Anda di halaman 1dari 33

BAGIAN ILMU ANASTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN JULI 2020


UNIVERSITAS HALU OLEO

SYOK HEMORAGIK

Oleh :

Nur Rahma, S.Ked


K1A1 12 091

Pembimbing :
dr. Agus Purwo Hidayat, Sp.An

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITRAAN KLINIK

BAGIAN ILMU ANASTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF

RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI BAHTERAMAS

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2020

1
SYOK HEMORAGIK

Nur Rahma, Agus Purwo Hidayat

A. PENDAHULUAN

Syok adalah sindrom klinis akibat kegagalan sirkulasi dalam mencukupi

kebutuhan oksigen jaringan tubuh. Syok terjadi akibat penurunan perfusi jaringan

vital atau menurunnya volume darah secara bermakna. Syok juga dapat terjadi akibat

dehidrasi jika kehilangan cairan tubuh lebih 20% BB (berat badan) atau kehilangan

darah. ≥ 20% EBV (estimated blood volume).1

Secara umum, syok dibagi menjadi beberapa kategori berdasarkan penyebab,

yaitu: Hipovolemik (volume intravaskuler berkurang), Kardiogenik (pompa jantung

terganggu), Obstruktif (hambatan sirkulasi menuju jantung), Distributif (vasomotor

terganggu).2

Syok hemoragik (hipovolemik): disebabkan kehilangan akut dari darah atau

cairan tubuh. Syok hipovolemik merupakan kondisi medis atau bedah dimana terjadi

kehilangan cairan dengan cepat yang berakhir pada kegagalan beberapa organ,

disebabkan oleh volume sirkulasi yang tidak adekuat dan berakibat pada perfusi yang

tidak adekuat. Perdarahan adalah penyebab syok yang paling umum setelah trauma,

dan hampir semua penderita dengan trauma multiple ada komponen hipovolemia.3

Kehilangan darah dari luar yang akut akibat trauma tembus dan perdarahan

gastrointestinal yang berat merupakan dua penyebab yang paling sering pada syok

hemoragik. Syok hemoragik juga dapat merupakan akibat dari kehilangan darah yang

akut secara signifikan dalam rongga dada dan rongga abdomen.3

Tindakan utama dari syok hemoragik adalah mengontrol sumber perdarahan

secepat mungkin dan pengganti cairan. Pada syok hemoragik terkontrol dimana

2
sumber perdarahan telah dihentikan, maka penggantian cairan bertujuan untuk

menormalkan parameter hemodinamik. Pada syok hemoragik tak terkendali di mana

perdarahan itu berhenti sementara karena hipotensi, vasokonstriksi, dan pembentukan

pembekuan, terapi cairan bertujuan untuk pemulihan denyut nadi radial, atau

pemulihan kesadaran.3

B. KOMPARTEMEN CAIRAN TUBUH

Tubuh orang dewasa terdiri dari: zat padat 40 % berat badan dan zat cair 60%

berat badan; zat cair terdiri dari: cairan intraselular 40 % berat badan dan cairan

ekstraselular 20 % berat badan; sedangkan cairan ekstraselular terdiri dari : cairan

intravaskular 5 % berat badan dan cairan interstisial 15 % berat badan.4

Gambar 1. Distribusi Cairan Tubuh

Ada pula cairan limfe dan cairan transselular yang termasuk cairan

ekstraselular. Cairan transselular sekitar 1-3 % berat badan, meliputi sinovial, pleura,

intraokuler dan lain-lain. Cairan intraselular dan ekstraselular dipisahkan oleh

membran semipermeabel.4

3
1. Cairan intraselular

Cairan yang terkandung di antara sel disebut cairan intraselular. Pada orang

dewasa, sekitar dua pertiga dari cairan dalam tubuhnya terdapat di intraselular

(sekitar 27 liter rata-rata untuk dewasa laki-laki dengan berat badan sekitar 70

kilogram), sebaliknya pada bayi hanya setengah dari berat badannya merupakan

cairan intraselular.4

2. Cairan ekstraselular

Cairan yang berada di luar sel disebut cairan ekstraselular. Jumlah relatif

cairan ekstraselular berkurang seiring dengan bertambahnya usia. Pada bayi baru

lahir, sekitar setengah dari cairan tubuh terdapat di cairan ekstraselular. Setelah

usia 1 tahun, jumlah cairan ekstraselular menurun sampai sekitar sepertiga dari

volume total. Ini sebanding dengan sekitar 15 liter pada dewasa muda dengan berat

rata-rata 70 kg.4

Gambar 2. Komponen Cairan Ekstraseluler4

Cairan ekstraselular dibagi menjadi:4

4
a. Cairan Interstitial

Cairan yang mengelilingi sel termasuk dalam cairan interstitial, sekitar

11- 12 liter pada orang dewasa. Cairan limfe termasuk dalam volume interstitial.

Relatif terhadap ukuran tubuh, volume ISF adalah sekitar 2 kali lipat pada bayi

baru lahir dibandingkan orang dewasa.4

b. Cairan Intravaskular

Merupakan cairan yang terkandung dalam pembuluh darah (contohnya

volume plasma). Rata-rata volume darah orang dewasa sekitar 5-6 liter, dimana

3 liter merupakan plasma, dan sisanya terdiri dari sel darah merah, sel darah

putih, serta platelet.4

c. Cairan Transselular

Merupakan cairan yang terkandung diantara rongga tubuh tertentu

seperti serebrospinal, perikardial, pleura, sendi sinovial, intraokular dan sekresi

saluran pencernaan. Pada keadaan sewaktu, volume cairan transelular adalah

sekitar 1 liter, tetapi cairan dalam jumlah banyak dapat masuk dan keluar dari

ruang transselular.4

Volume kompartemen cairan sangat dipengaruhi oleh Natrium dan protein

plasma. Natrium paling banyak terdapat di cairan ekstraselular, di cairan

intravaskular (plasma) dan interstisial kadarnya sekitar 140 mEq/L. 4

Pergerakan cairan antar kompartemen terjadi secara osmosis melalui

membran semipermeabel, yang terjadi apabila kadar total cairan di kedua sisi

membran berbeda. Air akan berdifusi melalui membran untuk menyamakan

osmolalitas. Pergerakan air ini dilawan oleh tekanan osmotik koloid. Tekanan

5
osmotik koloid atau tekanan onkotik sangat dipengaruhi oleh albumin. Apabila

kadar albumin rendah, maka tekanan onkotik rendah sehingga tekanan hidrostatik

dominan mengakibatkan ekstravasasi dan terjadi edema. 4

Cairan ekstraselular adalah tempat distribusi Na+, sedangkan cairan

intravaskular adalah tempat distribusi protein plasma dan koloid; juga tempat

distribusi K+, PO4– . Elektrolit terpenting di dalam cairan intraselular: K+ dan PO4-

dan di cairan ekstraselular: Na+ dan Cl–.4

Osmolaritas adalah konsentrasi osmolar suatu larutan bila dinyatakan

sebagai osmol per liter larutan (osm/L). Osmolalitas adalah konsentrasi osmolar

suatu larutan bila dinyatakan sebagai osmol per kilogram air (osm/kg). Tonisitas

merupakan osmolalitas relatif suatu larutan. Osmolaritas total setiap kompartemen

adalah 280 –300 mOsm/L. Larutan dikatakan isotonik, jika tonisitasnya sama

dengan tonisitas serum darah yaitu 275 – 295 mOsm/kg. 4

Osmosis adalah bergeraknya molekul (zat terlarut) melalui membran

semipermeabel dari larutan dengan kadar rendah menuju larutan dengan kadar

tinggi sampai kadarnya sama. Seluruh membran sel dan kapiler permeabel terhadap

air, sehingga tekanan osmotik cairan tubuh di seluruh kompartemen sama.

Membran semipermeabel dapat dilalui air (pelarut), tetapi tidak dapat dilalui zat

terlarut. 4

Difusi adalah peristiwa bergeraknya molekul melalui pori-pori. Larutan akan

bergerak dari yang berkonsentrasi tinggi menuju konsentrasi rendah.Tekanan

hidrostatik di dalam pembuluh darah akan mendorong air secara difusi masuk

melalui pori-pori. Difusi tergantung kepada tekanan hidrostatik dan perbedaan

konsentrasi. 4

6
Perpindahan air dan zat terlarut di bagian tubuh menggunakan mekanisme

transpor pasif dan aktif. Mekanisme transpor pasif tidak membutuhkan energi;

mekanisme transpor aktif membutuhkan energi berkaitan dengan Na-K Pump yang

membutuhkan energi ATP. 4

Pompa Natrium-Kalium adalah pompa yang memompa ion natrium keluar

melalui membran sel dan pada saat yang bersamaan memompa ion kalium ke

dalam sel. Bekerja untuk mencegah keadaan hiperosmolar di dalam sel. 4

Berikut ini merupakan kebutuhan air dan elektrolit perhari: 4

Dewasa:

 Air 30 – 35 ml/kg

Setiap kenaikan suhu 10 C diberi tambahan 10-15 %

 K+ 1 mEq/kg ( 60 mEq/hari atau 4,5 g )

 Na+ 1-2 mEq/kg ( 100 mEq/hari atau 5,9 g )

Bayi dan Anak:

 Air 0-10 kg: 4 ml/kg/jam ( 100 ml/g )

10-20 kg: 40 ml + 2 ml/kg/jam setiap kg di atas 20 kg

(1000 ml + 50 ml/kg di atas 10 kg)

20 kg : 60 ml + 1 ml/kg/jam setiap kg di atas 20 kg

(1500 ml + 20 ml/kg di atas 20 kg)

 K+ 2 mEq/kg (2-3 mEq/kg)

 Na+ 2 mEq/kg (3-4 mEq/kg)

Tabel 1. Rata-rata harian asupan dan kehilangan cairan pada orang dewasa. 4

7
C. DEFINISI

Syok hemoragik adalah kehilangan akut volume peredaran darah yang

menyebabkan suatu kondisi dimana perfusi jaringan menurun dan menyebabkan

inadekuatnya hantaran oksigen dan nutrisi yang diperlukan sel. Keadaan apapun yang

menyebabkan kurangnya oksigenasi sel, maka sel dan organ akan berada dalam

keadaan syok.5

D. EPIDEMIOLOGI

Syok hemoragik sebagian besar disebabkan oleh trauma. Sebanyak 50% kasus trauma

berupa perdarahan akut sehingga meningkatkan mortalitas. Di amerika serikat, trauma

merupakan penyebab kematian ketiga terbesar pada individu berusia antara 1 sampai 44

tahun.6

E. ETIOLOGI

Penyebab-penyebab syok hemoragik adalah trauma, pembuluh darah,

gastrointestinal, atau berhubungan dengan kehamilan.4,7

 Penyebab trauma dapat terjadi oleh karena trauma tembus atau trauma benda

tumpul. Trauma yang sering menyebabkan syok hemoragik adalah sebagai

berikut: laserasi dan ruptur miokard, laserasi pembuluh darah besar, dan

perlukaan organ padat abdomen, fraktur pelvis dan femur, dan laserasi pada

tengkorak. 4,7

8
 Kelainan pada pembuluh darah yang mengakibatkan banyak kehilangan darah

antara lain aneurisma, diseksi, dan malformasi arteri-vena. 4,7

 Kelainan pada gastrointestinal yang dapat menyebabkan syok hemoragik antara

lain: perdarahan varises oesofagus, perdarahan ulkus peptikum, dan Mallory-

Weiss tears. 4,7

 Kelainan yang berhubungan dengan kehamilan, yaitu kehamilan ektopik

terganggu, plasenta previa, dan solutio plasenta. Syok hipovolemik akibat

kehamilan ektopik umum terjadi. Syok hipovolemik akibat kehamilan ektopik

pada pasien dengan tes kehamilan negatif jarang terjadi, tetapi pernah dilaporkan.
4,7

F. PATOFISIOLOGI

Telah diketahui dengan baik respons tubuh saat kehilangan volum sirkulasi.

Tubuh secara logis akan segera memindahkan volum sirkulasinya dari organ non vital

dan dengan demikian fungsi organ vital terjaga karena cukup menerima aliran darah.

Saat terjadi perdarahan akut, curah jantung dan denyut nadi akan turun akibat

rangsang ‘baroreseptor’ di aortik arch dan atrium. Volume sirkulasi turun, yang

mengakibatkan teraktivasinya saraf simpatis di jantung dan organ lain. Akibatnya,

denyut jantung meningkat, terjadi vasokonstriksi dan redistribusi darah dari organ-

organ nonvital, seperti di kulit, saluran cerna, dan ginjal. Secara bersamaan sistem

hormonal juga teraktivasi akibat perdarahan akut ini, dimana akan terjadi pelepasan

hormon kortikotropin, yang akan merangsang pelepasan glukokortikoid dan beta-

endorphin. Kelenjar pituitary posterior akan melepas vasopressin, yang akan

meretensi air di tubulus distalis ginjal. Kompleks Jukstamedula akan melepas renin,

menurunkan MAP (Mean Arterial Pressure), dan meningkatkan pelepasan aldosteron

9
dimana air dan natrium akan direabsorpsi kembali. Hiperglikemia sering terjadi saat

perdarahan akut, karena proses glukoneogenesis dan glikogenolisis yang meningkat

akibat pelepasan aldosteron dan growth hormone. Katekolamin dilepas ke sirkulasi

yang akan menghambat aktifitas dan produksi insulin sehingga gula darah meningkat.

Secara keseluruhan bagian tubuh yang lain juga akan melakukan perubahan spesifik

mengikuti kondisi tersebut. Terjadi proses autoregulasi yang luar biasa di otak dimana

pasokan aliran darah akan dipertahankan secara konstan melalui MAP (Mean Arterial

Pressure). Ginjal juga mentoleransi penurunan aliran darah sampai 90% dalam waktu

yang cepat dan pasokan aliran darah pada saluran cerna akan turun karena mekanisme

vasokonstriksi dari splanknik. Pada kondisi tubuh seperti ini pemberian resusitasi

awal dan tepat waktu bisa mencegah kerusakan organ tubuh tertentu akibat

kompensasinya dalam pertahanan tubuh.5

G. KLASIFIKASI

Klasifikasi Perdarahan Menjadi Empat Kelas Berdasarkan Tanda-Tanda Klinis

Awal Seperti Tanda-Tanda Vital, Status Mental, Dan Keluaran Urin.4

Parameter Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IV


Kehilangan Darah (Ml) <750 750-1500 1500-2000 >2000
Kehilangan Darah (%) <15% 15-30 30-40 >40
Nadi (/Menit) <100 100-120 120-140 >140
Pernapasan (/Menit) 14-20 20-30 30-40 >35
Tekanan Darah Normal Normal Menurun Menurun
Urin Output (Ml/Jam) >30 20-30 5-15 Tidak Berarti
Status Mental Normal Cemas Cemas, Bingung,
Bingung Letargi
Penggantian Cairan Kristaloid Kristaloid Kristaloid Kristaloid
dan Darah dan Darah

1. Perdarahan Kelas I (Kehilangan volume darah sampai 15%)

10
Gejala klinis dari kehilangan volume ini adalah minimal. Bila tidak ada

komplikasi, akan terjadi takikardi minimal. Tidak ada perubahan yang berarti dari

tekanan darah, tekanan nadi, atau frekuensi pernafasan. Untuk penderita yang

dalam keadaan sehat, jumlah kehilangan darah ini tidak perlu diganti. Pengisian

transkapiler dan mekanisme kompensasi lain akan memulihkan volume darah

dalam 24 jam. Namun, bila ada kehilangan cairan karena sebab lain, kehilangan

jumlah darah ini dapat mengakibatkan gejala-gejala klinis. Penggantian cairan

untuk mengganti kehilangan primer, akan memperbaiki keadaan sirkulasi. 4

2. Perdarahan Kelas II (Kehilangan volume darah 15% - 30%)

Gejala klinis termasuk takikardi, takipnoe, dan penurunan tekanan nadi.

Penurunan tekanan nadi ini terutama berhubungan dengan peningkatan dalam

komponen diastolik karena bertambahnya katekolamin yang beredar. Zat

inotropik ini menghasilkan peningkatan tonus dan resistensi pembuluh darah

perifer. Tekanan sistolik hanya berubah sedikit pada syok yang dini karena itu

penting untuk lebih mengandalkan evaluasi tekanan nadi daripada tekanan

sistolik. Penemuan klinis yang lain yang akan ditemukan pada tingkat kehilangan

darah ini meliputi perubahan sistem syaraf sentral yang tidak jelas seperti cemas,

ketakutan atau sikap permusuhan. Walau kehilangan darah dan perubahan

kardiovaskular besar, namun produksi urin hanya sedikit terpengaruh. Aliran air

kencing biasanya 20-30 ml/jam untuk orang dewasa. Kehilangan cairan tambahan

dapat memperberat manifestasi klinis dari jumlah kehilangan darah ini. 4

3. Perdarahan Kelas III (Kehilangan volume darah 30% - 40%)

Akibat kehilangan darah sebanyak ini dapat sangat parah. Penderita hampir

selalu menunjukkan tanda klasik perfusi yang tidak adekuat, termasuk takikardi

11
dan takipnue yang jelas, perubahan penting dalam status mental, dan penurunan

tekanan darah sistolik. Dalam keadaan yang tidak berkomplikasi, inilah jumlah

kehilangan darah paling kecil yang selalu menyebabkan tekanan sistolik

menurun. Penderita dengan kehilangan darah tingkat ini hampir selalu

memerlukan tranfusi darah. Keputusan untuk memberi tranfusi darah didasarkan

atas respons penderita terhadap resusitasi cairan semula dan perfusi dan

oksigenisasi organ yang adekuat. 4

4. Perdarahan Kelas IV (Kehilangan volume darah lebih dari 40%)

Dengan kehilangan darah sebanyak ini, jiwa penderita terancam. Gejala-

gejalanya meliputi takikardi yang jelas, penurunan tekanan darah sistoluk yang

cukup besar, dan tekanan nadi yang sangat sempit. Produksi urin hampir tidak

ada, dan kesadaran jelas menurun. Pada kulit terlihat pucat dan teraba dingin.

Penderita ini sering kali memerlukan tranfusi cepat dan intervensi pembedahan

segera. Kehilangan lebih dari 50% volume darah penderita mengakibatkan

ketidaksadaran, kehilangan denyut nadi dan tekanan darah. 4

H. MANISFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis yang muncul sebanding dengan volume darah yang

berkurang. Semakin banyak volume darah yang hilang, semakin berat gejala klinis

yang dapat ditemui.4,5

1. Takikardi

Terjadi karena tubuh berusaha mencukupi cardiac output. Seperti yang

diketahui, cardiac ouput merupakan hasil perkalian antara stroke volume dengan

heart rate (CO = HR x SV). Pada keadaan syok hipovolemik, yang terjadi adalah

12
penurunan stroke volume, sehingga untuk tetap mempertahankan cardiac output,

maka kompensasi yang dilakukan adalah dengan meningkatkan heart rate. 4,5

2. Nadi yang cepat dan lemah

Berhubungan dengan poin sebelumnya, akibat denyut jantung yang

meningkat, maka denyut nadi juga akan meningkat, namun lemah akibat volume

vaskuler yang menurun pada keadaan syok serta pengalihan vaskularisasi ke organ

vital yaitu otak, paru, dan jantung. 4,5

3. Hipotensi

Hipotensi terjadi akibat volume darah yang berkurang, yang kemudian

menyebabkan venous return menurun dan lama-kelamaan tekanan darah juga akan

menurun sebagai hasil dari volume sirkulasi yang menurun. 4,5

4. Perubahan Status Mental

Hal ini terjadi akibat penurunan perfusi oksigen ke otak. Pasien akan

menunjukkan gejala seperti agitasi. Penurunan kesadaran dapat terjadi apabila

terjadi kehilangan darah yang lebih dari 2 liter. 4,5

5. Penurunan Jumlah Urin

Akibat pengalihan vaskularisasi ke otak, jantung, dan hati, maka akan

terjadi penurunan aliran darah ke ginjal yang bermanifestasi klinis pada penurunan

jumlah urin. 4,5

6. Akral Dingin

Hal ini juga disebabkan oleh hal yang sama, yaitu peningkatan aliran darah

ke organ vital, dan penurunan aliran darah ke tempat lain yang berarti penurunan

perfusi ke kulit sehingga kulit teraba dingin, dan lembab, terutama daerah akral. 4,5

I. DIAGNOSIS

13
Anamnesis pada pasien syok hipovolemik terutama untuk menentukan

penyebabnya. Pasien biasanya mengeluh haus, berkeringat, dan kesulitan bernafas.

Kesadaran pasien umumnya normal, kecuali pada syok berat pasien menjadi apatis

atau kebingungan. Untuk diagnosis klinis syok, dapat ditemukan hipotensi dan tanda

klinis iskemi organ. Tanda klinis ini tidak sensitif pada kehilangan darah yang sedikit.

Sensitivitas ini dapat dinilai dengan menggunakan indeks syok, yaitu frekuensi

jantung dibagi dengan tekanan darah sistolik. Klinisi dapat menentukan syok bila

terdapat penurunan tekanan darah sistolik di bawah 90 mmHg atau penurunan tekanan

darah lebih dari 40 mmHg di bawah tekanan darah sebelum syok, dengan penurunan

tekanan nadi.7

Diagnosis klinis dari syok hipovolemik tidak sulit bila ditemukan hipotensi

dan kehilangan cairan yang terlihat seperti pada trauma (misalnya fraktur), perdarahan

saluran cerna dan paru, luka bakar dan diare. Perdarahan internal akibat ruptur

aneurisma aorta, trauma tumpul abdomen, dan hemotoraks sulit didiagnosa kecuali

dari anamnesis dan tanda fisik yang nyata, seperti redup pada perkusi dada, nyeri dan

distensi abdomen menunjukkan kemungkinan adanya perdarahan internal. Pada kasus

perdarahan saluran cerna bagian atas, harus dicari tanda-tanda penyakit hati kronis,

seperti eritema palmar, spider nevi, dan hipertensi portal (asites), karena hal ini dapat

menunjukkan perdarahan varises yang menyebabkan syok hipovolemik. 7

J. PENATALAKSANAAN

Tujuan resusitasi awal untuk syok hemoragik adalah untuk menghentikan

perdarahan yang sedang berlangsung, untuk mengembalikan volume darah yang

efektif, dan untuk mengembalikan perfusi jaringan.5,8,9,10

Penanggulangan syok dimulai dengan tindakan umum yang bertujuan untuk

memperbaiki perfusi jaringan, memperbaiki oksigenasi tubuh, dan mempertahankan

14
suhu tubuh. Tindakan ini tidak bergantung pada penyebab syok. Diagnosis harus

segera ditegakkan sehingga dapat diberikan pengobatan kausal. Segera berikan

pertolongan pertama sesuai dengan prinsip resusitasi ABC. Jalan nafas (airway) harus

bebas kalau perlu dengan pemasangan pipa endotrakeal. Pernafasan (breathing) harus

terjamin, kalau perlu dengan memberikan ventilasi buatan dan pemberian oksigen

100%. Defisit volume peredaran darah (circulation) pada syok hipovolemik harus

diatasi dengan pemberian cairan intravena. Segera menghentikan perdarahan yang

terlihat dan mengatasi nyeri yang hebat, yang juga bisa merupakan penyebab syok.
5,8,9,10

Langkah-langkah yang perlu dilakukan sebagai pertolongan pertama dalam

menghadapi syok : 5,8,9,10

 Posisi Tubuh

1. Secara umum posisi pasien dibaringkan telentang dengan tujuan

meningkatkan aliran darah ke organ-organ vital

2. Apabila terdapat trauma pada leher dan tulang belakang, jangan digerakkan

pada bagian tersebut agar tidak memperparah kondisi pasien

3. Pada penderita-penderita syok hipovolemik, baringkan penderita telentang

dengankaki ditinggikan 30 cm sehingga aliran darah balik ke jantung lebih

besar dan tekanan darah menjadi meningkat. Tetapi bila penderita menjadi

lebih sukar bernafas atau penderita menjadi kesakitan segera turunkan

kakinya kembali.

 Pertahankan Respirasi

1. Bebaskan jalan napas. Lakukan penghisapan, bila terdapat muntah.

2. Ekstensikan kepala, kalau perlu pasang alat bantu jalan nafas

(Gudel/oropharingeal airway)

15
3. Berikan oksigen 6 liter/menit

4. Bila pernapasan / ventilasi tidak adekuat, berikan oksigen dengan

pompa sungkup (Ambu bag) atau ETT

 Pertahankan Sirkulasi

1. Segera pasang infus intravena. Bisa lebih dari satu infus.

2. Pantau nadi, tekanan darah, warna kulit, dan produksi urin

 Cari dan atasi penyebab syok hipovolemik

Primary survey meliputi : airway, breathing, circulation, disability, dan

exposure. Secondary survey meliputi pengkajian fisik. Sedangkan tersier survey

dilakukan selain pengkajian primary dan secondary survey, misalnya terapi atau

resusitasi cairan. 5

1. Primary Survey

Mencatat tanda vital awal (baseline recordings) penting untuk memantau

respon penderita terhadap terapi. Yang harus diperiksa adalah tanda-tanda vital,

produksi urin dan tingkat kesadaran. 5

a) Airway & Breathing

Prioritas pertama adalah menjamin airway yang paten dengan

cukupnya pertukaran ventilasi dan oksigenasi. Diberikan tambahan oksigen

untuk mempertahankan saturasi oksigen lebih dari 95%.5

 Airway (Jalan Nafas) :

Ada tiga hal utama dalam tahapan airway ini yaitu look, listen,

dan feel. Look atau melihat yaitu melihat ada tidaknya obstruksi jalan

napas, berupa agitasi: (hipoksemia), penurunan kesadaran (hipercarbia),

pergerakan dada dan perut pada saat bernapas (see saw-rocking

respiration), kebiruan pada area kulit perifer pada kuku dan bibir

16
(sianosis), adanya sumbatan di hidung, posisi leher, keadaan mulut untuk

melihat ada tidaknya darah. Tahapan kedua yaitu listen atau mendengar,

yang didengar yaitu bunyi napas. Ada dua jenis suara napas yaitu suara

napas tambahan obstuksi parsial, antara lain: snoring, gurgling,

crowing/stridor, dan suara parau (laring) dan yang kedua yaitu suara napas

hilang berupa obstruksi total dan henti napas. Terakhir yaitu feel, pada

tahap ini merasakan aliran udara yang keluar dari lubang hidung pasien. 5

 Breathing (Pernafasan) : 5

- Look (Melihat)

Melihat apakah pasien bernapas, pengembangan dada apakah napasnya

kuat atau tidak, keteraturannya, dan frekuensinya.

- Listen (Mendengar)

Suara nafas vesikuler atau tidak, terdapat suara nafas tambahan atau

tidak

- Feel

Merasakan pengembangan dada saat bernapas, lakukan perkusi, dan

pengkajian suara paru dan jantung dengan menggunakan stetoskop.

b) Circulation

Termasuk dalam prioritas adalah mengendalikan perdarahan yang

jelas terlihat terlihat, memperoleh akses intravena yang cukup, dan

menilai perfusi jaringan. Perdarahan dari luka di permukaan tubuh

(eksternal) biasanya dapat dikendalikan dengan tekanan langsung pada

tempat perdarahan. Cukupnya perfusi jaringan menentukan jumlah cairan

resusitasi yang diperlukan. Mungkin diperlukan operasi untuk dapat

mengendalikan perdarahan internal. 5

17
c) Disability – Pemeriksaan Neurologi

Yang dikaji pada tahapan ini yaitu GCS (Glasgow Coma Scale),

dan kedaan pupil dengan menggunakan penlight. Pupil normal yaitu

isokor. Dilakukan pemeriksaan neurologi singkat untuk menentukan

tingkat kesadaran, pergerakan mata dan respon pupil, fungsi motorik dan

sensorik.5

d) Exposure – Pemeriksaan Lengkap

Penderita harus dibuka seluruh pakaiannya dan diperiksa dari

ubun-ubun sampai jari kaki untuk mencari ada atau tidaknya bagian yang

cedera. 5

e) Pemasangan kateter urin

Kateterisasi kandung kemih memudahkan penilaian urin akan

adanya hematuria dan evaluasi dari perfusi ginjal dengan memantau

produksi urin. 5

2. Secondary Survey

Pasang satu atau lebih jalur infus intravena nomor 18/16. Infus dengan

cepat larutan kristaloid atau kombinasi larutan kristaloid dan koloid sampai vena

(V. Jugularis) yang kolaps terisi. Bila telah jelas ada peningkatan isi nadi dan

tekanan darah, infus harus dilambatkan. Bahaya infus yang cepat adalah edema

paru, terutama pada pasien tua. Perhatian harus ditujukan agar jangan sampai

terjadi kelebihan cairan. Pemantauan yang perlu dilakukan dalam menentukan

kecepatan infus : 5

a. Nadi

Nadi yang cepat menunjukkan adanya hipovolemia.

18
b. Tekanan darah

Bila tekanan darah < 90 mmHg pada pasien normotensi atau tekanan darah

menurun > 40 mmHg pada pasien hipertensi, menunjukkan masih perlunya

transfusi cairan.

c. Produksi urin.

Pemasangan kateter urin diperlukan untuk mengukur produksi urin. Produksi

urin harus dipertahankan minimal 1/2 ml/kg/jam. Bila kurang, menunjukkan

adanya hipovolemia.

Cairan diberikan sampai vena jelas terisi dan nadi jelas teraba. Bila volume

intravaskuler cukup, tekanan darah baik, produksi urin < 1/2 ml/kg/jam,

bisadiberikan Lasix 20-40 mg untuk mempertahankan produksi urine. Dopamin 2

—5 µg/kg/menit bisa juga digunakan pengukuran tekanan vena sentral (normal 8-

12 cm H2O), dan bila masih terdapat gejala umum pasien seperti gelisah, rasa

haus, sesak, pucat, dan ekstremitas dingin, menunjukkan masih perlu transfusi

cairan. 5

3. Tersiery Survey : Terapi cairan

Manajemen resusitasi cairan sangat penting. Untuk mempertahankan

keseimbangan cairan maka input cairan harus sama untuk mengganti cairan yang

hilang. Cairan itu termasuk air dan elektrolit. Tiga tujuan penanganan

kegawatdaruratan pasien dengan syok hipovolemik antara lain: 5

1. Memaksimalkan pengantaran oksigen-dilengkapi dengan ventilasi yang

adekuat, peningkatan saturasi oksigen darah, dan memperbaiki aliran darah.

Sebaiknya dibuat dua jalur intravena berdiameter besar. Hukum Poeseuille

mengatakan bahwa aliran berbanding terbalik dengan panjang kateter infus

dan berhubungan langsung dengan diameter. Sehingga kateter infus intravena

19
yang ideal adalah pendek dan diameternya lebar; diameter lebih penting

daripada panjangnya. Pada jalur intravena, cairan yang pertama digunakan

untuk resusitasi adalah kristaloid isotonik, seperti Ringer Laktat atau Saline

Normal. Bolus awal 1-2 liter pada orang dewasa (20 ml/kgBB pada pasien

anak), dan respon pasien dinilai. Jika tanda vital sudah kembali normal, pasien

diawasi agar tetap stabil dan darah pasien perlu dikirim untuk dicocokkan. Jika

tanda vital membaik sementara, infus kristaloid dilanjutkan dan dipersiapkan

darah yang cocok. Jika perbaikan yang terjadi tidak bermakna atau tidak ada,

infus kristaloid harus dilanjutkan. 5

2. Mengontrol kehilangan darah lebih lanjut

Kontrol perdarahan tergantung sumber perdarahan dan sering

memerlukan intervensi bedah. Pada pasien dengan trauma, perdarahan luar

harus diatasi dengan menekan sumber perdarahan secara langsung, perdarahan

dalam membutuhkan intervensi bedah. Fraktur tulang panjang ditangani

dengan traksi untuk mengurangi kehilangan darah. 5

Untuk mengetahui jumlah volume darah seseorang, biasanya

digunakan patokan berat badan. Walau dapat bervariasi, volume darah orang

dewasa adalah kira-kira 7% dari berat badan. Dengan demikian laki-laki yang

berat 70 kg, mempunyai volume darah yang beredar kira-kira 5 liter. Bila

penderita gemuk maka volume darahnya diperkirakan berdasarkan

berdasarkan berat badan idealnya, karena bila kalkulasi didasarkan berat badan

sebenarnya, hasilnya mungkin jauh di atas volume sebenarnya. Volume darah

anak-anak dihitung 8% sampai 9% dari berat badan (80-90 ml/kg). 5

Lebih dahulu dihitung EBV (Estimated Blood Volume) penderita, 65 –

70 ml/kg berat badan. Kehilangan sampai 10% EBV dapat ditolerir dengan

20
baik. Kehilangan 10% - 30% EBV memerlukan cairan lebih banyak dan lebih

cepat. Kehilangan lebih dari 30% - 50% EBV masih dapat ditunjang untuk

sementara dengan cairan saja sampai darah transfusi tersedia. Total volume

cairan yang dibutuhkan pada kehilangan lebih dari 10% EBV berkisar antara 2

– 4 x volume yang hilang. 5

Perkiraan volume darah yang hilang dilakukan dengan kriteria

Traumatic Status dari Giesecke. Dalam waktu 30 sampai 60 menit susudah

infusi, cairan Ringer Laktat akan meresap keluar vaskular menuju interstitial.

Demikian sampai terjadi keseimbangan baru antara Volume

Plasma/Intravascular Fluid (IVF) dan Interstitial Fluid (ISF). Ekspansi ISF ini

merupakan interstitial edema yang tidak berbahaya. Bahaya edema paru dan

edema otak dapat terjadi jika semula organ-organ tersebut telah terkena

trauma. 24 jam kemudian akan terjadi diuresis spontan. Jika keadaan terpaksa,

diuresis dapat dipercepat lebih awal dengan furosemid setelah transfusi

diberikan.7

Pada bayi dan anak yang dengan kadar hemoglobin normal, kehilangan

darah sebanyak 10-15% volume darah, karena tidak memberatkan kompensasi

badan, maka cukup diberi cairan kristaloid atau koloid, sedangkan diatas 15%

perlu transfusi darah karena ada gangguan pengangkutan oksigen. Sedangkan

untuk orang dewasa dengan kadar hemoglobin normal angka patokannya ialah

20%. Kehilangan darah sampai 20% ada gangguan faktor pembekuan. Cairan

kristaloid untuk mengisi ruang intravaskular diberikan sebanyak 3 kali lipat

jumlah darah yang hilang, sedangkan koloid diberikan dengan jumlah sama.8,9

21
Transfusi darah umumnya 50% diberikan pada saat perioperatif dengan

tujuan untuk menaikkan kapasitas pengangkutan oksigen dan volume

intravaskular. Kalau hanya menaikkan volume intravaskular saja cukup

dengan koloid atau kristaloid. Indikasi transfusi darah antara lain:

 Perdarahan akut sampai Hb < 8 gr/dL atau Ht < 30%. Pada orang tua,

kelainan paru, kelainan jantung Hb < 10 gr/dL.

 Bedah mayor kehilangan darah > 20% volume darah.9

3. Resusitasi Cairan.

Resusitasi cairan dilakukan dengan perbandingan kristaloid dan koloid

sebesar 3:1. Bila kehilangan darah>25% maka perlu diberikan eritrosit

konsentrat, sementara kehilangan darah > 60% maka perlu juga diberikan fresh

frozen plasma (setelah 1 jam pemberian konsentrasi eritrosit atau lebih cepat

jika fungsi hati terganggu). Tujuan utama terapi syok hipovolemik adalah

penggantian volume sirkulasi darah. Penggantian volume intravascular sangat

penting untuk kebutuhan cardiac output dan suplai oksigen ke jaringan. Syok

hipovolemik yang disebabkan oleh kehilangan darah dalam jumlah besar

sering perlu dilakukan transfusi darah. Adapun indikasi transfusi darah atau

komponen darah pada syok hipovolemik yaitu: 5

22
Tabel 2. Indikasi transfusi komponen darah. 5

Indication for blood component therapy


Component Indication Usual strating dose
Packed RBC Replacement of Oxygen- 2-4 units IV

carrying capacity
Platelets Thrombocytopenia with 6-10 units IV

bleeding
Fresh frozen plasma Coagulopaty 2-6 units IV
Crycoprecipitate Coagulopaty with fibrinogen 10-20 units IV

Pemilihan cairan sebaiknya didasarkan atas status hidrasi pasien,

konsentrasi elektrolit dan kelainan metabolic yang ada. Berbagai larutan

parenteral telah dikembangkan menurut kebutuhan fisiologis berbagai kondisi

medis. Terapi cairan intravena atau infus merupakan salah satu aspek

terpenting yang menentukan dalam penanganan dan perawatan pasien.5,10

Terdapat beberapa jenis cairan resusitasi yaitu cairan koloid, kristaloid

dan darah. koloid merupakan cairan dengan tekanan osmotik yang lebih tinggi

dibandingkan plasma (cairan hiperonkotik). Hipertonik dan hiperonkotik

adalah cairan plasma expander karena kemampuan untuk memindahkan cairan

intrselular dan interstisial selama resusitasi dan dengan cepat menggantikan

volume plasma (seperti albumin, dextran, dan starch). Cairan kristaloid adalah

cairan yang mengandung air, elektrolit dan atau gula dengan berbagai

campuran. Cairan ini bisa isotonik, hipotonik, dan hipertonik terhadap cairan

plasma. Sedangkan cairan koloid yaitu cairan yang Berat Molekulnya tinggi.

Cairan kristaloid terdiri dari:5

1. Cairan Hipotonik

Cairan ini didistribusikan ke ekstraseluler dan intraseluluer. Oleh

karena itu penggunaannya ditujukan kepada kehilangan cairan intraseluler

23
seperti pada dehidrasi kronik dan pada kelainan keseimbangan elektrolit

terutama pada keadaan hipernatremi yang disebabkan oleh kehilangan

cairan pada diabetes insipidus. Cairan ini tidak dapat digunakan sebagai

cairan resusitasi pada kegawatan (dextrosa 5%).5

2. Cairan Isotonik

Cairan isotonik terdiri dari cairan garam faal (NaCl 0,9%), ringer

laktat dan plasmalyte. Ketiga jenis cairan ini efektif untuk meningkatkan isi

intravaskuler yang adekuat dan diperlukan jumlah cairan ini 4x lebih besar

dari kehilangannya. Cairan ini cukup efektif sebagai cairan resusitasi dan

waktu yang diperlukan relatif lebih pendek dibanding dengan cairan

koloid.5

3. Cairan Hipertonik

Cairan ini mengandung natrium yang merupakan ion ekstraseluler

utama. Oleh karena itu pemberian natrium hipertonik akan menarik cairan

intraseluler ke dalam ekstraseluler.Peristiwa ini dikenal dengan infus

internal. Disamping itu cairan natrium hipertonik mempunyai efek inotropik

positif antara lain memvasodilatasi pembuluh darah paru dan sistemik.

Cairan ini bermanfaat untuk luka bakar karena dapat mengurangi edema

pada luka bakar, edema perifer dan mengurangi jumlah cairan yang

dibutuhkan, contohnya NaCl 3%.5

Beberapa contoh cairan kristaloid : 5

 Ringer Laktat (RL)

Larutan yang mengandung konsentrasi Natrium 130 mEq/L,

Kalium 4 mEq/l, Klorida 109mEq/l, Kalsium 3 mEq/l dan Laktat 28

24
mEq/L. Laktat pada larutan ini dimetabolisme didalam hati dan

sebagian kecil metabolisme juga terjadi dalam ginjal. Metabolisme ini

akan terganggu pada penyakit yang menyebabkan gangguan fungsi

hati. Laktat dimetabolisme menjadi piruvat kemudian dikonversi

menjadi CO2 dan H2O (80% dikatalisis oleh enzimpiruvat

dehidrogenase) atau glukosa (20% dikatalisis oleh piruvat

karboksilase). Kedua proses ini akan membentuk HCO3. Sejauh ini

Ringer Laktat masih merupakan terapi pilihan karena komposisi

elektrolitnya lebih mendekati komposisi elektrolit plasma. Cairan ini

digunakan untuk mengatasi kehilangan cairan ekstra seluler yang akut.

Cairan ini diberikan pada dehidrasi berat karena diare murni dan

demam berdarah dengue. Pada keadaan syok, dehidrasi atau DSS

pemberiannya bisa diguyur. 5

 Ringer Asetat

Cairan ini mengandung Natrium 130 mEq/l, Klorida 109 mEq/l,

Kalium 4 mEq/l, Kalsium 3mEq/l dan Asetat 28 mEq/l. Cairan ini lebih

cepat mengoreksi keadaan asidosis metabolik dibandingkan Ringer

Laktat, karena asetat dimetabolisir di dalam otot, sedangkan laktat

didalam hati. Laju metabolisme asetat 250 ± 400 mEq/jam, sedangkan

laktat 100 mEq/jam.Asetat akan dimetabolisme menjadi bikarbonat

dengan cara asetat bergabung dengan ko-enzim A untuk membentuk

asetil ko-A., reaksi ini dikatalisis oleh asetil ko-A sintetase

danmengkonsumsi ion hidrogen dalam prosesnya. Cairan ini bisa

mengganti pemakaian Ringer Laktat.‡ Glukosa 5%, 10% dan

20%Larutan yang berisi Dextrosa 50 gr/liter , 100 gr/liter , 200

25
gr/liter.9 Glukosa 5% digunakanpada keadaan gagal jantung sedangkan

Glukosa 10% dan 20% digunakan pada keadaan hipoglikemi , gagal

ginjal akut dengan anuria dan gagal ginjal akut dengan oliguria. 5

 NaCl 0,9%

Cairan fisiologis ini terdiri dari 154 mEq/L Natrium dan 154

mEq/L Klorida, yang digunakan sebagai cairan pengganti dan

dianjurkan sebagai awal untuk penatalaksanaan hipovolemia yang

disertai dengan hiponatremia, hipokloremia atau alkalosis metabolik.

Cairan ini digunakan pada demam berdarah dengue dan renjatan

kardiogenik juga pada sindrom yang berkaitan dengan kehilangan

natrium seperti asidosis diabetikum, insufisiensi adrenokortikaldan luka

bakar. Pada anak dan bayi sakit penggunaan NaCl biasanya

dikombinasikan dengancairan lain, seperti NaCl 0,9% dengan Glukosa

5%.5

Adapun Jenis-jenis cairan koloid adalah : 5

1. Albumin. Terdiri dari 2 jenis yaitu:

a. Albumin endogen. Albumin endogen merupakan protein utama

yang dihasilkan dihasilkan di hati dengan BM antara 66.000

sampai dengan 69.000, terdiri dari 584 asam amino. Albumin

merupakan protein serum utama dan berperan 80% terhadap

tekanan onkotik plasma. Penurunan kadar Albumin 50 % akan

menurunkan tekanan onkotik plasmanya 1/3nya. 5

b. Albumin eksogen. Albumin eksogen ada 2 jenis yaitu human

serum albumin, albumin eksogen yang diproduksi berasal dari

26
serum manusia dan albumin eksogen yang dimurnikan (Purified

protein fraction) dibuat dari plasma manusia yang dimurnikan.

Albumin ini tersedia dengan kadar 5% atau 25% dalam garam

fisiologis. Albumin 25% bila diberikan intravaskuler akan

meningkatkan isi intravaskuler mendekati 5x jumlah yang

diberikan. Hal ini disebabkan karena peningkatan tekanan onkotik

plasma. Peningkatan inimenyebabkan translokasi cairan intersisial

ke intravaskuler sepanjang jumlah cairan intersisial mencukupi.

Komplikasi albumin adalah hipokalsemia yang dapat

menyebabkan depresi fungsi miokardium, reaksi alegi terutama

pada jenis yang dibuat dari fraksi protein yangdimurnikan. Hal ini

karena factor aktivator prekalkrein yang cukup tinggi dan

disamping ituharganya pun lebih mahal dibanding dengan

kristaloid. Larutan ini digunakan padasindroma nefrotik dan

dengue syok sindrom. 5

2. HES (Hidroxy Ethyl Starch). Merupaka senyawa kimia sintetis yang

menyerupai glikogen. Cairan ini mengandung partikel dengan BM

beragam dan merupakan campuran yang sangat heterogen. Tersedia

dalam bentuk larutan 6% dalam garam fisiologis. Tekanan onkotiknya

adalah 30 mmHg dan osmolaritasnya 310 mosm/l. HES dibentuk dari

hidroksilasi aminopektin, salah satu cabang polimer glukosa. Pada

penelitian klinis dilaporkan bahwa HES merupakan volume ekspander

yang cukup efektif. Efek intarvaskulernya dapat berlangsung 3-24 jam.

Pengikatan cairan intravasuler melebihi jumlah cairan yang diberikan

oleh karena tekanan onkotiknya yang lebih tinggi. Komplikasi yang

27
dijumpai adalah adanya gangguan mekanisme pembekuan darah. Hal ini

terjadi bila dosisnya melebihi 20ml/ kgBB/ hari.5

3. Dextran. Merupakan campuran dari polimer glukosa dengan berbagai

macam ukuran dan berat molekul. Dihasilkan oleh bakteri Leucomostoc

mesenteriodes yang dikembangbiakkan di mediasucrose. BM bervariasi

dari beberapa ribu sampai jutaan Dalton. Ada 2 jenis dextran yaitu

dextran 40 dan 70. Dextran 70 mempunyai BM 70.000 (25.000-

125.000). Sediaannya terdapat dalam konsentrasi 6% dalam garam

fisiologis. Dextran ini lebih lambat dieksresikan dibandingkan dextran

40. Oleh karena itu dextran 70 lebih efektif sebagai volume ekspander

dan merupakan pilihan terbaik dibadingkan dengan dextran 40. Dextran

40 mempunyai BM 40.000 tersedia dalam konsentrasi 10% dalam

garam fisiologis atau glukosa 5%. Molekul kecil ini difiltrasi cepat oleh

ginjal dan dapat memberikan efek diuretik ringan. Sebagian kecil dapat

menembus membran kapiler dan masuk ke ruang intertisial dan

sebagian lagi melalui sistim limfatik kembali ke intravaskuler.

Pemberian dextran untuk resusitasi cairan pada syok dan kegawatan

menghasilkan perubahan hemodinamik berupa peningkatan transpor

oksigen. Cairan ini digunakan pada penyakit sindroma nefrotik dan

dengue syok sindrom. Komplikasi antara lain payah ginjal akut, reaksi

anafilaktik dan gangguan pembekuan darah.5

4. Gelatin. Cairan ini banyak digunakan sebagai cairan resusitasi terutama

pada orang dewasa. Terdapat 2 bentuk sediaan yaitu:1.Modified Fluid

Gelatin (MFG) 2.Urea Bridged Gelatin (UBG). Kedua cairan ini punya

BM 35.000. Kedua jenis gelatin ini punya efek volume expander yang

28
baik pada kegawatan. Komplikasi yang sering terjadi adalah reaksi

anafilaksis.5

K. EVALUASI RESUSITASI CAIRAN DAN PERFUSI ORGAN

Tanda-tanda dan gejala-gejala perfusi yang tidak memadai, yang digunakan

untuk diagnosis syok, dapat juga digunakan untuk menentukan respons penderita.

Pulihnya tekanan darah ke normal, tekanan nadi dan denyut nadi merupakan tanda

positif yang menandakan bahwa perfusi sedang kembali ke normal. Walaupun begitu,

pengamatan tersebut tidak memberikan informasi tentang perfusi organ. Perbaikan

pada status sistem saraf sentral dan peredaran kulit adalah bukti penting mengenai

peningkatan perfusi, tetapi kualitasnya sukar ditentukan.5

Tabel 3. Jenis Respons Penderita terhadap Resusitasi Cairan Awal

RESPONS RESPONS TANPA


CEPAT SEMENTARA RESPONS

Tanda vital Kembali ke normal Perbaikan sementara, Tetap abnormal


tensi dan nadi kembali
turun
Dugaan kehilangan Minimal Sedang, masih ada Berat
darah (10 - 20%) (20 - 40%) (> 40%)

Kebutuhan Sedikit Banyak Banyak


kristaloid
Kebutuhan darah Sedikit Sedang-banyak Segera

Persiapan darah Specific type dan Specific type Emergensi


crossmatch

Operasi Mungkin Sangat mungkin Hampir pasti

Kehadiran dini ahli Perlu Perlu Perlu


bedah
Jumlah produksi urin merupakan indikator yang cukup sensitif untuk perfusi

ginjal. Produksi urin yang normal pada umumnya menandakan aliran darah ginjal

yang cukup, bila tidak dimodifikasi oleh pemberian obat diuretik. Sebab itu, keluaran

urin merupakan salah satu dari pemantauan utama resusitasi dan respons penderita.5

29
Dalam batas tertentu, produksi urin dapat digunakan sebagai pemantau aliran

darah ginjal. Penggantian volume yang memadai seharusnya menghasilkan keluaran

urin sekitar 0,5 ml/kgBB/jam pada orang dewasa, 1 ml/kgBB/jam pada anak-anak dan

2 ml/kgBB/jam untuk bayi (di bawah umur 1 tahun). Bila kurang, atau makin

turunnya produksi urin dengan berat jenis yang naik, maka ini menandakan resusitasi

yang tidak cukup. Keadaan ini menuntut ditambahnya penggantian volume dan usaha

diagnostik.5

Respons penderita kepada resusitasi cairan awal merupakan kunci untuk

menentukan terapi berikutnya. Setelah membuat diagnosis dan rencana sementara

berdasarkan evaluasi awal dari penderita, dokter sekarang dapat mengubah

pengelolaannya berdasarkan respons penderita pada resusitasi cairan awal. Dengan

melakukan observasi terhadap respons penderita pada resusitasi awal dapat diketahui

penderita yang kehilangan darahnya lebih besar dari yang diperkirakan, dan

perdarahan yang berlanjut dan memerlukan pengendalian perdarahan internal melalui

operasi. Dengan resusitasi di ruang operasi dapat dilakukan kontrol langsung terhadap

perdarahan oleh ahli bedah dan dilakukan pemulihan volume intravaskular secara

simultan. Resusitasi di ruang operasi juga membatasi kemungkinan transfusi

berlebihan pada orang yang status awalnya tidak seimbang jumlah kehilangan darah.

Adalah penting untuk membedakan penderita dengan hemodinamik stabil dengan

hemodinamik normal. Penderita yang hemodinamik stabil mungkin tetap ada

takikardi, takipneu, dan oliguri, dan jelas masih tetap kurang diresusitasi dan masih

syok. Sebaliknya, penderita yang hemodinamik normal adalah yang tidak

menunjukkan tanda perfusi jaringan yang kurang memadai. Pola respons yang

potensial dapat dibahas dalam tiga kelompok: respons cepat, respons sementara,

respons minimum atau tidak ada pada pemberian cairan.5

30
a. Respons cepat

Penderita kelompok ini cepat memberi respons kepada bolus cairan awal

dan tetap hemodinamik normal setelah bolus cairan awal selesai dan cairan

kemudian diperlambat sampai kecepatan rumatan/maintenance. Penderita seperti

ini biasanya kehilangan volume darah minimum. Untuk kelompok ini tidak ada

indikasi bolus cairan tambahan atau pemberian darah lebih lanjut. Jenis darahnya

dan crossmatch nya tetap dikerjakan. Konsultasi dan evaluasi pembedahan

diperlukan selama penilaian dan terapi awal, karena intervensi operatif mungkin

masih diperlukan.5

b. Respons sementara

Kelompok yang kedua adalah penderita yang berespons terhadap

pemberian cairan, namun bila tetesan diperlambat hemodinamik penderita

menurun kembali karena kehilangan darah yang masih berlangsung, atau

resusitasi yang tidak cukup. Jumlah kehilangan darah pada kelompok ini adalah

antara 20 - 40% volume darah. Pemberian cairan pada kelompok ini harus

diteruskan, demikian pula pemberian darah. Respons terhadap pemberian darah

menentukan penderita mana yang memerlukan operasi segera.5

c. Respons minimal atau tanpa respons

Walaupun sudah diberikan cairan dan darah cukup, kondisi hemodinamik

pasien tetap buruk dengan respons minimal atau tanpa respons, ini menandakan

perlunya operasi segera. Walaupun sangat jarang, namun harus tetap diwaspadai

kemungkinan syok non-hemoragik seperti tamponade jantung atau kontusio

miokard. Kemungkinan adanya syok non-hemoragik harus selalu diingat pada

kelompok ini.5

L. PROGNOSIS

31
Secara umum, pasien dengan derajat syok yang lebih ringan cenderung lebih

baik dibandingkan dengan syok yang lebih berat. Dalam kasus-kasus syok

hipovolemik berat, dapat menyebabkan kematian sehingga memerlukan perhatian

medis segera. Orang tua yang mengalami syok lebih cenderung memiliki hasil yang

buruk.5

DAFTAR PUSTAKA

1. Kislitsina, O, N, et al. 2019. Shock – Classification and Pathophysiological

Principles of Therapeutics. USA: Bentham Science Publishers

2. Laksana, E. 2015. Dehidrasi dan Syok. SMF/Bagian Anestesi dan Terapi Intesif

RSUP dr.Kariadi/Fakultas kedokteran Universtas Diponegoro, Semarang, Indonesia.

32
3. Piras, C. 2017. Hypovolemic Shock. Int Phys Med Rehab J, Vol 2(3):240‒242

4. Lin, T., Smith, T., Pinnock, C. 2016. Fundementals of Anaesthesia. University

Printing House, Cambridge CB2 8BS, United Kingdom.

5. Suh, G, J. 2018. Essentials of Shock Management. Singapore: Springer Nature

Singapore Pte Ltd.

6. Astridge B,J, Holcomb J,B. 2019. Shackelford S. Outcomes of traumatic hemorrhagic

shock and the epidemiology of preventable death from injury. AABB; 59:1423–1428

7. Cannon J, W. 2018. Hemorrhagic Shock. N Engl J Med; 378:370-379.

8. Sphan, D, R, et al. 2019. The European Guideline on Management of Major Bleeding

and Coagulopathy Following Trauma:Fifth Edition. Department of Anaesthesiology,

University Hospital Aachen, RWTH Aachen University, Pauwelsstrasse 30, D-52074

Aachen, Germany.

9. Owattanapanich, N, et al. 2018. Risks and Benefits Of Hypotensive Resuscitation In

Patients With Traumatic Hemorrhagic Shock: A Meta-Analysis. Scandinavian Journal

of Trauma, Resuscitation and Emergency Medicine vol:26 (107).

10. Chang, R, Holcomb, J, B. 2017. Optimal Fluids Therapy for Traumatic Hemorrhagic

Shock. Department of Surgery, University of Texas Health Science Center, Houston,

TX, Crit Care Clin; 33(1): 15–36.

33

Anda mungkin juga menyukai