Anda di halaman 1dari 29

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN LATIHAN 1-6

OLEH

ROSMILA Y PORUMAU

NPM : 12114201170108

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA MALUKU

2019
LATIHAN 1 DAN 2

I. DEFENISI
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tubeculosis.
Kuman batang tanhan asam ini dapat merupakan organisme patogen maupun saprofit. Ada beberapa
mikrobakteria patogen , tetapi hanya strain bovin dan human yang patogenik terhadap manusia. Basil
tuberkel ini berukuran 0,3 x 2 sampai 4 μm, ukuran ini lebih kecil dari satu sel darah merah.

2. ANATOMI FISIOLOGI
Pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan
dahak). Droplet yang mengandung Mycobakterium tuberkulosis dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2
jam. Orang dapat terifeksi kalau droplet tersebut terhirup ke dalam saluran pernapasan. Setelah Mycobacterium
tuberkulosis masuk ke dalam saluran pernapasan, masuk ke alveoli, tempat dimana mereka berkumpul dan
mulai memperbanyak diri. Basil juga secara sistemik melalui sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh
lainnya (ginjal, tulang, korteks serebri), dan area paru-paru lainnya (lobus atas).
Sistem imun tubuh berespons dengan melakukan reaksi inflamasi. Fagosit (neutrofil dan makrofag)
menelan banyak bakteri; limfosit melisis (menghancurkan) basil dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini
mengakibatkan penumpukan eksudat dalam alveoli, menyebabkan bronkopneumonia. lnfeksi awal biasanya
terjadi 2 sampai 10 minggu setelah pemajanan.
Massa jaringan baru, yang disebut granulomas, yang merupakan gumpalan basil yang masih hidup dan yang
sudah mati, dikelilingi oleh makrofag yang membentuk dinding protektif. Granulomas diubah menjadi massa
jaringan fibrosa. Bagian sentral dari massa fibrosa ini disebut tuberkel Ghon. Bahan (bakteri dan makrofag)
menjadi nekrotik, membentuk massa seperti keju. Massa ini dapat mengalami kalsifikasi, membentuk skar
kolagenosa. Bakteri menjadi dorman, tanpa perkembangan penyakit aktif.
Setelah pemajanan dan infeksi awal, individu dapat mengalami penyakit aktif karena gangguan atau respons
yang inadekuat dari respons sistem imun.

3 ETIOLOGI
Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basil mikrobakterium
tuberkulosis tipe humanus, sejenis kuman yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/mm dan tebal
0,3-0,6/mm. Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah yang membuat kuman lebih
tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisik.
Kuman ini tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun
dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman
dapat bangkit kembali dan menjadikan tuberkulosis aktif kembali. Sifat lain kuman adalah aerob. Sifat ini
menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini
tekanan bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari pada bagian lainnya, sehingga bagian apikal ini
merupakan tempat predileksi penyakit tuberkulosis.
Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi penting saluran pernapasan. Basil mikrobakterium
tersebut masuk kedalam jaringan paru melalui saluran napas (droplet infection) sampai alveoli, maka
terjadilah infeksi primer (ghon) selanjutnya menyebar kekelenjar getah bening setempat dan terbentuklah
primer kompleks (ranke). keduanya dinamakan tuberkulosis primer, yang dalam perjalanannya sebagian
besar akan mengalami penyembuhan. Tuberkulosis paru primer, peradangan terjadi sebelum tubuh
mempunyai kekebalan spesifik terhadap basil mikobakterium. Tuberkulosis yang kebanyakan didapatkan
pad usia 1-3 tahun. Sedangkan yang disebut tuberkulosis post primer (reinfection) adalah peradangan
jaringan paru oleh karena terjadi penularan ulang yang mana di dalam tubuh terbentuk kekebalan spesifik
terhadap basil tersebut.

4 MANIFESTASI KLINIS
Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, gejala respiratorik dan gejala sistemik:
1. Gejala respiratorik, meliputi:
a.       Batuk
Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan. Mula-mula
bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan.
b.      Batuk darah
Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa garis atau bercak-bercak
darak, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darak terjadi karena pecahnya
pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.
c.       Sesak napas
Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-hal yang menyertai
seperti efusi pleura, pneumothorax, anemia dan lain-lain.
d. Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini timbul apabila sistem
persarafan di pleura terkena.
2. Gejala sistemik, meliputi:
a.       Demam
Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam hari mirip demam influenza,
hilang timbul dan makin lama makin panjang serangannya sedang masa bebas serangan makin pendek.
b.      Gejala sistemik lain
Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan serta malaise.
Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan, akan tetapi penampilan akut
dengan batuk, panas, sesak napas walaupun jarang dapat juga timbul menyerupai gejala pneumonia.
Gejala klinis Haemoptoe:
Kita harus memastikan bahwa perdarahan dari nasofaring dengan cara membedakan ciri-ciri sebagai
berikut :
1. Batuk darah
a. Darah dibatukkan dengan rasa panas di tenggorokan
b. Darah berbuih bercampur udara
c. Darah segar berwarna merah muda
d. Darah bersifat alkalis
e. Anemia kadang-kadang terjadi
f. Benzidin test negatif
2. Muntah darah
a. Darah dimuntahkan dengan rasa mual
b. Darah bercampur sisa makanan
c. Darah berwarna hitam karena bercampur asam lambung
d. Darah bersifat asam
e. Anemia seriang terjadi
f. Benzidin test positif
3. Epistaksis
a. Darah menetes dari hidung
b. Batuk pelan kadang keluar
c. Darah berwarna merah segar
d. Darah bersifat alkalis
e. Anemia jarang terjadi
5 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a.Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah tepi pada umumnya akan memperlihatkan adanya :
– Anemia, terutama bila penyakit berjalan menahun
– Leukositosis ringan dengan predominasi limfosit
– Laju Endap Darah (LED) meningkat terutama pada fase akut, tetapi pada umumnya nilai-nilai tersebut
normal pada tahap penyembuhan
b. Pemeriksaan radiologi
– Bayangan lesi radiologik yang terletak di lapangan atas paru
– Bayangan yang berawan atau berbecak
– Adanya kavitas tunggal atau ganda
– Adanya kalsifikasi
– Kelainan bilateral, terutama bila terdapat di lapangan atas paru
– Bayangan yang menetap atau relatif setelah beberapa minggu
c. Pemeriksaan bakteriologik (sputum)
Ditemukan kuman mikobakterium tuberkulosis dari dahak penderita, memastikan diagnosis TB paru
pada pemeriksaan dahak.
d. Uji tuberkulin
Sangat penting bagi diagnosis tersebut pada anak. Hal positif pada orang dewasa kurang bernilai.

6 PENATALAKSANAAN MEDIS
a)      Jenis dan Dosis Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
         Isoniazid (H)
Dikenal dengan INH, bersifat bakterisid, dapat membunuh 90 % populasi kuman dalam beberapa hari
pertama pengobatan. Sangat efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif yaitu kuman yang
sedang berkembang. Dosis harian 5 mg/kg berat badan, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali
seminggu diberikan dengan dosis 10 mg/kg berat badan.
         Rifampisin (R)
Bersifat bakterisid, membunuh kuman semi dormant yang tidak dapat dibunuh oleh isoniasid. Dosis 10
mg/kg berat badan. Dosis sama untuk pengobatan harian maupun intermiten 3 kali seminggu.
         Pirazinamid (Z)
Bersifat bakterisid, membunuh kuman yang berada dalam sel dengan suasana asam. Dosis harian 25 mg/kg berat
badan, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 35 mg/kg berat badan.
         Streptomisin (S)
Bersifat bakterisid, dosis 15 mg/kg berat badan, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu
digunakan dosis yang sama.

         Etambutol (E)


Bersifat menghambat pertumbuhan bakteri (bakteriostatik). Dosis harian 15 mg/kg berat badan, sedangkan
untuk intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan 30 mg/kg berat badan.
b) Tahap Pengobatan
Pengobatan Tuberculosis diberikan dalam 2 tahap yaitu:
1.      Tahap Intensif
Penderita mendapat obat setiap hari. Pengawasan berat/ketat untuk mencegah terjadinya kekebalan
terhadap semua Obat Anti Tuberculosis (OAT).
2.      Tahap Lanjutan
Penderita mendapat jenis obat lebih sedikit dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting
untuk membunuh kuman persistem (dormant) sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.
c)      Kategori Pemberian Obat Anti Tuberculosis
1.      Kategori 1 (211RZE/4113R3)
Tahap intensif terdiri dari isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z) dan Etambutol(E). Obat-obatan tersebut
diberikan setiap hari selama 2 bulan (2 HRZE), kemudian teruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari
Isoniasid (H) dan Rifampisin (R), diberikan tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan (4H3R3). Obat ini
diberikan untuk :
- Penderita baru TBC paru BTA positif
- Penderita TBC paru BTA negatif, rontgen positif.
- Penderita TBC ekstra paru berat.

2.      Kategori 2 (2HRZES/HRZE/5H3RE3)


Tahap intensif diberikan selama 3 (tiga) bulan, yang terdiri dari 2 bulan dengan isoniasid (H), Rifampisn,
Pirazinamid (Z), Etambutol (E) setiap hari. Setelah itu diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5 bulan dengan
Isoniasid (H),Rifampisin (R), Etambutol (E) yang diberikan 3 kali dalam seminggu.
Perlu diperhatikan bahwa suntikan streptomisin diberikan setelah penderita selesai menelan obat.
Obat ini diberikan untuk penderita kambuh, penderita gagal, penderita dengan pengobatan setelah lalai

3.      Kategori 3 (2HRZ/4H3R3)


Tahap intensif terdiri dari Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z) diberikan setiap hari selama 2
bulan (2HRZ) diteruskan dengan tahap lanjutan terdiri dari Isoniasid (H), Rifampisin (R) selama 4
bulan diberikan 3 kali seminggu (4H3R3). Obat ini diberikan untuk :
-          Penderita baru BTA negatif dan roentgen positif sakit ringan
-          Penderita ekstra paru ringan, yaitu TBC kelenjar limfe (limfadenitis), pleuritis aksudativa unilateral,
TBC kulit, TBC tulang (kecuali tulang belakang) sendi dan kelenjar adrenal.
4.      OAT Sisipan (HRZE)
Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA positif dengan kategori 1 atau penderita
BTA positif pengobatan ulang dengan kategori 2, hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif,
diberikan obat sisipan Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z), Etambutol (E) setiap hari selama 1
bulan.
7 KOMPLIKASI
Menurut Depkes RI (2002), merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada penderita tuberculosis paru
stadium lanjut yaitu :
         Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat mengakibatkan kematian karena
syok hipovolemik atau karena tersumbatnya jalan napas.
         Atelektasis (paru mengembang kurang sempurna) atau kolaps dari lobus akibat retraksi bronchial.
         Bronkiektasis (pelebaran broncus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat pada proses
pemulihan atau reaktif) pada paru.
         Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, dan ginjal.
8.KLASIFIKASI DATA
DO :pasien menyatakan ia merasa sesakdan lemas
DS :1. k/u lemas
2. pasein terlihat pucat
3. pasien terlihat sesak nafas
4. oksigen terpasang 8liter/m, saturasi oksigen 93%
5. pasien terlihat kelelahan

9. Analisa Data
No Data focus Etiologi Masalah
1 Ds : pasien menyatakan ia
merasa sesakdan lemas
Do: 1. k/u lemas Penurunan permukaan Ganguan pertukaran gas
2. pasien terlihat sesak daerah efektif paru
nafas
3. oksigen terpasang
8liter/m, saturasi oksigen
93%
Ds : pasien menyatakan ia
2 merasa sesak dan lemas
Do : k/u lemas Anoreksia Nutrisi kurang dari kebutuhan
pasien terlihat kelelahan dan tubuh
pucat

10. DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya keefektifan permukaan paru, sekret
yang kental,.
2. Gangguan keseimbangan  nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kelelahan, batuk
yang sering, adanya produksi sputum, dispnea, anoreksia, penurunan kemampuan finansial
11. INTERVENSI
No Dx keperawatan Tujuan dan kriterial
hasil Rasional
Intervensi
Setelah diberikan 1.Kaji  ulang 1.Penurunan bunyi
1 Gangguan pertukaran tindakan keperawatan fungsi napas indikasi
gas berhubungan pertukaran gas efektif, pernapasan: atelektasis, ronki
dengan berkurangnya selama 2x24 jam bunyi napas, indikasi
keefektifan dengan kriteria hasil:  kecepatan, irama akumulasisecret/ketid
permukaan paru, ,          Melaporkan tidak kedalaman akmampuan
sekret yang kental terjadi dispnea. 2. Catat membersihkan jalan
         Menunjukkan kemampuan napas sehingga otot
perbaikan ventilasi untuk aksesori digunakan
dan oksigenasi mengeluarkan dan kerja pernapasan
jaringan adekuat secret atau batuk meningkat.
dengan GDA dalam efektif, catat 2. Pengeluaran sulit
rentang normal. karakter, jumlah bila sekret tebal,
         Bebas dari sputum, adanya sputum berdarah
gejala distress hemoptisis.  akibat kerusakan paru
pernapasan 3. Berikan atau luka bronchial
pasien posisi yang memerlukan
semi atau evaluasi/intervensi
Fowler, lanjut
Bantu/ajarkan 3. Meningkatkan
batuk efektif dan ekspansi paru,
latihan napas ventilasi maksimal
dalam. membuka area
4. Bersihkan atelektasis dan
sekret dari peningkatan gerakan
mulut dan sekret agar mudah
trakea, suction dikeluarkan.
bila perlu
5. Pertahankan
intake cairan 4,Mencegah
minimal 2500 obstruksi/aspirasi.
ml/hari kecuali Suction dilakukan bila
kontraindikasi. pasien tidak mampu
6. kolaborasi mengeluarkan sekret.
dng dokter 5. Membantu
mengencerkan secret
sehingga mudah
dikeluarkan.
Gangguan Setelah diberikan 1, Catat status 1, Berguna dalam
2 keseimbangan  nutrisi, tindakan keperawatan nutrisi paasien: mendefinisikan
kurang dari kebutuhan diharapkan turgor kulit, derajat masalah dan
berhubungan dengan kebutuhan nutrisi timbang berat intervensi yang tepat
kelelahan adanya adekuat selamat 2x24 badan, integritas 2, Membantu
produksi sputum, jam, dengan kriteria mukosa mulut, intervensi kebutuhan
dispnea, anoreksia, hasil:  kemampuan yang spesifik,
penurunan          1. Menunjukkan menelan, adanya meningkatkan intake
kemampuan finansial berat badan bising usus, diet pasien.  
meningkat mencapai riwayat 3, Mengukur
tujuan mual/rnuntah keefektifan nutrisi dan
2. dengan nilai atau diare cairan.
laboratoriurn normal 2, Kaji ulang 4, Dapat menentukan
dan bebas tanda pola diet pasien jenis diet dan
malnutrisi. yang mengidentifikasi
Melakukan disukai/tidak pemecahan masalah
perubahan pola hidup disukai. untuk meningkatkan
untuk meningkatkan 3, Monitor intake nutrisi.
dan mempertahankan intake dan 5, Memaksimalkan
berat badan yang output secara intake nutrisi dan
tepat. periodic menurunkan iritasi
4, Anjurkan gaster.
makan sedikit  Memberikan bantuan
dan sering dalarn perencaaan diet
dengan makanan dengan nutrisi
tinggi protein adekuat unruk
dan karbohidrat kebutuhan metabolik
5, Kolaborasi: dan diet.
Rujuk ke ahli
gizi untuk
menentukan
komposisi diet.

LATIHAN KE 2

Seorang pria usia 60 tahun mengelu batuk berdahak sejak 3 hari yang lalu, batuk semakin sering
dan muncul jika udarah dingin dan waktu malam hari menurut pasien secret yang keluar berwakna
hijau dan sangat kental, saat ini di lakukan auskultasi di dapatkan suara ronchi pada bagian basal
paru dextra

1. Klasifikasi
Ds :pasien menyatakan saya batuksejak 3 yang lalu dan menyatakan lendir yang keluar berwarna
hijau kental
Do : pasien terlhiat batuk + pengeluaran secret yang kental dan hijau

2. Analisa data
No Dx keperawatan Etiologi Masalah

1 Bersihan jalan napas tidak Secret yang kental dan Bersikan jalan nafas tidak
efektif berhubungan lengket efektif
dengan sekret kental,
kelemahan, upaya batuk
buruk.

2 Intervensi
N Dx Tujuan dan Intervensi Rasional
o keperawata kriterial hasil
n
Bersihan Setelah diberikan 1. Kaji dispnea, 1  agar dapat
1 jalan napas tindakan takipnea, bunyi mengetahu keadaan
tidak efektif keperawatan pernapasan abnormal. paru-paru
berhubungan kebersihan jalan Peningkatan upaya 2. .Akumulasi secret
dengan napas efektif respirasi, keterbatasan dapat menggangp
sekret selama 2x24 jam, ekspansi dada dan oksigenasi di organ
kental, dengan criteria kelemahan. vital dan jaringan.  
kelemahan, hasil:  2. Evaluasi perubahan- 3. Meningkatnya
upaya batuk        1. tingkat kesadaran, catat resistensi aliran udara
buruk. Mempertahankan tanda-tanda sianosis untuk mencegah
jalan napas dan perubahan warna kolapsnya jalan napas.
pasien. kulit, membran 4. Mengurangi
         mukosa, dan warna konsumsi oksigen
Mengeluarkan kuku.  pada periode respirasi.
sekret tanpa 3.Demonstrasikan/anjur f. Membantu
bantuan. kan untuk mengoreksi
         2. mengeluarkan napas hipoksemia yang
Menunjukkan dengan bibir disiutkan, terjadi sekunder
prilaku untuk terutama pada pasien hipoventilasi dan
memperbaiki dengan fibrosis atau penurunan permukaan
3. bersihan jalan kerusakan parenkim. alveolar paru.
napas. 4.   Anjurkan untuk
         Berpartisipasi bedrest, batasi dan
dalam program bantu aktivitas sesuai
pengobatan sesuai kebutuhan.
kondisi. f.     Kolaborasi:
 Mengidentif Berikan oksigen sesuai
ikasi potensial indikasi.
komplikasi dan
melakukan
tindakan tepat.

ASUHAN KEPERAWATAN ASMA BRONCHIAL


LATIHAN 3 DAN 4

A. Pengertian
Asma bronchial adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermitten, reversibel dimana trakheobronkhial
berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu.
Asma bronchial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trachea dan bronkhus terhadap
berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat
berubah-ubah baik secara spontan maupun hasil dari pengobatan. (The American Thoracic Society, 1962).
B. Etiologi
Ada beberapa hal yang merupakan faktor timbulnya serangan asma bronkhial:
1. Genetik
Yang diturunkan adalah bakat alergi meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya. Penderita
dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat yang juga menderita penyakit alergi. Karena
adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan
faktor pencetus.
2. Alergen
Alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
a. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan. Contoh: debu, bulu binatang, serbuk
bunga, spora jamur, bakteri, dan polusi.
b. Ingestan, yang masuk melalui mulut. Contoh: makanan dan obat-obatan
c. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit. Contoh: perhiasan, logam, dan jam
tangan.
3. Perubahan cuaca

Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Kadang-kadang serangan
berhubungan dengan musim, seperti musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan
dengan arah angin, serbuk bunga, dan debu.
4. Stress
Stress/gangguan emosi dapat menjadi pencetus asma dan memperberat serangan asma yang sudah ada.
Penderita diberikan motivasi untuk menyelesaikan masalah pribadinya karena jika stressnya belum diatasi
maka gejala asmanya belum bisa diobati.
5. Olah raga/aktivitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita akan mendapat serangan jika melakukan aktivitas jasmani atau olahraga yang
berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma.
C. Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu:
1. Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergi yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti debu,
serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotik dan aspirin), dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering
dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi.
2. Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik atau tidak
diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi.
Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang
menjadi bronkhitis kronis dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan
3. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik.
D. Patofisiologi
Obstruksi saluran napas pada asma merupakan kombinasi spasme otot bronkus, sumbat mukus,edema dan
inflamasi dinding bronkus.obstruksi bertambah berat selama ekspirasi karena secara fisiologis saluran
napas menyempit pada fase tersebut.Hal ini mengakibatkan udara distal tempat terjadinya obstruksi
terjebak tidak bisa di ekspirasi.Keadaan hiperinflasi ini bertujuan agar saluran napas tetap terbuka dan
pertukaran gas berjalan lancar.Penyempitan saluran napas dapat terjadi baik pada saluran napas yang
besar,sedang,maupun kecil.Gejala mengi menandakan ada penyempitan di saluran napas besar,sedangkan
pada saluran napas yang kecil gejala batuk dan sesak lebih dominan dibanding mengi.Penyempitan saluran
napas pada asma akan menimbulkan hal-hal sebagai berikut:
1. Gangguan ventilasi berupa hipoventilasi
2. Ketidakseimbangan ventilasi perfusi dimana distribusi ventilasi tidak setara dengan
sirkulasi darah paru
3. Gangguan difusi gas di tingkat alveoli
Ketiga faktor tersebut akan mengakibatkan:
1. Hipoksemia
2. Hiperkapnia
3. Asidosis respiratorik pada tahap yang sangat lanjut
E. Manifestasi Klinis
Biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, tapi pada saat serangan
penderita tampak bernafas cepat dan dalam, gelisah, duduk dengan menyangga ke depan, serta tanpa otot-
otot bantu pernafasan bekerja dengan keras. Gejala klasik: sesak nafas, mengi (wheezing), batuk, dan pada
sebagian penderita ada yang merasa nyeri di dada. Pada serangan asma yang lebih berat, gejala yang
timbul makin banyak, antara lain: silent chest, sianosis, gangguan kesadaran, hiperinflasi dada, takikardi,
dan pernafasan cepat-dangkal. Serangan asma sering terjadi pada malam hari.
F. Komplikasi
Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah:
1. Status asmatikus adalah setiap serangan asma berat atau yang kemudian menjadi berat dan
tidak memberikan respon (refrakter) adrenalin dan atau aminofilin suntikan dapat digolongkan
pada status asmatikus. Penderita harus dirawat dengan terapi yang intensif.
2. Atelektasis adalah pengerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat penyumbatan saluran
udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat pernafasan yang sangat dangkal.
3. Hipoksemia adalah tubuh kekurangan oksigen
4. Pneumotoraks adalah terdapatnya udara pada rongga pleura yang menyebabkan kolapsnya
paru.
5. Emfisema adalah penyakit yang gejala utamanya adalah penyempitan (obstruksi) saluran nafas
karena kantung udara di paru menggelembung secara berlebihan dan mengalami kerusakan
yang luas
G. Penatalaksanaan
Prinsip umum pengobatan asma bronkhial adalah:
1. Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segera
2. Mengenal dan menghindari faktor-faktor yang dapat mencetuskan serangan asma
3. Memberikan penerangan kepada penderita atau keluarganya mengenai penyakit asma.
Meliputi pengobatan dan perjalanan penyakitnya sehingga penderita mengerti tujuan
pengobatan yang diberikan dan bekerjasama dengan dokter atau perawat yang merawat
Pengobatan
Pengobatan pada asma bronkhial terbagi 2, yaitu:
1) Pengobatan non farmakologik
a. Memberikan penyuluhan
b. Menghindari faktor pencetus
c. Pemberian cairan
d. Fisioterapi
e. Beri O₂ bila perlu
2) Pengobatan farmakologik
Bronkodilator: obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam 2 golongan:
a. Simpatomimetik/andrenergik (adrenalin dan efedrin)
Nama obat: Orsiprenalin (Alupent), fenoterol (berotec), terbutalin (bricasma).
b. Santin (teofilin)
Nama obat: Aminofilin (Amicam supp), Aminofilin (Euphilin Retard), Teofilin (Amilex)
Penderita dengan penyakit lambung sebaiknya berhati-hati bila minum obat ini.
- Kromalin
Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan tetapi merupakan obat pencegah serangan asma. Kromalin
biasanya diberikan bersama-sama obat anti asma yang lain dan efeknya baru terlihat setelah pemakaian 1
bulan.
- Ketolifen
Mempunya efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin. Biasanya diberikan dosis 2 kali 1 mg/hari.
Keuntungan obat ini adalah dapat diberikan secara oral
FORMAT ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ...... DENGAN GANGGUAN

SISTEM .......

LATIHAN 3

Seorang pria umur 55 tahun didiagnosa medis Asma Bronchiale, mengeluh sesak nafas. Dari hasil
pemeriksaan fisik didapatkan RR : 36 x /menit, terdapat pernafasan cuping hidung dan retraksi
intercostal.

a. Buatlah Laporan Pendahuluan berdasarkan diagnose kasus diatas.


b. Buatlah klasifikasi data berdasarkan kasus tersebut.
c. Buatlah analisa data berdasarkan hasil klasifikasi data.
d. Tentukan prioritas diagnose keperawatan berdasarkan hasil analisa data,
e. Buatlah rencana intervensi berdasarkan prioritas diagnose keperawatan.
A. KLASIFIKASI DATA
DATA SUBJEKTIF :
1. Pasien mengeluh sesak nafas

DATA OBJEKTIF :

1. RR : 36x/menit
2. Terdengar Pernafasan cuping hidung
3. Terlihat rektraksi interkosta
B. ANALISA DATA

No. Data Etiologi Masalah


1 DS (Data subyektif ): Faktor pencetus Pola nafas tidak
Pasien mengeluh sesak (alergin, stres, cuaca) efektif
nafas
DO (Data obyektif ): Masuk saluran
a. RR : 36x/menit pernafasan
b. Terdengar
Pernafasan Iritasi mukusa saluran
cuping hidung pernapasan
c. Terlihat
rektraksi Reaksi inflamasi
interkosta
Hipertropi dan
hiperplasia
mukosa bronkus

Metaplasia sel qlobet

Bronkokosntriksi

Peningkatan kerja oto


pernafasan

pola nafas tidak efektif

C. PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan bronkokosntrik

RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

Nama / Umur : Tn.J / 55 Tahun

Ruang / Kamar :

Hari/ Dx. Tujuan Dan Kriteria Rencana Tindakan Rasional


Tangga Keperawatan hasil
l
Rabu, Pola nafas tidak Setalah dilakukan 1. Posisikan 1. Posisi semi
16 april efektif b.d tindakan keperawatan pasien untuk fowler
2020 bronkokosntriks selama 1x24 jam memaksimalka membantu
i yang ditandai diharapkan pola nafas n ventilasi pasien
dengan : tidak efektif teratasi. 2. Identifikasi memeksimal
DS : Dengan kriteria hasil : pasien kan ventilasi
Pasien 1. Menunjukan perlunya sehingga
mengeluh sesak jalan nafas yang pemasangan kebutuhan
nafas paten (klien alat jalan nafas oksigen
DO : tidak merasa buatan terpenuhi
a. RR : tercekik, irama 3. Auskultasi melalui
36x/menit nafas, frekuensi suara nafas, proses
b. Terdengar pernafasan catat adanya pernafasan
Pernafasan dalam rentang suara 2. Alat bantu
cuping hidung normal, tidak tambahan pernafasan
c.Terlihat ada suara nafas 4. Kaji TTV membantu
rektraksi abnormal) 5. Lakukan membuat
interkosta 2. Tanda-tanda fisioterapi organ
vital dalam dada bila perlu pernafasan
rentang memenuhi
normal(tekanan kebutuhan
darah, nadi, oksigen
pernafasan) sehingga
oksigen
yang
diperlukan
tubuh
terpenuhi
3. Untuk
mendengar
adanya suara
tambahan
4. Untuk
menggetahui
keadaan
umum
pasien
5. Dapat
mempermud
ah pasien
dalam
menggeluar
kan sekret
yang sulit
dilakukan
secara
mandiri

FORMAT ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


ASUHAN KEPERAWATAN PADA ...... DENGAN GANGGUAN

SISTEM .......

LATIHAN 4

Seorang perempuan usia 50 tahun datang ke IRD dengan keluhan nyeri dada kiri depan yang tidak
berkurang dengan istirahat. Nyeri tidak menjalar ke bagian tubuh lain dan bisa ditunjuk. Tanda-
tanda vital menunjukkan suhu 38,6 OC, frekuensi nadi 90 x/menit. Klien takut dirinya mengalami
sakit jantung koroner dan hanya berbaring di tempat tidur.

a. Buatlah klasifikasi data berdasarkan kasus tersebut.


b. Buatlah analisa data berdasarkan hasil klasifikasi data.
c. Tentukan prioritas diagnose keperawatan berdasarkan hasil analisa data,
d. Buatlah rencana intervensi berdasarkan prioritas diagnose keperawatan
D. KLASIFIKASI DATA
DATA SUBJEKTIF :
2. Klien megeluh nyeri pada dada kiri depan

DATA OBJEKTIF :

4. Tanda- tanda vital menunjukkan suhu 38,6 0C, frekuensi nadi 90 x/menit.
5. Klien hanya berbaring di tempat tidur

E. ANALISA DATA

No. Data Etiologi Masalah


1. DS : AGEN INJURI NYERI AKUT
Klien megeluh nyeri BIOLOGI
pada dada kiri depan

DO :
Tanda- tanda vita :
suhu :38,60C,
frekuensi nadi : 90
x/menit.

F. PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN


2. Nyeri akut berhuhungan dengan agen injuri biologi
3.

RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

Nama / Umur : Ny. T/50 Tahun

Ruang / Kamar : IRD/

Hari/ Dx. Keperawatan Tujuan Dan Rencana Rasional


Tanggal Kriteria hasil Tindakan
Rabu 14, Nyeri akut Setelah dilakukan 1. Lakukan 1, Observasi secara
april berhubugan tindakan observasi keseluruhan dilakukan
2020 dengan agen injuri keperawatan selama nyeri untuk menentukan
biologis yang 3x24 jam secara tingkat kenyamanan
ditandai dengan : diharapkan nyeri komprehen klien serta untuk
DS : berkurang dengan sif, menentukan
Klien megeluh kriteria hasil : termaksut keperawatan yang
nyeri pada dada 1. Mampu lokasi, tepat digunakan
kiri depan mengontrol karakteristi 2, Keluhan nyeri juga
DO : nyeri (tahu k, durasi, dapat diamati melalu
Tanda- tanda vita : penyebab frekuensi, reaksi nonverbal
suhu :38,60C, nyeri, kualitas 3, Melakukan
frekuensi nadi : 90 mampu dan faktor penanganan nyeri non
x/menit. menggunaka prespitasi farmokologi dapat
n teknik 2. Observasi membntu
nonfarmokol reaksi menggurangi dalam
ogi untuk nonverbal kebutuhan obat-obat
mengurangi dari analgesik
nyeri, ketidaknya 4, Menggunakan agen-
mencari manan agen farmokologi
bantuan) 3. Ajarkan untuk mengurangi atau
2. Melaporkan teknik menghilangkn nyeri
bahwa nyeri nonformak
berkurang ologi ;
dengan terapi
menggunaka musik
n 4. Berikan
management analgeltik
nyeri untuk
3. Menyatakan mengurang
rasa nyaman i nyeri
setelah nyeri
berkurang
ASUHAN KEPERAWATAN PPOK
LATIHAN 5 DAN 6
1. DEFINISI
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (COPD) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk
sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi
terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang
membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan COPD adalah : Bronchitis kronis, emfisema
paru-paru dan asthma bronchiale (S Meltzer, 2001 : 595)?.
Tetapi dalam suatu Negara, yang termasuk didalam COPD adalah emfisema paru- paru dan
Bronchitis Kronis. Nama lain dari copd adalah "Chronic obstructive airway disease " dan
"ChronicObstructive Lung Diseases (COLD)"
2 ETIOLOGI
Etiologi penyakit ini belum diketahui. Penyakit ini dikaitkan dengan faktor-faktor risiko yang
terdapat pada penderita antara lain:

1. Merokok sigaret yang berlangsung lama


2. Polusi udara
3. Infeksi peru berulang
4. Umur
5. Jenis kelamin
6. Ras
7. Defisiensi alfa-1 antitripsin
8. Defisiensi anti oksidan

Pengaruh dari masing-masing faktor risiko terhadap terjadinya PPOK adalah saling memperkuat
dan faktor merokok dianggap yang paling dominan
3 PATOFISIOLOGI
Fungsi paru mengalami kemunduran dengan datangnya usia tua yang disebabkan elastisitas
jaringan paru dan dinding dada makin berkurang. Dalam usia yang lebih lanjut, kekuatan
kontraksi otot pernapasan dapat berkurang sehingga sulit bernapas.
Fungsi paru-paru menentukan konsumsi oksigen seseorang, yakni jumlah oksigen yang diikat
oleh darah dalam paru-paru untuk digunakan tubuh.Konsumsi oksigen sangat erat hubungannya
dengan arus darah ke paru-paru.Berkurangnya fungsi paru-paru juga disebabkan oleh
berkurangnya fungsi sistem respirasi seperti fungsi ventilasi paru.
Faktor-faktor risiko tersebut diatas akan mendatangkan proses inflamasi bronkus dan juga
menimbulkan kerusakan pada dinding bronkiolus terminalis. Akibat dari kerusakan akan terjadi
obstruksi bronkus kecil (bronkiolus terminalis), yang mengalami penutupan atau obstruksi awal
fase ekspirasi. Udara yang mudah masuk ke alveoli pada saat inspirasi, pada saat ekspirasi
banyak terjebak dalam alveolus dan terjadilah penumpukan udara (air trapping).
Hal inilah yang menyebabkan adanya keluhan sesak napas dengan segala akibatnya. Adanya
obstruksi pada awal ekspirasi akan menimbulkan kesulitan ekspirasi dan menimbulkan
pemanjangan fase ekspirasi. Fungsi-fungsi paru: ventilasi, distribusi gas, difusi gas, maupun
perfusi darah akan mengalami gangguan (Brannon, et al, 1993).

4 TANDA DAN GEJALA


Tanda dan gejala akan mengarah pada dua tipe pokok:

1. Mempunyai gambaran klinik dominant kearah bronchitis kronis (blue bloater).


2. Mempunyai gambaran klinik kearah emfisema (pink puffers).

Tanda dan gejalanya adalah sebagai berikut:

1. Kelemahan badan
2. Batuk
3. Sesak napas
4. Sesak napas saat aktivitas dan napas berbunyi
5. Mengi atau wheeze
6. Ekspirasi yang memanjang
7. Bentuk dada tong (Barrel Chest) pada penyakit lanjut
8. Penggunaan otot bantu pernapasan
9. Suara napas melemah
10. Kadang ditemukan pernapasan paradoksal
11. Edema kaki, asites dan jari tabuh

5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut:

1. Pemeriksaan radiologist
Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
1. Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis yang parallel,
keluar dari hilus menuju apeks paru. Bayangan tersebut adalah bayangan bronkus
yang menebal.
2. Corak paru yang bertambahPada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto
dada
3. Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary oligoemia dan bula.
Keadaan ini lebih sering terdapat pada emfisema panlobular dan pink puffer.
4. Corakan paru yang bertambah.
5. Pemeriksaan faal paru

Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR yang bertambah dan KTP
yang normal.Pada emfisema paru terdapat penurunan VEP1, KV, dan KAEM (kecepatan arum
ekspirasi maksimal) atau MEFR (maximal expiratory flow rate), kenaikan KRF dan VR,
sedangkan KTP bertambah atau normal.Keadaan diatas lebih jelas pada stadium lanjut, sedang
pada stadium dini perubahan hanya pada saluran napas kecil (small airways).Pada emfisema
kapasitas difusi menurun karena permukaan alveoli untuk difusi berkurang.
2. Analisis gas darah
Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul sianosis, terjadi
vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan eritropoesis. Hipoksia yang kronik
merangsang pembentukan eritropoetin sehingga menimbulkan polisitemia. Pada kondisi
umur 55-60 tahun polisitemia menyebabkan jantung kanan harus bekerja lebih berat dan
merupakan salah satu penyebab payah jantung kanan.
3. Pemeriksaan EKG
Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah terdapat kor
pulmonal terdapat deviasi aksis kekanan dan P pulmonal pada hantaran II, III, dan aVF.
Voltase QRS rendah Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan V6 rasio R/S kurang dari 1. Sering
terdapat RBBB inkomplet.
4. Kultur sputum, untuk mengetahui petogen penyebab infeksi.
5. Laboratorium darah lengkap

6. PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah:

1. Memeperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala tidak hanya pada fase akut, tetapi
juga fase kronik.
2. Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian.
3. Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat dideteksi lebih awal.

Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut:

1. Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghentikan merokok,


menghindari polusi udara.
2. Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.
3. Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi antimikroba tidak
perlu diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat sesuai dengan kuman penyebab
infeksi yaitu sesuai hasil uji sensitivitas atau pengobatan empirik.
4. Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Penggunaan kortikosteroid
untuk mengatasi proses inflamasi (bronkospasme) masih kontroversial.
5. Pengobatan simtomatik.
6. Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.
7. Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan dengan aliran
lambat 1 - 2 liter/menit.

Tindakan rehabilitasi yang meliputi:

1. Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran secret bronkus.


2. Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan pernapasan yang paling
efektif.
3. Latihan dengan beban oalh raga tertentu, dengan tujuan untuk memulihkan kesegaran
jasmani.
4. Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap penderita dapat kembali
mengerjakan pekerjaan semula.

7 Pathogenesis Penatalaksanaan (Medis)

1. Pencegahan : Mencegah kebiasaan merokok, infeksi, dan polusi udara


2. Terapi eksaserbasi akut di lakukan dengan :
1. Antibiotik, karena eksaserbasi akut biasanya disertai infeksi
Infeksi ini umumnya disebabkan oleh H. Influenza dan S. Pneumonia, maka
digunakan ampisilin 4 x 0.25-0.56/hari atau eritromisin 4×0.56/hari Augmentin
(amoksilin dan asam klavulanat) dapat diberikan jika kuman penyebab infeksinya
adalah H. Influenza dan B. Cacarhalis yang memproduksi B. Laktamase
Pemberiam antibiotik seperti kotrimaksasol, amoksisilin, atau doksisiklin pada
pasien yang mengalami eksaserbasi akut terbukti mempercepat penyembuhan dan
membantu mempercepat kenaikan peak flow rate. Namun hanya dalam 7-10 hari
selama periode eksaserbasi. Bila terdapat infeksi sekunder atau tanda-tanda
pneumonia, maka dianjurkan antibiotik yang kuat.
2. Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernapasan karena hiperkapnia
dan berkurangnya sensitivitas terhadap CO2
3. Fisioterapi membantu pasien untuk mengelurakan sputum dengan baik.
4. Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas, termasuk di dalamnya
golongan adrenergik b dan anti kolinergik. Pada pasien dapat diberikan
salbutamol 5 mg dan atau ipratopium bromida 250 mg diberikan tiap 6 jam
dengan nebulizer atau aminofilin 0,25 - 0,56 IV secara perlahan.
3. Terapi jangka panjang di lakukan :

1. Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisilin 4×0,25-0,5/hari


dapat menurunkan kejadian eksaserbasi akut.
2. Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran napas tiap pasien
maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan obyektif dari fungsi
faal paru.
3. Fisioterapi
2. Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik
3. Mukolitik dan ekspektoran
4. Terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami gagal napas tipe II dengan
PaO2 (7,3 Pa (55 MMHg)

Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa sendiri dan terisolasi, untuk
itu perlu kegiatan sosialisasi agar terhindar dari depresi.
8 KOMPLIKASI

1. Hipoxemia
Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang dari 55 mmHg, dengan
nilai saturasi Oksigen <85%. Pada awalnya klien akan mengalami perubahan mood,
penurunan konsentrasi dan pelupa. Pada tahap lanjut timbul cyanosis.
2. Asidosis Respiratory
Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnia). Tanda yang muncul antara
lain : nyeri kepala, fatique, lethargi, dizzines, tachipnea.
3. Infeksi Respiratory
Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus, peningkatan
rangsangan otot polos bronchial dan edema mukosa. Terbatasnya aliran udara akan
meningkatkan kerja nafas dan timbulnya dyspnea.
4. Gagal jantung
Terutama kor-pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus diobservasi
terutama pada klien dengan dyspnea berat. Komplikasi ini sering kali berhubungan
dengan bronchitis kronis, tetapi klien dengan emfisema berat juga dapat mengalami
masalah ini.
5. Cardiac Disritmia
Timbul akibat dari hipoxemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis respiratory.
6. Status Asmatikus
Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asthma bronchial. Penyakit ini
sangat berat, potensial mengancam kehidupan dan seringkali tidak berespon terhadap
therapi yang biasa diberikan. Penggunaan otot bantu pernafasan dan distensi vena leher
seringkali terlihat.
Latihan 5

Seorang laki-laki berusia 60 tahun di antarka ke klinik dengan keluhan batuk dan sesak
napas yang semakin berat sejak 2 hari terakhir. Pada anamase di dapatkan riwayat
merokok bdan diagnosa PPOK. Pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah
150/90mmHg. Nadi 90x/menit, frekuensi pernapasan 34x/menit, edema tungkai.

a. Buatah laporan pendahuluan berdasarkan diagnosa kasus di atas


b. Buatlah klasifikasi data berdasarkan kasus tersebut
c. Buatlah analisa data berdasarkan hasil klasifikasi data
d. Tentukan prioritas diagnosa keperawatan berdasarkan hasil analisa
data
e. Buatlah rencana intervensi berdasarkan prioritas diagnosa
keperawatan

Jawab

a. Lp
b. Klasifikasi data
Data subjektif
1. Pasien mengeluh batuk dan sesak napas yang semakin berat sejak 2 hari terakhir

Data objektif

1. Riwayat merokok
2. TD:150/90mmHg, Nadi: 90x/menit, pernapasan : 34x/menit, edema tungkai.
c. Analisa data

No Data Etiologi Masalah


1. DS : Lingkungan, usia dan Ketidakefektifan
Pasien batuk dan sesak jenis kelamin, infeksi, bersihan jalan
napas yang semakin enzim nafas
berat sejak 2 hari
terakhir Batuk
DO :
Riwayat merokok Obstruksi saluran
TD:150/90mmHg, pernapasan
Nadi: 90x/menit,
pernapasan : 34x/menit, Sesak (dispnea)
edema tungkai.
Perubahan frekuensi
nafas

Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas

d. Prioritas diagnosa
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan Obstruksi jalan nafas
e. Rencana intervensi

No Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional


kriteria hasil
1. Ketidakefektifan Setlah 1. Posisikan 1. Untuk
bersihan jalan dilakukan pasien untuk mengurangi
nafas tindakan memaksimal sesak pada
berhubungan keperawatan kan ventilasi klien
dengan selama 1x24 2. Auskultasi 2. Untuk
Obstruksi jalan jam suara napas, mengetahui ada
nafas diharapkan catat adanya tidaknya suara
bersihan jalan suara nafas tambahan
napas tambahan 3. Untuk
kembali 3. Monitor mengetahui
normal TTV keadaan umum
dengan 4. Monitor klien
kriteria hasil: frekuensi 4. Untuk
- Batuk dan pernapasan mengetahui
sesak cepat
napas lambatnya
berkurang jalan nafas
- TTV klien
rentang
normal
Latihan 6

Seorang anak laki-laki berusia 11 bulan dibawah orang tuanya ke RS dengan keluhan
sesak napas disertai panas dan batuk pilek. Pada pemeriksaan fisik didapatkan frekuensi
napas 56x/menit napas cuping hidung(+), retraksi interkostal (+). Perawat akan
melakukan pemasangan oksigen

a. Buatlah klasifikasi data berdasarkan kasus tersebut


b. Buatlah analisa data berdasarkan hasil klasifikasi data
c. Tentukan prioritas diagnosa keperawatan berdasarkan hasil analisa data
d. Buatlah rencana intervensi berdasarkan prioritas diagnosa keperawatan

Jawab

a. Klasifikasi data
Data subjek
1. Pasien sesak napas dan batuk pilek

Data objektif

1. RR: 56x/menit, menit napas cuping hidung(+), retraksi interkostal (+). Perawat akan
melakukan pemasangan oksigen
b. Analisa data

No Data Etiologi masalah

1 Pasien sesak napas dan batuk hiperventilasi Pola napas


pilek tidak efektif

2 RR: 56x/menit, menit napas


cuping hidung(+), retraksi
interkostal (+). Perawat akan
melakukan pemasangan oksigen

c. Pioritas diagnosa keperawatan


Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi

D Intervensi

N diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional


o kriteria hasil

1 Pola napas Setlah dilakukan 1. Kaji 1. Untuk


tidak frekuensi mengetahui
tindakan
efektif pernapasan frekuensi
berhubung keerawatan 2. Berikan dan
an dengan posisi kedalaman
1x24 jam
hiperventil semifowler pernapasan
asi diharapkan pada pasien 2. Dapat
3. Kolaborasi membantu
bersihan jalan
pemberian memaksima
napas efektif oksigen lakan
pernapasan
dengan kriteria
3. Memaksima
hasil: lkan
pernapasan
- Batuk
dan
berkuran
menurunka
g
n kerja
- Respirasi
napas
dalam
batas
normal

Anda mungkin juga menyukai