DISUSUN OLEH :
Fidiyatun Khasanah
0432950919015
4. Manifestasi klinik
Biasanya tanda-tanda pre eklampsia timbul dalam urutan: pertambahan berat badan
yang berlebihan, diikuti edema, hipertensi, dan akhirnya proteinuria. Pada preeklampsia
ringan tidak ditemukan gejala-gejala subyektif. Pada preeklampsia berat didapatkan sakit
kepala di daerah frontal, diplopia, penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrium, mual
atau muntah. Gejala-gejala ini sering ditemukan pada preeklampsia yang meningkat dan
merupakan petunjuk bahwa eklampsia akan timbul.
5. Patofisiologi
Pada preeklampsia terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam
dan air. Pada biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteriola glomerulus. Pada beberapa
kasus, lumen arteriola sedemikian sempitnya sehingga hanya dapat dilakui oleh satu sel
darah merah. Jadi jika semua arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka tekanan
darah akan naik sebagai usaha untuk mengatasi tekanan perifer agar oksigenasi jaringan
dapat dicukupi. Sedangkan kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan oleh
penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan interstitial belum diketahui sebabnya,
mungkin karena retensi air dan garam. Proteinuria dapat disebabkan oleh spasme arteriola
sehingga terjadi perubahan pada glomerulus (Mokhtar, 2010).
6. Pathway
PRE EKLAMSI
7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Tes diagnostik dasar
Pengukuran tekanan darah, analisis protein dalam urin, pemeriksaan edema, pengukuran
tinggi fundus uteri, pemeriksaan funduskopik.
b. Tes laboratorium dasar
Evaluasi hematologik (hematokrit, jumlah trombosit, morfologi eritrosit pada sediaan
apus darah tepi). Pemeriksaan fungsi hati (bilirubin, protein serum, aspartat
aminotransferase, dan sebagainya).Pemeriksaan fungsi ginjal (ureum dan kreatinin).
Uji untuk meramalkan hipertensi Roll Over test. Pemberian infus angiotensin II.
8. Pencegahan
Pemeriksaan antenatal yang teratur dan bermutu serta teliti mengenai tanda-tanda sedini
mungkin (preeklampsia ringan), lalu diberikan pengobatan yang cukup supaya penyakit tidak
menjadi lebih berat. Harus selalu waspada terhadap kemungkinan terjadinya pre-eklampsia.
Berikan penerangan tentang manfaat istirahat dan tidur, ketenangan, serta pentingnya
mengatur diit rendah garam, lemak, serta karbohidrat dan tinggi protein, juga menjaga
kenaikan berat badan yang berlebihan
9. Penatalaksanaan
Menurut Mansjoer (2016), penatalaksanaan preeklampsia ringan adalah:
1) Pada pasien rawat jalan, anjurkan untuk istirahat baring 2 jam siang hari dan tidur >8
jam malam hari. Bila susah tidur, berikan fenobarbital 1-2 x 30 mg kunjungan ulang
diakukan 1 minggu kemudian.
2) Rawat pasien jika tidak ada perbaikan dalam 2 minggu pengobatan rawat jalan, BB
meningkat >1kg/minggu, selama 2 kali berturut-turut atau tampak adanya tanda
preeklampsia berat. Berikan obat antihipertensi Metildopa 3 x 125 mg, nifedipin 3-8 x
5-10 mg atau pindolol 1-3 x 5 mg. Jangan berikan antidiuretik dan tidak perlu diet
rendah garam.
3) Jika keadaaan ibu membaik dan tekanan darah dapat dipertahankan 140-150/90-
100mmHg, pertahanakan sampai aterm sehingga ibu dapat berobat jalan dan anjurkan
periksa tiap minggu. Kurangi dosisi hngga mencapai dosis optimal, tekanan darah tidak
boleh < 120mmHg.
Penanganan preeklampsia berat:
Ibu yang didiagnosa preeklamsia berat/ (preeklamsia berat disertai keluhan-keluhan
lainnya) menderita penyakit kritis dan memerlukan penanganan yang tepat. Protokol
pelaksanannya masih kontroversi antar rumah sakit saat ini. Pengenalan temuanklinis dan
laboratorium sangatlah penting jika terapi yang agresif dan dini perlu dilakukan untuk
mencegah mortalitas maternal dan perinatal. Serviks yang belum siap (belum berdilatasi
atau melunak) karena usia kehamilan dan sifat agresif penyakit ini mendukung
dilakukannya operasi sesaria. Induksi persalinan yang lama dapat meningkatkan morbiditas
maternal.
1) Segera rawat pasien di rumah sakit. Berikan MgSO4 dalam infuse Dekstrose 5% dengan
kecepatan 15-20 tetes permenit. Dosisi awal MgSO4 2 g IV dalam 10 menit selanjutnya
2 g perjam ddalam drip infuse sampai tekanan darah antara 140-150/90-100 mmHg.
Syarat pemberian MgSO4 adalah reflek patella kuat, RR>16 kali permenit, dan dieresis
dalam 4 jam sebelumnya (0.5ml/kg BB/jam) adalah > 100cc. Selama pemberian
MgSO4, perhatikan tekanan darah, suhu, perasaan panas, serta wajah merah.
2) Berikan nifedipin 9-3-4 x 10 mg per oral. Jika pada jam ke 4 diastolik belum turun
sampai 20%, tambahkan 10 mg oral. Jika tekanan diastolic meningkat ≥110mmHG,
berikan tambahan suglingual. Tujuannya adalah penurunan tekanan darah 20% dalam 6
jam, kemudian diharapkan stabil antara 140-150/90-100mmHg.
3) Periksa tekanan darah, nadi, dan pernapasan tiap jam. Pasang kateter urin dan kantong
urin. Ukur urin tiap 6 jam. Jika < 100ml/4 jam, kurangi dosis MgSO4 menjadi 1g/jam.
2. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum : lemah
b. Kepala : sakit kepala, wajah edema
c. Mata : konjungtiva sedikit anemis, edema pada retina
d. Pencernaan abdomen : nyeri daerah epigastrium, anoreksia, mual dan muntah.
e. Ekstremitas : edema pada kaki dan tangan juga pada jari-jari.
f. Sistem persyarafan : hiperrefleksia, klonus pada kaki.
g. Genitourinaria : oliguria, proteinuria.
3. Diagnosa Keperawatan
1) Kekurangan volume cairan (kegagalan regulasi) berhubungan dengan kehilangan
protein plasma, penurunan tekanan osmotik koloid plasma menyertai perpindahan
cairan dari kompartemen vaskuler.
2) Penurunan curah jantung berhubungan dengan hipovolemia/penurunan aliran balik
vena, peningkatan tahanan vaskuler sistemik.
3) Perubahan perfusi jaringan, uteroplasenta berhubungan dengan hipovolemia ibu,
interupsi aliran darah (vasospasme progresif dari arteri spiral).
4. Intervensi Keperawatan
Dx 1 :
1. Kekurangan volume cairan (kegagalan regulasi) berhubungan dengan kehilangan
protein plasma, penurunan tekanan osmotik koloid plasma menyertai perpindahan
cairan dari kompartemen vaskuler.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan volume cairan dapat
terpenuhi.
Kriteria hasil :
1. Mengungkapkan pemahaman tentang kebutuhan akan pemantauan yang ketat dari berat
badan, TD, protein urine, dan edema.
2. Berpartisipasi dalam regimen teraupetik dan pemantauan sesuai indikasi.
3. Menunjukkan hematokrit dalam batas normal dan edema fisiologis tanpa adanya tanda
piting.
Intervensi :
1. Timbang berat badan klien secara rutin. Anjurkan klien untuk memantau berat badan di
rumah antara waktu kunjungan.
Rasional : Penambahan BB bermakna dan tiba-tiba (misal : lebih dari 1,5 kg/bln dalam
trimester ke-2 atau lebih dari 0,5kg/minggu pada trimester ke tiga) menunjukkan retensi
cairan. Gerakan cairan dari vaskuler ke ruang interstisial mengakibatkan edema.
2. Bedakan edema kehamilan yang patologis dan fisiologis, pantau lokasi dan derajat
pitting.
Rasional : adanya edema pitting pada wajah, tangan, kaki, area skral atau dinding
abdomen, atau edema yang tidak hilang setelah 12 jam tirah baring.
3. Perhatikan perubahan pada kadar Ht/Hb
Rasional : mengidentifikasi derajat hemokonsentrasi yang disebabkan oleh perpindahan
cairan. Bila Ht kurang dari 3x kadar Hb terjadi hemokonsentrasi.
4. Kaji ulang masukan diet dari protein dan kalori. Berikan informasi sesuai kebutuhan.
Rasional : Insiden hipovolemia dan hipoperfusi pranatal dapt diturunkan dengan nutrisi
yang adekuat, ketidakadekuatan protein/kalori meningkatkan resiko pembentukan
edema.
5. Pantau masukan dan haluaran. Perhatikan warna urin, dan ukur berat jenis sesuai
indikasi.
Rasional : Haluaran urin adalah indikator sensitif dari sirkulasi volume darah. Oliguria
menandakan hipovolemi berat dan ada masalah pada ginjal.
Dx 2:
2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan hipovolemia/penurunan aliran balik
vena, peningkatan tahanan vaskuler sistemik.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keerawatan selama 1x24 jam diharapkan curah jantung klien
kembali normal.
Kriteria hasil :
1) Melaporkan tidak adanya atau menurunnya kejadian dipsnea.
2) Mengubah tingkat aktifitas sesuai kondisi.
3) Tetap normotensif selama sisa kehamilan.
Intervensi :
1) Pantau TD dan nadi
Rasional : Tidak menunjukkan respon kardiovaskuler normal pada kehamilan (hipertrofi
ventrikel kiri, peningkatan volume plasma, relaksasi vaskuler dengan penurunan
tahanan perifer).
2) Lakukan tirah baring pada klien dengan posisi miring kiri.
Rasional : Meningkatkan aliran balik vena, curah jantung, dan perfusi ginjal/plasenta.
3) Berikan obat antihipertensi.
Rasional : Obat antihipertensi bekerja secara langsung pada arteriol untuk meningkatkan
relaksasi otot polos kardiovaskuler dan membantu meningkatkan suplai darah ke
serebrum, ginjal, uterus, dan plasenta.
Dx 3 :
3. Perubahan perfusi jaringan, uteroplasenta berhubungan dengan hipovolemia ibu,
interupsi aliran darah (vasospasme progresif dari arteri spiral).
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan perfusi
jaringan kembali membaik.
Kriteria hasil :
1) Mendemonstrasikan reaktivitas SSP normal.
2) Tidak ada penurunan frekuensi jantung pada CST/OCT (contraction stress test/oxytocin
challenge test).
Intervensi :
1) Identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi aktifitas janin.
Rasional : Merokok, penggunaan obat, kadar glukosa serum, bunyi lingkungan, waktu
dalam sehari dan siklus tidur bangun dari janin dapat meningkat atau menurunkan
gerakan janin.
2) Tinjau ulang tanda-tanda abrupsi plasenta (mis: perdarahan vagina, nyeri tekan uterus,
nyeri abdomen, dan penurunan aktivitas janin).
Rasional : Pengenalan dan intervensi dini meningkatkan kemungkinan hasil yang
positif.
3) Evaluasi pertumbyhan janin, ukur kemajuan pertumbyhan fundus tiap kunjungan.
Rasional : penurunan fungsi plasenta dapat menyertai hipertensi. Strees intra uterus
kronis dan insufisiensi uteroplasenta menurunkan jumlah kontribusi janin pada
penumpukan cairan
4) Bantu dengan mengkaji ukuran plasenta dengan menggunakan ultrasonografi.
Rasional : penurunan fungsi dan ukuran plasenta dihubungkan pada hipertensi
kehamilan.
DAFTAR PUSTAKA
Anik & Yulianingsih. 2016, Asuhan kegawatdaruratan dalam Kebidanan, Trans Info Media,
Jakarta.
Saifuddin, Abdul B 2012, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal,
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiharjo, Jakarta.