Askep Atresia Ani Dewi
Askep Atresia Ani Dewi
“ATRESIA ANI”
Disusun Oleh :
DEWI WULANDARI 1911040026
1. PENGERTIAN
Dalam istilah kedokteran, Atresia Ani adalah suatu keadaan tidak adanya
atau tertutupnya lubang yang normal. Atresia ani adalah kelainan kongenital yang
dikenal sebgai anus imperforate meliputi anus, rectum atau keduanya (Betz,2015)
atresia ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya lubang atau saluran
anus (Donna, 2016). Atresia ani adalah tidak lengkapnya perkembangan
embrionik pada distal anus atau tertutupnya anus secara abnormal (Suradi,
2015).
Atresia ani atau anus imperforasi adalah tidak terjadinya perforasi
membran yang memisahkan bagian endoterm mengakibatkan pembentukan lubang
anus yang tidak sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam atau
kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung dengan rektum
(Purwanto, 2016). Penulis menyimpulkan bahwa, atresia ani adalah kelainan
kongenital dimana anus tidak mempunyai lubang untuk mengeluarkan feses.
2. KLASIFIKASI
Klasifikasi atresia ani ada 4 yaitu :
1. Anal stenosis adalah terjadinya penyempitan daerah anus sehingga feses
tidak dapat keluar.
2. Membranosus atresia adalah terdapat membran pada anus.
3. Anal agenesis adalah memiliki anus tetapi ada daging diantara rectum dengan
anus.
4. Rectal atresia adalah tidak memiliki rektum.
5. Pasien bisa diklasifikasikan lebih lanjut menjadi 3 sub kelompok anatomi yaitu :
a. Anomali rendah / infralevator
Rektum mempunyai jalur desenden normal melalui otot puborektalis,
terdapat sfingter internal dan eksternal yang berkembang baik dengan fungsi
normal dan tidak terdapat hubungan dengan saluran genitourinarius.
b. Anomali intermediet
Rektum berada pada atau di bawah tingkat otot puborectalis, lesung anal
dan sfingter eksternal berada pada posisi yang normal.
c. Anomali tinggi / supralevator
Ujung rectum di atas otot puborectalis dan sfingter internal tidak ada. Hal ini
biasanya berhubungan dengan fistula genitourinarius retrouretral (pria)
atau rectovagina (perempuan). Jarak antara ujung buntu rectum sampai
kulit perineum lebih dari1 cm
3. ETIOLOGI
Penyebab sebenarnya dari atresia ani ini belum di ketahui pasti, namun ada
sumber yang mengatakan bahwa kelainan bawaan anus di sebabkan oleh :
1) Karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit karena
gangguan pertumbuhan, fusi, atau pembentukan anus dari tonjolan
embrionik.
2) Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan dubur, sehingga bayi lahir
tanpa lubang anus.
3) Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani, karena
ada kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu
atau 3 bulan.
4) Kelainan bawaan, anus umumnya tidak ada kelainan rektum, sfingter, dan otot
dasar panggul. Namum demikian pada agenesis anus, sfingter internal
mungkin tidak memadai. Menurut penelitian beberapa ahli masih jarang
terjadi bahwa gen autosomal resesif yang menjadi penyebab atresia ani.
Orang tua tidak diketahui apakah mempunyai gen carier penyakit ini. Janin
yang diturunkan dari kedua orang tua yang menjadi carier saat kehamilan
mempunyai peluang sekitar 25 % - 30 % dari bayi yang mempunyai
sindrom genetik, abnormalitas kromosom, atau kelainan kongenital lain
juga beresiko untuk menderita atresia ani (Purwanto, 2001).
5) Faktor Predisposisi
Atresia ani dapat terjadi disertai dengan beberapa kelainan kongenital saat
lahir, seperti :
1. Kelainan sistem pencernaan terjadi kegagalan perkembangan anomali
pada gastrointestinal.
2. Kelainan sistem perkemihan terjadi kegagalan pada genitourinari.
4. TANDA DAN GEJALA
Bayi muntah-muntah pada 24-48 jam setelah lahir dan tidak terdapat defekasi
mekonium. Gejala ini terdapat pada penyumbatan yang lebih tinggi. Pada
golongan 3 hampir selalu disertai fistula. Pada bayi wanita sering ditemukan
fistula rektovaginal (dengan gejala bila bayi buang air besar feses keluar dari
(vagina) dan jarang rektoperineal, tidak pernah rektourinarius. Sedang pada bayi
laki-laki dapat terjadi fistula rektourinarius dan berakhir di kandung kemih atau
uretra dan jarang rektoperineal. Gejala yang akan timbul :
1.) Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran.
2.) Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rektal pada bayi.
3.) Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang letaknya
salah.
4.) Perut kembung.
5.) Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam
(Ngastiyah, 2015)
5. KOMPLIKASI
1) Infeksi saluran kemih yang berkepanjangan
2) Obstruksi intestinal
3) Kerusakan uretra akibat prosedur pembedahan.
4) Komplikasi jangka panjang :
a. Eversi mukosa anal.
b. Stenosis akibat kontraksi jaringan parut dari anastomosis.
c. Impaksi dan konstipasi akibat terjadi dilatasi sigmoid.
d. Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.
e. Inkontinensia akibat stenosis anal atau impaksi.
f. Fistula kambuh karena tegangan di area pembedahan dan infeksi. (Betz,
2015)
6. PATOFISIOLOGI
Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara
komplit karena gangguan pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus dari tonjolan
embrionik, sehingga anus dan rektum berkembang dari embrionik bagian
belakang. Ujung ekor dari bagian belakang berkembang menjadi kloaka yang
merupakan bakal genitourinari dan struktur anorektal. Terjadi stenosis anal
karena adanya penyempitan pada kanal anorektal.
Terjadi atresia anal karena tidak ada kelengkapan dan perkembangan
struktur kolon antara 7-10 minggu dalam perkembangan fetal. Kegagalan migrasi
dapat juga karena kegagalan dalam agenesis sakral dan abnormalitas pada uretra
dan vagina. Tidak ada pembukaan usus besar yang keluar melalui anus
sehingga menyebabkan fekal tidak dapat dikeluarkan sehingga intestinal
mengalami obstruksi. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur,
sehingga bayi baru lahir tanpa lubang anus. Atresia ani adalah suatu kelainan
bawaan, terdapat tiga letak:
1. Tinggi (supralevator) : rektum berakhir di atas M. levator ani (M.
puborektalis) dengan jarak antara ujung buntu rektum dengan kulit
perineum lebih dari 1 cm. Letak upralevator biasanya disertai dengan fistel ke
saluran kencing atau saluran genital.
2. Intermediate : rektum terletak pada M. levator ani tetapi tidak
menembusnya.
3. Rendah : rektum berakhir di bawah M. levator ani sehingga jarak
antara kulit dan ujung rektum paling jauh 1 cm.
7. PATHWAY
8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
9. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan dalam tindakan atresia ani yaitu :
a. Pembuatan kolostomi
Kolostomi adalah sebuah lubang buatan yang dibuat oleh dokter ahli bedah pada
dinding abdomen untuk mengeluarkan feses. Pembuatan lubang biasanya
sementaraatau permanen dari usus besar atau colon iliaka. Untuk anomali tinggi,
dilakukan kolostomi beberapa hari setelah lahir.
b. PSARP (Posterio Sagital Ano Rectal Plasty)
Pada pasien dengan kolostomi, PSARP dilakukan setelah pemeriksaan distal
kolostogram untuk menentukan lokasi pasti dari fistel dan rektum.Proses PSARP
pada pasien malformasi anorektal dengan fistel rektovesika melibatkan seluruh
tubuh bagian bawah dari pasien dan operasi dilakukan dengan laparoskopi.
Bidang diseksi dimulai pada peritoneum di sekitar rektum distal untuk kemudian
dilanjutkan ke arah distal.
c. Tutup kolostomi
Tindakan yang terakhir dari atresia ani. Biasanya beberapa hari setelah operasi,
anak akan mulai BAB melalui anus. Pertama, BAB akan sering tetapi
seminggu setelah operasi BAB berkurang frekuensinya dan agak padat.
10. PENGOBATAN
a. Aksisi membran anal (membuat anus buatan)
b. Fiktusi yaitu dengan melakukan kolostomi sementara dan setelah 3 bulan
dilakukan
korksi sekaligus (pembuat anus permanen) (Staf Pengajar FKUI. 2015)
Fase Interaksi
a. Memberikan salam terapik
b. Melakukan validasi
c. Melakukan kontrak
d. Menjelaskan tujuan dan prosedur yang akan dilakukan
e. Menjaga privasi klien
Fase Kerja
a. Menghindari proses pada jam makan,waktu berkunjung,sesaat
setelah pemberian obat.
b. Cuci tangan
c. Gunakan sarung tangan
d. Berkomunikasi selama prosedur dan menjaga privasi
,membantu meningkatkan kenyamanan baik posisi berdiri atau
berbaring.
e. Kaji tipe kolostomi dan lokasi
f. Kosongkan bag dan tampung dalam bedpan
g. Kaji integritas kulit disekitar stoma dan tampilan umum.
h. Catat jumlah dan karakteristik material fekal atau urine didalam
kantong kolostomi atau verban
i. Gunakan pencukur bila rambut/bulu sudah tumbuh.
j. Gunakan pelarut perekat untuk melepaskan rekatan kantung bila
diperlukan.
k. Lepaskan kantung secara perlahan sambil menahan kulit.
l. Gunakan tisu untuk mengangkat feces
m. Gunakan air hangat,sabun dan gulungan kapas atau waslap dan
handuk untuk membersihkan kulit stoma.
n. Gunakan pembersih kulit khusus untuk mengangkat feces yang
keras
o. Keringkan kulit menggunakan handuk
p. Inspeksi stoma :warna,ukuran,bentuk dan pendarahan bila ada.
q. Inspeksi periostoma bila ada kemerahan,ulcer,iritasi.
r. Letakkan kasa pada stoma untuk menyerap cairan
s. Angkat kasa sebelum memasang kantung
t. Gunakan pasta pada area stoma sebagai skin barrier
u. Biarkan pasta mongering 1-2 menit
v. Gunakan petunjuk untuk mengukur stoma
w. Pada bagian belakang skin barrierlubangi dengan ukuran
lingkaran yang sama atau gunting pola yang diukur (atau bila
sudah tersedia alat pengukur dapat digunakan)
x. Lepaskan kertas pelindung perekat
y. Taruh deodoran ke dalam kantong,bila tersedia
z. Taruh bagian tengah,tekan secara hati-hati kebagian kulit dan
hilangkan kerutan atau gelembung udara dari arah stoma
kebagian luar
aa. Buang udara dengan melonggarkan bagian pembuangan ,bila
tidak ada maka udara dibuang sebelum direkatkan
bb. Fiksasi kantung,bila menggunakan kantong ikat pinggang
taruhkan pada tempatnya
cc. Bereskan alat-alat dan rapikan pasien
dd. Catat tanggal,waktu dan jumlah cairan,warna,keadaan kulit dan
periostoma.
Fase Terminasi
a. Mengevaluasi respon klien
b. Merencanakan tindak lanjut
c. Melakukan kontrak yang akan datang
d. Melakukan pendokumentasian
BAB II
TINJAUAN KASUS
A. PENGKAJIAN
1. Identitas Pasien
a. Biodata Pasien
Nama : An. A
Agama : Islam
b. Penanggung Jawab
Nama : Tn. S
Umur : 52 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Pekerjaan : buruh tani
Hubungan dg pasien : Ayah
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Klien tidak memiliki anus sejak lahir
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Ibu klien mengatakan sejak klien lahir klien sudah tidak mempunyai
anus kemudian oleh bidan yang menolong persalinan klien, langsung
membawa An.A ke RS Roemani sejak umur 0 hari dan dilakukan operasi
colostomy pada umur 3 hari. Kemudian saat klien kontrol di poli bedah
Roemani dokter menyarankan untuk dilakukan tindakan PSARP yaitu
pembuatan lubang anus pada umur 6 bulan. Kemudian pada umur 8 bulan ini
klien kontrol poli bedah di RS Roemani untuk dilakukan tindakan tutup
colostomy kemudian keluarga mengikuti saran dokter untuk dilakukan
tindakan terakhir dari atresia ani.
c. Riwayat Kesehatan Duhulu
Ibu An.A mengatakan klien masuk RS sudah 3 kali dengan tindakan
pembedahan. Saat An.A lahir tanpa lubang anus, orang tua dan bidan yang
membantu persalinan langsung membawa anaknya ke RS Roemani. Setelah
An.A berusia 6 bulan di bawa ke RS Roemani untuk pembuatan anus dengan
tindakan PSARP, kemudian pada umur 8 bulan ini klien dilakukan tindakan
tutup colostomy.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ibu klien mengatakan di dalam keluarga tidak ada yang mengalami sakit
seperti yang diderita An. A sekarang.
e. Riwayat Tumbuh Kembang
1) Personal social
Kliensudah bisa menepuk-nepuk kedua tangannya, klien dapat
mempertahankan mainannya yang diambiloleh orang lain, klien mencoba
meraih benda yang berada agak jauh darinya.
2) Motorik halus
Kliensudah dapat menggenggam benda dengan menggunakan satu tangan,
klien dapat memindahkan benda dari satu tangan ke tangan lain.
3) Bahasa
Klien sudah mampu mengucapkan kata-kata tetapi tidak jelas hanya
ocehan, klien dapat memalingkan kepalanya saat namanya dipanggil.
4) Motorik kasar
Klien sudah mampu duduk tanpa bersandar dengan tangan, klien sudah
bisa tengkurap dan membalikkan badan sendiri tanpa bantuan.
f. Riwayat Imunisasi
Ibu klien mengatakan An. A mendapatkan imunisasi HEPATITIS, BCG,
DPT, POLIO, tetapi klien belum mendapatkan imunisasi yang terakhir yaitu
CAMPAK, karena umur An. A belum berumur 9 bulan.
1. Pemeriksaan Fisik
a) Penampilan / KU : Lemah
b) Tingkat Kesadaran : Compos mentis
c) Tanda-tanda vital :Suhu : 38,2 0C Nadi : 102 x/menit RR : 22
x/menit
d) Pengukuran Antropometri
1) TB : 70 cm
2) BB : Sebelum Sakit : 8,2 kg, Selama Sakit : 7,5 kg
3) LILA : 14 cm
e) Kepala : Simetris, tidak ada luka
1) Rambut : Warna hitam, lurus, tipis, bersih.
2) Mata : Konjungtiva anemis, tidak ada sekret, sklera tidak
ikterik.
3) Hidung : Bentuk simetris, hidung bersih, tidak ada septum
deviasi, tidak ada polip, tidak ada epistaksis, tidak terpasang O2.
4) Telinga : Simetris, tidak ada sekret, An.A dapat mengikuti arah
suara yang di dengar.
5) Mulut : Mukosa bibir An.A kering, gigi klien 4 : atas dan bawah 2
f)Leher dan tenggorokan : Tidak ada pembesaran pada tonsil, tidak ada
benjolan pada leher.
g) Dada : Bentuk dada simetris
Paru – Paru
Inspeksi : Simetris Palpasi : Tidak ada pembesaran
Perkusi : Sonor Auskultasi : Tidak ada bunyi tambahan whezing
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba pada intercosta 2 dan 5
Perkusi : Tidak ada pembesaran jantung
Auskultasi : Vesikuler, bunyi S 1 dan S2 murni.
Abdomen
Inspeksi : Terdapat luka tutup kolostomi, luka bersih, ada jahitan 9 di
abdomen sebelah kiri.
Auskultasi : Terdengar udara di dalam usus
Palpasi : Terdapat nyeri tekan pada abdomen sebelah kiri Perkusi :
Perut kembung
h) Genital
Tidak ada luka, kebersihan cukup, sudah terdapat lubang anus, tidak
terpasang kateter.
i) Ekstremitas : Ekstremitas atas dan bawah klien bisa digerakkan sebagai
mestinya, klien terpasang infus di tangan sebelah kanan, kaki klien udema
j
j) Integumen : Kulit klien kering, turgor kulit baik.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul :
a. Post Operasi
- Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan insisi
pembedahan.
- Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia.
- Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan.
- Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan kebutuhan
perawatan dirumah
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Intervensi keperawatan :
1. Post Operasi
a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan.
Tujuan : Nyeri dapat berkurang dan skala nyeri berkurang
Kriteria Hasil :
1.) Klien mengatakan nyeri berkurang
2.) Skala nyeri 0-1
3.) Ekspresi wajah terlihat rileks
Intervensi :
a.) Kaji karakteristik, lokasi, durasi, frekuensi, dan kualitas nyeri.
Rasional : Bantu klien untuk menilai nyeri dan sebagai temuan
dalam pengkajian.
b.)Ajarkan klien manajemen nyeri dengan teknik relaksasi dan
distraksi. Rasional : Membantu dalam menurukan atau mengurangi
persepsi atau respon nyeri.
c.)Ciptakan lingkungan yang nyaman dan anjurkan klien untuk
istirahat.
Rasional : Memberikan kenyamanan untuk klien agar dapat
istirahat.
d.)Kolaborasi untuk pemberian analgetik sesuai advis dokter.
Rasional : Untuk mengurangi rasa nyeri.
a. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia.
Tujuan : Asupan nutrisi dapat terpenuhi dan menuunjukkan perbaikan usus.
Kriteria Hasil :
1.) Tidak terjadi penurunan BB.
2.) Klien tidak mual dan muntah
Intervensi :
a.) Kaji kemampuan klien untuk menelan dan menguyah makanan.
Rasional : Menentukan pemilihan jenis makanan sehingga mencegah
terjadinya aspirasi.
b.) Timbang berat badan sesuai indikasi.
Rasional : Mengevaluasi keadekuatan rencana pemenuhan nutrisi.
c.) Jaga keamanan saat memberikan makan klien seperti kepala sedikit
fleksi saat menelan.
Rasional : Menurunkan resiko terjadinya aspirasi dan mengurangi rasa
nyeri pada saat menelan.
d.) Berikan makanan lembut dalam porsi sedikit tapi sering
Rasional : Meningkatkan pemasukan dan menurunkan distress gaster.
b. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan.
Tujuan : Tidak ditemukannya tanda-tanda infeksi
Kriteria Hasil :
1.) Tidak ada tanda-tanda infeksi
2.) Pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan peningkatan leukosit.
3.) Luka post operasi bersih
Interversi :
a.) Pantau suhu tubuh klien (peningkatan suhu).
Rasional : Demam dapat terjadi karena infeksi.
b.) Ajarkan keluarga teknik mencuci tangan dengan benar dan
menggunakan sabun anti mikroba.
Rasional : Faktor ini paling sederhana tetapi paling penting untuk
mencegah infeksi di rumah sakit.
c.) Pertahankan teknik aseptik pada perawatan luka.
Rasional : Mencegah terjadinya infeksi nosokomial.
d.) Kolaborasi dalam pemberian antibiotik.
Rasional : Mencegah terjadinya infeksi luka.
e.) Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium.
Rasional : Peningkatan leukosit menunjukkan adanya infeksi.
c. Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan kebutuhan
perawatan dirumah.
Tujuan : Pasien dan keluarga memahami perawatan di rumah
Kriteria Hasil :
1.) Kelurga menunjukkan kemampuan untuk memberikan perawatan untuk
bayi di rumah.
2.) Keluarga tahu dan memahami dalam memberikan perawatan pada klien.
Intervensi :
a.) Ajarkan perawatan kolostomi dan partisipasi dalam perawatan.
Rasional : Agar keluarga dapat melakukannya.
b.) Ajarkan untuk mengenal tanda dan gejala yang perlu dilaporkan
perawat.
Rasional : Agar segera dilakukan tindakan.
c.) Ajarkan keluarga cara perawatan luka yang tepat.
Rasional : Dapat memberikan pengetahuan keluarga
d.) Latih keluarga untuk kebiasaan defekasi.
Rasional : untuk melatih pasien.
f.) Ajarkan keluarga untuk memodifikasi diit (misalnya serat).
Rasional : Membantu klien memperlancar defekasi.
DAFTAR PUSTAKA
Betz, cealy L & Linda A. Sowden.2015.buku saku keperawatan pediatrik. Edisi ke-
3.Jakarta:EGC
Ngastiyah. (2017). Perawatan Anak Sakit edisi 2. Jakarta: EGC
Suriadi, SKp & yulianti, Rita.2016.buku pegangan praktek klinik : asuhan
keperawatan pada anak.Jakarta : CV. Sagung Seto