, berpakaian dan kestabilan termoregulator/suhu.
Kalau dianalisis dari delapan kebutuhan pasien dari Henderson, maka hal ini sangat relevan
dengan kebutuhan pada pasien Covid-19. Di mana perawat harus memenuhi kebutuhan
bernapas pasien, sesuai tingkat kebutuhannya, dari mulai pengkajian pernapasan,
pemberian oksigen sampai kebutuhan yg harus dikolaborasikan untuk mendapatkan
perawatan intensif menggunakan ventilator. Demikian juga bagaimana memelihara
kestabilan suhu pasien, kebutuhan makan dan minum, membantu pemenuhan kebutuhan
BAB, BAK, kebersihan diri dan lingkungan, pergerakan seperti olahraga dan istiharat serta
tidur dengan nyaman. Enam kebutuhan selanjutnya terdiri atas kebutuhan akan keamanan,
yaitu terhindar dari risiko jatuh dan cedera di RS, kebutuhan berkomunikasi dan jika
diperluas termasuk hubungan sosial dan kebutuhan psikologis, beribadah, kebutuhan
beraktivitas secara produktif, rekreasi, dan kebutuhan akan belajar. Enam kebutuhan ini juga
sangat relevan dengan asuhan di era Covid-19 di mana kondisi pasien yang tidak stabil
mempunyai risiko jatuh, pengkajian risiko jatuh, pendampingan perawat saat ke kamar
mandi, dan pemantauan pembatas tempat tidur serta perlindungan lingkungan menjadi
manajemen risiko yang harus dilaksanakan kepada pasien. Sisi beraktivitas secara
produktif, komunikasi, psikologis, rekreasi, dan kebutuhan edukasi juga merupakan asuhan
yang sangat penting karena akan meningkatkan motivasi dan belajar beradaptasi serta siap
untuk merawat dirinya ketika pasien pulang dari RS. Secara global istilah ‘Dukungan
Kesehatan Jiwa dan Psikososial (DKJPS) atau Mental Health and Psychososcial Support
(MHPSS)’ digunakan dalam Panduan Inter Agency Standing Committee (IASC) dalam
Situasi Kedaruratan, yang berarti dukungan jenis apa pun dari luar atau lokal yang bertujuan
melindungi atau meningkatkan kesejahteraan psikologis dan atau mencegah serta
menangani kondisi kesehatan jiwa dan psikososial. DKJPS dipakai berbagai pihak untuk
merespons kondisi kedaruratan maupun bencana, salah satunya pandemi COVID-19.
DKJPS mengintegrasikan pendekatan biologis, psikologis, dan sosiokultural di bidang
kesehatan, sosial, pendidikan dan komunitas, serta untuk menekankan perlunya
pendekatan-pendekatan yang beragam dan saling melengkapi dari berbagai profesi dalam
memberikan dukungan yang sesuai. DKJPS dalam Situasi Kedaruratan mengedepankan
berbagai tingkatan intervensi agar diintegrasikan dalam kegiatan respons pandemi.
Tingkatan-tingkatan ini disesuaikan dengan spektrum kebutuhan kesehatan jiwa dan
psikososial mulai dari mempertimbangkan aspek sosial dan budaya dalam layanan-layanan
dasar, hingga memberikan layanan spesialis untuk orang-orang dengan masalah kesehatan
jiwa dan psikososial yang lebih berat. Prinsip-prinsip utamanya adalah jangan menyakiti,
menjunjung hak asasi manusia dan kesetaraan, menggunakan pendekatan partisipatif,
meningkatkan sumber daya dan kapasitas yang sudah ada, menjalankan intervensi berlapis
dan menjalankan tugas dengan sistem dukungan terintegrasi. Orang yang mengalami
demam (≥38℃) atau riwayat demam atau gejala gangguan sistem pernapasan seperti
pilek/sakit tenggorokan/batuk DAN pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki
riwayat perjalanan atau tinggal di negara/wilayah yang melaporkan transmisi lokal Orang
yang mengalami gejala gangguan sistem pernapasan seperti pilek sakit tenggorokan/batuk
DAN pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat kontak dengan kasus
konfirmasi atau probabel COVID-19.

https://nursing.ui.ac.id/refleksi-asuhan-keperawatan-pada-era-covid-19/

Drs. Rahbudi Helmi, MKM, Apt. (2020) PEDOMAN DUKUNGAN KESEHATAN JIWA DAN PSIKOSOSIAL
PADA PANDEMI COVID-19. Direktorat Pencegahan Dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Dan
Napza, Direktorat Jenderal Pencegahan Dan Pengendalian Penyakit, Kementerian Kesehatan RI

Anda mungkin juga menyukai