Anda di halaman 1dari 48

ASUHAN KEPERAWATAN

PASIEN DENGAN ARDS


Ns. Seven Sitorus, M.Kep.,Sp.Kep.MB
Phone/WA: 0896.59557175
Email: sevensitorus2013@gmail.com

Disampaikan Pada Pelatihan ICU Dasar RS Hermina


PENDAHULUAN
• Acute respiratory distress syndrome (ARDS)
adalah salah satu penyakit paru akut yang
memerlukan perawatan di Intensive Care Unit
(ICU) dan mempunyai angka kematian yang
tinggi yaitu mencapai 60% (Bernard GR, Artigas
A, Brigham KL, et al,1994; Ware LB, Matthay
MA, 2000)
• Dulu ARDS dikenal wet lung, shock lung,
leaky-capillary pulmonary edema dan adult
respiratory distress syndrome (Rubenfeld GD,
Caldwell E, Peabody E, et al, 2005)
DEFINISI
• ARDS pertama kali dikemukakan
oleh Asbaugh dkk (1967) sebagai
Hipoksemia Berat yang Onsetnya
Akut, Infiltrat Bilateral yang Difus
pada foto toraks dan Penurunan
Compliance atau Daya Regang Paru
(Fanelli V, Vlachou A, Simonetti U,
Slutsky AS, Zhang H, 2013)
• Bentuk yang lebih ringan dari ARDS
disebut ALI karena ALI merupakan
prekursor ARDS (Amin Z, Purwoto
J, 2005).
CONTINUE...
ARDS tahun 2011 oleh Panel Ahli (Definisi
Berlin) direvisi: “Waktu Onset gejala saluran
napas Kurang Dari Satu Minggu, perubahan
Gambaran Radiograph (Opasitas Bilateral yang
tidak sepenuhnya efusi, konsolidasi atau
atelektasis); asal edema ( tidak sepenuhnya
karena gagal jantung atau kelebihan cairan).”
Derajat kegawatan ditentukan oleh rasio
PaO2/FIO2, dengan kategori Ringan
(PaO2/FIO2 200-300), Sedang (PaO2/FIO2
100-200) dan Berat (PaO2/FIO2 ≤ 100).
ETIOLOGI (Fanelli V, vlachou A, simonetti U, slutsky AS,
zhang H, 2013)

• IDIOPATIK.
• SEPSIS merupakan faktor risiko yang paling tinggi,
mikroorganisme dan produknya (terutama
endotoksin) bersifat sangat toksik terhadap parenkim
paru dan merupakan faktor risiko terbesar kejadian
ARDS, insiden sepsis menyebabkan ARDS berkisar
antara 30-50%
• ASPIRASI CAIRAN LAMBUNG menduduki
tempat kedua sebagai faktor risiko ARDS (30%).
Aspirasi cairan lambung dengan pH<2,5 akan
menyebabkan penderita mengalami chemical burn
pada parenkim paru dan menimbulkan kerusakan
berat pada epitel alveolar
FAKTOR RESIKO ARDS (Laura Blume and Diane
Byrum, 2009)
• Examples of a direct lung injury include:
• GASTRIC ASPIRATION
• Bacterial, fungal, or viral pneumonia
• Pulmonary contusion
• Near drowning
• Prolonged Inhalation Of High Concentrations Of Oxygen, Smoke,
Or Toxic Substances

• Examples of an indirect injury include:


• SEPSIS • Shock (any cause)
• Drug overdose • Fat embolism
• Prolonged hypotension • Nonthoracic trauma
• Cardiopulmonary bypass • Head injury
• Acute pancreatitis • Uremia
• Hematologic disorders, such as DIC
PATHOPHYSIOLOGY
PATHOPHYSIOLOGY
KRITERIA CIDERA PARU AKUT (ALI) DAN ARDS
(Ranieri VM, Rubenfeld GD, Thompson BT, Ferguson ND,
Caldwell E, et al, 20-12)

PENYAKIT ONSET OKSIGENASI RONTGEN TEKANAN ARTERI


THORAKS PULMONUM

KRITERIA AKUT PAO2/FIO2 300 INFILTRAT 18 MM HG ATAU


ALI MM HG ATAU BILATERAL KURANG PADA SAAT
KURANG PENGUKURAN. TANPA
ADANYA BUKTI
HIPERTENSI ATRIUM
KIRI
KRITERIA AKUT PAO2/FIO2 200 INFILTRAT 18 MM HG ATAU
ARDS MM HG ATAU BILATERAL KURANG PADA SAAT
KURANG PENGUKURAN. TANPA
ADANYA BUKTI
HIPERTENSI ATRIUM
KIRI
DIAGNOSIS KLINIS (Amin Z, Purwoto J, 2005)

• Onset Akut (berlangsung 3-5 hari) sejak diagnosis


kondisi yang menjadi faktor risiko ARDS.
• TANDA: takipnea, retraksi intercostal, adanya
ronkhi kasar yang jelas dan adanya gambaran
Hipoksia atau Sianosis yang Tidak Respons
dengan Pemberian Oksigen. Bisa juga dijumpai
hipotensi dan febris.
• Sebagian besar kasus disertai dengan MODS
seperti ginjal, hati, otak, sistem kardiovaskuler dan
saluran cerna seperti perdarahan saluran cerna.
CONTINUE...
Penegakkan diagnosis ALI maupun ARDS harus
memenuhi kriteria:
1. Onset kejadian akut dan menetap, berlangsung
beberapa hari hingga beberapa minggu
2. Ada satu atau lebih faktor resiko yang
diketahui
3. Hipoksemia arterial yang menetap meski telah
mendapatkan terapi oksigen
4. Infiltrat bilateral yang luas pada gambaran
rontgen thoraks
PEMERIKSAAN PENUNJANG
(Amin Z, Purwoto J, 2005).

• LABORATORIUM:
1. AGDA: hipoksemia, hiperkapnia (pada emfisema
atau keadaan lanjut).
2. Darah perifer: leukositosis (pada sepsis), anemia,
trombositopenia (refleksi inflamasi sistemik dan
kerusakan endotel, peningkatan kadar amylase
(pada kasus pancreatitis sebagai penyebab
ARDSnya)
3. Gangguan fungsi ginjal dan hati, gambaran
koagulasi intravascular disseminata yang
merupakan bagian dari MODS
RADIOLOGI
• Pada Awal Proses, dari Foto
Thoraks bisa ditemukan
lapangan paru yang Relatif
Jernih, namun pada foto serial
berikutnya tampak bayangan
RADIO-OPAK yang Difus atau
patchy bilateral .
• Dari CT scan tampak pola
heterogen.
PENDEKATAN TERAPI TERKINI UNTUK ARDS

• Meliputi: Perawatan Suportif, Bantuan Ventilator dan


Terapi Farmakologis (Schonbeck U, Libby P, 2004).
• Prinsip Umum Perawatan Suportif pasien ARDS dengan
atau tanpa MODS meliputi (Terragni PP, Rosboch G,
Tealdi A, Corno E, Menaldo E, Davini O, et al, 2007 ):
1. Pengidentifikasian dan terapi penyebab dasar ARDS.
2. Menghindari cedera paru sekunder misalnya aspirasi,
barotrauma, infeksi nosokomial atau toksisitas oksigen.
3. Mempertahankan penghantaran oksigen yang adekuat ke
end-organ dengan cara meminimalkan angka metabolik.
4. Mengoptimalkan fungsi kardiovaskuler serta
keseimbangan cairan tubuh.
5. Dukungan nutrisi.
MANAJEMEN ARDS (Saguil A & Fargo M, 2010)
A. TERAPI NON FARMAKOLOGIS

• Prinsip setting ventilator pasien ARDS


meliputi Volume Tidal Rendah (4-6
mL/kgBB) dan PEEP yang adekuat, kedua
pengaturan ini dimaksudkan untuk
Memberikan Oksigenasi Adekuat (PaO2 >
60 mmHg) dengan tingkat FiO2 aman, dan
menyesuaikan (I:E) rasio inspirasi: ekspirasi
(Haro C, Martin-Loeches I, Torrents E&
Artigas A. 2013)
VOLUME TIDAL
• Metode Ventilasi Mekanis yang Lama pada pasien
ARDS diRekomendasikan menggunakan
Peningkatan Volume Tidal menjadi 10-15 ml/kgBB.
• Pemakaian volume tidal yang tinggi dapat
menyebabkan kerusakan paru yang makin luas
karena peningkatan tekanan jalan napas
menyebabkan distensi yang berlebihan pada alveoli,
peningkatan permeabilitas vaskular paru, inflamasi
akut, perdarahan alveolar dan shunt intrapulmoner.
• AECC merekomendasikan pembatasan volume tidal,
PEEP dan hiperkapnea (Haro C, Martin-Loeches I, Torrents E&
Artigas A, 2013; Gattinoni L, Caironi P, Carlesso E, 2005; Girard TD, Bernard GR,
2007; Terragni PP, Rosboch G, Tealdi A, Corno E, Menaldo E, Davini O, et al,
2007; Saguil A& Fargo M, 2012)
CONTINUE...
• Penelitian prospektif secara random yang
membandingkan antara pasien ARDS yang
mendapat volume tidal tinggi dan mendapat
volume tidal rendah terdapat penurunan mortalitas
dari 40% menjadi 31%. Pemakaian volume tidal
rendah saat ini dipertimbangkan sebagai terapi
penunjang pasien ARDS karena dapat
menurunkan angka mortalitas dan mengurangi
waktu penggunaan ventilator (Gattinoni L, Caironi
P, Carlesso E, 2005; Girard TD, Bernard GR,
2007)
CONTINUE...
• Kolobow dkk (1987) mengevaluasi domba yang
mendapatkan ventilasi volume tidal tinggi atau rendah dan
menemukan bahwa domba yang mendapatkan volume
tidal tinggi mati akibat gagal napas berat dan syok dalam
waktu 48 jam.
• Tremblay dkk (1997) mengamati bahwa ventilasi volume
tidal tinggi pada tikus mengakibatkan peningkatan kadar
mediator inflamasi (yaitu TNF-á, IL-6, dan IL-10) .
• Von Bethmann dkk (1998) mengkonfirmasi bahwa
peningkatan kadar TNF-á dan IL-6 dilepaskan ke dalam
sirkulasi paru yang mendapatkan ventilasi dengan volume
tidal tinggi.
CONTINUE...
• Secara spesifik, peneliti ARDS Network dalam suatu
publikasi Respiratory Management in ALI/ARDS (ARMA)
tahun 2000. Protokol ini menyebutkan lebih banyak
mengenai penggunaan volume tidal rendah, sebagai berikut
(Girard TD, Bernard GR. 2007).
1. Volume tidal secara sistematik disesuaikan (4-6 mL/kgBB)
untuk mempertahankan tekanan plateau 30 cmH2O.
2. Respiratory rate harus dititrasi sesuai kebutuhan (6-35
kali/menit) untuk mempertahankan pH sebesar 7,3 hingga
7,45.
3. Kombinasi tepat dari fraction of inspired oxygen (FIO2)
dan positive end-expiratory pressure (PEEP) untuk
mencapai oksigenasi yang adekuat (PaO2 55-80 mmHg
atau saturasi pulsasi oksimetri ± 88%-95%).
POSITIVE END EXPIRATORY PRESSURE
(PEEP) TINGGI

• Asbaugh dkk (1967) memperkenalkan penggunaan


PEEP sebagai model ventilasi mekanis untuk
mengatasi hipoksemia refrakter pada pasien ARDS
dan mencegah kerusakan paru akibat pembukaan dan
penutupan bronkiolus dan alveolus yang berulang
sehingga mencegah kolaps paru saat akhir ekspirasi.
• PEEP merupakan komponen penting ventilasi
mekanis pada ARDS yang di setting pada 5-12 cm
H2O. (Girard TD, Bernard GR. 2007; Terragni PP, Rosboch G, Tealdi A, Corno E,
Menaldo E, Davini O, et al, 2007; Saguil A& Fargo M, 2012; Koh Y. 2014; Jonathan A,
Fergusson ND, 2013; Ariano RE, 2004).
CONTINUE...
• Positive end expiratory pressure dapat
menurunkan shunt intrapulmoner, meningkatkan
oksigenasi arteri dan meningkatkan bagian paru
yang tidak terisi udara sehingga dapat
mengakibatkan perbaikan oksigenasi.
• National Heart, Lung and Blood Institute ARDS
Network (2004) melakukan suatu penelitian secara
acak yang disebut ALVEOLI (Assessment of Low
tidal Volume and Elevated End Expiratory
Pressure To Obviate Lung Injury) dengan tujuan
untuk mengetahui bahwa pada pemakaian PEEP
tinggi pada pasien ARDS dapat bermanfaat
meningkatkan oksigenasi (Girard TD, Bernard GR. 2007;
Terragni PP, Rosboch G, Tealdi A, Corno E, Menaldo E, Davini O, et al, 2007;
Saguil A& Fargo M, 2012; Koh Y. 2014; Jonathan A, Fergusson ND, 2013;
Ariano RE, 2004).
CONTINUE...
• Selain pengaturan ventilasi dengan cara diatas,
masih ada lagi teknik pengaturan ventilasi untuk
ARDS (strategi ventilasi terkini) meliputi high
frequency ventilation (HVF), inverse ratio
ventilation (IRV), airway pressure release
ventilation (APRV), prone position, pemberian
surfaktan eksogen (Haro C, Martin-Loeches I, Torrents E&
Artigas A, 2013; Gattinoni L, Caironi P, Carlesso E, 2005; Girard
TD, Bernard GR, 2007; Terragni PP, Rosboch G, Tealdi A, Corno
E, Menaldo E, Davini O, et al, 2007; Saguil A& Fargo M, 2012)
CONTINUE...
• Metode HFV dapat mempertahankan Ventilasi
Adekuat serta mencegah Kolaps Alveoli melalui
Frekuensi Tinggi (30 x/menit) dan Volume
Tidal Rendah (3-5 ml/kg). Teknik ini Berhasil
diaplikasikan pada Neonatus dengan penyakit
membran hialin, tetapi Manfaat HFV pada
ARDS Dewasa masih Belum diPastikan (Haro C,
Martin-Loeches I, Torrents E& Artigas A, 2013; Gattinoni L,
Caironi P, Carlesso E, 2005; Girard TD, Bernard GR, 2007;
Terragni PP, Rosboch G, Tealdi A, Corno E, Menaldo E,
Davini O, et al, 2007; Saguil A& Fargo M, 2012)
CONTINUE...
• Metode IRV didesain untuk Memperpanjang Fase
Siklus Ventilasi Inspirasi, yang mengakibatkan
peningkatan tekanan saluran pernapasan, sehingga
memperbaiki oksigenasi. Rasio I:E normal adalah
1:2 dan IRV dapat memperpanjang fase inspirasi
menjadi rasio I:E melebihi 1:1.
• Manfaat IRV pada ARDS masih Kontroversial dan
Ketidaknyamanan yang berkaitan dengan cara ini
sering kali memerlukan sedasi dan paralisis otot yang
kuat bagi pasien (Amin Z, Purwoto J, 2009; Haro C, Martin-
Loeches I, Torrents E& Artigas A, 2013)
CONTINUE... (Amin Z, Purwoto J, 2009; Haro C, Martin-Loeches I, Torrents E&
Artigas A, 2013, Gattinoni L, Caironi P, Carlesso E, 2005)

• Metode APRV didesain untuk menghantarkan


volume tidal saat terjadi penurunan sementara
tekanan intratoraks dan mempertahankan
tekanan inspriasi yang konstan dengan
peningkatan PEEP sehingga memperbaiki
oksigenasi pasien ARDS.
VENTILASI DENGAN POSISI PRONE
• Ventilasi dengan posisi prone dapat dilakukan
pada pasien ARDS walaupun belum
direkomendasikan secara rutin karena masih
kurangnya data yang mendukung hal ini.
• Namun pada 70% pasien ARDS, posisi prone
dapat memperbaiki oksigenasi, menghasilkan
peningkatan Pa02 yang signifikan, memperbaiki
bersihan sekret dan dapat dipertimbangkan jika
pasien membutuhkan PEEP >12 cm H2O dan
FiO2 >0,60 dan paling baik dilakukan pada ARDS
dengan onset kurang dari 36 jam.
CONTINUE...
• Mekanisme yang terjadi pada posisi prone
adalah terjadinya rekrutmen paru dorsal
bersamaan dengan kolapsnya paru ventral
sehingga perfusi lebih mudah
didistribusikan. (Amin Z, Purwoto J. 2009;
Terragni PP, Rosboch G, Tealdi A, Corno E,
Menaldo E, Davini O, et al, 2007; . Jonathan A,
Fergusson ND, 2013)
KONTRAINDIKASI DAN KOMPLIKASI
POSISI PRONE PADA ARDS
B. TERAPI FARMAKOLOGIS
• Pilihan terapi farmakologis pada manajemen
ARDS masih sangat terbatas. Penggunaan
surfaktan dalam manajemen ARDS pada anak-
anak memang bermanfaat, namun penggunaanya
pada orang dewasa masih kontroversi. Studi review
yang dilakukan Cochrane dkk tidak menemukan
manfaat penggunaan surfaktan pada ARDS dewasa
(Wilson DF, Thomas NJ, Markovitz BP, Bauman LA,
DiCarlo JV, Pon S, et al, 2005; Peter JV, John P,
Graham PL, Moran JL, George IA, Bersten A, 2008;
Leaver SK, Evans TW, 2007)
CONTINUE...
• Pemberian nitrit okside inhalasi (iNO) dan prostasiklin
(PGI2) mungkin dapat menurunkan shunt pulmoner
dan afterload ventrikel kanan dengan menurunkan
impedansi arteri pulmoner. 40-70% ARDS mengalami
perbaikan oksigenasi dengan iNO. Penambahan almitrin
intravena mempunyai dampak aditif pada perbaikan
oksigenasi. Sementara pemberian PGI2 dengan dosis
sampai 50 ng/kg.bb/menit ternyata memperbaiki
oksigenasi sama efektifnya dengan iNO pada pasien
ARDS (Amin Z, Purwoto J. 2009; Peter JV, John P, Graham
PL, Moran JL, George IA, Bersten A, 2008; Leaver SK, Evans
TW, 2007).
PENGKAJIAN KEPERAWATAN
 Adaptasi fisiologis : oksigenasi; sirkulasi; nutrisi;
eliminasi; aktivitas-istirahat; proteksi-perlindungan
diri; sensori; cairan-elektrolit; dan fungsi neurologi.
 Konsep diri : identitas diri; citra diri; harga diri;
ideal diri; fungsi peran dan interdependen
 Data penunjang :
1. AGD
2. Foto thoraks : Tahap awal: sedikit normal,
infiltrasi pada perihilir paru. Tahap lanjut:
interstitial bilateral difus paru, infiltrat di alveoli
DIAGNOSA KEPERAWATAN
• Diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai, terkait
area critical care, pada pasien pada ARDS dengan
menggunakan CPAP atau PEEP antara lain :
1. Kerusakan pertukaran gas b.d
ketidakseimbangan ventilasi-perfusi; perubahan
membran kapiler-alveolar
2. Penurunan curah jantung b.d perubahan pre-
load
3. Dysfunctional weaning proccess b.d psikologis,
situsional, fisiologi
4. Cemas b.d stress; ancaman kematian
MASALAH KEPERAWATAN
YANG LAIN :
1. Pola nafas tidak effektif
2. Intoleransi aktifitas
3. Gangguan keseimbangan
nutrisi : kurang
4. Resiko infeksi
5. Coping individu yang tidak
effektif
6. Gangguan komunikasi verbal
PRIORITAS KEPERAWATAN
 Mempertahankan dan memperbaiki fungsi
ventilasi – perfusi secara optimal
 Mempertahankan dan memperbaiki fungsi
hemodinamik
 Dukungan secara komprehensif
 Memobilisasikan pasien; good position
 Meminimalkan dan mencegah terjadinya
komplikasi
NURSING CARE PLAN
1. Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan
ventilasi-perfusi; perubahan membran kapiler-alveolar
• Tujuan :
• Pertukaran gas adequat atau kerusakan pertukaran gas
teratasi
• Kriteria yang harapkan :
• Tidak dijumpai penurunan kesadaran, tidak ada
cianosis, pola nafas pasien normal, meliputi irama,
kedalaman pernafasan, RR 16 – 20 x/menit; tidak
menggunakan otot-otot pernafasan tambahan; AGD
normal PaO2 > 60 mmHg, PaCO2 < 45 mmHg, pH 7,35 –
7,45
INTERVENSI KEPERAWATAN
Kaji dan dokumentasikan karakteristik dari usaha nafas :
frekuensi, kedalaman, irama, penggunaan otot nafas
tambahan dan bunyi pernafasan tambahan
Kaji tanda dan gejala dari distress pernafasan : gelisah,
cemas, disorientasi/kebingungan, takipnea RR > 20
x/menit
Monitor AGD serial dengan mengkolaborasikan dengan
dokter, dan konsultasikan apabila didapatkan perubahan
hasil yang signifikan
Bandingkan nilai AGD dengan klinis pasien, pulse
oxymetry dan konsultasikan apabila saturasi O2 < 90 %
CONTINUE...
Kelola terapi oksigen atau FiO2 dengan
mengkonsultasikan dengan dokter
Kelola ventilasi mekanik dengan mode sesuai
dengan status pasien
Berikan posisi nyaman dan yang membantu
ekspansi dada maksimal guna mencapai
pertukaran gas yang optimal
Lakukan perawatan oral hygiene dengan baik
Lakukan suction jika diperlukan
2. Penurunan curah jantung b.d
perubahan pre-load; afterload
• Tujuan : tidak terjadi penurunan cardiac out
put
• Kriteria yang diharapkan : tidak ada keluhan
pusing, sesak, tidak dijumpai keringat dingin,
tidak dijumpai distensi vena jugularis, tidak
edema, CVP normal, PAWP normal, CRT < 3
detik, akral hangal, urine 0,5 – 1 cc/KgBB/jam,
tidak terjadi peningkatan berat badan
INTERVENSI KEPERAWATAN
 Monitor dan catat tanda vital setiap 2 jam
 Ukur dan catat urine out put setiap jam
 Pertahankan oksigenasi secara adequat
 Monitor CVP, PAWP setiap 1 – 4 jam sekali
 Monitor dan catat bunyi dan perubahan bunyi jantung,
paru
 Lakukan penimbangan berat badan jika memungkinkan
 Pertahankan IVFD (intake) sesuai anjuran dokter
 Kolaborasi dengan medis obat-obatan yang menurunkan
preload, afterload dan memperbaiki sirkulasi
 Kolaborasi obat sedatif, analgesik, neuro-
muskularblocker jika diperlukan
3. Dysfunctional weaning proccess b.d
psikologis, situsional, fisiologi
• Tujuan :
Proses penyapihan tidak memanjang
• Kriteria yang diharapkan :
• Tidak mengalami dysnea (normal eupnea), tidak
gelisah/agitasi, tidak didapatkan bunyi pernafasan
tambahan/perburukan, tidak dijumpai penggunaan
otot pernafasan tambahan, tidak ada peningkatan
TD, Nadi, RR; tidak ada nafas dangkal dan
gasping, nilai AGD dalam batas normal; tidak ada
diaporesis, tidak ada pernafasan abdominal
paradoks, nafas dengan ventilator tidak
terkoordinasi.
INTERVENSI KEPERAWATAN
 Monitor dan catat tanda-tanda vitals setiap 15 – 60 menit
diikuti dengan perubahn setting ventilator dan setting trial
T-piece.
 Monitor nilai AGD dan pulse oksimetri saat setting
ventilator dirubah.
 Sebelum perubahan setting ventilator lakukan pemeriksaan
bunyi pernafasan (auskultasi) dan hiperoksigenasi dan
suction jika diperlukan
 Atur posisi pasien semi fowler
 Jelaskan prosedur weaning kepada pasien dan tujuan apa
yang diharapkan dari prosess weaning tersebut
 Ingatkan kembali kepada pasien perubahan – perubahan
yang akan dialaminya pada periode awal proses weaning
 Batasi prosedur dan aktivitas selama proses weaning
CONTINUE...
 Berikan konsentrasi pengalihan seperti nonton TV,
mendengarkan radio.
 Lakukan weaning pada saat pagi hari saat pasien sudah cukup
istirahat dan dalam keadaan siaga; akhiri weaning pada
malam hari untuk pemenuhan kebutuhan tidur secara
adequat
 Hindari pemberian obat-obatan yang memberikan dampat
depresi pernafasan selama proses weaning
 Pada saat pasien berhasil dilakukan weaning, selalu diback up
perlengkapan oksigen disamping tempat tidur pasien
 Tetap pertahankan dan lakukan fisioterapi : perkusi, vibrasi
dan pustural drainage
 Tetap lakukan observasi dan kaji status pernafasan pasien
meliputi : bunyi paru, tanda vital, tingkat kesadaran dan tanda
– tanda dipsnea.
KESIMPULAN
 Sindrome gangguan pernafasan akut (ARDS)
merupakan gagal nafas akut yang ditandai oleh
arteri hypoxemia (PaO2 / FiO2 < 200 mmHg),
resisten terhadap terapi oksigen dan infiltrat
bilateral pada hasil fotto sinar-X dada, dengan
angka mortalitas cukup tinggi.
 Intensive medical care; intensive nursing care
 Terapi supportif yang mencakup intubasi, ventilasi
mekanik, pemenuhan kebutuhan cairan dan
nutrisi; mengatasi penyakit primer
CONTINUE...
 Masalah keperawatan yang sering dijumpai dan masih
belum mendapatkan perhatian adalah 1) Kerusakan
pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi-perfusi;
perubahan membran kapiler-alveolar; 2) Penurunan
curah jantung b.d perubahan pre-load; 3) Dysfunctional
weaning proccess b.d psikologis, situsional, fisiologi; 4)
Cemas b.d stress; ancaman kematian.
 Bekal pengetahuan yang cukup, terutama bagi perawat
agar tercapai bentuk pelayanan keperawatan pada ARDS
secara optimal, harapannya pasien terhindar dari kondisi
perburukan/kematian, memperpendek lama hari
perawatan dan mampu menekan biaya perawatan di
rumah sakit
DAFTAR PUSTAKA
• Amin Z, Purwoto J. Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS). In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi
I. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Balai Penerbit FK UI; 2009. Hal: 4072-4079
• Ariano RE. Acute respiratory distress syndrome. Acute respiratory distress syndrome. Intensive
Care Med. 2004.30:51-61.
• Bernard GR, Artigas A, Brigham KL, et al. The American-European Consensus Conference on ARDS.
Definitions, mechanisms, relevant outcomes, and clinical trial coordination. Am J Respir Crit Care
Med. 1994;149(3 pt 1):818-824.
• Fanelli V, Vlachou A, Simonetti U, Slutsky AS, Zhang H. Acute respiratory distress syndrome: new
definition, current and Fanelli V, future therapeutic options. Journal of Thoracic Disease. 2013, 5(3):
326-334
• Gattinoni L, Caironi P, Carlesso E. How to ventilate patients with acute lung injury and acute
respiratory distress syndrome. Current Opinion in Critical Care 2005; 11: 69-76.
• Girard TD, Bernard GR. Mechanical ventilation in ARDS: A state-of-the-art review. Chest
2007;131:921-9.
• Haro C, Martin-Loeches I, Torrents E& Artigas A. Acute respiratory distress syndrome: prevention
and early recognition. Annals of Intensive Care 2013, :11
• Jonathan A, Fergusson ND. Clinical review: Acute respiratory distress syndrome – clinical ventilator
management and adjunct therapy. Critical Care 2013, 17:225
• Jonson, M. (2000). Nursing Intervention Classification. Mosby. Philadhelpia
• Jonson, M. (2000). Nursing Outcomes Classification. Mosby. Philadhelpia.
• Koh Y. Update in acute respiratory distress syndrome. Journal of Intensive Care. 2014, 2:2.
DAFTAR PUSTAKA
• Laura Blume, RN, CCRN, BSN and Diane Byrum, RN, CCNS, CCRN, MSN, FCCM Nursing made
Incredibly Easy!” Unraveling the Mystery of ARDS” November/December 2009 2.3 ANCC contact
hours Online: www.nursingcenter.com
• Leaver SK, Evans TW. Acute respiratory distress syndrome. BMJ. 2007;335(7616):389-394.
• Peter JV, John P, Graham PL, Moran JL, George IA, Bersten A. Corticosteroids in the prevention and
treatment of acute respiratory distress syndrome (ARDS) in adults: meta-analysis. BMJ.
2008;336(7651):1006-1009
• Ranieri VM, Rubenfeld GD, Thompson BT, Ferguson ND, Caldwell E, et al. Acute respiratory distress
syndrome: the Berlin Definition. JAMA. 2012 Jun 20. 307 (23):252633. [Medline].
• Rubenfeld GD, Caldwell E, Peabody E, et al. Incidence and outcomes of acute lung injury. N Engl J
Med. 2005;353(16):1685-1693.
• Saguil A& Fargo M. Acute Respiratory Distress Syndrome: Diagnosis and Management. Am Fam
Physician. 2012;85(4):352-358
• Santosa, B. (2005). Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Prima Medika. Yogyakarta.
• Schonbeck U, Libby P. Inflammation, immunity, and HMG-CoA reductase inhibitors: statins as
antiinflammatory agents? Circulation 2004; 109(21 Suppl 1): II18-26.
• Terragni PP, Rosboch G, Tealdi A, Corno E, Menaldo E, Davini O, et al. Tidal hyperinflation during low
tidal volume ventilation in acute respiratory distress syndrome. Am J Respir Crit Care Med 2007;
175:160-6.
• Ware LB, Matthay MA. The acute respiratory distress syndrome. N Engl J Med. 2000;342(18):1334-
1349
• Wilson DF, Thomas NJ, Markovitz BP, Bauman LA, DiCarlo JV, Pon S, et al. Effect of exogenous
surfactant (calfactant) in pediatric acute lung injury. A randomized controlled trial. JAMA 2005;
293:470-476

Anda mungkin juga menyukai