Anda di halaman 1dari 7

No Daftar Pustaka Tahun.

Halaman Sitasi
J/B/D/S Teks
1 [WHO] World Health 2006/Buku 19 Pada sapi dan Bovidae
Organization. 2006. Brucellosis in lainnya, brucella biasanya
Humans and Animals. WHO ditularkan dari hewan ke
Library Cataloguing-in-Publication hewan lain melalui kontak
Data. WHO Press.. setelah aborsi. Mungkin
padang rumput atau
kandang hewan
terkontaminasi dan
organisme mungkin paling
sering tertelan atau
terhirup, inokulasi
konjungtiva, kontaminasi.
Sedangkan penularan
seksual biasanya
memainkan peran kecil
dalam epidemiologi sapi
brucellosis. Namun,
inseminasi buatan dapat
menularkan penyakit dan
semen harus dikumpulkan
dari hewan yang diketahui
bebas infeksi (WHO
2006)
2 Widjaja N, Akhdiat T, Purwasih 2017/Jurnal 50 Menurut Widjaja (2017),
D. 2017. Pengaruh deposisi deposisi semen di kornua
semen terhadap keberhasilan uteri memiliki potensi
inseminasi buatan (IB) sapi kebuntingan yang lebih
peranakan ongole. Sains besar dibanding deposisi
Peternakan. 15(2):49─51. di korpus uteri.
.

3 FeFebrianthoro F, Hartono M, 2015/Jurnal 239 Conception rate yang


Suharyati S. 2015. Faktor-faktor ideal untuk suatu populasi
yang memengaruhi conception ternak sapi adalah sebesar
rate (CR) pada sapi bali di 60--75%. Rendahnya nilai
Kabupaten Pringsewu. Jurnal CR bisa menimbulkan
Ilmiah Peternakan Terpadu. sebuah kerugian ekonomis
3(4): 239-244. pada petani peternak
karena perlu melakukan
inseminasi buatan lebih
dari satu
kali( Febrianthoro et.al
2015).
4 SaSayuti A, Melia J, Amrozi, 2012/Jurnal 100-101 Menurut Sayuthi et al.
Syafruddin, Roslizawaty, (2012) sapi- sapi yang
Fahrimal Y. 2012. Gambaran yang diterapi dengan
klinis sapi pyometra sebelum kombinasi PGF2ᾱ
dan setelah terapi dengan memperlihatkan
antibiotik dan prostaglndin pengeluaran leleran yang
secara intar uteri. Jurnal lebih cepat dibandingkan
Kedokteran Hewan. 6(2): 99- sapi yang yangditerapi
101 hanya dengan antibiotik.
Pengeluaran leleran pada
sapi yang diterapi dengan
kombinasi antibiotik dan
PGF2ᾱ mulai terjadi
sehari setelah terapy.
5 Susilawati T. 2013. Pedoman 2013/Buku 125 Menurut Susilawati
Inseminasi Buatan pada Ternak. (2013), Variabel yang
Malang (ID): Universitas diamati dalam mengetahui
Brawijaya Press keberhasilan IB yaitu
service per conception
(S/C), yaitu angka yang
menunjukkan berapa
banyak ternak yang
diinseminasi untuk
mendapatkan hasil
kebuntingan. Selain itu
ada conception rate (CR),
yaitu persentase sapi
betina yang bunting pada
IB pertama (Susilawati et
al. 2013). Evaluasi tingkat
keberhasilan pelaksanaan
IB di KPBS.
6 Suwito W. 2014. Infotek 2014/Katalog 3
Program Swasembada Daging
Sapi. Yogyakarta (ID):
Badan Pengkajian Teknologi
Pertanian Yogyakarta.
7 Hadisutanto B, Purwantara B, 2012/Jurnal 116 Gejala estrus yang dapat
Darodjah S. 2012. Intensitas dan diamati adalah sapi
waktu estrus pada berbagai tampak gelisah, cenderung
paritas induk sapi perah fries berisik, menaiki sapi
holland pasca partus. Partner. lainnya, pangkal ekor
19(1):116─125. terangkat sedikit, terdapat
lendir jernih di vulva,
serta vulva berwarna
merah, bengkak, dan
hangat.

8 Dirgahayu FF, Hartono M, 2015/Jurnal 5 Menurut Dirgahayu et al.


Santosa PE. 2015. Conception (2015), nilai conception
rate pada sapi potong di rate dipengaruhi beberapa
Kecamatan Jati Agung faktor diantaranya birahi
Kabupaten Lampung Selatan. pertama setelah beranak
Jurnal Ilmiah Peternakan dan perkawinan kembali
Terpadu. 3 (1): 7-14. setelah beranak
9 Kurniadi A. 2002. Kinerja 2002/Skripsi 28 Pelaksanaan inseminasi
reproduksi dan keberhasilan merupakan tanggung
inseminasi buatan di KUD jawab inseminator
Mandiri Bayongbong, Garut. (Kurniadi 2002).
[skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.

10FeFebrianthoro F, Hartono M, 2015/Jurnal 243 Faktor-faktor lain yang


Suharyati S. 2015. Faktor-faktor dapat memengaruhi nilai
yang memengaruhi conception CR adalah sistem
rate (CR) pada sapi bali di pemberian air minum,
Kabupaten Pringsewu. Jurnal sirkulasi udara dan
Ilmiah Peternakan Terpadu. pencahayaan dalam
3(4): 239-244. kandang, usia sapi dan
. nilai S/C yaitu sebesar
1.79 (Febrianthoro et al.
2015).

11 Wulandari IA dan Prihatno SA. 2014/Jurnal 44 Menurut Wulandari dan


2014. Pengaruh berbagai Prihatno (2014) tehnik
temperatur thawing semen beku thawing terbaik adalah
terhadap keberhasilan menggunakan air bersuhu
inseminasi buatan pada sapi 30 ºC dengan durasi 10-
potong. Jurnal Sain Veteriner. 15 detik.
32(1):40-45

12 Sari EC, Hartono M, Suharyati 2016/Jurnal 316 Metritis bisa saja terjadi
S. 2016. Faktor- faktor yang apabila lapisan
memengaruhi service per myometrium terbuka,
conception sapi perah pada salah satu penyebab
peternakan rakyat di Provinsi terbukanya lapisan
Lampung. Jurnal Ilmiah myometrium adalah
Peternakan Terpadu. 4(4): 313 – pengelupasan plasenta
318. secara manual.
Pengelupasan plasenta
dari uterus tidak perlu
dilakukan apabila sapi
sehat dan masih dalam
rentang waktu 8-12 jam
post partus (Sari et al
2016).
13 Sari EC, Hartono M, Suharyati 2016/Jurnal 317 Gangguan reproduksi
S. 2016. Faktor- faktor yang dapat menyerang ternak
memengaruhi service per sehingga untuk membatasi
conception sapi perah pada kerugian ekonomi
peternakan rakyat di Provinsi deperlukan kontrol untuk
Lampung. Jurnal Ilmiah menjaga kesehatan sapi
Peternakan Terpadu. 4(4): 313 menjadi sangat penting.
– 318 Manajemen pemeliharaan
yang baik sangat
mempengaruhi kesehatan
sapi perah, dampak buruk
dari gangguan reproduksi
yang terjadi dapat
meningkatkan nilai s/c
pada sapi.
14 Budiyanto A, Tophianong TC, 2016/Jurnal 17-18 Fakta di lapangan dan
Triguntoro, Dewi HK. 2016. beberapa penelitian telah
Gangguan Reproduksi Sapi Bali membuktikan bahwa
pada Peternakan Semi Intensif di faktor nutrisi merupakan
Daerah Sistem Integrasi Sapi – faktor yang lebih kritis,
Kelapa Sawit. Acta Veterinaria dalam arti baik pengaruh
Indonesia. 4(1): 14-18 langsung maupun
pengaruh tidak langsung
terhadap fenomena
reproduksi dibanding
faktor lainnya. Jadi, nutrisi
yang cukup dapat
mendorong proses
biologis untuk mencapai
potensi genetiknya,
mengurangi pengaruh
negatif dari lingkungan
yang tidak nyaman dan
meminimalkan pengaruh-
pengaruh dari teknik
manajemen yang kurang
baik. Nutrisi yang kurang
baik tidak hanya akan
mengurangi performans
dibawah potensi
genetiknya, tetapi juga
memperbesar pengaruh
negatif dari lingkungan.
Adanya interaksi yang
kompleks antara faktor
lingkungan atau
manajemen (nutrisi),
respon individual, jenis
gangguan reproduksi dan
derajat keparahan
gangguan reproduksi akan
menimbulkan respon
kesembuhan yang
bervariasi dari setiap
penanganan gangguan
reproduksi (Budiyanto et
al. 2016).
15 Sheldon I, Erin M, Williams J, 2008/Jurnal 117 Metritis didefinisikan
Aleisha N, Miller A, Deborah sebagai hewan dengan
M, Nash, Shan H. 2008. Uterine rahim yang membesar
diseases in cattle after secara tidak normal dan
parturition. The Veterinary keluarnya cairan dari
Journal 176: 115-121 rahim berwarna merah-
coklat seperti janin, terkait
dengan tanda-tanda
penyakit sistemik
(penurunan produksi ASI,
kusam atau tanda-tanda
toksemia lainnya) dan
demam> 39,5 ° C, dalam
waktu 21 hari setelah
partus( Sheldon et al.
2008)
16 Bekele N, Addis M, Bdela NA, 2016/Jurnal 356 Menurut Bekele et al.
Ahmed WM. 2016. Pregnancy (2016), pemeriksaan
diagnosis in cattle for fertility kebuntingan pada sapi
management: a review. Global dapat dilakukan melalui
Veterinaria. 16(4): 355-364 palpasi rektal,
pemeriksaan
ultrasonography (USG)
serta melalui pengujian
hormon progesteron yang
dihasilkan selama
kebuntingan.
17 Rasad SD. 2009. Evaluasi 2009/Jurnal 44 Menurut Rasad (2009),
penampilan reproduksi sapi usaha untuk meningkatkan
perah (studi kasus di perusahaan produksi susu nasional
peternakan sapi perah KUD dapat dilakukan dengan
Sinarjaya). Agripet. 9 (1): 43-49. cara peningkatan populasi
sapi perah, perbaikan
pemberian pakan dan
tatalaksana, serta efisiensi
reproduksi. Dalam
praktiknya, peternak
umumnya kurang
mengetahui mengenai
manajemen pemeliharaan
maupun pemberian pakan
serta manajemen
kesehatan ternak
18 Rusadi RP, Hartono M, 2015/Jurnal 31 Menurut Rusadi et al.
Siswanto. 2015. Service per (2015), nilai ideal S/C
Conception pada sapi perah yaitu antara 1.6-2.0.
laktasi di balai besar pembibitan Semakin rendah nilai S/C
ternak unggul dan ujian pakan menunjukkan bahwa
ternak (BBPTU-HPT) di semakin tinggi tingkat
Baturaden, Purwokerto, Jawa kesuburan sapi dalam
Tengah. Jurnal Ilmiah suatu kelompok.
Peternakan Terpadu. 3 (1): 29-
37.

19 Widjaja N, Akhdiat T, Purwasih 2017/Jurnal 50 Menurut Widjaja et al.


D. 2017. Pengaruh deposisi (2017), menyatakan
semen terhadap keberhasilan bahwa deposisi semen
inseminasi buatan (IB) sapi pada cornua uterus akan
peranakan Ongole. Sain Petern. menghasilkan conseption
15 (2): 49-51. rate dan service per
conception yang terbaik.
20 Hardjopranjoto, H. S. 2005. 2005/Buku Hardjopranjoto (2005)
Ilmu Kemajiran Ternak. upaya yang sering
Surabaya : Air Langga dilakukan adalah
University Press. mengurangi jumlah
kejadian abortus adalah
dengan membatasi
penularan antar ternak,
dengan manajemen dan
sanitasi sebaik mungkin
serta pelaksanaan terapi
secara cepat dan tepat.
21 Ratnawati D, Pratiwi WC, 2007/Buku 9-10 Endometritis merupakan
Affandhy L.2007. Petunjuk peradangan pada
teknis penenganan gangguan endometrium Uterus sapi
reproduksi pada sapi biasanya terkontaminasi
potong.Grati (ID) : Pusat dengan berbagai
penelitian dan pengembangan mikroorganisme selama
peternakan. masa puerpurium (masa
nifas). Gejala klinis
kejadian endometritis
adalah adanya leleran
berwarna jernih keputihan
sampai purulen
(kekuningan) yang
berlebihan dan uterus
mengalami pembesaran
(peningkatan ukuran).
Penderita bisa nampak
sehat, walaupun dengan
leleran vulva purulen dan
dalam uterusnya tertimbun
cairan. Endometritis dapat
mempengaruhi fertilitas
dalam jangka pendek yaitu
menurunkan kesuburan,
Calving Interval dan S/C
naik, sedangkan jangka
panjang menyebabkan
sterilitas (kemajiran)
karena terjadi perubahan
saluran reproduksi
(Ratnawati et al. 2007).

21 [SNI] Standar Nasional SNI/ 2017 2-4 Persyaratan mutu semen


Indonesia. 2017. Semen Beku- beku yang harus terpenuhi
Bagian 1: Sapi. SNI berdasarkan SNI 4869-
4869-1:2017 1:2017, yaitu: (a) berasal
dari pejantan unggul; (b)
semen beku berasal dari
semen segar dengan
motilitas minimum 70%,
namun apabila motilitas di
bawah 70% untuk
pejantan tertentu dapat
digunakan nilai recovery
rate dengan minimum
50%; (c) semen beku
sesudah dicairkan kembali
pada suhu 37°C-38°C
selama 30 detik harus
menunjukkan motilitas
spermatozoa minimum
40%, gerakan individu
spermatozoa minimum 2,
dan jumlah sel
spermatozoa minimum 25
juta per dosis. Semen beku
dikemas dalam straw
berukuran 0.25 ml,
konsentrasi sperma ±25
juta sel sperma/straw,
ditempatkan di dalam
container yang berisi
nitrogen cair yang
merendam straw secara
penuh, dan motilitas
setelah thawing >40%.
22

Anda mungkin juga menyukai