Bagikan :
Sistem pengendalian internal Perseroan mengacu pada pengelolaan risiko, kebijakan dan prosedur,
serta regulasi/peraturan perundangan yang berlaku yang digunakan dalam seluruh kegiatan operasi
Perseroan dalam rangka menyediakan informasi keuangan yang handal, pengamanan aset
Perseroan dari risiko kerugian dan kecurangan, serta kegiatan operasional yang efektif dan efisien.
Pelaksanaan sistem pengendalian internal Perseroan melibatkan semua pihak mulai dari Dewan
Komisaris, Direksi, Unit Audit Internal, seluruh jajaran monajemen, dan pihak eksternal yang
berkepentingan terhadap terlaksananya sistem pengendalian internal yang efektif.
Dewan Komisaris bertanggung jawab dalam memastikan pemantauan atas efektivitas pelaksanaan
sistem pengendalian internal oleh Direksi dan manajemen. Hal ini dilakukan melalui management
review atas pelaksanaan strategi Perseroan secara berkala termasuk pemantauan atas tindak lanjut
temuan dan rekomendasi yang disampaikan oleh regulator, audit intemal dan audit eksternal melalui
komite audit. Direksi bersama dengan manajemen melakukan review secara berkala terhadap
pelaksanaan strategi Perseroan dalam kegiatan operasional sehari-hari berdasarkan kebijakan dan
prosedur pengendalian internal menggunakan suatu management tools yang disebut sebagai
Management Control System yang menekankan pada aspek-aspek pengidentifikasion, pengukuran
dan pemantauan kinerja serta pengendalian risiko dalam mencapai target kinerja yang optimal.
Untuk menciptakan kultur pengendalian internal yang efektif, manajemen berpedoman pada
pelaksanaan dan pemantauan etika bisnis dan etika kerja serta nilai-nilai inti Perseroan yang
berpijak pada integritas di seluruh jajaran dan tingkat manajemen. Selain itu, pengelolaan dan
penempatan sumberdaya yang berkualitas sesuai dengan kompetensinya dan didukung dengan
pelatihan yang berkesinambungan sesuai bidangnya temasuk hal-hal yang berkaitan dengan Aspek
Legal, Peraturan Perusahaan, Management Quality, Standarisasi/Prosedur Keria, serta Internal
Control dan Anti Fraud Management System telah turut membantu Perseroan dalam menciptakan
kultur pengendalian yang kondusif.
Sebagai perusahaan yang memiliki jaringan yang luas, sistem manajemen yang kompleks, serta
keterkaitan dengan pihak luar yang besar dalam menjalankan bisnisnya, Perseroan memerlukan
sebuah perencanaan dan pengelolaan terhadap keseluruhan risiko yang telah terjadi maupun
diperkirakan akan terjadi melalui pengidentifikasian, analisis pengukuran, pemantauan, dan
pengendalian risiko. Melalui penerapan kebijakan Enterprise Risk Management (ERM) yang terpadu,
pengelolaan risiko tidak hanya terbatas pada risiko kredit tetapi juga pada seluruh proses yang
melekat pada fungsi fungsi yang kritikal untuk memastikan kelangsungan operasional bisnis
Perseroan yang efisien dan efektif, sistem pengambilan keputusan yang lebih baik, penempatan
sumberdaya manusia dan modal yang optimal, serta fokus pada strategi yang lebih baik.
Pelaksanaan Kebijakan ini berfokus pada Risk Control & Self Asessment, Business Continuity Plan,
Insurance Management, serta pemantauan Jenis-Jenis Resiko Perseroan dan Top Risk Report.
Jajaran direksi bertanggung jawab dalam melakukan pemantauan dan pembaruan terhadap
identifikasi dan penilaian risiko minimum 4 kali setiap tahun. Audit internal kemudian melakukan
penilaian terhadap pelaksanaan kerangka kerja manajemen resiko mulai dari proses identifikasi,
pengukuran, pemantauan dan pengendalian resiko.
Kegiatan pengendalian dilakukan untuk semua tingkatan dalam manajemen melalui proses review
kinerja operasional secara berkala oleh Direksi untuk mendeteksi permasalahan yang ada, termasuk
kelemahan pengendalian, penyimpangan operasional termasuk fraud, ataupun kesalahan dalam
pelaporan keuangan termasuk permasalahan kepatuhan terhadap regulasi/peraturan perundangan
yang berlaku.
Pengendalian terhadap sistem informasi dan aset fisik diperkuat dengan pengamanan akses
terhadap pusat penyimpanan informasi, data dan sistem aplikasi serta aset-aset fisik penting lainnya
terutama jaminan (collateral). Untuk memastikan konsistensi pelaksanaan seluruh proses
operasional berikut pengendaliannya serta ketersediaan informasi dan data saat diperlukan oleh
pihak-pihak yang berkepentingan, melalui suatu sistem dokumentasi terpadu atas seluruh proses
dan dokumen Perseroan terutama kebijakan, prosedur, sistem dan standar akuntansi serta proses
audit menurut standar internasional ISO 9001.
Untuk menunjang keefektifan sistem pengendalian internal, pemisahan fungsi dan jabatan dilakukan
untuk menghindari pemakaian wewenang dan tanggung jawab yang dapat menimbulkan berbagai
benturan kepentingan sehingga setiap jabatan dalam organisasi tidak memiliki peluang untuk
melakukan atau menyembunyikan kesalahan atau penyimpangan dalam pelaksanaan tugas sehari-
hari. Keefektifan pemisahan fungsi ini direview secara independen dan berkala oleh unit audit
internal.
Arsitektur sistem informasi dirancang bangun untuk dapat memberikan informasi terkini atas seluruh
kegiatan usaha, kondisi keuangan, serta penerapan manajemen risiko. Untuk memastikan
ketersediaan sistem informasi dari risiko kegagalan bisnis akibat bencana, telah dibuat suatu
rencana pemulihan darurat yang diuji dan direview secara berkala minimal satu tahun untuk
memastikan kelangsungannya. Ketersediaan sistem informasi juga dibuat untuk dapat membantu
proses audit agar dilakukan secara efektif dan efisien melalui penyediaan jejak audit.
Perseroan menggunakan berbagai saluran komunikasi untuk kepentingan internal dan eksternal.
Selain menyampaikan laporan tahunan, kuartalan, bulanan, dan informasi material yang wajib
diungkapkan, pengelolaan situs Perseroan dan mengeluarkan surat edaran dari manajemen,
Perseroan juga membuka kesempatan berkomunikasi secara formal maupun informal untuk para
pemangku kepentingan dapat memperoleh informasi yang relevan tentang bisnis Perseroan sesuai
ketentuan perundangan yang berlaku.
Bagi Perseroan, komunikasi dengan karyawan akan menciptakan organisasi yang berjalan dengan
baik. Untuk itu, saluran komunikasi yang efektif dengan karyawan dibangun manajemen untuk
memastikan tujuan, strategi dan ekspektasi Perseroan tersampaikan dengan baik dan utuh ke
seluruh karyawan lintas departemen dan sekaligus memastikan bahwa karyawan telah memahami
dan mematuhi kebijakan dan prosedur serta nilai-nilai dan kode etik Perseroan. Berbagai sarana
penyaluran informasi digunakan bagi manajemen untuk menyampaikan informasi sekaligus
memahami hal-hal yang menjadi perhatian karyawan. Untuk hal tersebut di atas, dibentuk saluran
informasi melalui forum-forum seperti Rapat Pimpinan, Genba, Mid Year & Annual Review, training
berkala, dan media sosialisasi lainnya.
8. Risiko Carry Trade
Risiko carry trade adalah bentuk perilaku investor dalam melakukan investasi dengan cara
meminjam dana dari suatu Negara dan yang memiliki tingkat suku bunga yang rendah dan
selanjutnya membawa dana tersebut untuk diinvestasikan atau ditanamkan pada Negara yang
memiliki tingkat suku bunga tinggi, dengan harapan akan memperoleh selisih keuntungan di
sana.
Persoalannya adalah jika suku bunga kembali ke posisi normal atau rendah maka dana
yang berasal dari carry trade tersebut akan ditarik kembali untukdi bawah ke tempat asalnya.
Kasus carry trade ini hamper memiliki kesamaan dengan hot money (arus dana asing jangka
pendek).
Pengaruh yang terjadi pada moneter suatu Negara yang masih menerapkan suku bunga
tinggi adalah dimana bank sentral Negara tersebut mencoba terus mempertahankan kondisi suku
bunga tinggi, dengan maksud agar surplus transaksi terus terjaga. Ini sebagaimana dikatakan oleh
M. Fajar Marta bahwa
“ Salah satu cara yang dilakukan BI dalam menjaga surplus transaksi portofolio adalah
mempertahankan rezim suku bunga. Buktinya, suku bunga acuan (BI rate) yang kini 6,5 persen
merupakan yang tertinggi dikawasan asia di bandingkan dengan Thailand yang 1,75 persen dan
Malaysia yang 2 persen. Tingginya BI rate pada akhirnya mengerek suku bunga berbagai
instrument di pasar keuangan domestik. Imbal hasil surat utang Negara (SUN) tenor 10 tahun,
misalnya, mencapai sekitar 13 persen. BI enggan menurunkan BI rate lebih jauh meskipun inflasi
2009 hanya 2,78 persen. Kebijakan ini akhirnya menjadi boomerang bagi BI sendiri. Likuiditas
di pasar keuangan yang melimpah tanpa disertai aktivitas sector riil yang seimbang akhirnya
memaksa BI untuk menyerap kembali likuiditas tersebut dengan menerbitkan Sertifikat Bank
Indonesia (SBI). Alhasil, SBI menumpuk mencapai Rp. 270 triliun dengan porsi asing terus
membesar. Ongkos yang harus dikeluarkan pun membengkak mencapai lebih dari Rp. 18 triliun
dengan porsi asing terus membesar. Ongkos yang harus dikeluarkan pun membengkak mencapai
lebih dari Rp. 18 triliun pada 2009. Tak hanya biaya moneter yang membengkak. Lebih parah
lagi, strategi BI untuk sebenarnya kontraproduktif bagi perkembangan sector riil yang
seharusnya menjadi basis pertumbuhan ekonomi berkualitas.
Investasi yang harus dikedepankan untuk saat ini di Indonesia adalah sector riil. Sector riil
masih di anggap memiliki peran penting dalam mendorong tumbuh dan berkembangnya sector
bisnis lain. Dimana salah satu hambatan perkembangan bisnis ini adalah tidak tersedianya sarana
dan prasarana yang memadai seperti jalan, jembatan, dermaga atau pelabuhan, terminal
angkutan, listrik, telepon, rumah sakit, sekolah dan lain-lain, yang sampai saat ini belum begitu
merata. Ketidakmerataan itu terlihat di Kawasan Timur Indonesia (KTI) seperti di provinsi
papua. Masih banyak masyarakat yang belum menikmati suksesnya pembanguan, padahal di
sana banyak potensi yang bisa digarap dan didayagunakan, seperti pembukaan bisnis
perkebunan, pertanian, kelautan, dan sebagainya.
Sehingga apa yang dikemukakan oleh M. Fajar Marta dengan berbagai alasan
pemikirannya tidak akan terjadi. Memang sebaiknya yang utama yang harus dilakukan oleh
pemerintah adalah mendukung real investment. Karena real investment mampu membuka
lapangan pekerjaan serta menekan angka pengangguran juga menaikkan income perkapita
masyarakat yang terlihat di sana.
9. Faktor yang menyebabkan perubahan pada suku bunga domestik
Ada 3 faktor yang mampu memberi pengaruh pada suku bunga domestik suatu Negara,
yaitu :
a. Kondisi ekonomi global
b. Stabilitas ekonomi dalam negeri
c. Stabilitas sosial dan politik dalam dan luar negeri.
Bila ketiga hal ini terjadi terus dan tidak mendapat penanganan yang serius terutama dari
lembaga yang berwenang khususnya Bank Sentral yaitu Bank Indonesia maka diperkirakan
secara jangka panjang akan memberi efek pada stabilitas suku bunga. Kondisi stabilitas suku
bunga yang bersifat tidak stabil yaitu berubah dari yang diharapkan oleh banyak pihak
khususnya para pelaku ekonomi seperti pebisnis (baik kelas atas, menengah, dan bawah) akan
berujung kepada penurunan pendapatan yang akan diperoleh.
Tabel Perkembangan Suku Bunga Acuan Bank Indonesia (BI Rate)
Waktu BI Rate (persen)
Juli 2006 12,25
Januari 2007 9,50
Januari 2008 8,00
Namun sebaliknya jika suku bunga cenderung stabil dan berada pada kondisi yang di
harapkan maka artinya risiko yang akan diterima adalah lebih kecil dari yang diperkirakan.
Kecilnya risiko menyebabkan pihak pelaku bisnis cenderung akan mampu memperbesar profit
secara sistematis. Pada tabel di atas dapat kita lihat bagaimana setiap tahun BI rate terus saja
mengalami penurunan yaitu dari 12,25% (Juli 2006), kemudian 9,50% (Januari 2007), dan
8,00% (Januari 2008). Kondisi penurunan bunga seperti ini dapat di anggap sebagai penurunan
bunga yang bersifat stabil dan sistematis.
Contoh Kasus
PT. perikanan samudra india adalah sebuah perusahaan yang bergerak di bidang perikanan
laut yang berkedudukan di Tangerang membutuhkan tambahan finansial untuk membangun dan
mengembangkan perusahaan secara lebih maju, seperti membuka pabrik baru menambah
karyawan baru yang lebih terampil. Selama ini kemajuan perusahaan telah menunjukkan hasil
yang berarti, yaitu terlihat dari laporan keuangan (financial statement) yang di sampaikan oleh
pihak manajemen perusahaan kepada public dan komisaris perusahaan khususnya. Wilayah
penjualan perusahaan bukan hanya di dalam negeri saja namun juga sudah menerima pesanan
dari konsumen luar negeri seperti Malaysia, Singapura, Hongkong, Korea Selatan, dan Jepang.
Kebutuhan dana yang direkomendasikan oleh pihak komisaris perusahaan sebaliknya dari
pinjaman perbankan, dengan alasan urusannya di anggap jauh lebih mudah dan sederhana jika
dibandingkan dengan menerbitkan saham, serta biaya yang dikeluarkan juga tidak begitu besar,
seperti menerbitkan saham yang harus mencetak kertas saham dan membuat pertemuan dengan
para pemegang saham. Sementara jika meminjam dari Bank hanya cukup dengan memiliki
agunan yang sesuai dengan jumlah pinjaman saja.
Keputusan dan rekomendasi yang di usulkan oleh pihak komisaris perusahaan tersebut
menjadi bahan kajian bagi pihak manajemen perusahaan khususnya manajer perusahaan. Bagi
pihak manajer perusahaan ada beberapa alasan yang dilihat dalam rangka persoalan dana yang
berasal dari pinjaman tersebut, yaitu :
1. Pinjaman perbankan bersifat perhitungan bunga efektif, yaitu flat hanya satu tahun dan
selanjutnya berdasarkan kondisi realita pasar.
Dalam artian naik dan turunnya tergantung pada kondisi ekonomi mikro dan makro di pasaran,
yaitu jika ekonomi stabil maka suku bunga juga stabil namun jika ekonomi tidak stabil maka
suku bunga juga tidak akan stabil.
2. Selama ini para konsumen yang membeli produk perikanan pada PT.Perikanan Samudra India
banyak yang membeli secara tidak tunai atau kredit, yaitu membayarnya secara bertahap.
Sehingga penerimaan penjualan perusahaan adalah bersifat bertahap.
3. Selama ini perusahaan juga sudah memiliki utang dalam bentuk valuta asing kepada para
rekanan bisnis, dan sistim pembayarannya juga di bayar tidak secara tunai. Sehingga karena
faktor pembayaran tidak dilakukan dengan tunai maka jarak pembayaran tersebut
memungkinkan timbulnya kondisi fluktuatif dalam bentuk valas yang otomatis bisa saja
memberatkan perusahaan PT. Perikanan Samudra India. Apalagi jika selama ini penetapan
pembayaran cicilan pinjaman di tetapkan dengan system bunga mengambang yang memiliki
kemungkinan besar untuk terpengaruh oleh valas.
Atas dasar alasan seperti itu maka berikanlah solusi pemecahan dan rekomendasi
terhadap apa yang harus dilakukan oleh manajer keuangan perusahaan PT.Perikanan Samudra
India.
A. Definisi Risiko Pasar
Risiko pasar muncul karena harga pasar bergerak dalam arah yang merugikan
organisasi.Misal, suatu perusahaan mempunyai portofolio sekuritas saham yang dibeli
dengan harga Rp 1 miliar.Misalkan harga saham jatuh,
sehingga nilai pasar saham tersebut turun menjadi Rp 800 juta.Perusahaan tersebut mengalami
kerugian karena nilai portofolio sahamnya turun sebesar Rp 200 juta.Kerugian tersebut
disebabkan karena harga saham bergerak kearah yang kurang menguntungkan (dalam hal ini
turun).
Risiko pasar merupakan kondisi yang dialami oleh suatu perusahaan yang
disebabkan oleh perubahan kondisi dan situasi pasar di luar dari kendali
perusahaan.Risiko pasar sering disebut juga sebagai risio yang menyeluruh, karena
sifat umumnya adalah bersifat menyeluruh dan di alami oleh seluruh perusahaan.
Contohnya krisis ekonomi dunia tahun 1930-an, krisis ekonomi Indonesia 1997 dan
1998, coupd’tat yang terjadi di Filipina pada saat presiden Marcos di ambil alih oleh
kekuatan People Power hingga Corazon Aquino menjadi presiden, Amerika Serikat
pada kasus Subrime Mortgage 2007, Thailand pada saat Bank Sentral Thailand
melakukan devaluasi Bath yang menyebabkan terjadinya kegoncangan pada ekonomi
Thailand secara keseluruhan, perang Teluk yang menyebabkan beberapa Negara di
kawasan Timur Tengah seperti Irak dan Kuwait mengalami kegoncangan ekonomi, dan
berbagai kasus yang menyeluruh lainnya.
1. BENTUK – BENTUK RISIKO PASAR
Risiko pasar secara umum ada 2 (dua) bentuk yaitu :
a. General market risk (risiko pasar secara umum)
General market risk ini di alami oleh seluruh perusahaan yang disebabkan oleh suatu
kebijakan yang dilakukan oleh lembaga terkait yang mana kebijakan tersebut mampu
memberi pengaruh bagi seluruh sektor bisnis.Contohnya pada saat bank sentral suatu
Negara melakukan kebijakan tight money policy (kebijakan uang ketat) dengan
berbagai instrumennya seperti menaikkan suku bunga BI rate. Dimana kebijakan
menaikkan BI rate ini akan membawa pengaruh secaramenyeluruh pada seluruh sektor
bisnis yang berhubungan dengan interest rate related instrument (berbagai instrument
yang berhubungan dengan suku bunga). Bahwa salah satu pihak yang saling urgen
dianggap langsung berhubungan dekat dengan interest rate related instrument adalah
perbankan.
Dengan begitu mereka mengambil kredit dan mendepositokan sejumlah uangnya ke
bank. Contoh pada saat BI rate dinaikkan maka suku bunga kredit diperbankan akan
mengikuti kondisi tersebut yaitu turut menaikkan suku bunga kredit, terutama jika
perbankan tersebut menerapkan perhitungan bunga secara sliding rate. Perhitungan
berupa kredit secara sliding rate adalah hitungan pada pembebanan bunga terhadap
nilai pokok pinjaman akan mengalami penurunan dari setiap bulan ke bulan berikutnya,
yang mana ini disesuaikan dengan menurunnya besar nilai dari pokok pinjaman
sebagai efek dari adanya pembayaran cicilan pokok pinjaman yang dilakukan oleh
seorang debitur.
Indonesia pernah mengalamidau sistem kurs yang berbeda.Sebelum krisis pada tahun
1997, Indonesia menggunakan sistem kurs tetap.Perubahan kurs dilakukan secara
resmi oleh pemerintah.Biasanya pemerintah mendevaluasikan rupiah tehadap dolar.
Sebagi contoh, kurs sebelumnya misalkan Rp 2.500/$. Kemudian pemerintah
mendevaluasikan rupiah terhadap dolar menjadi, misal, Rp 3.000/$. Perhatikan nilai
rupiah menjadi turun (lebih murah) terhadap dolar.Pemerintah mengumumkan secara
resmi keputusan tersebut.
Pada periode sesudah pertengahan tahun 1997, pemerintah Indonesia memutuskan
untuk mengambangkan nilai kurs rupiah.Dalam situasi tersebut, nilai rupiah bergerak
naik atau turun tergantung mekanisme pasar. Sebagai contoh, jika perusahaan
membutuhkan dolar untuk melunasi hutang dalam dolar, permintaan terhadap dolar
akan meningkat, yang menyebabkan naiknya nilai dolar tehadap rupiah ( atau turunnya
rupiah terhadap dolar). Pada waktu terjadi bom, rupiah jatuh nilainya terhadap
dolar.Dalam kedua contoh tersebut, Rupiah mengalami depresiasi tehadap dolar AS.
Dalam situasi sebaliknya, rupiah bisa menguat tehadap dolar (apresiasi), misal dari Rp
10.000/dolar menjadi Rp 9.000/$. Perubahan tesebut ditentukan oleh mekanisme
pasar, bukannya oleh pemerintah.Bank Sentral bisa saja melakukan intervensi jika
mereka menginginkan kurs yang tertentu.Tetapi intervensi tersebut biasanya dilakukan
untuk melakukan mekanisme pasar.
Faktor-faktor yang Menyebabkan Perubahan Kurs
1. Perbedaan Inflasi
Inflasi suatu Negara yang lebih tinggi dibandingkan dengan Negara lainnya
menyebabkan kurs mata uang Negara tersebut melemah.
2. Perbedaan Tingkat Bunga
Tingkat bunga bisa dibedakan menjadi tingkat bunga nominal dan tingkat bunga
riil.Tingkat bunga nominal adalah tingkat bunga yang bisa diobservasi.Tingkat bunga
nominal bisa diketahui setelah kita memperoleh informasi dari pemerintah.Tetapi tingkat
bunga riil tidak bisa diobservasi secara langsung.Tingkat bunga riil berpengaruh positif
terhadap nilai mata uang. Dengan kata lain, Negara mempunyai tingkat bunga riil, maka
mata uang Negara tersebut cenderung menguat. Alasannya adalah, uang akan
mengalir ke Negara dengan tingkat keuntungan yang lebih tinggi.
3. Indepedensi Bank Sentral
Yang dimaksud indepedensi disini adalah kemampuan bertahan dari tekanan
(biasanya) pemerintah sedang berkuasa. Negara yang bank sentral kurang independen
akan gampang ditekan untuk mencetak uang lebih banyak, yang mendorong tingkat
inflasi dan menurunkan nilai mata uang Negara tersebut.
4. Pertumbuhan Ekonomi
Negara yang mempunyai pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan menarik banyak
investor. Banayak investor yang ingin masuk, yang menyebabkan naiknya permintaan
terhadap mata uang Negara tersebut.
5. Espektasi
Mata uang bisa dilihat dari sekuritas, sehingga bisa digunakan sebagi alat investasi.
Jika investor memperkirakan perusahaan tertentu akan mempunyai prospek yang baik,
maka saham perusahaan tersebut akan meningkat, meskipun saat ini perusahaan
tersebut tidak atau belum mengalami perubahan yang signifikan. Tetapi karena investor
cenderung mengantisipasi, maka investor akan membeli tanpa menunggu kenyataan
yang terjadi di lapangan. Investor harus bertindak cepat atas informasi yang
diperolehnya, jika tidak, maka ia akan kehilangan kesempatan untuk memperoleh
keuntungan.
Eksposur Terhadap Perubahan Kurs
a. Eksposur Transaksi
Eksposur transaksi adalah eksposur yang terjadi karena perusahaan memasuki kontrak
tertentu, yang kemudian memunculkan sejumlah nilai uang yang rentan terhadap
perubahan kurs.
b. Eksposur Akuntansi
Eksposur akuntansi terjadi karena laporan keuangan dengan mata uang tertentu,
kemudian dikonversikanke laporan keuangan dengan mata uang lain, rentan
(terekspos) terhadap perubahan kurs.
c. Eksposur Operasi
Eksposur operasi adalah operasi perusahaan yang rentan (terekspos) terhadap
perubahn kurs.
d. Eksposur Ekonomi
Eksposur operasi digabung dengan eksposur transaksi menjadi eksposur
ekonomi.Eksposur operasi adalah nilai perusahaan yang rentan terhadap perubahan
kurs.
http://resikopasar.blogspot.com/2012/06/resiko-pasar.html
Contoh
Bank A memberikan kredit perumahan kepada debitur perorangan. Saat memberikan kredit tersebut,
bank memiliki risiko bahwa sebagian – atau seluruh – debitur perorangan tersebut akan gagal
membayar bunga ataupun pokok kredit yang diterimanya.
Risiko kredit timbul dari adanya kemungkinan bahwa kredit yang diberikan oleh bank, atau obligasi
yang dibeli, tidak dapat dibayarkan kembali. Risiko kredit juga timbul dari tidak dipenuhinya berbagai
bentuk kewajiban pihak lain kepada bank, seperti kegagalan memenuhi kewajiban pembayaran dalam
kontrak derivatif.
Untuk sebagian bank, risiko kredit merupakan risiko terbesar yang dihadapi. Pada umumnya, marjin
yang diperhitungkan untuk mengantisipasi risiko kredit hanyalah merupakan bagian kecil dari total
kredit yang diberikan bank dan oleh karenanya kerugian pada kredit dapat menghancurkan modal
bank dalam waktu singkat.
Contoh
Barclays Bank
Pada bulan Maret 1993 Barclays Bank di Inggris mengumumkan kerugian sebesar GBP 244 juta untuk
tahun 1992, walaupun telah membentuk provisi sebesar GBP 2,5 miliar untuk kredit macet (bad debt)
dan kredit yang diragukan (doubtful debt) pada tahun berjalan. Termasuk dalam jumlah provisi
tersebut adalah pembentukan provisi tertinggi dalam sejarah sebesar GBP 240 juta untuk pemberian
kredit sebesar GBP 422 juta kepada IMRY, sebuah perusahaan pengembang properti. Besarnya
kerugian ini berawal dari kejatuhan harga properti di Inggris pada awal tahun 1990-an.
Bank menggunakan sejumlah teknik dan kebijakan dalam mengelola risiko kredit untuk
meminimalkan kemungkinan terjadinya atau dampak dari kerugian kredit (dikenal dengan mitigasi
risiko kredit). Teknik dan kebijakan tersebut adalah:
sekuritisasi
agunan
Untuk meningkatkan pemahaman pembaca mengenai risiko kredit, berbagai metode di atas dijelaskan
di bawah ini.
Lembaga pemeringkat kredit seperti Moody’s Investors Service dan Standard & Poor’s menggunakan
model pemeringkatan untuk menghasilkan berbagai peringkat yang sensitif terhadap risiko (peringkat
kredit). Peringkat kredit ini digunakan untuk menetapkan risiko kredit obligasi.
Contoh
Model pemeringkatan faktor tunggal
Bank A memberikan kredit perumahan kepada debiturnya. Untuk minimalkan risiko kredit, bank
membuat sebuah model pemeringkatan yang sederhana. Dalam kasus ini Bank A mengelompokkan
kredit tersebut berdasarkan prosentase kredit yang diberikan kepada debitur terhadap nilai properti
saat ini. Bank kemudian menghitung probabilitas potensi kerugian dari setiap kelompok kredit dan
menyesuaikan kebijakan pricing-nya agar terdapat keseimbangan dalam portofolio kredit bank.
Ekspektasi bank dalam hal ini adalah bahwa potensi kerugian atas pemberian kredit sebesar 50% dari
nilai properti saat ini jauh lebih kecil dibandingkan dengan potensi kerugian dari pemberian kredit
sebesar 100% dari nilai properti. Selanjutnya bank akan berupaya menyesuaikan pricing kredit yang
diberikan dalam rangka mengoptimalkan pengembalian (return) atas risiko yang dihadapi.
Basel II secara spesifik membahas model pemeringkatan sebagai bagian dari kerangka kerja risiko
kredit.
Sekuritisasi
Basel II mempersyaratkan bank untuk memperkirakan dampak gejolak ekonomi dan memastikan
bahwa kegiatan usahanya telah didukung dengan permodalan yang memadai untuk mengantisipasi
dampak gejolak ekonomi tersebut. Selain mengalokasikan modal pada tingkat yang mencukupi, bank
juga melakukan tindakan-tindakan lain untuk melindungi kegiatan usahanya. Salah satu teknik yang
digunakan bank untuk melindungi dirinya dari gejolak ekonomi adalah dengan mengemas dan
menjual sebagian portofolio kreditnya kepada investor dalam bentuk surat berharga. Teknik ini
dikenal sebagai sekuritisasi.
Sekuritisasi memungkinkan bank untuk mengurangi potensi eksposur yang tinggi pada suatu jenis
kredit tertentu yang menurut skenario bank menunjukkan tingkat risiko atau konsentrasi risiko yang
paling tinggi. Sekuritisasi memungkinkan bank menggunakan dana yang dihasilkan dari penjualan
aktiva dan menginvestasikannya pada aktiva lain yang dianggap memiliki risiko lebih rendah.
Peran agunan
Agunan (collateral) didefinisikan sebagai aktiva yang diperjanjikan oleh debitur untuk mendapatkan
kredit dan dapat diambil alih dalam hal terjadi default. Agunan memiliki peranan penting dalam
kebijakan pemberian kredit yang diterapkan bank. Agunan dapat memiliki bentuk yang beragam.
Bantuk agunan yang paling mudah dikenali dan paling aman adalah uang tunai, sementara bentuk
yang paling umum adalah properti hunian (residential property).
Contoh
Bank A memberikan kredit kepada seorang debitur untuk membeli sebuah rumah dan, sebagai
jaminan, bank diberikan hak untuk mengambil alih kepemilikan rumah tersebut jika pembayaran
kembali kredit tidak dilakukan sesuai jadwal. Dalam contoh ini, rumah di atas menjadi agunan atas
kredit perumahan yang diberikan bank.
Bank perlu memastikan bahwa agunan yang diterima benar-benar dapat digunakan untuk memitigasi
risiko saat debitur mengalami default. Bentguk agunan yang diserahkan seringkali bersifat spesifik
sesuai dengan kegiatan usaha yang dibiayai. Jika kegiatan usaha tersebut secara umum tidak
menguntungkan, maka aktiva debitur yang bersangkutan akan dinilai rendah. Dalam hal ini bank
harus memastikan bahwa agunan tetap memiliki nilai yang cukup dalam hal terjadi default.
Contoh
Bank A memberikan kredit kepada sebuah pabrik mobil dan menerima hak untuk mengambil alih
kepemilikkan pabrik dan peralatannya dalam hal terjadi default. Karena kurangnya penjualan, pabrik
mobil tersebut gulung tikar dan tidak dapat membayar kembali kreditnya. Bank A mengambil alih
kepemilikan pabrik dan peralatannya. Namun demikian karena kondisi umum industri mobil sedang
mengalami penurunan, peralatan tersebut memiliki nilai jual kembali yang rendah. Dalam hal ini, nilai
agunan jauh lebih kecil dari kredit yang masih harus dibayar sehingga Bank A menderita kerugian
yang cukup besar.
Basel I sangat membatasi jenis agunan yang dapat diakui. Namun demikian jenis agunan yang diakui
dalam Basel II lebih beragam, khususnya pada pendekatan Internal Ratings-Based (IRB) dalam risiko
kredit. (Pendekatan Internal Ratings-Based dalam risiko kredit akan dibahas secara lebih rinci pada
tingkatan sertifikasi berikutnya.)
Beberapa model kredit memberikan perhatian khusus terhadap arus kas perusahaan dan perorangan
yang tercermin dalam rekening bank mereka.
Manajemen pemulihan
Manajemen yang efisien terhadap suatu kredit yang mengalami default dapat menghasilkan
pemulihan (recovery) yang cukup besar dibandingkan tingkat kerugian semula. Oleh karena itu,
sebagian bank menciptakan unit kerja yang secara khusus ditugasi untuk menangani pemulihan kredit
macet sebagai bagian dari proses manajemen risiko kredit yang berkualitas tinggi.
Loss given default (LGD) adalah perkiraan kerugian yang akan diderita oleh bank sebagai akibat
terjadinya default. Penetapan LGD dan pengelolaannya secara bersama-sama berperan dalam
pendekatan Internal Rating-Based untuk menghitung modal berdasarkan risiko kredit. Nilai LGD dalam
pendekatan Advanced IRB secara langsung dipengaruhi oleh estimasi bank mengenai jumlah yang
dapat dipulihkan dari suatu kredit yang mengalami default.
https://ircboy.wordpress.com/2011/06/25/risiko-kredit-credit-risk/
A. Pendahuluan
Aktivitas on balance sheet merupakan salah satu hal yang kita sadari karena asset dan
kewajiban nya dipublikasikan oleh institusi keuangan. Sebagai contoh, yang merupakan aktivitas
on balance sheet diantaranya ialah deposito bank, kepemilikan obligasi, dan pinjaman.
Sedangkan aktivitas off balance sheet merupakan aktivitas yang seringkali tidak terlihat, tapi
sangat penting informasinya bagi para investor dan regulator. Dalam aturan akuntansi, aktivitas
off balance sheet dicatat pada bagian bawah garis atau sering dicatat sebagai footnote. Dalam
aturan ekonomi, akun off balance sheet tetap mempengaruhi masa depan institusi keuangan
bersangkutan, yaitu mengenai profitabilitas dan solvabilitasnya.
Terdapat dua tipe dasar dari aktivitas off balance sheet, yaitu : credit
substitute (pergantian kredit) dan derivative. Tipe pertama termasuk aktivitas penawaran kredit
bagi nasabah dimana institusi keuangan bersedia untuk melakukan pembayaran terlebih dahulu
jika terjadi suatu aktivitas ekonomi yang dilakukan sepertiletter of credit (L/C), garansi, dan
sesuatu yang masih berada dalam batas kredit yang telah disepakati dan dipercayai oleh lembaga
keuangan. Tipe kedua melibatkan penjualan dan pembelian sekuritas derivatif.
Saat ini, dalam persaingan yang tinggi, lembaga keuangan banyak menggunakan
aktivitas off balance sheet untuk mendapatkan pendapatan tambahan bagi mereka . Hingga saat
ini, aktivitas off balance sheet dapat menyebabkan risiko eksposur hingga $ 7 milyar bagi enam
bank di Canada, hal ini enam kali lebih besar dibandingkan oleh risiko aktivitas on balance
sheet. Untuk itu diperlukanlah manajemen risiko bagi aktivitas off balance sheet.
Aset dan kewajiban pada akun off balance sheet berpotensial untuk menimbulkan aliran
kas positif dan negatif. Banyak aktivitas off balance sheet yang dapat menambah akun asset
maupun kewajiban. Jika akun tersebut telah terjadi maka akan secara otomatis masuk ke dalam
debit dan kredit dalam catatan laporan keuangan.
1. Banker’s Acceptance dan Garansi
Merupakan sekuritas yang diperdagangkan di pasar uang dan dikeluarkan oleh sebuah
perusahaan dengan garansi yang diberikan oleh bank. BA banyak dikeluarkan oleh perusahaan-
perusahaan peminjam yang membutuhkan pendanaa. Bagi bank, BA merupakan suatu
pertimbangan pergantian kredit. Sebagai garansi, berarti ialah bank berjanji untuk
membayarakan sejumlah dan tertentu ketika terjadi suatu aktivitas ekonomi yang digaransikan
dari perusahaan yang mengeluarkan BA. Hal ini menjadi kewajiban off balance sheet . Jika
terjadi aktivitas yang digaransikan, maka nasabah yang terlibat akan berhutang kepada bank
sejumlah yang sama dengan yang dibayarkan oleh bank. Secara teoritis, akun pergantian kredit
yang merupakan off balance sheetdapat dicatat dalam laporan keuangan ketika aktivitas tersebut
telah terjadi. Hal tersebut selalu ditempatkan ke dalam sisi off balance sheet dikarenakan
aktivitas tersebut belum terjadi, waktu, serta penting atau tidaknya kejadian itu yang tidak
diketahui secara cukup.
2. Call Option
Untuk mengetahui delta dari opsi kita membutuhkan model black-scholes atau model
binomial. Nilai delta dari opsi bervariasi antara 0 < d < 1.
1. PENGGANTI KREDIT
Pengganti kredit sangat penting bagi bank dalam beberapa tahun terakhir. Oleh karena
itu, tidak mengherankan jika saat ini rasio pertumbuhan kredit tidak jauh berbeda dengan rasio
pertumbuhan asset bank. Ketika nasabah mencari kredit dari pihak ketiga dan pihak ketiga tidak
menerima kredit pelanggan, pengganti kredit dapat memecahkan masalah pelanggan. Terdapat
bebrapa macam pergantian kredit, diantaranya :
Merupakan instumen dengan fasilitas perdagangan dengan pengalihan risiko kredit dari
pembeli barang dan jasa dari penjual ke lembaga keuangan. Jika seorang pembeli dari suatu
produk atau jasa melakukan kontrak dengan penjual, penjual menghadapi risiko bahwa pembeli
akan mengingkari kontrak. Penjual dapat dibiarkan dengan kelebihan persediaan atau terjadinya
piutang yang tak tertagih. Jika pembeli berasal dari sebuah provinsi atau negara yang berbeda
dari penjual, penjual mungkin memutuskan hanya untuk menerima kerugian. Dengan demikian
harus dilakukan L/C yaitu jaminan independen pembayaran terhadap pengiriman yang
berlandaskan hukum.
Hubungan antara eksportir dan importir ialah ketentuan pembelian barang dan jasa dari
importir ke eksportir dengan letter of credit. Persetujuan kredit antara bank dengan importir
menjadi terhubung dalam pemberian fasilitas L/C oleh bank. Fasilitas ini memberi kesempatan
bagi importir untuk membuka L/C di bank yang bersangkutan. L/C tersebut merupakan usaha
bank untuk melakukan pembayaran jika serangkaian tertentu dokumen yang tercantum dalam
L/C dikirim ke bank. Dokumen, yang mencakup tagihan dalam draft (yaitu, permintaan
pembayaran eksportir) memiliki kekuatan hukum. Setelah eksportir menerima L/C dari bank,
maka eksportir akan memproses pengiriman barang atau jasa dan dia hanya menghadapi risiko
kredit dari bank, bukan importir. Bank dan eskportir akan memeriksa dengan hati-hati daftar
dokumen yang membuktikan pengiriman L/C dan memastikan bahwa ada kecocokan dari
ketentuan-ketentuan kontrak yang disepakati. Setelah eksportir menyelesaikan pengiriman
sebagaimana ditentukan dalam L/C kemudian ia memberi bukti pengiriman dan menjadi bukti
fisik dari dokumen yang diambil bank dari eksportir untuk melakukan pembayaran.
b. Commitments to Lend
mmitment fee = days/365 x pinjaman yang disetujui x tingkat komitmen fee + days/365 x sisa pinjaman x tingkat
komitmen fee.
Contoh : jika pinjaman yang disetuji sebesar $10 juta dan hanya digunakan $8 juta dalam
waktu 11 hari dengan tingkat komitmen fee 0,25%dalam jangka waktu 30 hari, maka
t : Expected (average) drawdown rate (0 < t < 1) on the loan commitment 75%
0.75 - [(0.10)(0.75)(0.9)]
1 + k = 1 + 0.106875
0.682500
1.1566 = 15.66%
Jika peserta pasar modal menjual sekuritas jangka pendek, ia harus meminjam sekuritas
yang identik untuk menyelesaikan penjualan. Aktivitas short-sellingmenciptakan pasar yang
besar untuk sekuritas pinjaman, pasar dengan persediaan substansial efek bisa menguntungkan.
Jika bank memiliki keamanan meminjamkan, ada penurunan portofolio keamanan dan
peningkatan dalam rekening baru yang disebut "efek dipinjamkan." Jika, seperti yang sering
terjadi, bank tidak memiliki keamanan, tetapi hanya memegang keamanan bagi perusahaan
nasabah. Pinjaman bank menanggung risiko kredit bahwa peminjam akan default pada pinjaman
dan tidak kembali keamanan ditambah dividen, bunga dan manfaat lain yang diterima selama
periode pada saat jatuh tempo dan bank harus menggantikan sekuritas dalam portofolio
nasabahnya. Sekuritas yang berkualitas tinggi bernilai setidaknya 105 persen dari nilai surat
berharga yang dipinjamkan.
2. INSTRUMEN DERIVATIF
Berbeda dengan risiko kredit pengganti kredit dibahas sebelumnya, risiko kredit derivatif
hanya memperhitungkan sebagian kecil dari jumlah pokoknya. Hal ini karena instrumen
derivatif bukanlah seperti di peminjaman maupun perjanjian seperti L/C atau jalur kredit. Arus
kas masa depan terkait dengan derivatif hanya dihitung sehubungan dengan jumlah pokok. Tak
satu pun dari pihak yang terkait dengan instrumen derivatif adalah pemberi pinjaman dana.
Dalam kasus forwards, futures, dan swap, nilai sekarang dari instrumen derivatif ketika
memesan adalah nol (mengabaikan biaya). Saat ini nilai arus kas diharapkan akan dibayar oleh
bank akan dibatalkan dan nilai kini arus kas diharapkan akan dibayar oleh nasabah. Risiko jauh
lebih serius untuk kontrak forward dari kontrak berjangka. Alasannya adalah bahwa kontrak
forward adalah kontrak tidak standar antara dua pihak dengan negosiasi pihak seperti dua bank,
dan semua arus kas yang harus dibayarkan pada satu waktu (pada saat jatuh tempo kontrak).
Dengan demikian, pada dasarnya OTC pengaturan perdagangan tanpa jaminan eksternal jika
default terjadi oleh salah satu pihak pada kontrak. Sebaliknya, kontrak berjangka adalah standar
kontrak dijamin oleh bursa terorganisir sepertiMontreal Exchange. Kontrak berjangka, seperti
kontrak forward, membuat komitmen tentang pengiriman valuta asing (atau beberapa aset
lainnya) pada beberapa waktu.
Sangat sering, bank, terutama investasi lainnya bank masuk ke dalam komitmen untuk
membeli dan menjual sekuritas sebelum diselesaikan. Perjanjian Off balance sheet dapat
memberikan bank risiko suku bunga masa depan. Sebagai contoh, sebelum pengumuman hasil
lelang T-bill, bank dapat menggunakan pasar , untuk lindung nilai atau berspekulasi (mengambil
posisi). Dealer utama pasar T-bill mungkin mengantisipasi bahwa mereka perlu untuk menjual
sekuritas yang mereka inginkan di pasar tunai. Mereka mengambil posisi long di pasar. Dealer
aktif di pasar uang juga dapat mencari dan memanfaatkan peluang arbitrase sementara.
D. Pinjaman Terjual
Dalam bertindak sebagai pencetus pinjaman dan penjual kredit, bank beroperasi
sebagai broker pinjaman daripada transformer aset tradisional. Ketika pihak luar membeli
pinjaman dan tidak ada jalan lain untuk penjual pinjaman. Jika akhirnya memburuk, penjualan
kredit tidak memiliki off-balance-sheet kewajiban untuk bank. Secara khusus, tidak ada jalan
berarti bahwa jika pinjaman dijual oleh bank tidaklah buruk,pembeli harus menanggung risiko
penuh rugi. Secara khusus, pembeli tidak dapat menempatkan kredit macet kembali ke penjual
atau bank asal. Misalkan pinjaman tersebut dijual dengan recourse. Maka pinjaman penjualan
menimbulkan resiko kredit jangka panjang ke penjual. Pada dasarnya, pembeli pinjaman
memegang opsi jangka panjang untuk menempatkan pinjaman kembali ke penjual, dan pilihan
itu dapat dilaksanakan jika kualitas kredit dari pembelian kredit memburuk.
Meskipun kita tidak sepenuhnya menggambarkan peran instrumen ini sebagai lindung
nilai untuk mengurangi eksposur kepailitan sebuah bank. Kini dapat diketahui risiko yang
mungkin terjadi dalam overregulation kegiatan off balance sheet dan instrumen. Biaya dari
aktivitas off balance sheet menyediakan sumber utama pendapatan non-interest untuk bank,
terutama yang terbesar dan paling layak kredit. Anda dapat melihat pentingnya seperti
pendapatan noninterest untuk bank-bank besar. Dengan demikian, peningkatan laba off balance
sheet dapat mengkompensasi peningkatan eksposur risiko off balance sheet dan (jika
dipertahankan dalam bank dalam peningkatan modal) benar-benar dapat mengurangi probabilitas
kebangkrutan.
http://mutiarizkiamalia.blogspot.com/2013/06/off-balance-sheet-risk_18.html
Definisi diatas terdapat dalam kerangka kerja Basel II. Risiko operasional dapat dibagi menjadi
beberapa sub-kategori, seperti risiko yang terkait dengan:
proses internal
manusia
sistem
kejadian eksternal
hukum dan regulasi (risiko legal).
Selama 15 tahun terakhir, cukup banyak kejadian risiko operasional yang mengakibatkan kerugian
besar bagi perusahaan-perusahaan yang terlibat. Dua contoh berikut memberikan penekanan pada
jenis kategori kegagalan risiko operasional yang berbeda.
Contoh
Kegagalan pengendalian: Barings
Tahun 1995 Baring Brothers and Co. Ltd. (Barings), London, jatuh setelah mengalami kerugian
sebesar GBP 827 juta akibat kegagalan proses dan prosedur pengendalian internalnya.
Seorang trader di Singapura yang bekerja di Singapore Futures Exchange mampu menyembunyikan
kerugian posisi trading yang terus membesar selama lebih dari dua tahun hingga akhirnya tidak dapat
ditutup-tutupi lagi. Karena kurangnya pengendalian, trader tersebut dapat berperan sebagai manajer
pelaksana dan pencatat settlement, sehingga dapat memberikan otorisasi untuk transaksi yang
dilakukannya sendiri. Walaupun kejadian ini seringkali dikatakan sebagai akibat dari rouge trader,
namun harus diakui bahwa keadaan tersebut sebenarnya merupakan kasus kegagalan pengendalian
internal.
Contoh Teknologi/globalisasi
Contoh risiko operasional ini mempengaruhi hampir seluruh bidang industri, tidak hanya perbankan.
Contoh ini juga bukan merupakan suatu kejadian risiko tunggal tetapi lebih merupakan serangkaian
kejadian risiko yang berkelanjutan. Kejadian risiko operasional muncul sebagai dampak virus
komputer yang menyebabkan kerusakan miliaran dolar pada berbagai jenis kegiatan usaha di seluruh
dunia. Virus Melissa, salah satu yang terburuk, muncul bulan Maret 1999 dan diperkirakan telah
mempengaruhi 45 juta komputer pribadi (PC) hanya dalam beberapa hari. Virus komputer tersebut
diperkirakan telah membawa kerugian pada dunia usaha hingga mencapai USD 500 juta. Pada tahun
1990 dilaporkan terdapat 200 serangan virus dan hingga akhir tahun 2004 terdapat lebih dari 70.000
serangan virus komputer.
Walapun definisi Basel II tentang risiko operasional tidak mencakup risiko bisnis, strategis dan
reputasi, Basel II memberikan ruang bagi jenis risiko lain untuk dipertimbangkan pada saat
menghitung modal bank berbasis risiko.
Risiko operasional terutama terkait dengan berbagai masalah yang dapat diakibatkan oleh kegagalan
proses di bank. Namun demikian risiko operasional tidak hanya mempengaruhi kegiatan usaha
perbankan tetapi juga berbagai jenis kegiatan usaha lainnya. Sebagai contoh, pabrik mobil dapat
menderita kerugian operasional bila tidak menerapkan tindakan kendali kualitas yang ketat atas
model-model barunya.
Risiko operasional adalah risiko terpenting yang sehari-harinya dapat mempengaruhi para nasabah.
Hal ini menyebabkan bank semakin terfokus pada proses, prosedur dan pengendalian yang terkait
dengan risiko operasional. Selama 20 tahun terakhir, manajemen risiko operasional yang tidak tepat
telah menyebabkan kerugian pada bank yang besarnya sama atau bahkan lebih besar daripada pada
kerugian yang ditimbulkan oleh risiko kredit dan risiko pasar.
Bank pada umumnya sudah tidak asing dengan kegagalan operasional dan telah memiliki rencana dan
proses untuk mengendalikan risiko ini. Permasalahan sehari-hari yang mempengaruhi bank dan
mudah diketahui adalah :
kegagalan merekonsiliasikan pembayaran kepada dan pembayaran yang diterima dari bank lain
kesalahan dalam pelaksanaan atau pencatatan transaksi oleh trader atau staf administrasi yang
mengakibatkan posisi pasar yang tidak benar dan permasalahan dalam merekonsiliasikan posisi
kegagalan dalam menyeimbangkan saldo kredit dan debet
kegagalan sistem transaksi utama setelah dilakukannya upgrading sistem komputer
kejadian eksternal seperti listrik padam atau banjir
Selama 15 tahun terakhir terdapat peningkatan jumlah kejadian risiko operasional yang high profile
dan menyebabkan dampak serius pada profitabilitas dan modal bank. Sebagai konsekuensinya,
pengawas perbankan mendorong bank untuk mencermati seluruh proses yang ada di bank dan
mempertimbangkan kejadian low frequency/high impact di luar area risiko kredit dan pasar. Regulasi
Basel II telah mendorong kemajuan manajemen risiko operasional. Untuk pertama kalinya bank
diminta mengkuantifasikan risiko operasional, mengukur dan mengalokasikan modal untuk
mengantisipasi risiko operasional sebagaimana halnya yang dilakukan untuk risiko kredit dan risiko
pasar.
Baik pengawas maupun bank memberi perhatian pada perubahan-perubahan dalam industri
perbankan yang menyebabkan terjadinya berubahnya karakteristik risiko operasional. Kejadian yang
secara historis mengakibatkan low-cost error semakin diikuti atau bahkan digantikan oleh kejadian
yang lebih jarang terjadi, tetapi memiliki dampak yang lebih luas.
Terdapat beberapa alasan mengapa karakteristik risiko operasional berubah. Alasan-alasan tersebut
adalah:
otomatisasi
ketergantungan pada teknologi
outsourcing
terorisme
meningkatnya globalisasi
insentif dan trading – ‘rouge trader’
meningkatnya volume dan nilai transaksi, dan
meningkatnya litigasi.
https://ircboy.wordpress.com/2011/06/25/146/
Jika Anda berpikir bahwa hanya para bankir dan pedagang saham yang layak
khawatir akan mata uang dan nilai tukar, pikirkan sekali lagi. Banyak usaha
kecil yang rawan terhadap risiko nilai tukar, baik mereka menyadarinya atau
tidak.
Jadi di tutorial ini, Anda akan belajar cara mengelola risiko mata uang dan
nilai tukar Anda. Pertama, kita akan mendefinisikan beberapa istilah dan
memperjelas apa saja risikonya. Lalu, Anda akan belajar tentang bagaimana
melakukan kuantifikasi risiko untuk bisnis Anda dan bagaimana melihat
beberapa risiko berbeda. Akhirnya, kita akan melihat beberappa strategi untuk
mengurangi risiko mata uang Anda.
Di akhir tutorial ini, Anda akan jauh lebih jelas tentang bagaimana pergerakan
nilai tukar mata uang asing bisa mempengaruhi usaha kecil Anda, dan ada
beberapa strategi praktis untuk mengurangi risiko terpapar hal itu.
1. Apa Itu Risiko Mata Uang dan Nilai
Tukar?
Pertama, mari kita mendefinisikan apa yang dimaksud dengan risiko mata
uang dan nilai tukar.
Pada dasarnya, yang kita bicarakan adalah risiko perubahan nilai relatif
berbagai mata uang yang berbeda, yang pada gilirannya bisa mempengaruhi
pemasukan, beban, arus kas, dan laba bisnis Anda. Hal tersebut akan disebut
sebagai risiko mata uang, risiko nilai tukar, atau risiko nilai tukar mata uang
asing—pada pokoknya adalah hal yang sama.
Dalam hal itu, mungkin Anda tidak punya risiko mata uang. Semua
pendapatan Anda adalah dalam dolar AS, dan semua beban Anda juga
dikenakan dalam dolar AS. Jadi volatilitas mata uang global hanya
berpengaruh sedikit atau tidak berpengaruh pada bisnis Anda.
Importir
Sekarang anggap saja Anda punya bisnis yang berbasis di AS, dan Anda
hanya menjual ke para pelanggan di dalam AS, jadi semua pendapatan Anda
diperoleh dalam dolar. Tetapi kali ini, produk yang Anda produksi dirakit di
Meksiko, jadi banyak biaya Anda yang berupa peso Meksiko.
Dalam hal ini, 10% penurunan nilai dolar AS terhadap peso Meksiko akan
membuat biaya produksi Anda naik 10%, sedangkan pemasukannya tetap
sama. Untuk bisnis yang marginnya ketat, hal ini cukup membuat perbedaan
antara menghasilkan keuntungan atau kerugian.
Eksportir
Dalam contoh ini, produk manufaktur Anda di Amerika sepenuhnya berbasis
pada bahan mentah dan tenaga kerja Amerika, tetapi Anda menjual sebagian
besar produknya ke pelanggan di Kanada, yang membeli dari toko-toko
Kanada dengan menggunakan dolar Kanada.
Kali ini, beban Anda dikenakan dalam dolar AS, tetapi beberapa penghasilan
Anda didapatkan dalam dolar Kanada. Jika dolar AS menguat terhadap dolar
Kanada, maka penghasilan Anda di Kanada akan berkurang sebanyak itu.
Sementara itu, beban Anda tetap sama, Sekali lagi, perubahan cepat
volatilitas nilai tukar bisa dengan segera membalik laba jadi rugi.
Dalam hal ini, ada banyak bagian yang bergerak, dan Anda harus melakukan
sejumlah analisis untuk menemukan bagaimana sebenarnya paparan
berbagai mata uang asing terhadap Anda. Jangan khawatir—kita akan
melihat bagaimana cara melakukannya di bagian berikutnya.
2. Bagaimana Cara Melakukan
Kuantifikasi Risiko Nilai Tukar Anda
Kapan saja Anda dihadapkan pada risiko potensial, langkah pertama yang
harus dilakukan adalah melakukan kuantifikasi. Berapa banyak paparan yang
Anda miliki terhadap gejolak mata uang global? Dalam skenario kasus
terburuk, berapa banyak kemungkinan kerugian Anda? Di bagian ini kita akan
melihat cara melakuan kuantifikasi risiko mata uang Anda.
Lakukan Inventarisasi
Mulailah dengan menuliskan apa saja yang Anda lakukan yang melibatkan
mata uang asing. Mata uang "dasar" Anda adalah yang digunakan di negara
tempat bisnis Anda, dan kemungkinan itulah yang digunakan untuk membuat
laporan keuangan, membayar pajak bisnis, dan sebagainya. Buatlah daftar
semua yang Anda lakukan yang tidak menggunakan mata uang dasar.
Bisa jadi ini adalah penghasilan luar negeri Anda. Atau mungkin karyawan
yang tinggal di luar negeri dan dibayar dengan mata uang mereka sendiri.
Atau boleh jadi bahan mentah atau peralatan yang harus diimpor sebagai
bagian proses produksi Anda. Bisa jadi juga berupa investasi dalam saham,
obligasi, atau dana global. Atau pengeluaran satu kali yang besar, seperti
proyek tertentu yang Anda kerjakan di luar negeri, kantor luar negeri yang
Anda siapkan, atau bagian penting peralatan yang harus dibeli.
Beban:
Mari melihat cara kerjanya dengan angka-angka contoh yang saya gunakan
di atas:
1. Jika nilai EUR/USD berubah dari 1,10 ke 0,80, maka penjualan tahunan
di Eropa hanya akan bernilai $80.000, bukannya $110.000—penurunan
$30.000 ke lini bawah. Tetapi di sisi lain, beban gaji staf Eropa juga
akan berkurang dalam jumlah yang sama, jadi dampak bersihnya nol.
Berita bagus!
2. Perubahan dolar terhadap poundsterling, di sisi lain, akan memiliki
dampak yang lebih besar. Jika nilainya berubah dari 1,3 ke 1,8,
penjualan £50.000 akan bernilai $90.000 alih-alih $65.000—rezeki
nomplok $25.000. Tetapi jika melemah dari 1,3 ke 1,0 maka penjualan
yang sama hanya akan bernilai $50.000, dengan kerugian $15.000. Jika
itu kondisinya, tidak ada beban biaya lain untuk menutupinya.
Anda bisa melanjutkan untuk menjelajahi prosesnya dengan mata uang yang
berbeda-beda, untuk melihat seperti apa kemungkinan efeknya. Gunakan
data mata uang di masa lampau untuk melihat bagaimana kemungkinan
gejolaknya, tetapi camkan juga dalam pikiran bahwa kejadian politik tak
terduga juga bisa mengakibatkan volatilitas yang lebih hebat yang mungkin
Anda belum pernah melihatnya sebelumnya. Jadi jangan terlalu bergantung
pada masa lalu untuk memprediksi masa depan!
Taksir Dampaknya Terhadap Lini Bawah
Apabila Anda mendapatkan gambaran tentang berapa banyak perubahan
mata uang yang bisa mempengaruhi pendapatan dan penjualan Anda,
langkah akhirnya adalah meletakkan ini dalam konteks profitabilitas
keseluruhan perusahaan Anda.
Jadi, lihat laporan keuangan Anda tahun ini, dan lihat bagaimana angka-
angkanya berubah dengan diperhitungkannya nilai tukar mata uang yang
berbeda. Apakah penurunan tajam atau penguatan mata uang dasar
mengakibatkan risiko kerugian bagi Anda? Bagaimana hal itu akan
mempengaruhi arus kas Anda?
Ketika Anda memiliki semua informasi ini di ujung jari, Anda akan berada
dalam posisi yang bagus untuk mengetahui risiko mana yang Anda ingin
kurangi, dan yang cukup kecil sehingga bisa diterima. Akan kita lihat
beberapa tindakan berdasarkan informasi tersebut di bagian berikut.
Sementara waktu, jika Anda ingin mendapat lebih banyak informasi tentang
kuantifikasi risiko, Anda bisa membaca seri kami dalam pengelolaan risiko
dalam bisnis Anda, terutama tutorial ini:
PERENCANAAN
Andrew Blackman
Ini adalah contoh sederhana namun dalam banyak hal berbagai bisnis tidak
akan mampu mengeliminasi risiko secara keseluruhan. Sederhana saja
tujuannya adalah memiliki keseimbangan yang lebih baik, sehingga apabila
mata uangnya bergerak, Anda mendapatkan sesuatu di satu bidang untuk
menutupi kerugian di bidang yang lain (sebagaimana bisa dilihat pada contoh
di atas, yang paparan perusahaan terhadap euro secara efektif seimbang
antara beban dan pendapatan).
Strategi ini bisa sangat efektif, dan lebih mudah untuk dipahami secara
konseptual daripada beberapa strategi finansial yang akan kita lihat setelah
ini. Meskipun demikian strategi-strategi tersebut mungkin sulit dipraktikkan
untuk melakukan perubahan sedemikian rupa pada struktur bisnis Anda tanpa
harus menghadapi konsekuensi berat lainnya.
Sebagai contoh, anggap saja Anda punya pengeluaran besar yang jatuh
tempo sebulan dari sekarang, dan Anda harus membayarnya dengan mata
uang asing. Anda telah menganggarkan $50.000, tetapi khawatir bahwa jika
terjadi perubahan nilai mata uang dalam beberapa pekan ke depan, akhirnya
Anda harus membayar lebih banyak.
Dengan satu kontrak "ke depan" sederhana, Anda bisa secara efektif
mengunci nilai tukar hari ini, memastikan bahwa ke mana saja nilai tukar
bergerak mulai hari ini hingga kemudian hari, jumlah yang harus Anda bayar
tetap $50.000.
Advertisement
Jika Anda memutuskan untuk menggunakan strategi ini, pahami bahwa masih
ada risikonya. Dan pelajari tutorial penentuan harga di bawah ini:
BISNIS
Andrew Blackman
Kesimpulan
Dalam tutorial ini, Anda telah terjun ke pasar mata uang internasional. Anda
telah melihat bagaimana perubahan di nilai mata uang asing bisa memiliki
dampak yang besar bagi bisnis Anda. Tetapi lebih dari itu, Anda telah belajar
cara kuantifikasi dampak tersebut, dan Anda juga telah mempelajari beberapa
langkah yang bisa diambil untuk mengurangi atau memitigasi risiko nilai tukar
mata uang asing Anda.
Sebagai pemilik usaha kecil, mungkin Anda tidak tahu banyak tentang
pergerakan mata uang internasional, dan mungkin Anda tidak ingin terlalu
banyak tahu. Tetapi jika Anda memiliki paparan internasional, bisnis Anda
akan terpengaruh oleh pergerakan tersebut, baik Anda suka atau tidak.
Setidaknya sekarang Anda ada dalam posisi yang lebih baik untuk memahami
dampaknya dan mengambil tindakan untuk mengelolany
https://business.tutsplus.com/id/tutorials/manage-currency-and-exchange-rate-risk--cms-28846
Secara umum, definisi likuiditas adalah kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dana (cash
flow) dengan segera dan dengan biaya yang sesuai. Risiko likuiditas adalah risiko yang muncul jika suatu
pihak tidak dapat membayar kewajibannya yang jatuh tempo secara tunai. Meskipun pihak tersebut
memiliki aset yang cukup bernilai untuk melunasi kewajibannya, tapi ketika aset tersebut tidak bisa
dikonversikan segera menjadi uang tunai, maka pihak tersebut dikatakan tidak likuid.
Hal ini bisa terjadi jika pihak pengutang tidak dapat menjual hartanya karena tidak adanya pihak
lain di pasar yang berminat membelinya. Hal ini berbeda dengan penurunan drastis harga aktiva, karena
pada kasus penurunan harga, pasar berpendapat bahwa aktiva tersebut tak bernilai. Tidak adanya pihak
yang berminat menukar (membeli) aktiva kemungkinan hanya disebabkan karena kesulitan
mempertemukan kedua belah pihak. Karenanya, risiko likuiditas biasanya lebih besar kemungkinan
terjadi pada pasar yang baru tumbuh atau bervolume kecil.
Risiko likuiditas merupakan suatu risiko keuangan karena adanya ketidakpastian likuiditas.
Suatulembaga dapat berkurang likuiditasnya jika peringkat kreditnya turun, mengalami pengeluaran kas
yang tak terduga, atau peristiwa lain yang menyebabkan pihak lain menghindari transaksi atau
memberikan pinjaman ke lembaga tersebut. Suatu perusahaan juga dapat terpapar terhadap risiko
likuiditas jika pasar yang diikutinya mengalami penurunan likuiditas.
Risiko Likuiditas dalam lembaga keuangan Bank adalah risiko akibat ketidakmampuan bank
untuk memenuhi kewajiban yang jatuh tempo dari sumber pendanaan arus kas dan/atau dari aset likuid
berkualitas tinggi yang dapat diagunkan, tanpa menganggu aktivitas dan kondisi keuangan bank.
Likuiditas sangat penting untuk menjaga kelangsungan usaha bank. Oleh karena itu, bank harus memiliki
manajemen risiko likuiditas bank yang baik. Dalam mengantisipasi terjadinya Risiko Likuditas, aktivitas
Manajemen Risiko yang umumnya ditetapkan oleh Bank antara lain adalah:
1. Melaksanakan monitoring secara harian atas besarnya penarikan dana yang dilakukan oleh nasabah baik
berupa penarikan melalui kliring maupun penarikan tunai.
2. Melaksanakan monitoring secara harian atas semua dana masuk baik melalui incoming transfer maupun
setoran tunai nasabah.
3. Membuat analisa sensitivitas likuiditas Bank terhadap skenario penarikan dana berdasarkan pengalaman
masa lalu atas penarikan dana bersih terbesar yang pernah terjadi dan membandingkannya dengan
penarikan dana bersih ratarata saat ini. Dari analisa tersebut dapat diketahui tingkat ketahanan
likuiditas Bank.
4. Selanjutnya Bank menetapkan secondaryreserve untuk menjaga posisi likuiditas Bank, antara lain
menempatkan kelebihan dana ke dalam instrumen keuangan yang likuid.
5. Menetapkan kebijakan Cash Holding Limit pada kantor-kantor cabang Bank. Melaksanakan fungsi ALCO
(Asset &Liability Committee) untuk mengatur tingkat bunga dalam usahanya.
Dalam melakukan peniaian risiko likuiditas, ada baiknya untuk melakukan memahami sumber-
sumber kejadian risiko likudiitas. Sumber resiko likuiditas bank terdiri dari :
o Liquiditas Asset
Kekosongan deposito dapat menyebabkan problema likuiditas bank, hingga penggu-naan oleh para
peminjam komitmen pinjaman & lini kredit lainnya. Cara mengatasi Liquiditas asset dapat melalui cara
sebagai berikut:
1. Manajemen likuiditas yang dibeli (meminjam di pasar uang & meminjamkan dana ini kepada peminjam),
o Liquiditas Liabilities
Dalam kondisi tertentu, terkadang bank menga-lami kekosongan deposito bersih, yaitu: jumlah
dengan mana penarikan kas melebihi dari tambahannya; suatu arus kas keluar bersih.Yang
dikarenakan Kebanyakan rekening giro secara normal bertindak sebagai deposito inti, yaitu, deposito
yang menyediakan sumber pendanaan jangka panjang untuk suatu bank.
Rekening giro & rekening transaksi lainnyadapat dijadikan kontrak yang memberikan para
pemegangnya hak untuk menjual klaim kembali kepada bank pada beberapa hari tertentu & meminta
pemba-yaran kembali segera pada nilai muka atas klaim depositonya dalam kas. Dalam teori, paling
sedikit, suatu bank mempu-nyai 20% kewajiban2 dalam rekening giro & rekening transaksi lain harus
siap untuk memba-yar jumlah itu dengan melikuidasi aset2-nya pada hari perbankan.
b. Resiko Lainnya
o Resiko Kredit, Antara lain dengan peningkatan NPL yang akan mempengaruhi cashflow suatu lembaga
keuangan tersebut
o Resiko Pasar, Antara lain dengan peningkatan tingkat suku bunga yang dapat meningkatkan atau
menurunkan tingkat suku bunga.
o Resiko Operasional, antara lain adalah kegagalan dalam sistem Force majeure hal ini juga dapat
mempengaruhi Cashflow suatu lembaga keuangan tersebut.
Identifikasi sumber risiko likuiditas bertujuan untuk mengetahui jumlah dan trend kebutuhan
likuiditas serta sumber pendanaannya. Sesuai diagram di atas, risiko likuiditas dapat bersumber dari dari
dua hal yaitu langsung dan tidak langsung. Sumber likuiditas langsung dapat bersumber dari al.
volatilitas surat berharga dan konsentrasi sumber dana yang tinggi pada sisi liabilities. Selain sumber
risiko likuiditas langsung, terdapat pula risiko lain yaitu risiko kredit, risiko pasar, dan risiko reputasi yang
dapat menimbulkan risiko likuiditas (Risiko Likuiditas sebagai 2nd order risk).
2. Perbandingan rasio kelompok sebanding : Dengan membandingkan rasio- rasio kunci tertentu & sifat
neraca. Rasio pinjaman dari deposito & dana yang dipinjam terhadap aset total berarti bahwa bank
mengandalkan secara berat pada pasar uang jangka pendek daripada deposito inti untuk pinjaman-
pinjaman dana.
3. Indeks likuiditas: Dikembangkan oleh Jim Pierce pada Fed, yang mengukur kerugian potensial suatu FI
dapat menderita dari mendadak atau suatu penyelesaian menjual-api atas aset dibandingkan dengan
jumlah yang akan diterima pada pasar wajar di bawah kondisi pasar normal.
I = [(wi)(Pi/Pi*)].
Dimana:
5. Perencanaan likuiditas: suatu komponen kunci dalam mengukur risiko likuiditas & biaya2 yang
berhubungan. Ada empat komponen perencanaan likuiditas.
b. Daftar mendalam atas para penyedia dana kebanyakan menyukai untuk menarik seperti pola atas
penarikan dana.
c. Identifikasi ukuran deposito potensial & penarikan dana pada horizon waktu yang bervariasi di masa
mendatang seperti sumber pendanaan pasar swasta alternatif untuk memenuhi runoff.
d. Perencanaan tersebut membentuk batas2 internal atas pemisahan peminjaman perusahaan anak atau
cabang seperti batas untuk premi risiko yang dapat diterima untuk membayar masing2 pasar.
Risiko Likuiditas, Kekosongan Deposito yang tidak Diharapkan, & Bank Runs
Problema likuiditas utama dapat muncul, jika kekosongan deposito secara abnormal besar & tidak
diharapkan. Guncangan penarikan deposito dapat terjadi karena beberapa alasan:
2. Kegagalan atas bank yang berhubungan, mengarahkan pada perhatian deposan yang tinggi tentang
solvensi bank lain (efek penularan).
3. Gelombang yang tidak diharapkan mendadak dalam risiko penarikan deposito bersih memicubank
run biasanya dapat memperkuat suatu bank dalam solvensi.
Untuk mengatasi masalah ini, biasanya pemerintah melakukan penjaminan terhadap dana yang
disimpan oleh para penabung, karena penjaminan tersebut akan menyebabkan para penabung merasa
aman dan mempercayai sistem perbankan. Pemerintah juga dapat bertindak sebagai the lender of the
last resort, dengan memberikan bantuan likuiditas kepada bank yang mengalami masalah likuiditas.
Pada saat industri perbankan tidak memiliki pertahanan yang kuat dalam menjalankan usahanya,
maka risiko–risiko tersebut dapat menyerang sektor perbankan. Jika hal ini semakin memperburuk
kondisi perbankan, maka kepercayaan masyarakat terhadap kinerja perbankan akan semakin menurun.
Masyarakat (nasabah) yang menyimpan uang di bank mulai tidak yakin akan kemampuan bank dalam
memenuhi kewajibannya secara penuh, sehingga semakin banyak nasabah yang menarik uangnya dari
bank. Krisis kepercayaan yang diikuti oleh penarikan dana secara besar–besaran dari bank oleh nasabah
ini disebut sebagai bank runs. Berikut beberapa penyebab dan dampak terjadinya bank runs (Bank
Indonesia, 2002: 34–46):
Penyebab bank run
Dalam teori ini diasumsikan bahwa banyak bank yang memperoleh fasilitas berupa kemudahan
mendapatkan pinjaman dengan tingkat bunga yang aman dari pemerintah, sehingga terjadi persaingan
dalam menyalurkan kredit. Hal ini mengakibatkan kinerja dari bank seolah–olah sangat sehat
dibandingkan dengan kondisi yang sebenarnya. Penurunan nilai aset terjadi jika pemerintah tidak lagi
memberikan jaminan pada pinjaman bank, sehingga mengubah ekspektasi investor karena mereka
merasa dananya tidak aman lagi. Bank runs terjadi pada saat ketidakpercayaan investor atau nasabah
diwujudkan dengan menarik dana mereka dalam jumlah besar.
Diasumsikan bahwa pihak bank adalah pihak yang baik, sehingga penyebab utama terjadinya
krisis dan asset deflation adalah financial panic(bank runs) yang tidak diikuti oleh kebijakan yang tepat.
Pihak bank melakukan investasi utamanya untuk jangka panjang, sehingga membutuhkan pembiayaan
dana yang bersifat jangka panjang. Keadaan ini menyebabkan bank mudah terserang panik finansial.
Dampak bank runs
Berdasarkan teori no contagion effect, bank runs tidak akan merubah volume deposito dalam
pengertian bahwa nasabah yang tidak percaya kepada suatu bank memindahkan dananya kepada bank
lain, sehingga total simpanan dalam sistem perbankan akan tetap jumlahnya. Sebaliknya, koalisi antar
bank (dimana bank yang mengalamiexcess liquidity mengalirkan dananya kepada bank yang kekurangan
likuiditas) akan mengurangi efekbank runs lebih lanjut.
2. Contagion effect
Ketidakpercayaan pada suatu bank juga akan membawa ketidakpercayaan kepada sistem
perbankan secara keseluruhan, sehingga akan menimbulkan panics. Contagion effect dari bank
runs suatu bank terjadi jika nasabah menarik dananya dari bank yang gagal dan yang masih baik dalam
waktu yang sama tanpa adanya proses pemindahan deposito. Contagion effect dapat ditentukan dengan
membandingkan uang kartal terhadap simpanan dana pihak ketiga (DPK) dalam sistem perbankan (rasio
C/D).
Bank run yang berlanjutan dapat memunculkan panik bank, yaitu run sistematik & menular atas
deposito industri perbankan sebagai keseluruhan. Ada dua elemen penyekatan/isolasi risiko likuiditas
utama dalam bank run yaitu Asuransi deposito dan pintu diskon. Asuransi deposito dilakukan dengan
cara regulator pemerintah atas lembaga2 depositori mengembangkan program penjaminan yang
ditawarkan bagi para pemegang deposito dengan tingkat perlindungan asuransi yang bervariasi untuk
menghalangi run.
Sedangkan Fasilitas pintu diskon diberikan oleh bank sentral untuk memenuhi kebutuhan
likuiditas nonpermanen jangka pendek bank. Bank sentral memberikan pinjaman pintu diskon,
bagaimanapun, pada kebijaksanaannya, tidak mengharuskan untuk membantu bank2 yang kesulitan.
Asset-asset perusahaan asuransi kerugian aset cenderung lebih berjangka pendek & lebih likuid
daripada asuransi jiwa. Eksposur likuiditas terbesar asuransi kerugian terjadi ketika para pemegang polis
asuransi membatalkan atau gagal untuk memperbaharui polis karena risiko insolvensi, penentuan harga,
atau alasan persaingan. Hal ini dapat menyebabkan arus masuk kas preminya, ketika tambahan untuk
pengembalian investasinya, tidak mencukupi untuk memenuhi klaim polis. Klaim2 yang tidak diharapkan
besar dapat juga material & melebihi arus pendapatan premi & pengembalian pendapatan dari aset,
dapat juga menjadi penyebab eksposur likuiditas.
Reksadana
Ada beberapa Jenis dari reksadana yaitu :
1. Reksadana tertutup: reksadana yang menjual jumlah lembar saham yang tetap kepada para investor
luar.
2. Reksadana terbuka: reksadana yang menjual jumlah lembar saham elastis atau tidak tetap kepada para
investor luar.
Reksadana dapat menjadi subyek terhadap runs likuiditas yang dramatis jika para investor men-
jadi takut tentang NAV atas asset - aset reksadana. Jika reksadana dilikuiditasi, aset2-nya akan
didistribusikan kepada para pemegang reksadana atas basis pro rata daripada dasar datang-pertama,
layani-pertama, seperti deposito & kontrak polis asuransi. Para pemegang reksadana merealisasi NAV
(pro rata) & tahu bahwa para investor membagi kerugian aset pada basis pro rata; ada pada lini pertama
untuk menarik tidak mempunyai keuntungan, seperti pada bank.
Berikut ini adalah contoh peristiwa yang berkaitan dengan risiko likuiditas :
1. Krisis yang melanda Indonesia, mulai mengenai perbankan dengan timbulnya masalah kekurangan
likuiditas (liquidity mismatch), semula dialami oleh beberapa bank, tetapi kemudian menjadi sistemik.
Krisis likuiditas secara sistemik, yang dialami perbankan dimulai sekitar pelaksanaan kebijakan
pencabutan ijin usaha atau likuidasi 16 bank tanggal 1 November 1997. Kepercayaan terhadap Rupiah
yang menurun sejak terjadinya gejolak moneter bulan Juli 1997 menjadi lebih buruk lagi setelah
diterapkan sistim nilai tukar yang mengambang secara bebas pada pertengahan Agustus 1997.
Pembelian mata uang dollar (USD) atau penjualan aset rupiah ramai dilakukan, dimulai oleh pelaku
pasar asing, akan tetapi kemudian diikuti oleh pemain pasar dalam negeri dan pemilik dana dalam
negeri. Strategi yang dilakukan pemerintah dalam menghadapi perkembangan ini adalah dengan
melakukan pengetatan moneter, dengan menggunakan tindakan fiskal (melalui pengurangan
pengeluaran rutin maupun pembangunan dari APBN), kebijakan moneter (langkah BI menghentikan
pembelian SBPU bank-bank dan peningkatan suku bunga SBI sampai lebih dari dua kali lipat), dan
tindakan adminsitratif (instruksi Menkeu ke pada berbagai Yayasan dan BUMN untuk mengalihkan
deposito mereka menjadi SBI).
2. Pada saat perekonomian sedang mengalami gejolak ekonomi (seperti fluktuasi nilai tukar) yang
menyebabkan para penabung menarik dananya dari bank yang sakit maupun pada bank yang sehat,
sehingga menimbulkan bank run. Untuk mengatasi masalah ini, biasanya pemerintah melakukan
penjaminan terhadap dana yang disimpan oleh para penabung, karena penjaminan tersebut akan
menyebabkan para penabung merasa aman dan mempercayai sistem perbankan. Pemerintah juga
dapat bertindak sebagai the lender of the last resort, dengan memberikan bantuan likuiditas kepada
bank yang mengalami masalah likuiditas.
3. Resiko Likuiditas yang terjadi dalam pasar modal antara lain yakni ketika perusahaan yang sahamnya
dimiliki, dinyatakan bangkrut oleh lembaga yang berwenang seperti pengadilan atau perusahaan
tersebut dibubarkan. Dalam kasus seperti ini hak klaim dari pemegang saham mendapatkan prioritas
terakhir tentu setelah seluruh kewajiban perusahaan dapat dilunasi dari hasil penjualan kekayaan
perusahaan. Jika masih ada sisanya, itulah yang akan dibaga kepada seluruh pemegang saham secara
proporsional.Inilah resiko dari orang yang berinvestasi di pasar modal. Karenanya si investor diharuskan
untuk selalu mengamati perkembangan perusahaan-perusahaan yang si investor miliki sahamnya.
4. Kasus bank century dan dalam perbankan syariah. Bank Century yang hingga saat ini belum bisa
mengembalikan dana nasabahnya.
5. dll
http://riaembo.blogspot.com/2013/04/risiko-likuiditas.html
Ingatkah Anda pada konsep high risk high return? Jadi untuk bisnis yang memiliki
potensi keuntungan yang tinggi pasti akan memiliki potensi yang tinggi pula akan
risiko. Sekarang keputusan Anda untuk memilih keuntungan yang tinggi dengan tingkat
risiko tinggi atau keuntungan rendah dengan tingkat risiko yang rendah.
Photo by Felix Russell-Saw on Unsplash
Risiko Reputasi
Reputasi merupakan hal yang sangat penting bagi suatu perusahaan. Ketika suatu
reputasi jatuh, maka kehancuran suatu perusahaan sudah melanda didepan mata.
Contoh: Adanya suatu kasus penemuan di sebuah restoran X yang mana ada indikasi
penggunaan zat tertentu yang dilarang. Jika restoran X memiliki cabang yang banyak,
maka “kecacatan di restoran X” biasanya digeneralisir oleh masyarakat. Hal ini akan
merusak nama baik semua restoran cabang X.
Hal yang bisa dilakukan manajemen puncak untuk pemulihan risiko reputasi:
1. Mengakui bahaya
2. Mengevaluasi dampak dari risiko
3. Mengalokasikan sumber daya yang luas untuk pengendalian kerusakan
4. Mencoba mengambil kembali reputasi perusahaan dan kepercayaan klien dengan
berbagai strategi
5. Melakukan prosedur pembatasan kerusakan lebih lanjut dimasa mendatang
2. Risiko Pasar
Risiko pasar biasanya berkaitan dengan perubahan harga pasar yang bisa merugikan
suatu perusahaan. Misalkan adanya penurunan harga saham yang berakibat penurunan
nilai pasar saham perusahaan tersebut. Hal ini akan merugikan perusahaan karena
harga saham bergerak pada arah yang tidak menguntungkan.
3. Risiko Kredit
Risiko ini sering terjadi pada perusahaan yang melakukan skema penjualan secara
kredit. Risiko ini juga bisa menimpa perusahaan yang bergerak dalam bidang lembaga
keuangan. Risiko ini merupakan bahaya kuno yang dikarenakan ketidakmampuan
untuk mengekstrak perjanjian (pinjam meminjam) dalam mitra bisnis. Perusahaan
harus bisa melakukan manajemen utang dengan baik. Termasuk harus mengetahui
tingkat kesehatan perusahaan yang akan menjadi mitra bisnisnya. Sehingga nantinya
bisa diidentifikasi apakah perusahaan tersebut memiliki kemampuan untuk membayar
utangnya.
4. Risiko Operasional
Risiko yang terjadi karena kurang berfungsinya suatu proses internal, kesalahan
manusia, kegagalan sistem atau adanya problem eksternal. Risiko ini akan
menimbulkan kerugian yang dapat berdampak akan hilangnya potensi keuntungan.
Beberapa contoh di atas adalah jenis risiko yang mungkin Anda temui, namun pada
kenyataannya masih terdapat banyak risiko lainnya. Lalu pertanyaannya, siapakah yang
harus bertanggungjawab terhadap risiko-risiko yang ada? Apakah setiap risiko yang
terjadi merupakan tanggung jawab manajemen paling atas di perusahaan?
Terlepas siapapun yang mengelola risiko, sudah menjadi tanggungjawab semua bagian
dalam perusahaan untuk menerapkan manajemen risiko pada tingkat yang paling
minimal. Ingat bahwa risiko nantinya tidak satu dua orang yang menanggungnya. Pada
akhirnya semua orang dalam perusahaan akan terkena dampak akan risiko yang
ditanggung perusahaan.
Apa saja risiko yang harus dikelola oleh perusahaan? Pengelolaan risiko tidak
hanya satu bagian saja. Akan tetapi seluruh bagian. Risiko reputasi, pasar, kredit dan
operasional harus ditindaklanjuti dengan baik. Bukan satu-satu, akan tetapi
menyeluruh.
Laporan hasil penelitian pada eksekutif yang diselnggarakan oleh KPMG yang terakhir
menunjukan, “dua-per-tiga dewan direksi perusahaan responden, tidak mampu
mendayagunakan informasi risiko yang diperoleh untuk meningkatkan kinerja strategi
bisnis mereka”.
COSO ERM Framework menyediakan kerangka umum dan arah yang jelas untuk
menerapkan manajemen risiko diperusahaan. Kerangka ini mengharuskan perusahaan
untuk memeriksa portofolio risiko mereka secara lengkap dengan mempertimbangkan
bagaimana risiko-risiko individu saling berhubungan. Dan juga bagaimana perusahaan
melakukan pendekatan untuk memitigasi risiko dengan cara yang konsisten dengan
strategi jangka panjang untuk risiko secara keseluruhan.
Seperti yang dikatakan oleh COSO bahwa “manajemen risiko membantu perusahaan
untuk mencapai apa yang ingin dicapai”. Walaupun kita tidak bertanggungjawab secara
langsung akan manajemen risiko, sangat perlu kita melakukan refleksi diri:
1. Apakah program manajemen risiko kita sudah cukup dewasa? Sudahkah manajemen
risiko menjadi bagian dari setiap proses pengambilan-keputusan pada semua level di dalam
perusahaan?
2. Sudahkan kita siap mengatasi setiap keadaan sulit (kritis) sekaligus mengambil peluang
dibalik keadaan sulit itu?
3. Seberaap sering kita terkaget-kaget ketika seharusnya tidak?
4. Apakah para pimpinan dan eksekutif sudah memperoleh informasi (terkait risiko) yang
cukup untuk dimasukkan ke dalam strategi bisnis mereka ke depan?
5. Langkah apa yang akan kita ambil? Persisnya apa dan kapan dilaksanakan?