Anda di halaman 1dari 19

lMASTITIS

1. Anatomi mamae
Payudara adalah organ tubuh wanita yang paling peka terhadap gangguan keseimbangan
hormonal. Payudara juga merupakan organ tubuh yang labil dan sangat sensitif terhadap
pengaruh hormonal. Akibatnya payudara menjadi bagian organ tubuh yang paling sering
terpengaruh berbagai kondisi patologis yang ada hubungannya dengan hormon, terutama
estrogen. Akibat pengaruh hormonal inilah payudara cenderung untuk mengalami
pertumbuhan neoplastik baik yang bersifat jinak (benigna) maupun yang ganas (maligna).
Neoplastik yang ganas banyak dijumpai pada wanita dalam kurun reproduksi aktif dan jarang
ditemui pada wanita sebelum adolesensi.

Gambar 2.1.Anatomi Payudara Normal


Keterangan Gambar
1.Chest wall (dinding dada) 6.Lactiferus duct

1
2.Pectoralis muscles (otot pektoralis) 7.Fatty Tissue (jaringan lemak)
3.Lobules 8.Skin (kulit)
4. Nipple surface
5.Areola

2. Definisi
Mastitis adalah radang  pada payudara yang terjadi biasanya pada masa nifas atau
sampai 3 minggu setelah persalinan penyebabnya adalah sumbatan saluran susu dan
pengeluaran ASI kurang sempurna. Peradangan payudara adalah suatu hal yang sangat biasa
pada wanita yang pernah hamil ,malahan dalam praktek sehari-hari yang tidak hamil pun
kadang-kadang kita temukan dengan mastitis. Bilamana pembesaran payudara hampir terjadi
pada semua wanita pada dua sampai tiga hari pertama setelah kelahiran,tetapi jarang akan
menetap dan  biasanya tidak disertai dengan peningkatan temperature yang lebih
tinggi.Kongesti cenderung terjadi menyeluruh dengan pembesaran vena superficial. Mastitis
adalah infeksi payudara yang kebanyakan terjadi pada ibu yang  baru pertama kali menyusui
bayinya. Mastitis hampir selalu unilateral dan  berkembang setelah terjadi aliran susu.

Mastitis adalah peradangan pada payudara yang dapat disertai infeksi atau tidak, yang
disebabkan oleh kuman terutama Staphylococcus aureus melalui luka pada puting susu atau
melalui peredaran darah. Penyakit ini biasanya menyertai laktasi, sehingga disebut juga
mastitis laktasional atau mastitis puerperalis. Infeksi terjadi melalui luka pada puting susu,
tetapi mungkin juga melalui peredaran darah. Kadang-kadang keadaan ini bisa menjadi fatal
bila tidak diberi tindakan yang adekuat.

2
Gambar 2.2.Payudara yang mengalami mastitis

2.2.2. Klasifikasi mastitis

Mastitis lazim dibagi dalam (1) mastitis gravidarum, dan (2) mastitis puerperalis, karena
memang penyakit ini boleh dikatakan hampir selalu timbul pada waktu hamil dan laktasi
Berdasarkan tempatnya dapat dibedakan:
1. Mastitis yang menyebabkan abses di bawah areola mammae.
2. Mastitis di tengah-tengah mamma yang menyebabkan abses di tempat itu.
3. Mastitis pada jaringan di bawah dorsal dari kelenjar-kelenjar yang menyebabkan
abses antara mamma dan otot-otot di bawahnya.

3
Gambar 2.3. lokasi abses pada mastitis

Klasifikasi mastitis menurut penyebab dan kondisinya dibagi menjadi 3, yaitu :


1.      Mastitis periductal
Mastitis periductal biasanya muncul pada wanita di usia menjelang menopause, penyebab
utamanya tidak jelas diketahui. Keadaan ini dikenal juga dengan sebutan mammary duct
ectasia, yang berarti peleburan saluran karena adanya penyumbatan pada saluran di
payudara.
2.      Mastitis puerperalis/lactational
Mastitis puerperalis banyak dialami oleh wanita hamil atau menyusui. Penyebab utama
mastitis puerperalis yaitu kuman yang menginfeksi payudara ibu, yang ditransmisi ke puting
ibu melalui kontak langsung.
  3.      Mastitis supurativa/ abses

Mastitis supurativa paling banyak dijumpai. Penyebabnya bisa dari kuman Staphylococcus,
jamur, kuman TBC dan juga sifilis. Infeksi kuman TBC memerlukan penanganan yang ekstra
intensif dan drainage yang adekuat. Bila penanganannya tidak tuntas, bisa menyebabkan

4
pengangkatan payudara/mastektomi.

2.2.3. Patofisiologi mastitis

Pada umumnya yang dianggap porte d’entrée dari kuman penyebab ialah puting susu yang
luka atau lecet, dan kuman per kontinuitatum menjalar ke duktulus-duktulus dan sinus.
Sebagian besar yang ditemukan pada pembiakan pus ialah Staphylococcus aureus

Penyebab utama mastitis adalah statis ASI dan infeksi. Statis ASI biasanya merupakan
penyebab primer yang dapat disertai atau menyebabkan infeksi. Statis ASI terjadi jika ASI
tidak dikeluarkan dengan efisien dari payudara. Hal ini terjadi jika payudara terbendung
segera setelah melahirkan, atau setiap saat jika bayi tidak mengisap ASI, kenyutan bayi yang
buruk pada payudara, pengisapan yang tidak efektif, pembatasan frekuensi/durasi menyusui,
sumbatan pada saluran ASI, suplai ASI yang sangat berlebihan dan menyusui untuk kembar
dua/lebih.

Organisme yang paling sering ditemukan pada mastitis dan abses payudara adalah organisme
koagulase-positif Staphylococcus aureus dan Staphylococcus albus. Escherichia coli dan
Streptococcus kadang-kadang juga ditemukan. Mastitis jarang ditemukan sebagai komplikasi
demam tifoid.

Terjadinya mastitis diawali dengan peningkatan tekanan di dalam duktus (saluran ASI) akibat
stasis ASI. Bila ASI tidak segera dikeluarkan maka terjadi tegangan alveoli yang berlebihan
dan mengakibatkan sel epitel yang memproduksi ASI menjadi datar dan tertekan, sehingga
permeabilitas jaringan ikat meningkat. Beberapa komponen (terutama protein kekebalan
tubuh dan natrium) dari plasma masuk ke dalam ASI dan selanjutnya ke jaringan sekitar sel
sehingga memicu respons imun. Stasis ASI, adanya respons inflamasi, dan kerusakan
jaringan memudahkan terjadinya infeksi.

Terdapat beberapa cara masuknya kuman yaitu melalui duktus laktiferus ke lobus sekresi,
melalui puting yang retak ke kelenjar limfe sekitar duktus (periduktal) atau melalui
penyebaran hematogen  pembuluh darah). Kadang- kadang ditemukan pula mastitis
tuberkulosis yang menyebabkan bayi dapat menderita tuberkulosa tonsil. Pada daerah
endemis tuberkulosa kejadian mastitis tuberkulosis mencapai 1%.

5
2.2.4. Faktor risiko

Beberapa faktor yang diduga dapat meningkatkan risiko mastitis, yaitu :

1. Umur

Wanita berumur 21-35 tahun lebih sering menderita mastitis dari pada wanita di bawah usia
21 tahun atau di atas 35 tahun.

 2. Paritas

Mastitis lebih banyak diderita oleh primipara.

 3. Serangan sebelumnya

Serangan mastitis pertama cenderung berulang, hal ini merupakan akibat teknik menyusui
yang buruk  yang tidak diperbaiki.

4. Melahirkan

Komplikasi melahirkan dapat meningkatkan risiko mastitis.

5. Gizi

Asupan garam dan lemak tinggi serta anemia menjadi faktor predisposisi terjadinya mastitis.
Antioksidan dari vitamin E, vitamin A dan selenium dapat mengurangi resiko mastitis.

6. Faktor kekebalan dalam ASI

Faktor kekebalan dalam ASI dapat memberikan mekanisme pertahanan dalam payudara.

7. Stres dan kelelahan

Wanita yang merasa nyeri dan demam sering merasa lelah dan ingin istirahat, tetapi tidak
jelas apakah kelelahan dapat menyebabkan keadaan ini atau tidak.

8. Pekerjaan di luar rumah

Ini diakibatkan oleh statis ASI karena interval antar menyusui yang panjang dan kekurangan
waktu dalam pengeluaran ASI yang adekuat.

9. Trauma

6
Trauma pada payudara karena dapat merusak jaringan kelenjar dan saluran susu dan hal ini
dapat menyebabkan mastitis.

Faktor risiko lainnya untuk terjadinya mastitis antara lain:

1. Terdapat riwayat mastitis pada anak sebelumnya.


2. Puting lecet.
Puting lecet menyebabkan timbulnya rasa nyeri yang membuat kebanyakan ibu
menghindari pengosongan payudara secara sempurna.
3. Frekuensi menyusui yang jarang atau waktu menyusui yang pendek.
Biasanya mulai terjadi pada malam hari saat ibu tidak memberikan bayinya minum
sepanjang malam atau pada ibu yang menyusui dengan tergesa-gesa.
4. Pengosongan payudara yang tidak sempurna
5. Pelekatan bayi pada payudara yang kurang baik.
Bayi yang hanya mengisap puting (tidak termasuk areola) menyebabkan puting terhimpit
diantara gusi atau bibir sehingga aliran ASI tidak sempurna.
6. Ibu atau bayi sakit.
7. Frenulum pendek.
8. Produksi ASI yang terlalu banyak.
9. Berhenti menyusu secara cepat/ mendadak, misalnya saat bepergian.
10. Penekanan payudara misalnya oleh bra yang terlalu ketat atau sabuk pengaman pada
mobil.
11. Sumbatan pada saluran atau muara saluran oleh gumpalan ASI, jamur,serpihan kulit, dan
lain-lain.
12. Penggunaan krim pada puting.
13. Ibu stres atau kelelahan.

2.2.5. Penegakan Diagnosis


Anamnesis

1. Mastitis akut, Pada peradangan dalam taraf permulaan penderita hanya merasa nyeri
setempat pada salah satu lobus payudara yang diperberat jika bayi menyusu.
2. Mastitis lanjut, Hampir selalu orang datang sudah dalam tingkat abses.Dari tingkat
radang ke abses berlangsung sangat cepat karena oleh radang duktulus-duktulus

7
menjadi edematous,air susu terbendung,dan air susu yang terbendung itu segera
bercampur dengan nanah. Gejala nyeri dapat diikuti gejala lain seperti flu, demam,
nyeri otot, sakit kepala, keputihan.

Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan anda-tanda vital ibu dengan mastitis biasanya mengalami peningkatan
suhu badan hingga lebih dari 38oC, Keadaan payudara pada ibu dengan mastitis biasanya
berwarna kemerahan, bengkak, nyeri tekan, lecet pada putting susu, dan terdapat nanah jika
terjadi abses.
Pada abses, nyeri bertambah hebat di payudara, kulit diatas abses mengkilat dan bayi dengan
sendirinya tidak mau minum pada payudara yang sakit, seolah-olah dia tahu bahwa susu
disebelah itu bercampur dengan nanah.
Tanda dan gejala lain mastitis meliputi :
1. Peningkatan suhu yang cepat dari 39,5 - 40
2. Peningkatan kecepatan nadi.
3. Menggigil
4. Malaise umum, sakit kepala.
5. Nyeri hebat, bengkak, inflamasi, area payudara keras.
6.. Kemerahan dengan batas jelas
7. Biasanya hanya satu payudara
8. Terjadi antara 3-4 minggu pasca persalinan
9. Peningkatan kadar natrium dalam ASI yang membuat bayi menolak menyusu karena ASI
terasa asin
10. Timbul garis-garis merah ke arah ketiak.
Mastitis yang tidak ditangani memiliki hampir 10 % resiko terbentuknya abses. Tanda dan
gejala abses meliputi :
1. Discharge putting susu purulenta
2. Demam remiten (suhu naik turun) disertai menggigil.
3. Pembengkakan payudara dan sangat nyeri; massa besar dank eras dengan area kulit
berwarna berfluktuasi kemerahan dan kebiruan mengindikasikan lokasi abses berisi pus.

Pemeriksaan Penunjang

8
Pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan lain untuk menunjang diagnosis tidak selalu
diperlukan. World Health Organization (WHO) menganjurkan pemeriksaan kultur dan uji
sensitivitas pada beberapa keadaan yaitu bila:

 pengobatan dengan antibiotik tidak — memperlihatkan respons yang baik dalam 2


hari
 terjadi mastitis berulang
 mastitis terjadi di rumah sakit
 penderita alergi terhadap antibiotik atau pada kasus yang berat.

Bahan kultur diambil dari ASI pancar tengah hasil dari perahan tangan yang langsung
ditampung menggunakan penampung urin steril. Puting harus dibersihkan terlebih dulu dan
bibir penampung diusahakan tidak menyentuh puting untuk mengurangi kontaminasi dari
kuman yang terdapat di kulit yang dapat memberikan hasil positif palsu dari kultur. Beberapa
penelitian memperlihatkan beratnya gejala yang muncul berhubungan erat dengan tingginya
jumlah bakteri atau patogenitas bakteri. Pada ibu dengan abses payudara dilakukan
pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui ada tidaknya bakteri Stapylococcus aureus pada
pus.

2.2.6 Penatalaksanaan Mastitis

Tujuan dari penatalaksanaan mastitis adalah pencegahan terhadap infeksi dan komplikasi
lanjut. Penatalaksanaan berupa non medikamentosa berupa tindakan suportif dan
medikamentosa pemberian antibiotik dan pemberian analgesik.

Non medikamentosa
Jika diduga mastitis, intervensi dini berupa tindakan suportif dapat mencegah perburukan.
Intervensi meliputi beberapa tindakan hygienitas dan kenyamanan :
1. Bra yang cukup menyangga tetapi tidak ketat
2. Perhatian yang cermat saat mencuci tangan dan perawatan payudara
3. Kompres hangat pada area yang terkena
4. Masase area saat menyusui untuk memfasilitasi aliran air susu, Jangan lakukan pemijatan
jika dikhawatirkan justru membuat kuman tersebar ke seluruh bagian payudara dan
menambah risiko infeksi.

9
5. Peningkatan asupan gizi dan cairan
6. Edukasi ibu.
Bayi sebaiknya terus menyusu, dan jika menyusui tidak memungkinkan karena nyeri
payudara atau penolakan bayi pada payudara yang terinfeksi, pemompaan teratur harus terus
dilakukan. Pengosongan payudara dengan sering akan mencegah statis air susu.
Tetap berikan ASI kepada bayi, terutama gunakan payudara yang sakit sesering dan selama
mungkin sehingga sumbatan tersebut lama-kelamaan akan menghilang, Bayi masih boleh
menyusu kecuali bila terjadi abses. Kalau demikian keadaannya, untuk mengurangi bengkak,
ASI harus tetap dipompa keluar. Bayi sebaiknya tetap menyusu pada payudara yang tak
terinfeksi.

Medikamentosa

 Antibiotik, Terapi antibiotik diberikan jika antara 12-24 jam tidak terdapat perbaikan,
terapi antibiotik meliputi :
1. penicillin resistan-penisilinase atau sepalosporin.
2. Eritromisin mungkin digunakan jika wanita alergi terhadap penicillin.
3. Terapi awal yang paling umum adalah dikloksasilin 500 mg peroral 4 kali sehari
untuk 10- 14 hari. Amoxicillin-clavulanate 500mg atau 875mg untuk 10-14 hari atau
Clindamycin 300mg untuk 10 – 14 hari atau Trimethoprim-sulfamethoxazole dosis
tunggal untuk 10-14 hari. Pada setiap kasus, penting untuk dilakukan tindak lanjut
dalam 72 jam untuk mengevaluasi kemajuan. Jika infeksi tidak hilang hilang kultur
air susu harus dilakukan.

 Analgesik,Rasa nyeri merupakan faktor penghambat produksi hormon oksitosin yang


berguna dalam proses pengeluaran ASI. Analgesik diberikan untuk mengurangi rasa
nyeri pada mastitis. Analgesik yang dianjurkan adalah obat anti inflamasi seperti
ibuprofen. Ibuprofen lebih efektif dalam menurunkan gejala yang berhubungan
dengan peradangan dibandingkan parasetamol atau asetaminofen. Ibuprofen sampai
dosis 1,6 gram per hari tidak terdeteksi pada ASI sehingga direkomendasikan untuk
ibu menyusui yang mengalami mastitis.

10
Penanganan abses

Dalam keadaan abses mamae perlu dilakukan insisi agar nanahnya dapat dikeluarkan untuk
mempercepat kesembuhan. Sesudah itu dipasang pipa ke tengah abses, agar nanah bisa
keluar terus. Untuk mencegah kerusakan pada duktus laktiferus sayatan dibuat sejajar dengan
jalannya duktus-duktus itu. Pengalaman menunjukkan bahwa drainase ini sesudah 72 jam
bertukar sifat menjadi kebocoran air susu yang tidak sedikit melalui luka insisi. Dianjurkan
memakai perban elastic yang ketat pada payudara, untuk menghentikan laktasi.

Pada persiapan insisi, kulit di atas abses akan dibersihkan oleh swabbing lembut dengan
larutan antiseptik. Pada tahap rehabilitasi, sebagian besar sakit di sekitar abses akan lenyap
sesudah pembedahan. Penyembuhan biasanya sangat cepat. Setelah tabung diambil keluar,
antibiotik dapat dilanjutkan untuk beberapa hari. Menerapkan panas dan menjaga wilayah
yang terkena dampak ditinggikan dapat membantu meringankan peradangan.

Pemantauan

Respon klinik terhadap penatalaksanaan di atas dibagi atas respon klinik cepat dan respon
klinik dramatis. Jika gejalanya tidak berkurang dalam beberapa hari dengan terapi yang
adekuat termasuk antibiotik, harus dipertimbangkan diagnosis banding. Pemeriksaan lebih
lanjut mungkin diperlukan untuk mengidentifikasi kuman-kuman yang resisten, adanya abses
atau massa padat yang mendasari terjadinya mastitis seperti karsinoma duktal atau limfoma
non Hodgkin. Berulangnya kejadian mastitis lebih dari dua kali pada tempat yang sama juga
menjadi alasan dilakukan pemeriksaan ultrasonografi (USG) untuk menyingkirkan
kemungkinan adanya massa tumor, kista atau galaktokel.

11
Gambar 2.4. Inflamasi pada kanker

2.2.7. Komplikasi

1. Penghentian menyusui dini

Mastitis dapat menimbulkan berbagai gejala akut yang membuat seorang ibu memutuskan
untuk berhenti menyusui. Penghentian menyusui secara mendadak dapat meningkatkan
risiko terjadinya abses. Selain itu ibu juga khawatir kalau obat yang mereka konsumsi tidak
aman untuk bayi mereka. Oleh karena itu penatalaksanaan yang efektif, informasi yang jelas
dan dukungan tenaga kesehatan dan keluarga sangat diperlukan saat ini.

2. Abses

Abses merupakan komplikasi mastitis yang biasanya terjadi karena pengobatan terlambat
atau tidak adekuat. Bila terdapat daerah payudara teraba keras , merah dan tegang walaupun
ibu telah diterapi, maka kita harus pikirkan kemungkinan terjadinya abses. Kurang lebih 3%
dari kejadian mastitis berlanjut menjadi abses. Pemeriksaan USG payudara diperlukan untuk
mengidentifikasi adanya cairan yang terkumpul. Cairan ini dapat dikeluarkan dengan aspirasi
jarum halus yang berfungsi sebagai diagnostik sekaligus terapi, bahkan mungkin diperlukan
aspirasi jarum secara serial. Pada abses yang sangat besar terkadang diperlukan tindakan

12
bedah. Selama tindakan ini dilakukan ibu harus mendapat antibiotik. ASI dari sekitar tempat
abses juga perlu dikultur agar antibiotik yang diberikan sesuai dengan jenis kumannya.

Gambar 2.5. abses

3. Mastitis berulang/kronis

Mastitis berulang biasanya disebabkan karena pengobatan terlambat atau tidak adekuat. Ibu
harus benar-benar beristirahat, banyak minum, makanan dengan gizi berimbang, serta
mengatasi stress. Pada kasus mastitis berulang karena infeksi bakteri diberikan antibiotik
dosis rendah (eritromisin 500 mg sekali sehari) selama masa menyusui

4. Infeksi jamur

Komplikasi sekunder pada mastitis berulang adalah infeksi oleh jamur seperti candida
albicans. Keadaan ini sering ditemukan setelah ibu mendapat terapi antibiotik. Infeksi jamur
biasanya didiagnosis berdasarkan nyeri berupa rasa terbakar yang menjalar di sepanjang
saluran ASI. Di antara waktu menyusu permukaan payudara terasa gatal. Puting mungkin
tidak nampak kelainan. Ibu dan bayi perlu diobati. Pengobatan terbaik adalah mengoles
nistatin krem yang juga mengandung kortison ke puting dan areola setiap selesai bayi
menyusu dan bayi juga harus diberi nistatin oral pada saat yang sama.

13
Gambar 2.7. gambar payudara yang terinfeksi Candida

2.2.8. Pencegahan Mastitis

Penanganan terbaik mastitis adalah dengan pencegahan. Perawatan puting susu pada waktu
laktasi merupakan usaha penting untuk mencegah mastitis. Perawatan terdiri atas
membersihkan putting susu sebelum dan sesudah menyusui untuk menghilangkan kerak dan
susu yang sudah mengering. Selain itu, yang memberi pertolongan kepada ibu yang
menyusui bayinya harus bebasa dari infeksi staphylococcus.

Pencegahan terhadap kejadian mastitis dapat dilakukan dengan memperhatikan faktor risiko
di atas. Bila payudara penuh dan bengkak (engorgement), bayi biasanya menjadi sulit
melekat dengan baik, karena permukaan payudara menjadi sangat tegang. Ibu dibantu untuk
mengeluarkan sebagian ASI setiap 3 – 4 jam dengan cara memerah dengan tangan atau
pompa ASI yang direkomendasikan. Sebelum memerah ASI pijatan di leher dan punggung
dapat merangsang pengeluaran hormon oksitosin yang menyebabkan ASI mengalir dan rasa
nyeri berkurang. Teknik memerah dengan tangan yang benar perlu diperlihatkan dan
diajarkan kepada ibu agar perahan tersebut efektif. ASI hasil perahan dapat diminumkan ke
bayi dengan menggunakan cangkir atau sendok. Pembengkakan payudara ini perlu segera

14
ditangani untuk mencegah terjadinya feedback inhibitor of lactin (FIL) yang menghambat
penyaluran ASI.

Pengosongan yang tidak sempurna atau tertekannya duktus akibat pakaian yang ketat dapat
menyebabkan ASI terbendung. Ibu dianjurkan untuk segera memeriksa payudaranya bila
teraba benjolan, terasa nyeri dan kemerahan. Selain itu ibu juga perlu beristirahat,
meningkatkan frekuensi menyusui terutama pada sisi payudara yang bermasalah serta
melakukan pijatan dan kompres hangat di daerah benjolan.

Pada kasus puting lecet, bayi yang tidak tenang saat menetek, dan ibu-ibu yang merasa
ASInya kurang, perlu dibantu untuk mengatasi masalahnya. Pada peradangan puting dapat
diterapi dengan suatu bahan penyembuh luka seperti atau lanolin, yang segera meresap ke
jaringan sebelum bayi menyusu. Pada tahap awal pengobatan dapat dilakukan dengan
mengoleskan ASI akhir (hind milk) setelah menyusui pada puting dan areola dan dibiarkan
mengering. Tidak ada bukti dari literatur yang mendukung penggunaan bahan topikal
lainnya.

Kelelahan sering menjadi pencetus terjadinya mastitis. Seorang tenaga kesehatan harus selalu
menganjurkan ibu menyusui cukup beristirahat dan juga mengingatkan anggota keluarga
lainnya bahwa seorang ibu menyusui membutuhkan lebih banyak bantuan.

Ibu harus senantiasa memperhatikan kebersihan tangannya karena Staphylococcus aureus


adalah kuman komensal yang paling banyak terdapat di rumah sakit maupun masyarakat.
Penting sekali untuk tenaga kesehatan rumah sakit, ibu yang baru pertama kali menyusui dan
keluarganya untuk mengetahui teknik mencuci tangan yang baik. Alat pompa ASI juga
biasanya menjadi sumber kontaminasi sehingga perlu dicuci dengan sabun dan air panas
setelah digunakan

Tatalaksana keberhasilan menyusui


Keberhasilan menyusui bukan sesuatu yang datang dengan sendirinya, tetapi merupakan keterampilan

yang perlu diajarkan. Agar ibu berhasil menyusui, perlu dilakukan berbagai kegiatan dan penyuluhan saat

antenatal, internal dan postnatal

- Masa antenatal

15
Selama masa antenatal ibu dipersiapkan secara fisik dan psikologis. Untuk
persiapan fisik ibu perlu diberi penyuluhan tentang kesehatan dan gizi ibu selama
hmil. Untuk persiapan psikologis, ibu diberi penyuluhan agar termotivasi untuk
memberikan ASI karena keinginan untuk member ASI adalah factor yang sangat
penting untuk keberhasilan menyusui. Adapun penyuluhan yang dianjurkan
adalah :3,5
1. Penyuluhan mengenai fisiologis laktasi
2. Penyuluhan mengenai pemberian ASI Eksklusif
3. Penyuluhan mengenai perlunya inisiasi menyusui dini
4. Penyuluhan ibu menganai manfaat ASI dan kerugian susu formula
5. Penyuluhan ibu mengenai maanfaat rawat gabung
6. Penyuluhan ibu mengenai gizi ibu hamil dan menyusui
7. Bimbingan ibu mengenai cara memposisikan dan melekatkan bayi pada
payudara dengan cara demonstrasi menggunakan boneka
8. Menjelaskan mitos seputar menyusui
- Masa Persalinan
1. Berusaha menolong persalinan tanpa trauma
2. Segera setelah bayi stabil (dalam waktu <30 menit) lakukan inisisasi
menyusui dini. Bayi diletakkan dalam keadaan telanjang diatas perut ibunya
(apabila lahir pervaginam) atau diatas dada ibunya ( apabila lahir secara
seksio sesarea) untuk mencari putting susu dan menghisapnya (diperlukan
waktu 45-75 menit). Penelitian membuktikn bahwa bila bayi disusukan pada
jam pertama, kematian neonatal dapat dikurangi sebanyak 22% dan disusukan
pada hari pertama akan mengurangi kematian neonatal sebanyak 16%.
Menurut penelitian ini, inisiasi dini pemberian ASI dapat mencegah kematian
neonatal melalui 4 cara :5
1. Penghisapan oleh bayi segera setelah lahir dapat membantu memercepat
pengeluaran ASI dan memastikan kelangsungan pengeluaran ASI.
2. Menyusu sedini mungkin dapat mencegah paparan terhadap substansi/zat
dan makanan atau minuman yang dapat menganggu fungsi normal saluran
pencernaan.

16
3. Komponen dari ASI awal (kolostrum) dapat memicu pematangan dari
saluran cerna dan member perlindungan terhadap infeksi karena kaya akan
zat kekebalan.
4. Kehangatan tubuh ibu saat proses menyusui dapat mencegah kematian
bayi akibat kedinginan ( terutama bagi bayi dengan berat lahir rendah)
- Masa Pasca Persalinan
1. Merawat ibu bersama bayinya (Rawat Gabung)
Rawat gabung adalah satu cara perawatan dimana ibu dan bayi yang
baru dilahirkan tidak dipisahkan, melainkan ditempatkan bersama dalam
sebuah ruang selama 24 jam penuh. Bahkan bila mungkin bayi setempat tidur
dengan ibunya.
Sebuah penelitian membuktikan bahwa bila bayi tidur bersama ibunya maka
ibu akan memberikan ASI nya 3 kali lebih lama pada waktu malam, 2 kali
lebih sering dan 39% menyusui lebih lama dibandingkan dengan bayi yang
dipisahkan.5
Kontak antara ibu dan bayi yang telah dibina sejak dari kamar bersalin
seharusnya tetap dipertahankan dengan merawat bayi bersama ibunya (rawat
gabung). Keuntungan dari rawat gabung adalah : 5
a. Aspek psikologis
Antara ibu dan bayi akan terjalin proses lekat ( bonding ). Hal ini akan
sangat mempengaruhi perkembangan psikologis bayi selanjutnya.
Kehangatan tubuh ibu merupakan stimulasi mental yang mutlak
diperlukan untuk bayi. Rasa aman, terlindung, dan percaya pada orang
lain (basic trust) merupakan dasar terbentuknya rasa percaya diri pada
bayi. Ibu akan merasa bangga karena dapat memberikan yang terbaik
bagi bayinya.
b. Apek fisik
Ibu dengan mudah dapat menyusui kapan saja bayi menginginkannya.
Dengan demikian ASI juga dengan mudah keluar.
c. Aspek fisiologis
Bayi dapat disusui dengan frekuensi yang lebih sering dan
menimbulkan reflex prolaktin yang memacu proses produksi ASI dan

17
reflex oksitosin yang membantu pengeluaran ASI dan mempercepat
involusi rahim. Pemberian ASI Eksklusif dapat juga dipergunakan
sebagai metode keluarga berencana (metode amenorea laktasi/) asal
memenuhi syarat yaitu usia bayi belum berusia 6 bulan, ibu belum
haid lagi, dan bayi masih diberikan ASI secara eksklusif.
d. Aspek edukatif
Pada ibu primipara, akan mempunyai pengalaman menyusui dan
merawat bayinya. Juga member kesempatan bagi perawat untuk tugas
penyuluhan, antara lain posisi dan perlekatan bayi untuk menyusui dan
tanda-tanda bahaya pada bayi. Ibu juga segera dapat mengenali
perubahan fisik atau prilaku bayi dan menanyakan pada petugas hal-
hal yang dianggap tidak wajar. Sarana ini dapat juga dipakai sebagai
sarana pendidikan bagi keluarga.
e. Aspek medis
Dengan ibu merawat bayinya sendiri, bayi juga tidak terpapar dengan
banyak petugas sehingga infeksi nosokomial dapat dicegah.
Disamping itu, kolostrum yang banyak mengandung berbagai zat
protektif akan cepat keluar dan memberikan daya tahan bagi bayi.
f. Aspek ekonomi
Pemberian asi dapat dilakukan sedini mungkin sehingga anggaran
pengeluaran untuk membeli susu formula dan peralatan untuk
membuatnya dapat dihemat. Ruang bayi juga tidak perlu ada dan
ruang dapat digunakan untuk hal yang lain. Lama rawat juga bias
dikurangi sehingga pergantian pasien juga bias lebih cepat.

18
DAFTAR PUSTAKA

.
1. Prawiroharjo, Sarwono. 2012. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal
dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.
2. Waldenstro¨m U, Aarts C. Duration of breastfeeding and breastfeeding problems in
relation to length of postpartum stay: A longitudinal cohort study of a national
Swedish sample. Acta Paediatr 2014;93:669–676.
3. Foxman B, D’Arcy H, Gillespie B, et al. Lactation mastitis:Occurrence and medical
management among 946 breast-feeding women in the United States. Am J Epidemiol
2012;155:103–114.
4. Amir LH, Forster DA, Lumley J, et al. A descriptive study of mastitis in Australian
breastfeeding women:Incidence and determinants. BMC Public Health 2007;7:62.
5. Appendix A Task Force Ratings. Guide to Clinical Pre-ventive Services: Report of
the U.S. Preventive ServicesTask Force, 2nd edition. www.ncbi.nlm.nih.gov/books/
NBK15430 (accessed May 7, 2014).

19

Anda mungkin juga menyukai