Anda di halaman 1dari 41

MAKALAH UAS TUMBUH KEMBANG ANAK

“ TUMBUH KEMBANG REMAJA”

DOSEN PEMBIMBING:

Dr.dr.Eva Chundrayetti , SpA (K)

OLEH :
Risa Putri Irma (1820332011)

PROGRAM STUDI S2 ILMU KEBIDANAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG TAHUN 2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya kepada kita semua. Selawat dan salam senantiasa kita haturkan
kepada nabi kita Muhammad SAW. Alhamdulillah penulis telah dapat
menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Makalah ini merupakan tugas mata kuliah Tumbuh kembang anak yang
membahas mengenai “TUMBUH KEMBANG REMAJA”
Dalam penyusunan makalah ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada
dosen pengampu mata kuliah Psikososial Kebidanan ibu Dr.dr.Eva Chundrayetti ,
SpA (K) yang telah memberikan bimbingan pada kuliah kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangannya. Untuk itu, penulis mengharapkan tegur, sapa, atau kritik demi
perbaikan yang akan datang.

Padang, Mei 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI..........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................3

2.1 Remaja............................................................................................................3

2.2 Tumbuh Kembang Remaja...........................................................................14

2.3 Perubahan dan Perkembangan Remaja........................................................15

2.4 Perubahan Psikososial Selama Pubertas.......................................................17

2.5 Peranan Remaja dalam Kehidupan Sosial....................................................19

2.6 Tugas Perkembangan Remaja......................................................................20

2.7 Permasalahan pada Remaja..........................................................................20

2.8 Pengelolaan Perubahan Psikososial Awal Remaja.......................................32

BAB III PENUTUP...............................................................................................37

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut Santrock (2003) bahwa remaja (adolescene) diartikan sebagai masa
perkembangan transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa yang mencakup
perubahan biologis, kognitif, sosial emosional. Sedangkan menurut Wade &
Tavris (2007), bahwa masa remaja adalah tahapan perkembangan antara pubertas,
usia dimana seseorang memperoleh kemapuan untuk melakukan reproduksi
seksual, dan masa dewasa.
Masa remaja adalah masa datangnya pubertas 11-14 tahun sampai usia
sekitar 18 tahun yang merupakan masa transisi dari kanak-kanak ke dewasa. Masa
ini hampir selalu merupakan masa-masa sulit bagi remaja maupun orang tuanya.
Masa perkembangan itu merupakan suatu tugas yang muncul pada periode
tertentu dalam rentang kehidupan individu, yang apabila tugas itu dapat berhasil
di tuntaskan akan membawa kebahagiaan dan kesuksesan dalam menuntaskan
tugas-tugas berikutnya, sementara apabila gagal, maka akan menyebabkan ketidak
bahagiaan pada diri individu yang bersangkutan, menimbulkan penolakan
masyarakat, dan kesulitan-kesulitan dalam menyelesaikan tugas-tugas berikutnya
(Monks, 2003).
Permasalahan yang sering muncul sering kali disebabkan ketidaktahuan
para orang tua dan pendidik tentang berbagai tuntutan psikologi ini, sehingga
perilaku mereka seringkali tidak mampu mengarahkan remaja menuju
perkembangan mereka. Bahkan tidak jarang orang tua dan pendidik mengambil
sikap yang tidak sejalan dari yang seharusnya diharapkan, sehingga semakin
mengacaukan perkembangan diri para remaja tersebut. Dengan demikian di
harapkan para orang tua dan pendidik dapat memberikan motivasi yang tepat
untuk mendorong remaja menuju pada kepenuhan dirinya (Stice dan Whitenton,
2002).
Masa remaja merupakan masa yang sangat menentukan karena pada masa
ini anak-anak mengalami banyak perubahan pada psikis dan fisiknya. Perubahan
kejiwaan ini menimbulkan kebingungan dikalangan remaja. Sebabnya mereka

1
mengalami penuh dengan gejolak emosi dan tekanan jiwa sehingga mudah
menyimpang dari aturan dan norma-norma sosial yang berlaku dikalangan
masyarakat. Karena remaja adalah masa yang berada di antara anak-anak dan
masa dewasa. Ia adalah masa di mana individu tampak bukan anak-anak lagi, tapi
juga tidak tampak sebagai orang dewasa yang matang, baik pria maupun wanita.
Di indonesia sekarang ini terdapat banyak sekali remaja yang terjerumus ke
dalam pergaulan yang tidak baik, seperti seks bebas yang berakibat hamil di luar
nikah hingga terlibat kasus narkoba. Pada masa ini memang para remaja sedang
gencar-gencarnya mencari jati diri dan rasa keingintahuan yang sangat tinggi.
Mereka sering mencoba berbagai hal untuk memenuhi rasa keingintahuan
mereka,tanpa mereka memikirkan akibat apa yang akan mereka terima dari hasil
coba-coba.
Tidak adanya dukungan pengetahuan dari keluarga dan lingkungan yang
menyebabkan para remaja mencari sendiri demi memenuhi rasa keingintahuan
mereka. Memang pada masa remaja ini psikologi para remaja belum stabil
sehingga mereka gampang sekali terpengaruh oleh lingkungan, baik teman
sekolah maupun teman sepermainan.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai pengelolaan perubahan psikososial
awal remaja.
1.2.2 Tujuan Khusus
Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai :
1. Masa remaja
2. Fisiologi remaja
3. Psikologi remaja
4. Perubahan dan perkembangan remaja
5. Permasalahan pada remaja
6. Pengelolaan perubahan psikososial awal remaja

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Remaja
2.1.1 Definisi
Remaja merupakan salah satu tahapan pertumbuhan dan perkembangan
dalam siklus manusia. Menurut psikologi, remaja adalah suatu periode transisi
dari masa awal anak anak hingga masa awal dewasa, yang dimasuki pada usia kira
kira 10 hingga 12 tahun dan berakhir pada usia 18 tahun hingga 22 tahun. Masa
remaja bermula pada perubahan fisik yang cepat, pertambahan berat dan tinggi
badan yang dramatis, perubahan bentuk tubuh, dan perkembangan karakteristik
seksual seperti pembesaran buah dada, perkembangan pinggang dan kumis, dan
dalamnya suara. Pada perkembangan ini, pencapaian kemandirian dan identitas
sangat menonjol (pemikiran semakin logis, abstrak, dan idealistis) dan semakin
banyak menghabiskan waktu di luar keluarga.
Kata “remaja” berasal dari bahasa latin yaitu adolescere yang berarti to
grow atau to grow maturity (Golinko, 1984 dalam Rice, 1990). Banyak tokoh
yang memberikan definisi tentang remaja, seperti DeBrun (dalam Rice, 1990)
mendefinisikan remaja sebagai periode pertumbuhan antara masa kanak-kanak
dengan masa dewasa. Papalia dan Olds (2001) tidak memberikan pengertian
remaja (adolescent) secara eksplisit melainkan secara implisit melalui pengertian
masa remaja (adolescence).
Menurut Papalia dan Olds (2001), masa remaja adalah masa transisi
perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya
dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia akhir belasan tahun
atau awal dua puluhan tahun.
2.1.2 Klasifikasi Remaja
Menurut Adams & Gullota (dalam Aaro, 1997), masa remaja meliputi usia
antara 11 hingga 20 tahun. Sedangkan Hurlock (1990) membagi masa remaja
menjadi masa remaja awal (13 hingga 16 atau 17 tahun) dan masa remaja akhir
(16 atau 17 tahun hingga 18 tahun). Masa remaja awal dan akhir dibedakan oleh
Hurlock karena pada masa remaja akhir individu telah mencapai transisi
perkembangan yang lebih mendekati masa dewasa.

3
Rentang waktu usia remaja ini biasanya dibedakan atas tiga, yaitu :
1. Masa remaja awal : 12 - 15 tahun
2. Masa remaja pertengahan : 15 – 18 tahun
3. Masa remaja akhir : 18 – 21 tahun
(id.wikipedia.org)
2.1.3 Fisiologi Remaja
Sebelum pubertas, anak laki-laki dan perempuan menghasilkan tingkat
hormon laki-laki (androgen) dan hormon perempuan (estrogen) yang kurang lebih
sama banyaknya. Namun, saat memasuki saat pubertas, kelenjar pituitari dalam
otak mulai merangsang produksi hormon dalam kelenjar adrenal dan reproduksi.
Setelah itu, anak laki-laki memiliki tingkat hormon androgen yang lebih tinggi
dari anak perempuan, dan anak perempuan memiliki tingkat hormon estrogen
yang lebih tinggi dari anak laki-laki.
Pada anak laki-laki, kelenjar reproduksi ada testis (testikel), yang
menghasilkan sperma, pada anak perempuan kelenjar reproduksi terletakdi
ovarium yang menghasilkan indung telur. Selama pubertas, organ-organ ini
menjadi matang dan secara individual dapat melakukan reproduksi. Pada anak
perempuan, tanda kematangan seksual adalah tumbuhnya payudara dan menarche,
munculnya menstruasi pertama. Pada anak laki-laki, tanda-tandanya adalah
munculnya mimpi basah (keluarnya sperma saat tidur di malam hari) serta
membesarnya testis, skrotum, dan penis. Hormon juga berperan dalam munculnya
karakteristik seksual sekunder seperti suara yang menjadi lebih dalam dan berat
serta rambut yang tumbuh di dada dan muka pada anak laki-laki dan rambut
kemaluan pada kedua jenis kelamin. Mulainya pubertas tergantung dari faktor
baik biologis maupun lingkungan. Menstruasi pertama misalnya, tergantung pada
lemak tubuh pada anak perempuan, yang diperlukan untuk mempertahankan
kehamilan. Lemak tubuh memicu perubahan hormonal yang berhubungan dengan
pubertas.
Kemunculan dan lamanya waktu pubertas sangat bervariasi, beberapa anak
perempuan mengalami menarche pada usia 9 atau 10 tahun dan beberapa anak
laki-laki masih bertambah tinggi setelah melewati usia 19 tahun. Remaja yang
memiliki tahapan pubertas yang tidak sesuai dengan teman sebayanya dapat

4
mengalami perasaan asing dan depresi, obsesi terlebih mengenai citra tubuh dapat
menyebabkan gangguan makan.
Anak laki-laki yang matang lebih dini secara umum memiliki pandangan
yang lebih positif dibandingkan dengan anak laki-laki yang kematangannya
datang terlambat, dan ukuran tubuh yang lebih besar dan kekuatan yang lebih
pada tubuh membuat mereka cederung unggul dibidang olahraga dan
memunculkan kebanggaan diri sebagai atlit. Namun mereka juga cenderung mulai
merokok, mengkonsumsi alkohol, menggunakan narkotika, dan melanggar hukum
dibandingkan dengan anak laki-laki yang kematangannya terlambat. Beberapa
anak perempuan yang matang dini, memiliki kebanggaan karena secara sosial
lebih populer, namun itu sebagian disebabkan karena anak-anak lain dalam
kelompok pertemanan mereka menganggap mereka sebagai yang lebih matang
secara seksual, mereka juga memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk
bertengkar dengan orang tua, putus sekolah, memiliki citra diri negatif, dan
dipenuhi kemarahan atau depresi. Menarche yang lebih awal tidak selalu
memunculkan masalah-masalah tersebut, namun cenderung memperburuk
masalah prilaku dan konflik keluarga yang telah ada sebelumnya pada remaja
perempuan. Anak perempuan yang mengalami pubertas terlambat, sebaliknya
pada awalnya mengalami kesulitan, namun pada akhirmasa remaja banyak yang
lebih bahagia pada penampilan mereka serta lebih populer dibandingkan teman
sekelas mereka yang matang lebih awal (Wade & Tavris, 2007).
2.1.4 Biologi dan Otak Remaja
Saat orang berpikir mengenai perubahan fisik pada diri remaja, mereka
biasanya berpikir tentang hormon dan bentuk tubuh yang berubah. Namun, otak
remaja juga mengalami perubahan perkembangan yang signifikan, perubahan
terbesar adalah pemangkasan sinapsis. Pemangkasan ini terutama terjadi pada
korteks prefrontal yang berperan dalam mengontrol impuls dan perencanaan, serta
sistem limbik, yang terlibat dalam pemrosesan emosi (Spear, 2000).
Perubahan yang lain melibatkan myelinisasi (myelinization), yang
memberikan insulasi bagi sel dan memperbaiki efisiensi sitem transmisi normal,
memperkuat hubungan antara sistem limbik yang emosional dengan kemampuan
penalaran di korteks prefrontal. Proses ini dapat terus berlanjut hingga masa

5
remaja akhir atau usia 20an awal, yang dapat membantu menjelaskan mengapa
emosi kuat pada masa remaja cederung menekan proses pengambilan keputusan
rasional dan menyebabkan beberapa remaja berperilaku lebih impulsif
dibandingkan dengan orang dewasa. Proses ini juga dapat menjelaskan mengapa
remaja lebih rentan terhadap tekanan dari teman sebaya yang mendorong mereka
untuk melakukan hal-hal yang berisiko, bodoh, atau berbahaya. Pada remaja yang
tahu bahwa mereka melakukan kesalahan, banyak dari mereka yang kurang
memiliki kemampuan penalaran untuk memperkirakan konsekuensi dari tindakan
mereka yang berisiko (Reyna & Farley, 2006).

Perubahan hormonal pada pubertas

Pubertas terjadi sebagai akibat peningkatan sekresi gonadotropin releasing


hormone (GnRH) dari hipotalamus, diikuti oleh sekuens perubahan sistem
endokrin yang kompleks yang melibatkan sistem umpan balik negatif
Gambar 1. Aksis hipotalamus–hipofisis–gonad pada anak perempuan
Hipotalamus

Releasing hormone

Hipofisis

I Ovarium S
nhibisi timulasi
Korpus luteum
Folikel

Progesteron Estrogen
Estrogen

dan positif. Selanjutnya, sekuens ini akan diikuti dengan timbulnya tanda-
tanda seks sekunder, pacu tumbuh, dan kesiapan untuk reproduksi.
Gonadotropin releasing hormone disekresikan dalam

jumlah cukup banyak pada saat janin berusia 10 minggu, mencapai kadar

6
puncaknya pada usia gestasi 20 minggu dan kemudian menurun pada saat

akhir kehamilan.1 Hal ini diperkirakan terjadi karena maturasi sistim


umpan balik hipotalamus karena peningkatan kadar estrogen perifer.
Pada saat lahir GnRH meningkat lagi secara periodik setelah pengaruh
estrogen dari plasenta hilang. Keadaan ini berlangsung sampai usia 4 tahun

ketika susunan saraf pusat menghambat sekresi GnRH. 2 Pubertas normal


diawali oleh terjadinya aktivasi aksis hipotalamus– hipofisis–gonad dengan
peningkatan GnRH secara menetap (Gambar 1).
Kontrol neuroendokrin untuk dimulainya pubertas masih belum diketahui
secara pasti. Terdapat berbagai faktor yang dianggap berperan dalam awitan

pubertas, antara lain faktor genetik, nutrisi, dan lingkungan lainnya. 3 Secara
genetik terdapat berbagai teori yang mengatur awitan pubertas, antara lain
pengaturan oleh gen GPR54, suatu G-coupled protein receptor. Mutasi pada
gen GPR54 dapat menyebabkan terjadinya hipogonadotropik
hipogonadisme idiopatik. Pada tikus percobaan, defisiensi gen GPR54
menyebabkan volume testis tikus jantan menjadi kecil, sedangkan pada tikus
betina menyebabkan terlambatnya maturasi folikel dan pembukaan vagina.
Pada tahun 1971, Frisch dan Revelle mengemukakan peran nutrisi terhadap
awitan pubertas. Frisch dan Revelle menyatakan bahwa dibutuhkan berat
badan sekitar 48 kg untuk timbulnya menarke, sedangkan pada penelitian
selanjutnya dinyatakan bahwa dibutuhkan perbandingan lemak dan lean
body mass tertentu untuk timbulnya pubertas dan untuk mempertahankan

kapasitas reproduksi. Leptin, suatu hormon yang dihasilkan di jaringan


lemak (white adipose) yang mengatur kebiasaan makan dan
termogenesis diperkirakan juga berperan dalam mengatur awitan pubertas.
Pada keadaan puasa kadar leptin menurun, begitu pula dengan kadar
gonadotropin. Penemuan ini menunjang hipotesis peran nutrisi dalam
pengaturan pubertas. Pada penelitian selanjutnya ternyata hal ini masih
dipertanyakan karena kadar leptin tetap stabil selama pre-dan pasca
pubertas.Di samping itu terdapat berbagai faktor lain yang diperkirakan
mempengaruhi awitan pubertas, seperti pertumbuhan janin intrauterin,

7
migrasi ke negara lain, dan faktor lingkungan lainnya.

Pada saat remaja atau pubertas, inhibisi susunan saraf pusat terhadap
hipotalamus menghilang sehingga hipotalamus mengeluarkan GnRH
akibat sensitivitas gonadalstat. Selama periode prepubertal gonadalstat
tidak sensitif terhadap rendahnya kadar steroid yang beredar, akan tetapi pada
periode pubertas akan terjadi umpan balik akibat kadar steroid yang rendah

sehingga GnRH dan gonadotopin akan dilepaskan dalam jumlah yang banyak.8
Pada awalnya GnRH akan disekresi secara diurnal pada usia sekitar 6 tahun.
Hormon GnRH kemudian akan berikatan dengan reseptor di hipofisis
sehingga sel-sel gonadotrop akan mengeluarkan luteneizing hormone (LH)
dan follicle stimulating hormone (FSH). Hal ini terlihat dengan terdapatnya
peningkatan sekresi LH 1-2 tahun sebelum awitan pubertas. Sekresi LH yang

pulsatil terus berlanjut sampai awal pubertas.2,9


Pada anak perempuan, mula-mula akan terjadi peningkatan FSH pada usia
sekitar 8 tahun kemudian diikuti oleh peningkatan LH pada periode berikutnya.
Pada periode selanjutnya, FSH akan merangsang sel granulosa untuk
menghasilkan estrogen dan inhibin. Estrogen akan merangsang timbulnya tanda-
tanda seks sekunder sedangkan inhibin berperan dalam kontrol mekanisme
umpan balik pada aksis hipotalamus- hipofisis-gonad. Hormon LH berperan

pada proses menarke dan merangsang timbulnya ovulasi.10 Hormon androgen


adrenal, dalam hal ini dehidroepiandrosteron (DHEA) mulai meningkat pada awal
sebelum pubertas, sebelum terjadi peningkatan gonadotropin. Hormon DHEA
berperan pada proses adrenarke.
Proses menarke normal terdiri dalam tiga fase yaitu fase folikuler, fase

ovulasi, dan fase luteal (sekretori). 10,11 Pada fase folikuler, peningkatan
GnRH pulsatif dari hipotalamus akan merangsang hipofisis untuk mengeluarkan
FSH dan LH yang kemudian merangsang pertumbuhan folikel. Folikel kemudian
akan mensekresi estrogen yang menginduksi proliferasi sel di endometrium. Kira-
kira tujuh hari sebelum ovulasi terdapat satu folikel yang dominan. Pada puncak
sekresi estrogen, hipofisis mensekresi LH lebih banyak dan ovulasi terjadi 12 jam
setelah peningkatan LH. Pada fase luteal yang mengikuti fase ovulasi ditandai

8
dengan adanya korpus luteum yang dibentuk dari proses luteinisasi sel folikel.
Pada korpus luteum kolesterol dikonversi menjadi estrogen dan progesteron.
Progesteron ini mempunyai efek berlawanan dengan estrogen pada endometrium
yaitu menghambat proliferasi dan perubahan produksi kelenjar sehingga
memungkinkan terjadinya implantasi ovum. Tanpa terjadinya fertilisasi ovum dan
produksi human chorionic gonadotropine (hCG), korpus luteum tidak bisa
bertahan. Regresi korpus luteum mengakibatkan penurunan kadar progesteron
dan estrogen yang menyebabkan terlepasnya endometrium, proses tersebut dikenal

sebagai menstruasi. Menstruasi terjadi kira-kira 14 hari setelah ovulasi.10,11

Pada anak laki-laki, perubahan hormonal ini dimulai dengan peningkatan


LH, kemudian diikuti oleh peningkatan FSH. Luteinising hormon akan
menstimulasi sel Leydig testis untuk mengeluarkan testosteron yang
selanjutnya akan merangsang pertumbuhan seks sekunder, sedangkan
FSH merangsang sel sertoli untuk mengeluarkan inhibin sebagai umpan balik
terhadap aksis hipotalamus- hipofisis-gonad. Fungsi lain FSH menstimulasi
perkembangan tubulus seminiferus menyebabkan terjadinya pembesaran testis.
Pada saat pubertas terjadi spermatogenesis akibat pengaruh FSH dan testosteron

yang dihasilkan oleh sel Leydig.2,10


Pada periode pubertas, selain terjadi perubahan pada aksis hipotalamus-

hipofisis-gonad, ternyata terdapat hormon lain yang juga memiliki peran


yang cukup besar selama pubertas yaitu hormon pertumbuhan (growth
hormone/GH). Pada periode pubertas, GH dikeluarkan dalam jumlah lebih besar
dan berhubungan dengan proses pacu tumbuh selama masa pubertas. Pacu
tumbuh selama pubertas memberi kontribusi sebesar 17% dari tinggi dewasa
anak laki- laki dan 12% dari tinggi dewasa anak perempuan. Hormon steroid
seks meningkatkan sekresi GH pada anak laki-laki dan perempuan. Pada anak
perempuan terjadi peningkatan GH pada awal pubertas sedangkan pada anak
laki-laki peningkatan ini terjadi pada akhir pubertas. Perbedaan waktu
peningkatan GH pada anak laki-laki dan perempuan serta awitan pubertas dapat
menjelaskan perbedaan tinggi akhir anak laki-laki dan perempuan.

9
Perubahan fisik pada pubertas
Pada fase pubertas terjadi perubahan fisik sehingga pada akhirnya seorang
anak akan memiliki kemampuan bereproduksi. Terdapat lima perubahan khusus
yang terjadi pada pubertas, yaitu, pertambahan tinggi badan yang cepat (pacu
tumbuh), perkembangan seks sekunder, perkembangan organ-organ reproduksi,
perubahan komposisi tubuh serta perubahan sistem sirkulasi dan sistem respirasi

yang berhubungan dengan kekuatan dan stamina tubuh.13,14


Perubahan fisik yang terjadi pada periode pubertas berlangsung dengan
sangat cepat dalam sekuens yang teratur dan berkelanjutan (Gambar 2 dan 3).
Tinggi badan anak laki-laki bertambah kira-kira 10 cm per tahun,
sedangkan pada perempuan kurang lebih 9 cm per tahun. Secara keseluruhan.

Gambar 2. Perubahan fisik pada anak laki-laki selama pubertas

Gambar 3Perubahan fisik pada anak laki-laki selama pubertas

10
Pertambahan tinggi badan terjadi dua tahun lebih awal pada anak perempuan
dibanding anak laki-laki. Puncak pertumbuhan tinggi badan (peak height
velocity) pada anak perempuan terjadi sekitar usia 12 tahun, sedangkan pada
anak laki-laki pada usia 14 tahun. Pada anak perempuan, pertumbuhan akan
berakhir pada usia 16 tahun sedangkan pada anak laki-laki pada usia 18
tahun.Setelah usia tersebut, pada umumnya pertambahan tinggi badan hampir
selesai. Hormon steroid seks juga berpengaruh terhadap maturasi tulang pada
lempeng epifisis. Pada akhir pubertas lempeng epifisis akan menutup dan
pertumbuhan tinggi badan akan berhenti.Pertambahan berat badan terutama
terjadi karena perubahan komposisi tubuh, pada anak laki-laki terjadi akibat
meningkatnya massa otot, sedangkan pada anak perempuan terjadi karena
meningkatnya massa lemak

. Tahap perkembangan pubertas anak pada laki-laki dan perempuan menurut


Tanner

11
2.1.5 Psikologi Remaja
Penelitian terhadap sampel yang mewakili remaja menemukan bahwa hanya
sekelompok kecil remaja saja yang benar-benar bermasalah, diliputi kemarahan
atau tidak bahagia. Kebanyakan remaja memiliki keluarga yang mendukung
mereka, tujuan yang jelas, kepercayaan diri, teman-teman yang baik, dan
keterampilan untuk mengatasi masalah. Gejolak ekstrim dan ketidakbahagiaan
adalah pengecualian yang tidak selalu dialami oleh setiap remaja. Pemberontakan
remaja lebih merupakan persoalan sikap secara umumdann norma-norma budaya
alih-alih suatu sifat yang hakiki pada perkembangan remaja. Generasi baby
boomer (anak-anak yang dilahirkan pasca perang) memprotes otorita sorang tua
mereka dan bahkan menciptakan istilah “jurang antar generasi” (Generation gap),
meskipun demikian kebanyakan remaja dan mahasiswa sekarang merasa dekat
dengan orang tuanya, yang lazimnya mereka lihat sebagai teman alih – alih musuh
(Howe & Straus, 2003).
Meski demikian, ada tiga masalah yang cenderung muncul pada masa
remaja dibandingkan pada masa kanak – kanak atau dewasa :
1. Konflik dengan orang tua
2. Suasana hati yang berubah – ubah (mood swings) dan depresi
3. Tingginya angka perilaku ceroboh, pelanggaran hukum dan tindakan
berisiko.
Masalah – masalah di atas merupakan sisi negatif dalam proses
pendewasaan. Walaupun pertengkaran dengan orang tua terasa menyakitkan, hal
ini cenderung menandai peralihan dari kekuasaan orang tua yang sepihak menjadi
hubungan yang timbal balik antara dua orang dewasa. Pelanggaran aturan sering
kali terjadi karena remaja membangun standar dan nilai mereka sendiri, sering
kali dengan meniru gaya, tindakan, dan sikap dari teman sebaya, yang sangat
bertentangan dengan gaya atau sikap orang tua mereka. Teman sebaya memegang
peranan paling penting karena mereka mewakili nilai dan gaya generasi yang
termasuk dalam kelompok usia remaja tersebut, yakni generasi dimana remaja
akan berbagi pengalaman sebagai orang dewasa nantinya (Bukowski, 2001;

12
Harris, 1998; Hartup, 1999). Banyak orang menyatakan bahwa penolakan oleh
teman sebaya saat masa remaja lebih terasa menyakitkan dibandingkan perlakuan
kejam dari orang tua.
Remaja yang kesepian, tertekan, cemas atau marah, cenderung
mengekspresikan hal – hal ini dalam cara yang sesuai dengan karakteristik jenis
kelaminnya. Anak laki – laki mengungkapkan masalah emosional melalui
tindakan agresif dan perilaku antisosial lain. Sebaliknya, dibandingkan anak laki –
laki, anak perempuan cenderung menginternalisasikan perasaan dan masalah,
misalnya dengan menarik diri (withdrawal) atau memunculkan gejala gangguan
makan (Wade & Tavris, 2007).
Kondisi psikologi remaja antara lain :
1. Keadaan Emosi dan Penyesuain Diri Selama Masa Remaja
Kondisi emosi remaja dianggap periode “badai dan tekanan”,
suatu masa di masa ketegangan emosi meninggi sebagai akibat :
perubahan fisik.tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru. Selama
masa kanak-kanak kurang mempersiapkan diri untuk menghadapi
keadaan-keadaan tersebut. Dampak dari usaha penyesuaian diri pada
pola perilaku baru dan harapan sosial baru. Misalnya, masalah
percintaan.
2. Penyesuaian Diri Remaja
Penyesuaian diri remaja yang terpenting dan tersulit adalah
penyesuaian diri dengan meningkatnya pengaruh kelompok sebaya.
Perubahan dalam perliaku sosial, pengelompokkan sosial baru,nilai-
nilai baru dalam seleksi persahabatan,dalam dukungan dan
penolakan sosial serta dalam seleksi pemimpin.
3. Perubahan dalam Perilaku Sosial
Perubahan sikap dan perilaku sosial yang paling menonjol adalah
hubungan heteroseksual. Perubahan singkat yang radikal,yaitu dari
tidak menyukai lawan jenis menjadi lebih menyukai teman dari
lawan jenis.
4. Perubahan Moral

13
Remaja di harapkan mengganti konsep moral yang berlaku
khusus di masa kanak-kanak dengan prinsip moral yang berlaku
umum dan merumuskannya kedalam kode moral yang akan
berfungsi sebagai pedoman bagi perilakunya. Tidak kalah
pentingnya,sekarang remaja harus mengendalikan perilakunya
sendiri yang sebelumnya menjadi tanggung jawab orang tua dan
guru.
5. Minat seks dan Perilaku Seksual
Minat remaja pada seks dan keingintahuannya tentang seks,terkait
dengan pembentukan hubungan baru dan lebih matang dengan lawan
jenis. Remaja yang fungsi seksualnya sudah mulai matang
diharapkan dapat mengembangkan minat terhadap lawan jenis serta
melibatkan kegiatan yang memenuhi unsur lawan jenis.
Meningkatnya minta pada seks ini menyebabkan remaja selalu
berusaha mencari lebih banyak informasi mengenai seks. Sumber
informasi biasanya sedikit dari orang tua. Remaja mencari lewat
sekolah,teman,buku,atau percobaan masturbasi,dan lain-lain.
6. Perubahan Kepribadian
Mulai menyadari sifat-sifat yang baik dan buruk dan menilai
sifat-sifat ini sesuai dengan sifat teman-temannya. Remaja juga sadar
akan peran kepribadian dalam hubungan-hubungan sosial dan oleh
sebab itu mereka terdorong untuk memperbaiki kepribadian
mereka,misalnya dengan membaca buku atau tulisan-tulisan tentang
hal ini.

2.2 Tumbuh Kembang Remaja


2.2.1 Perubahan Fisik Remaja
Perubahan fisik pada remaja perempuan :
1. Mulai menstruasi.
2. Payudara dan pantat membesar.
3. Indung telur membesar.
4. Kulit dan rambut berminyak dan tumbuh jerawat.

14
5. Vagina mengeluarkan cairan.
6. Mulai tumbuh bulu di ketiak dan sekitar vagina.
7. Tubuh bertambah tinggi.
Perubahan fisik yang terjadi pada remaja laki-laki :
1. Terjadi perubahan suara mejadi besar dan mantap.
2. Tumbuh bulu disekitar ketiak dan alat kelamin.
3. Tumbuh kumis.
4. Mengalami mimpi basah.
5. Tumbuh jakun.
6. Pundak dan dada bertambah besar dan bidang.
7. Penis dan buah zakar membesar.
2.2.2 Perubahan Psikologis Remaja
Perubahan psikis atau psikologi yang terjadi pada remaja perempuan atau
remaja laki-laki yaitu :
1. Emosi
2. Pikiran atau pola pikir
3. Perasaan
4. Lingkungan pergaulan
5. Tanggung jawab
Perubahan psikis yang lain juga terjadi pada remaja yaitu :
1. Remaja lebih senang berkumpul diluar rumah dengan kelompoknya.
2. Remaja lebih sering membantah atau melanggar aturan orang tua.
3. Remaja ingin menonjolkan diri atau bahkan menutup diri.
4. Remaja kurang mempertimbangkan maupun menjadi sangat
tergantung pada kelompoknya.
2.3 Perubahan dan Perkembangan Remaja
Seorang remaja mencapai tugas-tugas perkembangannya dapat dipisahkan
ke dalam tiga tahap secara berurutan (Marcia, 1991 dalam Sprinthall dan Collins,
2002) :
1. Masa remaja awal
Remaja awal adalah remaja dengan usia 11-14 tahun. Tugas-tugas
perkembangan yang harus diselesaikan pada masa ini adalah penerimaan

15
terhadap keadaan fisik dirinya dan menggunakan tubuhnya secara lebih
efektif. Hal ini karena remaja pada usia tersebut mengalami perubahan-
perubahan fisik yang sangat drastis, seperti pertumbuhan tubuh yang
meliputi tinggi badan, berat badan, panjang organ-organ tubuh, dan
perubahan bentuk fisik seperti tumbuhnya rambut, payudara, panggul, dan
sebagainya.
Pada masa remaja awal, memiliki karakteristik sebagai berikut :
a. Lebih dekat dengan teman sebaya.
b. Ingin bebas.
c. Lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya dan mulai
berfikir abstrak.
2. Masa remaja menengah
Pada masa remaja menengah atau madya adalah remaja dengan usia
sekitar 16-18 tahun. Tugas perkembangan yang utama adalah mencapai
kemandirian dan otonomi dari orang tua, terlibat dalam perluasan
hubungan dengan kelompok sebaya dan memcapai kapasitas keintiman
hubungan pertemanan. Karakteristik pada remaja menengah adalah
sebagai berikut :
a. Mencari identitas diri.
b. Timbulnya keinginan untuk kencan.
c. Mempunyai rasa cinta yang dalam.
d. Mengembangkan kemampuan berfikir abstrak : remaja usia
menengah pada umumnya mengembangkan kapasitas untuk
berfikir abstrak, menikmati kekuatan intelektual dan perhatian
pada filosofi, politik, dan masalah sosial.
e. Berkhayal tentang aktifitas seks.
Hubungan antara remaja dengan keluarganya terdapat konflik
mengenai kebebasan atau kemandirian dan kontrol. Pertumbuhan dan
perkembangan identitas remaja usia ini dimodifikasikan dengan body
image, sangat fokus pada dirinya dan mempunyai banyak impian.
Remaja usia menengah juga sangat tergantung pada penerimaan
dirinya di peer group yang sangat dibutuhkan untuk identitas dirinya

16
dalam membentuk gambaran diri. Konsep diri yang impulsive dan
kebingungan dalam mencari identitas juga muncul pada remaja usia ini.
3. Masa remaja akhir
Masa remaja akhir adalah masa remaja dengan usia 18-20 tahun.
Tugas perkembangan utama pada tahap ini adalah mencapai kemandirian
seperti yang dicapai pada remaja menengah, namun lebih berfokus pada
persiapan diri untuk terlepas dari orang tua, membentuk pribadi yang
bertanggung jawab, memepersiapkan karier ekonomi, dan membentuk
ideologi pribadi yang di dalamnya juga meliputi apa penerimaan terhadap
nilai dan sistem etik. Pada tahap remaja akhir, karakteristik adalah sebagai
berikut :
a. Pengungkapan identitas diri.
b. Lebih selektif dalam mencari teman sebaya.
c. Mempunyai citra jasmani dirinya.
d. Dapat mewujudkan rassa cinta.
e. Mampu berpikir abstrak.
2.4 Perubahan Psikososial Selama Pubertas
Menurut Batubara dalam Jurnal Sari Pediatri, Vol. 12, No. 1, Juni 2010,
bahwa perubahan fisik yang cepat dan terjadi secara berkelanjutan pada remaja
menyebabkan para remaja sadar dan lebih sensitif terhadap bentuk tubuhnya dan
mencoba membandingkan dengan teman-teman sebaya. Jika perubahan tidak
berlangsung secara lancar maka berpengaruh terhadap perkembangan psikis dan
emosi anak, bahkan terkadang timbul ansietas, terutama pada anak perempuan
bila tidak dipersiapkan untuk menghadapinya. Sebaliknya pada orangtua keadaan
ini dapat menimbulkan konflik bila proses anak menjadi dewasa ini tidak
dipahami dengan baik.
Perubahan psikososial pada remaja dibagi dalam tiga tahap yaitu remaja
awal (early adolescent), pertengahan (middle adolescent), dan akhir (late
adolescent).
Periode pertama disebut remaja awal atau early adolescent, terjadi pada usia
usia 12-14 tahun. Pada masa remaja awal anak-anak terpapar pada perubahan
tubuh yang cepat, adanya akselerasi pertumbuhan, dan perubahan komposisi

17
tubuh disertai awal pertumbuhanseks sekunder. Karakteristik periode remaja awal
ditandai oleh terjadinya perubahan-perubahan psikologis seperti :
a. Krisis identitas
b. Jiwa yang labil
c. Meningkatnya kemampuan verbal untuk ekspresi diri
d. Pentingnya teman dekat/sahabat
e. Berkurangnya rasa hormat terhadap orangtua, kadang-kadang
berlaku kasar
f. Menunjukkan kesalahan orangtua
g. Mencari orang lain yang disayangi selain orangtua
h. Kecenderungan untuk berlaku kekanak-kanakan
i. Terdapatnya pengaruh teman sebaya (peer group) terhadap hobi dan
cara berpakaian.
Pada fase remaja awal mereka hanya tertarik pada keadaan sekarang, bukan
masa depan, sedangkan secara seksual mulai timbul rasa malu, ketertarikan
terhadap lawan jenis tetapi masih bermain berkelompok dan mulai bereksperimen
dengan tubuh seperti masturbasi. Selanjutnya pada periode remaja awal, anak juga
mulai melakukan eksperimen dengan rokok, alkohol, atau narkoba. Peran peer
group sangat dominan, mereka berusaha membentuk kelompok, bertingkah laku
sama, berpenampilan sama, mempunyai bahasa dan kode atau isyarat yang sama.
Periode selanjutnya adalah middle adolescent terjadi antara usia 15-17
tahun, yang ditandai dengan terjadinya perubahan-perubahan sebagai berikut :
a. Mengeluh orangtua terlalu ikut campur dalam kehidupannya
b. Sangat memperhatikan penampilan
c. Berusaha untuk mendapat teman baru
d. Tidak atau kurang menghargai pendapat orangtua
e. Sering sedih/moody
f. Mulai menulis buku harian Sangat memperhatikan kelompok main
secara selektif dan kompetitif
g. Mulai mengalami periode sedih karena ingin lepas dari orangtua.
Pada periode middle adolescent mulai tertarik akan intelektualitas dan karir.
Secara seksual sangat memperhatikan penampilan, mulai mempunyai dan sering

18
berganti-ganti pacar. Sangat perhatian terhadap lawan jenis. Sudah mulai
mempunyai konsep role model dan mulai konsisten terhadap cita-cita.
Periode late adolescent dimulai pada usia 18 tahun ditandai oleh tercapainya
maturitas fisik secara sempurna. Perubahan psikososial yang ditemui antara lain :
a. Identitas diri menjadi lebih kuat
b. Mampu memikirkan ide
c. Mampu mengekspresikan perasaan dengan kata-kata
d. Lebih menghargai orang lain
e. Lebih konsisten terhadap minatnya
f. Bangga dengan hasil yang dicapai
g. Selera humor lebih berkembang
h. Emosi lebih stabil.
Pada fase remaja akhir lebih memperhatikan masa depan, termasuk peran
yang diinginkan nantinya. Mulai serius dalam berhubungan dengan lawan jenis,
dan mulai dapat menerima tradisi dan kebiasaan lingkungan.
2.5 Peranan Remaja dalam Kehidupan Sosial
Dalam kehidupan sosialnya remaja mempunyai peranan masing-masing
antara lain :
1. Sebagai anggota keluarga : perannya sebagai anak yaitu berperanan ikut
menjaga nama baik orang tua dan keluarga, membantu meringankan
pekerjaan orang tua di rumah, menciptakan situasi dan kondisi yang
nyaman di rumah, dan lain-lain.
2. Sebagai warga sekolah : perannya sebagai siswa yaitu berperanan ikut
menjaga keamanan dan ketertiban sekolah, memajukan dan meningkatkan
prestasi sekolah dengan cara belajar yang sungguh-sungguh, menjalin
kerja sama dan hubungan sosial yang baik dengan siswa yang lain,
mengembangkan kreatifitas sesuai dengan bakat dan minatnya, dan lain-
lain.
3. Sebagai warga masyarakat : perannya sebagai pemuda/pemudi desa/kota
berperan aktif menjaga ketertiban dan keamanan lingkungan, menjaga
kebersihan lingkungan, ikut serta membangun desa/kota di mana mereka
tinggal dengan cara mengembangkan kreatifitas demi memajukan desa,

19
tidak menjadi remaja yang malas dan acuh terhadap lingkungan, dan lain-
lain.
2.6 Tugas Perkembangan Remaja
Tugas perkembangan remaja menurut Havighurst dalam Gunarsa (1991)
antara lain :
1. Memperluas hubungan antara pribadi dan berkomunikasi secara
lebih dewasa dengan kawan sebaya, baik laki-laki maupun
perempuan.
2. Memperoleh peranan sosial.
3. Menerima kebutuhannya dan menggunakannya dengan efektif.
4. Memperoleh kebebasan emosional dari orangtua dan orang dewasa
lainnya.
5. Mencapai kepastian akan kebebasan dan kemampuan berdiri sendiri.
6. Memilih dan mempersiapkan lapangan pekerjaan.
7. Mempersiapkan diri dalam pembentukan keluarga.
8. Membentuk sistem nilai, moralitas dan falsafah hidup.
2.7 Permasalahan pada Remaja
Terdapat beberapa permasalahan yang sering terjadi pada masa remaja,
yaitu :
1. Perilaku seksual remaja (Artikel oleh Pangkahila dalam Soetjiningsih, 2004)
Pemahaman tentang perkembangan seksual remaja termasuk pemahaman
tentang perilaku seksual remaja merupakan salah satu pemahaman yang
penting diketahui, karena masa remaja merupakan masa peralihan dari
perilaku seksual anak – anak menjadi perilaku seksual dewasa.
Kurangnya pemahaman ini akan mengakibatkan berbagai dampak yang
justru sangat merugikan kelompok remaja dan keluarganya. Hasil penelitian
oleh National Surveys of Family Growth pada tahun 1988, menyatakan bahwa
80% laki-laki dan 70% perempuan melakukan hubungan seksual pada masa
pubertas dan 20% dari mereka memiliki empat atau lebih pasangan. Terdapat
sekitar 53% perempuan berusia antara 15-19 tahun melakukan hubungan
seksual pada masa remaja, sedangkan jumlah laki-laki yang melakukan
hubungan seksual sebanyak dua kali lipat daripada perempuan.

20
Terdapat empat fase perkembangan perilaku seksual remaja yang sesuai
dengan tahap perkembangan remaja, yaitu :
a. Pra remaja
Ciri perkembangan seksual pada masa remaja ini antara lain ialah
perkembangan fisik yang tidak banyak berbeda dengan sebelumnya
dan tidak menyolok. Pada masa pra remaja ini mereka sudah mulai
senang mencari tahu informasi tentang seks dan mitos seks baik dari
teman sekolah, keluarga, atau sumber lainnya. Penampilan fisik dan
mental secara seksual tidak banyak memberikan kesan yang berarti.
b. Remaja awal
Pada tahap ini mulai tampak ada perubahan fisik, dimana fisik sudah
mulai matang dan berkembang. Pada masa ini remaja sudah mulai
mencoba melakukan onani karena telah seringkali terangsang secara
seksual akibat pematangan yang dialami. Rangsangan ini diakibatkan
oleh faktor internal yaitu meningkatnya kadar testosterone pada laki-
laki dan estrogen pada perempuan. Sebagian dari mereka sangat
menikmati apa yang mereka rasakan, tetapi sebagian lain dari mereka
justru selama atau sesudah merasakan kenikmatan tersebut merasa
kecewa dan merasa berdosa.
Perasaan berdosa ini diakibatkan pemahaman agama yang mereka
pahami dari para tokoh agamanya. Hampir sebagian besar dari laki-
laki pada periode ini tidak bisa menahan untuk tidak melakukan onani
karena pada masa ini mereka seringkali mengalami fantasi. Selain itu
tidak jarang dari mereka yang memilih untuk melakukan aktifitas non
fisik untuk melakukan fantasi atau menyalurkan perasaan cinta dengan
lawan jenisnya yaitu dengan bentuk hubungan telepon, surat-menyurat,
atau mempergunakan sarana computer.
c. Remaja menengah
Pada fase ini para remaja sudah mengalami pematangan fisik secara
penuh yaitu anak laki-laki mengalami mimpi basah dan perempuan
sudah mengalami menstruasi. Pada masa ini gairah seksual remaja
sudah mencapai puncak sehingga mereka mempunyai kecenderungan

21
mempergunakan kesempatan untuk melakukan sentuhan fisik. Namun
demikian, perilaku seksual mereka masih secara alamiah. Mereka
kadang melakukan peretemuan untuk bercumbu bahkan mencari
kesempatan untuk melakukan hubungan seksual. Sebagian besar dari
mereka mempunyai sikap yang tidak mau bertanggungjawab terhadap
perilaku seksual yang mereka lakukan.
d. Remaja akhir
Pada masa ini, remaja sudah mengalami perkembangan fisik secara
penuh, sudah seperti orang dewasa. Mereka telah mempunyai perilaku
seksual yang sudah jelas dan mereka sudah mulai mengembangkannya
dalam bentuk pacaran.
2. Kehamilan remaja (Artikel oleh Sugiharta)
Kehamilan pada masa remaja dan menjadi orang tua pada usia remaja
berhubungan secara bermakna dengan risiko medis dan psikososial, baik
terhadap ibu maupun bayimya. Faktor kondisi fisiologis dan psikososial
instrinsik remaja, bila diperberat lagi dengan faktor sosiodemografi, seperti
kemiskinan, pendidikan yang rendah, belum menikah, asuhan antenatal yang
tidak adekuat, akan mengakibatkan meningkatnya risiko kehamilan dan
kehidupan keluarga yang kurang baik.
Dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa perilaku seksual pada remaja
ini mempunyai korelasi dengan sikap remaja terhadap seksualitas. Penelitian
Sahabat Remaja di empat kota menunjukkan: 3,6% remaja di kota Medan,
8,5% remaja di kota Yogyakarta, 3,4% remaja di kota Surabaya, serta 31,1%
remaja di kota Kupang telah terlibat hubungan seksual secara aktif.
Konsekuensi dari kehamilan remaja ini adalah pernikahan remaja dan
pengguguran kandungan (aborsi). Ada dua hal yang bisa dan biasa dilakukan
remaja jika mengalami kehamilan tidak diinginkan (KTD), yaitu :
a. Bila kehamilan dipertahankan
- Risiko fisik : kehamilan usia dini dapat menimbulkan kesulitan
dalam persalinan seperti perdarahan, bahkan sampai pada
kematian.

22
- Risiko psikologis : ada kemungkinan pihak perempuan menjadi ibu
tunggal karena pasangan tidak mau menikahinya atau
mempertanggung jawabkan perbuatannya. Kalau mereka menikah,
hal ini juga bisa mengakibatkan perkawinan bermasalah dan penuh
konflik karena sama-sama belum dewasa dan siap memikul
tanggung jawab sebagai orang tua. Selain itu, pasangan muda
terutam pihak perempuan, akan terbebani oleh perasaan tidak
nyaman seperti dihantui rasa malu yang terus menerus, rendah diri,
bersalah atau berdosa, depresi, pesimis, dan lain-lain. Bila tidak
ditangani dengan baik, maka perasaan –perasaan tersebut bisa
menjadi gangguan kejiwaan yang lebih parah.
- Risiko sosial : salah sau risiko sosial adalah berhenti/putus sekolah
atas kemauan sendiri dikarenakan rasa malu atau cuti melahirkan.
Kemungkinan hal lain dikeluarkan dari sekolah. Risiko sosial lain :
menjadi objek pembicaraan, kehilangan masa remaja yang
seharusnya dinikmati, dan di cap buruk oleh lingkungan.
- Risiko ekonomi : merawat kehamilan, melahirkan, dam
membesarkan bayi/anak membutuhkan biaya besar.
b. Bila kehamilan diakhiri (aborsi)
Banyak dari remaja memilih untuk mengakhiri kehamilannya. Risiko –
risiko y ang mungkin timbul akibat melakukan aborsi adalah :
- Risiko fisik : perdarahan dan komplikasi lain seperti kemandulan.
Aborsi tidak aman berisiko kematian.
- Risiko psikis : pelaku aborsi sering mengalami perasaan takut,
panic, tertekan, stress, trauma dan kesakitan. Kecemasan karena
perasaan bersalah atau berdosa dan sering kehilangan percaya diri.
- Risiko sosial : ketergantungan pada pasangan kadang menjadi lebih
besar karena perempuan merasa sudah tidak perawan, pernah hamil
dan aborsi. Perempuan lebih sukar menolak ajakan seksual
pasangannya, pendidikan terputus atau masa depan terganggu.
- Risiko ekonomi : biaya aborsi cukup tinggi, dan apabila terjadi
komplikasi biaya menjadi semakin tinggi.

23
3. Remaja dan infeksi menular seksual (Artikel oleh Duarsa)
Kenyataan di dunia saat ini, remaja merupakan kelompok umur yang
terjangkit penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS) paling tinggi dibandingkan
dengan kelompok umur yang lain. Dorongan dan aktivitas seksual yang tinggi
dikalangan remaja menyebabkan seringnya mereka bertukar pasangan dengan
akibat berisiko tertular IMS.
Faktor – faktor yang berpengaruh meningkatkan risiko penularan IMS
pada remaja adalah :
- Faktor biologi : pada masa remaja, terjadi perubahan epitel pada
mukosa serviks dan vagina dari epitel berlapis pipihmenjadi epitel
berlapis silinder. Epitel ini sangat rentan terhadap IMS. Walaupun
akan berganti menjadi epitel berlapis pipih kembali ketika dewasa.
Produksi mucus (lendir) juga berbeda dari masa anak dulu, pada
remaja mucus menjadi lebih encer dibandingkan dewasa yang
menyebabkan lebih mudah ditembus kuman dan melekat pada dinding
sel.
- Faktor psikologis dan perkembangan kognitif :pada golongan umur
yang lebih muda mempunyai kemampuan berpikir yang lebih
sederhana, cenderung lebih konkrit, dan tidak mampu berpikir
konseptual sehingga mereka tidak memikirkan dampak dari seksual
yang bebas dan akibat dari terjangkitnya IMS.
- Perilaku seksual : adanya pergeseran dari usia menarche yang menjadi
lebih muda mengakibatkan seseorang menjadi lebih cepat remaja dan
dewasa, sehingga berdampak pula dari pola piker dalam menanggapi
hubungan seksual, terutama hubungan seksual pra nikah.
- Faktor legal dan etika : bimbingan dari orang tua yang kurang serta
kerahasiaan dari penyakit IMS yang diderita juga mempengaruhi
psikologis sang remaja.
- Pelayanan kesehatan khusus remaja :masih terdapatnya remaja yang
menderita IMS, malu untuk berobat ke tenaga kesehatan sehingga
lebih memilih dukun, atau mengobati sendiri penyakitnya.
4. Merokok pada remaja (Artikel oleh Subanada)

24
Merokok merupakan sebuah kebiasaan yang dapat memberikan
kenikmatan bagi si perokok, namun di lain pihak dapat menimbulkan dampak
buruk bagi si perokok itu sendiri maupun orang – orang disekitarnya. Bila
telah kecanduan, sangatlah susah untuk menghentikan kebiasaan merokok.
Angka kejadiannya pada remaja-remaja di Amerika Serikat pada tahun 2000
melebihi 25% dari angka kejadian merokok pada orang dewasa. Juga
diperkirakan terdapat 3000 remaja mulai merokok setiap hari. Angka kejadian
merokok pada remaja lebih tinggi di pedesaan daripada perkotaan.
Variasi etnis dan budaya dalam hal merokok mencerminkan interaksi yang
majemuk antara pendapatan, harga rokok, ketersediaan rokok, budaya, stress,
keturunan, umur, jenis kelamin, dan reklame rokok. Remaja wanita perokok
jumlahnya lebih kecil dari remaja laki-laki perokok kecuali pada etnis kulit
putih.
Terdapat faktor-faktor risiko bagi remaja untuk merokok adalah :
a. Faktor psikologik
- Faktor perkembangan social
Aspek perkembangan pada remaja antara lain : menetapkan
kebebasan dan otonomi, membentuk identitas diri, penyesuaian
perubahan psikososial berhubungan dengan maturasi fisik.
Merokok dapat menjadi sebuah cara bagi remaja agar mereka
tampak bebas dan dewasa saat mereka menyesuaikan diri dengan
teman-teman sebayanya yang merokok. Istirahat/santai dan
kesenangan, tekanan-tekanan teman sebaya, penampilan diri, sifat
ingin tahu, stress, kebanggaan, kebosanan, ingin terlihat gagah, dan
sifat suka menentang, merupakan hal-hal yang dapat
mengkontribusi mulainya merokok.
Merokok sering dihubungkan dengan nilai di sekolah jelek,
aspirasi yang rendah, penggunaan alcohol serta obat-obat lainnya,
absen sekolah, kemungkinan putus sekolah, rendah diri, suka
melawan, dan pengetahuan tentang bahaya rokok yang rendah.
- Faktor psikiatrik

25
Pada remaja dapat diasosiasikan antara merokok dengan depresi
dan cemas. Gejala depresi sering terjadi pada orang/remaja
perokok. Merokok berhubungan dengan meningkatnya kejadian
depresi mayor dan penyalahgunaan zat-zat tertentu.
b. Faktor biologik
- Faktor kognitif
Beberapa studi telah dilakukan dan menunjukkan bahwa nikotin
dapat meningkatkan finger-tapping rate, respon motoric dalam
test fokus perhatian, perhatian terus-menerus dan pengenalan
memori.
- Faktor jenis kelamin
Angka kejadian merokok pada wanita meningkat. Wanita perokok
dilaporkan menjadi percaya diri, suka menantang, dan secara sosial
cakap.
- Faktor etnik
Perbedaan asupan nikotin dan tembakau serta waktu paruh nikotin
antara perokok dewasa Amerika keturunan Afrika dengan orang
kulit putih adalah substansial. Sehingga terdapat perbedaan risiko
pada beberapa etnik dalam hal penyakit yang berhubungan dengan
merokok.
- Faktor genetik
Variasi genetik mempengaruhi fungsi reseptor dopamine dan
enzim hati yang memetabolisme nikotin. Konsekuensinya adalah
meningkatnya risiko kecanduan nikotin pada beberapa individu.
Variasi efek nikotin dapat diperantarai oleh polimorfisme gen
reseptor dopamine yang mengakibatkan lebih besar atau lebih
kecilnya ganjaran (reward) dan mudah kecanduan obat. Pada studi
genetik molekuler, individu dengan alela TaqIA (A1 dan A2) dan
TaqIB (B1 dan B2) dari gen reseptor dopamine D2 lebih mungkin
merokok 100 atau lebih dalam hidupnya dan lebih awal memulai
merokok serta lebih sedikit usaha untuk meninggalkannya.
Individu yang tidak ada/kurang fungsi CYP2A6, yang secara

26
genetik merupakan variasi enzim dari sitokrom P450, secara
bermakna memproteksi diri dari kecanduan tembakau karena
mengganggu metabolisme nikotin. Kecanduan nikotin melibatkan
faktor lingkungan dan genetik yang multipel. Faktor genetik dapat
menjelaskan banyaknya variasi penggunaan tembakau pada remaja,
serta tampak mempengaruhi reaksi farmakologik terhadap nikotin,
beberapa darinya tampak berkaitan dengan gen yang
mempengaruhi ekspresi alkoholisme.
c. Faktor lingkungan
Faktor lingkungan yang berkaitan dengan trembakau antara lain orang
tua, saudara kandung, atau teman sebaya yang merokok, terpapar
reklame tembakau, artis pada reklame media. Orang tua memegang
peranan terpenting. Dari remaja yang merokok, didapatkan 75% salah
satu atau kedua orang tuanya merokok. Reklame tembakau
diperkirakan mempunyai pengaruh yang lebih kuat daripada pengaruh
orang tua atau teman sebaya, mungkin karena mempengaruhi persepsi
remaja terhadap penampilan dan manfaat merokok. Memulai
menggunakan tembakau lebih erat hubungannya dengan faktor – faktor
lingkungan, sedangkan peningkatan dari merokok pertama ke
kecanduan rokok tampaknya dipngaruhi oleh faktor personal dan
farmakologik.
d. Faktor regulatori
Peningkatkan harga jual dan cukai yang tinggi akan menurunkan
pembelian dan konsumsi. Pembatasan fasilitas untuk merokok, dengan
menetapkan ruang/daerah bebas rokok, diharapkan dapat mengurangi
konsumsi. Tetapi kenyataannya, terdapat peningkatan kejadian
memulai merokok pada remaja walaupun telah dibuat usaha-usaha
untuk mencegah.
5. Depresi pada remaja (Artikel oleh Ardjana dalam Soetjiningsih, 2004)
Depresi merupakan penyakit yang cukup mengganggu kehidupan. Depresi
dapat terjadi pada semua usia, mulai dari anak-anak sampai usia lanjut.
Gangguan ini dapat menimbulkan penderitaan yang berat.

27
Depresi adalah suatu penyakit jiwa dengan gejala utama sedih, yang
disertai gejala-gejala psikologik lainnya, gangguan somatic, maupun
gangguan psikomotor dalam kurun waktu tertentu dan digolongkan dalam
gangguan afektif. Walaupun depresi sudah dikenal sejak beberapa abad yang
lalu, penyebabnya belum diketahui pasti. Penelitian untuk mengetahui
mekanisme terjadinya sudah cukup banyak dilakukan, baik dalam bidang
genetik, pencitraan otak, kimia otak, atau psikodinamika, namun hasilnya
belum memberikan kepastian. Sejak 20 tahun terakhir ini, banyak penelitian
depresi pada anak dan remaja dikembangkan karena tuntutan masyarakat yang
menginginkan supaya orang tua dan dokter umum dapat melakukan deteksi
dini dari gangguan akan depresi ini oleh karena depresi mengurangi potensi
dan prestasi anak atau remaja di sekolah.
Menurut kriteria diagnose dalam Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorder edisi ke-IV (DSM-IV) untuk gangguan depresi berat,
gangguan distimik, gangguan bipolar I untuk anak dan remaja adalah sama
seperti untuk dewasa dengan sedikit modifikasi. Modifikasi dalam kriteria
untuk gangguan depresi berat pada masa anak dan remaja adalah sebagai
berikut : dapat berupa mood yang mudah tersinggung (irritable), bukannya
mood yang terdepresi, dan gagal untuk menaikkan berat badan yang
dharapkan, bukan penurunan berat badan. Pada gangguan distimik, mood yang
mudah tersinggung dapat menggantikan mood yang terdepresi, dan lama
kriteria pada anak dan remaja telah dimodifikasi menjadi satu tahun, bukannya
dua tahun seperti pada orang dewasa.
Gejala yang sering pada remaja akhir yang terdepresi adalah anhedonia
pervasive (tak dapat merasakan kesenangan / kepuasan), retardasi psikomotor
yang berat, waham dan rasa putus asa. Gejala yang tampak dengan frekuensi
yang sama terlepas dari usia dan status perkembangan adalah ide bunuh diri,
suasana perasaan yang terdepresi atau mudah tersinggung, insomnia, dan
menurunnya kemampuan untuk berkonsentrasi.
Depresi yang nyata mempunyai trias gejala, yaitu :
a) Tertekannya perasaan

28
Dapat dirasakan oleh si penderita, dilaporkan secara verbal, dapat pula
diekspresikan dalam roman muka yang sedih, tidak mengindahkan
dirinya, mudah menangis, dan sebaginya.
b) Kesulitan berpikir
Nampak dari reaksi verbalnya yang lambat, sedikit sekali bicara, dan
penderita menyatakan dengan tegas bahwa proses berpikirnya menjadi
sangat lambat.
c) Kelambatan psikomotor
Merupakan gejala yang objektif oleh pengamat dan juga dirasakan oleh
penderita. Misalnya : mudah lelah, kurang antusias, kurang energy,
ragu-ragu, keluhan somatic yang tidak menentu.
6. Bunuh diri pada remaja (Artikel oleh Hanati dalam Soetjiningsih, 2004)
Bunuh diri menduduki urutan ke empat penyebab kematian pada anak-
anak berumur 10-14 tahun dan urutan ke tiga penyebab kematian pada remaja
berumur 15-19 tahun. Percobaan bunuh diri yang tidak sampai menyebabkan
kematian sangat sering terjadi.
Fakta belakangan memberi kesan bahwa penyalahgunaan zat dan senjata
api, serta masalah hubungan (relationship) pada anak-anak bertanggung jawab
untuk meningkatnya angka bunuh diri pada kelompok ini. Cara yang dipilih
anak –anak untuk bunuh diri tergantung pada senjata mematikan apa yang
tersedia serta umur mereka.

29
Faktor risiko :
a. Faktor biologis
Faktor- faktor biologis yang memegang peranan yang bermakna
dalam perkembangan masalah-masalah kesakitan termasuk
penyalahgunaan zat. Riwayat bunuh diri, adiksi dan gangguan mental
seperti depresi dalam keluarga, meningkatkan risiko kejadian bunuh diri.
Penelitian terakhir menunjukkan bahwa orang yang melakukan bunuh diri
memiliki tingkat serotonin otak (yang membantu pengaturan mood, emosi,
tidur, dan selera makan) yang lebih rendah. Bunuh diri pada orang muda
hampir selalu impulsive, karena itu sangat penting untuk memonitor anak
dan remaja dengan keluarga yang memiliki riwayat gangguan jiwa dan
atau adiksi terhadap tanda-tanda adanya distress.
b. Gangguan mental
Anak yang terdiagnosis dengan gangguan mental seperti ADHD,
depresi, kesulitan tidr, atau gangguan bipolar, lebih berisiko melakukan
bunuh diri dibandingkan populasi umum. Perasaan terisolasi atau tampa
pengharapan masa depan dapat membawa seseorang pada ide bunuh diri.
Banyak masalah/kesehatan perilaku secara efektif biasanya dirawat dengan
kombinasi konseling yang professional dan atau pengobatan. Adalah
penting bagi orang muda untuk mengerti bahwa tidak perlu malu atau
merasa bersalah dalam mencari pertolongan sehubungan dengan masalah
kesehatan karena perilakunya.
c. Penyalahgunaan zat
Penyalahgunaan obat-obatan dan alkohol pada remaja memberikan
risiko yang lebih tinggi terhadap kejadian bunuh diri karena pengaruhnya
terhadap perubahan pola pikir yang diakibatkan oleh zat-zat tersebut.
Jelasnya, banyak orang muda dengan konflik emosi mulai menggunakan
obat-obatan untuk mengobati gangguan emosinya, namun secara cepat
menemukan dirinya lebih bermasalah karena keputusan yang sangat
kurang pertimbangan dan adanya konflik dalam keluarga. Lebih buruk
lagi, banyak obat yang digunakan orang muda untuk “rasa lebih baik”

30
cenderung mengurangi substansi kimia otak yang mengatur mood dan efek
obat ini baru berakhir beberapa minggu setelah pengobatan.
d. Kaum minoritas
Kaum minoritas termasuk gay, lesbian, dan remaja biseksual
memiliki risiko yang lebih tinggi terhadap kejadian bunuh diri yaitu sekitar
300% lebih tinggi dari angka rata-rata nasional. Penolakan,
ketidakberdayaan, prasangka dan rendah diri merupakan masalah biasa
dalam kaum minoritas ini.
e. Masalah keluarga
Anak – anak dan remaja yang lari dari rumahnya juga berisiko
terhadap kasus bunuh diri dan masalah serius lainnya dalam fisik dan
mental. Keputusan untuk lari dari rumah dipacu oleh konflik keluarga dan
pemberontakan. Seorang pemuda dapat merasa disalah mengerti atau tidak
dihargai lalu mulai membayangkan bahwa segala sesuatu akan lebih baik
apabila mereka keluar dari rumah. Beberapa anak memilih kabur dari
rumah karena ingin berpetualang dan mengalami kesendirian. Sedangkan
campuran lainnya pergi karena turut campur keluarga akibat
kecanduannya terhadap obat-obatan lainnya. Masalah terbanyak pada
kaum muda adalah kesepian.
f. Masalah sosial
Masalah sosial dapat mendorong anak-anak pada ide bunuh diri,
anak –anak yang mengalami kekerasan, kecanduan, kemiskinan, dan
penyalahgunaan secara seksual, fisik dan emosional memiliki risiko yang
lebih besar untuk terjadinya bunuh diri pada anak dan remaja. Hubungan
yang retak, penolakan dari teman sebaya, perasaan tidak berdaya dalam
keluarga, dapat sangat menghancurkan bagi anak-anak.
g. Masalah sekolah
Banyak ahli sepakat bahwa alasan lain penyebab meningkatnya
insiden bunuh diri adalah tekanan pelajaran. Anak- anak berada di bawah
tekanan orang tua, teman-teman, dan tekanan dari dirinya sendiri untuk
melakukan yang terbaik. Tantangan –tantangan akademis dan kegiatan
ekstra kurikuler dapat menyebabkan stress yang sangat besar. Peneliti –

31
peneliti kesehatan perilaku mulai mempelajari akibat dari orientasi
terhadap penghargaan yang didapat dari lingkungan dan pengaruhnya
terhadap anak-anak yang mengendalikannya untuk memenuhi kebutuhan
untuk mencapai hasil terbaik.
h. Masalah cinta
Sebagai pelampiasan dari kehidupan keluarganya yang buruk, banyak
remaja memilih untuk menjalin hubungan dengan lawan jenisnya. Bunuh
diri sering terjadi saat orang tua menentang keinginan anaknya untuk
menikah.
2.8 Pengelolaan Perubahan Psikososial Awal Remaja
2.8.1 Pengelolaan Perkembangan Psikososial dan Kepribadian Remaja
2.8.1.1 Remaja dan Keluarga
Keluarga mempunyai pengaruh yang sangat besar bagi perkembangan
remaja karena keluarga merupakan lingkungan sosial pertama yang meletakkan
dasar-dasar kepribadian remaja. Selain orang tua, saudara kandung dan posisi
anak juga berpengaruh bagi remaja.
Dinamika dan hubungan-hubungan antara anggota dalam keluarga juga
memainkan peranan yang cukup penting bagi remaja. Beberapa pengelolaan
remaja melalui keluarga yaitu :
1. Kedua orang tua perlu bekerjasama dalam mengasuh dan
mendisiplinkan anak. Kedekatan anak dengan ayah tanpa
mengesampingkan ibunya dan sebaliknya, serta tidak melakukan
perlakuan yang berbeda terhadap anak dan saudara kandungnya
dalam keluarga dapat berpengaruh baik bagi remaja.
2. Pola asuh orang tua sangat berpengaruh terhadap remaja. Pola asuh
otoriter, demokratik ataupun permisif memberikan dampak yang
berbeda bagi remaja. Pola asuh demokratik yang mengutamakan
adanya dialog antara remaja dan orangtua akan lebih
menguntungkan bagi remaja, karena selain memberikan kebebasan
kepada anak juga disertai adanya kontrol dari orangtua sehingga
apabila terjadi konflik atau perbedaan pendapat diantara mereka
dapat dibicarakan dan diselesaikan bersama.

32
3. Pengertian dan dukungan orang tua sangat bermanfaat bagi
perkembangan remaja. Komunikasi yang terbuka dimana masing-
masing anggota keluarga dapat berbicara tanpa adanya perselisihan
akan memberikan kekompakan dalam keluarga sehingga hal tersebut
juga akan membantu remaja dalam proses pencarian identitas diri.
2.8.1.2 Remaja dan Kelompok Sebaya
Dalam perkembangan sosial remaja maka remaja mulai memisahkan diri
dari orang tua dan mulai memperluas hubungan dengan teman sebaya. Kelompok
sebaya menjadi begitu berarti dan sangat berpengaruh dalam kehidupan sosial
remaja. Kelompok sebaya juga merupakan wadah untuk belajar kecakapan-
kecakapan sosial, sehingga remaja dapat mengambil peran.
Besarnya peran teman sebaya dalam kehidupan sosial remaja mendorong
remaja untuk membentuk kelompok-kelompok usia sebaya. Di dalam
pembentukan kelompok juga akan diikuti dengan adanya perilaku konformitas
kelompok, dimana remaja akan berusaha untuk dapat menyesuaikan dan menyatu
dengan kelompok agar mereka dapat diterima oleh kelompoknya.
Beberapa pengelolaan remaja dari kelompok teman sebaya yaitu :
1. Remaja dapat mengembangkan pola norma diri sendiri untuk
pembentukan identitas melalui nilai-nilai moral kelompok sebaya
yang baik.
2. Melalui kebebasan prilaku dengan nilai-nilai moral yang baik dari
kelompok sebaya dapat menciptakan perkembangan kepribadian
remaja.
2.8.1.3 Integrasi Kepribadian
Pada awal masa remaja, remaja biasanya merasakan adanya tekanan agar
mereka menyesuaikan dengan norma-norma dan harapan kelompoknya.
Gambaran tentang dirinya banyak dipengaruhi oleh bagaimana mereka dapat
berprilaku sesuai dengan kelompok atau memiliki sifat-sifat yang dikehendaki
oleh kelompoknya. Oleh karena itu sistem nilai mereka pun sering bergantung
kepada nilai-nilai dari orang lain. Keberhasilan mereka dalam kelompok akan
memberikan gambaran diri yang positif, sebaliknya kegagalan-kegagalan akan
memberikan gambaran diri yang negatif.

33
Beberapa pengelolaan remaja dalam proses integrasi kepribadian yaitu :
1. Dalam kehidupan kelompok remaja akan melakukan perbandingan
antara dirinya dan orang lain dan penilaian diri ini akan sangat
mempengaruhi gambaran diri mereka. Apabila mereka menilai
dirinya lebih baik dibandingkan orang lain maka akan memberikan
gambaran diri yang positif dan memiliki konsep diri yang tinggi.
2. Seiring dengan perkembangan menuju kedewasaan, remaja akan
mulai mengevaluasi dirinya dan perubahan-perubahan yang terjadi
di sekitar dirinya. Evaluasi yang mereka lakukan merefleksikan
ketulusan, idealistik, dan komitmen terhadap nilai-nilai tertentu.
3. Perubahan remaja juga merupakan hasil penyesuaian terhadap
kehidupan barunya, mereka belajar tentang peraturan dan norma-
norma baru dalam dunia pendidikan tinggi dan pekerjaan sehingga
mereka akan lebih banyak mengembangkan pandangan-pandangan
yang lebih objektif dan independen.
2.8.2 Penanganan dan Pencegahan Masalah Remaja
2.8.2.1 Klinik Remaja (Artikel oleh Ranuh dalam Soetjiningsih, 2004)
Untuk mempelajari masa transisi dari anak ke dewasa memerlukan berbagai
disiplin ilmu karena adanya perubahan situasi yaitu kesehatan, pendidikan,
lingkungan dan apabila terjadi penyimpangan perilaku dari para remaja.
Pada hakekatnya inti pelayanan kesehatan pada remaja meliputi bimbingan
yang berlanjut untuk mencegah terjadinya morbiditas baru, melakukan
pemeriksaan rutin untuk memantau kesehatan mereka, menilai dan memantau
proses biologis pubertas remaja dengan berbagai keluhan yang mungkin timbul.
2.8.2.2 Terapi Perilaku dan Kognitif (Artikel oleh Ratep dalam Soetjiningsih,
2004)
Perilaku normal dan abnormal dapat dimodifikasi melalui proses belajar.
Untuk membedakan terapi perilaku dan terapi kognitif agak sulit dibuat dan
keduanya saling tumpang tindih sehingga disebut terapi perilaku kognitif.
Teknik terapi perilaku antara lain :
1. Desensitisasi sistimatik
2. Terapi membanjiri

34
3. Model partisipasi
4. Terapi aversif
5. Pelatihan perilaku gangguan medis
6. Pelatihan pernyataan atau sikap yang tegas
Terapi kognitif menurut pencetusnya Aron Back adalah berdasarkan teori
umum, bahwa sebagian besar sikap dan tingkah laku seseorang ditentukan oleh
bagaimana seseorang itu memandang dunia lingkungannya.
Gangguan depresi dengan atau tanpa bunuh diri adalah indikasi utama dari
terapi kognitif walaupun terapi ini dapat digunakan dalam kondisi lain. Dengan
terapi kognitif membantu individu mengindentifikasi danmenghilangkanpikiran-
pikiran negatif, mengembangkan alternatif dan pola pemikiran yang lebih
fleksibel, dan untuk mencoba pola kognitif yang baru dengan respon perilakunya.
Terdapat tiga kompenen dari terapi kognitif pada depresi :
a. Aspek didaktif
terapis memberi penjelasan kepada klien mengenai polapikir, skema dan
kesalahan logika. Terapis mengatakan kepada klien bahwa mereka akan
membuat hipotesis bersama dan menguji hipotesis tersebut.
b. Teknik kognitif
- Menarik pikiran otomatis
pikiran otomatis adalah distorsi kognitif, reaksi yang munculkarena
adanya kejadian eksternal dan reaksi emosional terhadap suatu
peristiwa.
- Menguji pikiran otomatis
terapis membantu klien untuk menguji validitas dari pikiran
otomatisnya. Tujuannya adalah untuk mendorong klien agar
menolak pikiran yang otomatis yang berdasarkan pengujian yang
tidak akurat.
- Mengidentifikasi asumsi yang salah
setelah terapis dan klien mengidentifikasi pikiran otomatis, polanya
biasanya akan terlihat jelas. Pola ini akan memperlihatkan adaptasi
yang salah, yang selama ini dilakukan oleh klien.

35
c. Menguji validitas
Menguji akurasi asumsi yang slaah sama dengan menguji validitas
pikiran otomatis. Setelah dimengerti dengan jelas, bahwa asumsi itu
salah kemudian dilakukan intervensi yang memang benar – benar
validitasnya dapat dipercaya.
2.8.2.3 Terapi Keluarga (Artikel oleh Setyawati dalam Soetjiningsih, 2004)
Terapi keluarga adalah suatu pendekatan untuk mengobati permasalahan
kesehatan mentalyang sering kali luput dari perhatian sejumlah orang yang terlibat
dalam pengobatan. Semua intervensi yang dipakai dalam terapi keluarga
difokuskan untuk merubah interaksi antara anggota keluarga dan memperbaiki
fungsi keluarga. Terapi keluarga bisa menyampaikan pesan dan memperhatikan
kesungguhan setiap anggota keluarga yang nantinya akan sangat mempengaruhi
anak – anak, yang setiap harinya berafeksi langsung dengan realita konteks
keluarga.
Kontraindikasi terapi keluarga :
1. Melibatkan individu – individu yang tidak secara teratur terlibat
dalam kehidupan anak
2. Dengan terapi keluarga justru meningkatkan potensi anggota
keluarga untuk melakukan kekerasan
3. Bekerjasama lebih lanjut dengan orang tua yang telah bercerai.
Seharusnya terapi dilanjutkan dengan masing – masing orang tua/
keluarga baru yang sah secara hukum, sehingga meminimalkan
kebingungan.

36
BAB III
PENUTUP

Remaja merupakan salah satu tahapan pertumbuhan dan perkembangan


dalam siklus manusia. Menurut psikologi, remaja adalah suatu periode transisi
dari masa awal anak anak hingga masa awal dewasa, yang dimasuki pada usia kira
kira 10 hingga 12 tahun dan berakhir pada usia 18 tahun hingga 22 tahun.
Kemunculan dan lamanya waktu pubertas sangat bervariasi, beberapa anak
perempuan mengalami menarche pada usia 9 atau 10 tahun dan beberapa anak
laki-laki masih bertambah tinggi setelah melewati usia 19 tahun. Remaja yang
memiliki tahapan pubertas yang tidak sesuai dengan teman sebayanya dapat
mengalami perasaan asing dan depresi, obsesi terlebih mengenai citra tubuh dapat
menyebabkan gangguan makan.
Ada tiga masalah yang cenderung muncul pada masa remaja dibandingkan
pada masa kanak – kanak atau dewasa yaitu konflik dengan orang tua, suasana
hati yang berubah – ubah (mood swings) dan depresi serta tingginya angka
perilaku ceroboh, pelanggaran hukum dan tindakan berisiko.
Tugas perkembangan remaja menurut Havighurst dalam Gunarsa (1991)
antara lain; memperluas hubungan antara pribadi dan berkomunikasi secara lebih
dewasa dengan kawan sebaya, baik laki-laki maupun perempuan; memperoleh
peranan sosial; menerima kebutuhannya dan menggunakannya dengan efektif;
memperoleh kebebasan emosional dari orangtua dan orang dewasa lainnya;
mencapai kepastian akan kebebasan dan kemampuan berdiri sendiri; memilih dan
mempersiapkan lapangan pekerjaan; mempersiapkan diri dalam pembentukan
keluarga; membentuk sistem nilai, moralitas dan falsafah hidup.
Terdapat beberapa permasalahan yang sering terjadi pada masa remaja,
yaitu perilaku seksual remaja, kehamilan remaja, remaja dan infeksi menular
seksual, merokok pada remaja, depresi pada remaja, dan bunuh diri pada remaja.
Pengelolaan perubahan psikososial awal remaja terdiri dari pengelolaan
perkembangan psikososial dan kepribadian remaja (remaja dan keluarga, remaja
dan teman sebaya, serta integrasi kepribadian) dan penanganan dan pencegahan
masalah remaja (klinik remaja, terapi perilaku dan kognitif, serta terapi keluarga).

37
DAFTAR PUSTAKA

Batubara, J.R.L. 2010. Adolescent Development (Perkembangan Remaja).


Departemen Ilmu Kesehatan Anak, RS Dr Cipto Mangunkusumo, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. Jurnal Sari Pediatri Vol. 12,
No. 1, Juni 2010. Diakses pada 10 Oktober 2014.

Monks, F. J., Knoers, A. M. P., & Haditono, S. R, 2000. Psikologi Perkembangan


: Pengantar dalam berbagai bagiannya. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.

Santrock, J.W. 2003. Adolescence : Perkembangan Remaja. Jakarta : Penerbit


Erlangga.

Soetjiningsih. 2004. Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. Jakarta :


Sagung Seto.

38

Anda mungkin juga menyukai