Dalam bab ini akan diuraikan tentang latar belakang masalah, identifikasi masalah,
sistematika penulisan.
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever (DHF)
adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dari genus Flavivirus, famili
Flaviviridae yang dapat ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti yang terinfeksi
virus dengue ke manusia. Virus dengue mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu Den-1, Den-2,
Den-3 dan Den-4. Penyakit DBD dapat menyerang semua orang dan dapat mengakibatkan
kematian.
daerah tropis dan subtropis. Berdasarkan (Kemenkes RI, 2010) Data dari seluruh dunia
menunjukkan bahwa Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita DBD setiap
Setiap tahun terdapat sekitar 50-100 juta kasus DBD dengan 500.000
diantaranya memerlukan perawatan di rumah sakit dan diketahui bahwa DBD
merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian di Asia Tenggara dengan
57% dari total kasus DBD di Asia Tenggara terjadi di Indonesia.2
Sementara itu, WHO dalam Kemenkes RI (2010) juga mencatat sejak tahun 1968
hingga tahun 2009 Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara.
kesakitan/angka insiden (IR/Incident Rate) dan angka kematian (CFR/Case Fatality Rate)
1
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Buletin Jendela Epidemioogi. (Jakarta: Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia, 2010), hlm.2
2
WHO.. Case Dengue in South East Asia. (http:/www.who.int/, 2007)
kasus DBD. IR merupakan frekuensi penyakit baru yang berjangkit dalam masyarakat di
suatu wilayah/tempat pada waktu tertentu. Sedangkan menurut Notoatmodjo CFR merupakan
Berdasarkan Profil Data Kesehatan Indonesia Tahun 2011 dari jumlah penduduk
Indonesia 241.182.182 jiwa terjadi kasus DBD sebanyak 65.432 jiwa dan jumlah kasus
meninggal 595 dengan CFR 0,91% dan IR per 100.000 penduduk adalah 27,56. Sementara
itu, target nasional untuk IR adalah <53 per 100.000 penduduk. Provinsi Banten dengan
jumlah penduduk 10.922.177 jiwa terdapat jumlah kasus 1.736 jiwa dan jumlah kasus
meninggal 32 kasus dengan CFR 1,84% dan IR per 100.000 penduduk adalah 15,89. Angka
IR di atas masih di bawah standar nasional, namun Indonesia dan Provinsi Banten masih
merupakan daerah endemis DBD. Hal ini dikarenakan penyakit DBD di wilayah Indonesia
dan Banten sering terjadi pada populasi secara konstan dalam jumlah sedikit atau sedang.
Kota Tangerang Selatan merupakan salah satu kota Endemis DBD di Provinsi Banten.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan (2013), IR tahun 2012 adalah 60
per 100.000 penduduk, tercatat juga beberapa Puskesmas masih memiliki angka kesakitan
DBD diatas target nasional. Selain itu, berdasarkan data tersebut diketahui pula bahwa
Puskesmas Kampung Sawah merupakan daerah dengan kasus DBD yang tinggi dibandingkan
dengan Puskesmas lainnya yang berada di wilayah Tangerang Selatan. Dari 66.496 jumlah
penduduk terdapat 79 total kasus DBD dengan 1 orang meninggal dengan IR 11,9 per 10.000
Sawah Lama dan Sawah Baru. Untuk kasus DBD Kelurahan Sawah Lama memiliki angka
kasus paling tinggi dibandingkan dengan Kelurahan Sawah Baru dan Kelurahan lainnya di
Kota Tangerang Selatan, yaitu dengan total 41 kasus dari 35.130 jumlah penduduk.
3
Notoatmodjo, S. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), hlm. 27.
Disamping itu IR dan CFR masing-masing yaitu 11,671 per 10.000 penduduk dan 0,00. Hal
ini kemungkinan disebabkan oleh kondisi lingkungan yang kurang baik sehingga
faktor yang mendorong adanya kejadian DBD. Memutus mata rantai penularan DBD adalah
cara yang tepat untuk mencegah terjadinya penyakit ini. Memberantas jentik-jentik/larva
menetapkan bahwa standar nasional untuk Angka Bebas Jentik (ABJ) yaitu 95%. Namun
menurut Ginanjar, yang sangat penting diperhatikan adalah peningkatan pemahaman, sikap
dan perubahan perilaku masyarakat terhadap penyakit ini akan sangat mendukung percepatan
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan Angka Bebas Jentik (ABJ)
di wilayah kerja Puskesmas Kampung Sawah ini sangat rendah yaitu 69%. Sedangkan untuk
kelurahan wilayah kerjanya yakni Kelurahan Sawah Lama dan Kelurahan Sawah Baru
memiliki Angka Bebas Jentik masing-masing wilayah 53% dan 83%. Studi pendahulan yang
dilakukan peneliti pada 10 rumah di Kelurahan Sawah Lama ditemukan 4 rumah dengan
jentik nyamuk. Hal ini menandakan kurangnya perilaku untuk hidup bersih dan sehat di
masyarakat.
TPA/tempat penampungan air, tutup TPA dan frekuensi pembersihan TPA. Selain itu
4
Ginanjar, Genis. Apa Yang Dokter Anda Tidak Katakan Tentang Demam Berdarah. (Yogyakarta: PT. Bentang
Pustaka, 2008), hlm. 32
5
Setiawan. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Keberadaan Jentik Aedes Pada TPA Rumah Tangga Di
Kecamatan Bekasi Selatan Tahun Tahun 2001. (Jakarta: Thesis UI, 2002), hlm. 47.
penelitian Damyanti6 mengenai hubungan pengetahuan, sikap dan praktek 3M (menutup,
mengubur dan menguras) dengan keberadaan jentik Aedes aegypti menunjukkan bahwa
terdapat hubungan antara pengetahuan, sikap, praktek menguras tempat penampungan air dan
Berdasarkan uraian di atas, penyebab terjadinya DBD bukan hanya terjadi karena
adanya vektor pembawa virus DBD saja, namun ada faktor lain seperti perilaku masyarakat
terhadap pemberantasan sarang nyamuk atau yang dikenal PSN DBD dengan kegiatan 3M
(mengubur, menutup dan menguras tempat penampungan air/TPA) serta lingkungan yang
mempengaruhi keberadaan vektor tersebut yang menyebabkan keberadaan vektor tetap ada.
Oleh karena itu, peneliti ingin meneliti mengenai hubungan faktor perilaku dan faktor
lingkungan dengan keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti di Kelurahan Sawah Lama
tahun 2013.
sebagai berikut
3) Apakah Hubunganya prilaku masyarakat dan keadaan lingkungan terhadap larva nyamuk
6
Damyanti..Hubungan Pengetahuan, Sikap Dan Praktek 3M Dengan Keberadaan Jentik Aedes Aegypti Pada
Daerah Endemis Demam Berdarah Dengue Di Kelurahan Kepolorejo Kecamatan Magetan Kabupaten Magetan.
(Magtan: Skripsi Undip, 2009), hlm. 52.
Berdasarkan identifikasi masalah diatas, fokus masalah dalam penelitian inialah
Hubungan antara prilaku masyarakat dan keadaan lingkungan terhadap larva nyamuk Aedes
sebagai berikut:
3) Apakah Hubunganya prilaku masyarakat dan keadaan lingkungan terhadap larva nyamuk
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui:
3) Hubunganya prilaku masyarakat dan keadaan lingkungan terhadap larva nyamuk Aedes
H0 : Tidak terjadi hubungan faktor perilaku dan faktor lingkungan dengan keberadaan
H1 : Terjadi hubungan faktor perilaku dan faktor lingkungan dengan keberadaan larva
maupun praktis.
1) Manfaat Teoritis
c) Bagi dinas kesehatan, untuk memberikan masukan bagi pengambil keputusan dan pengelola
program pada Dinas Kesehatan dalam melakukan intervensi yang tepat untuk program
d) Bagi Puskesmas, untuk meningkatkan kinerja dan intervensi dalam program pencegahan dan
e) Bagi Kelurahan, untuk memberikan masukan sebagai upaya peningkatan peran serta
f) Bagi Program Kesehatan Lingkungan, untuk memberikan informasi bagi peneliti selanjutnya
tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan keberadaan larva Aedes aegypti terhadap
kejadian DBD.
g) Bagi Poltekkes jakarta II, diharapkan memberikan sumbangan penelitian khususnya pada
2) Manfaat Praktis
Bagi peneliti lain, hasil kajian ini diharapkan dapat memberikan masukan, khususnya
bagi mereka yang tertarik dengan masalah penyebaran larva nyamuk Aedes aegypt penyebab
DBD, dan juga juga dapat dipergunakan sebagai sumber informasi dan referensi untuk
penelitian sejenis.
1) Asumsi Keterbatasan waktu, karena penulis masih sebagai mahasiswa aktif sehingga
penulisan semikripsi ini akan mengalami keterhambatan dalam penulisan semikripsi ini
2) Asumsi keterbatasan biaya sehingga pada penelitian ini penulis hanya menganalisis
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan faktor perilaku dan faktor
lingkungan dengan keberadaan larva Aedes aegypti di Kelurahan Sawah Lama tahun 2013.
Penelitian dilakukan pada bulan Juni-Juli tahun 2013. Data diperoleh dari data primer yaitu
lembar kuesioner dan lembar observasi serta data sekunder yaitu data Dinas Kesehatan Kota