Anda di halaman 1dari 34

Case Report Session

DIABETES MELITUS TIPE II

Oleh :

Devi Masila 1410070100108

Preseptor
dr. Uswatun Hasanah

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat II


Fakultas Kedokteran Universitas Baiturrahmah
Pusat Kesehatan Masyarakat Nan Balimo Kota Solok
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang selalu melimpahkan rahmat,
anugrah, dan karunia-NYA sehingga saya bisa menyelesaikan case ini, yang berjudul “Diabetes
melitus tipe 2”. Case ini sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik di
bagian Public Health Puskesmas Nan Balimo Kota Solok.
Case ini dapat tersusun berkat adanya bimbingan, petunjuk, bantuan maupun saran
berharga dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada dr.Uswatun
Hasanah, yang telah membimbing penulis dalam pembuatan case ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan case ini jauh dari kata sempurna. Untuk itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca agar kedepannya
dapat memperbaiki dan menyempurnakan tulisan ini.
Penulis berharap agar case yang ditulis ini berguna bagi semua orang dan dapat
digunakan sebaik-baiknya sebagai sumber informasi. Atas perhatiannya penulis ucapkan terima
kasih.

Solok, Juli 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................i
Daftar Isi............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1
1.1. LatarBelakang.......................................................................................1
1.2. Tujuan Penulisan...................................................................................2
1.3. Metode Penulisan..................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................3
2.1. Definisi DM..........................................................................................3
2.2. Epidemiologi.........................................................................................3
2.3. Etiologi dan klasifikasi.........................................................................4
2.4. Diagnosis...............................................................................................6
2.5. Penatalaksanaan....................................................................................8
2.6. Komplikasi..........................................................................................18
BAB III LAPORAN KASUS..........................................................................22
3.1. IdentitasPasien....................................................................................22
3.2. Anamnesis...........................................................................................22
3.3. Pemeriksaan Fisik...............................................................................25
3.4. Pemeriksaan Penunjang......................................................................27
3.5. Diagnosis Kerja...................................................................................27
3.6. Penatalaksanaan..................................................................................27
3.7. Prognosis.............................................................................................28
BAB IVKESIMPULAN..................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................30
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes melitus (DM) adalah penyakit yang ditandai dengan terjadinya hiperglikemia

dan gangguan metabolism karbohidrat, lemak dan protein yang dihubungkan dengan

kekurangan secara absolut atau relative dari kerja dan atau sekresi insulin. Diabetes Melitus

(DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia

yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Hiperglikemia

kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau

kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah.

Gejala yang dikeluhkan pada penderita DM yaitu polidipsi, poliuria, polifagia, penurunan

berat badan dan kesemutan.1

World Health Organization (WHO) memperkirakan, prevalensi global diabetes melitus

tipe 2 akan meningkat dari 171 juta orang pada 2000 menjadi 366 juta tahun 2030. WHO

memperkirakan Indonesia menduduki ranking ke-4 di dunia dalam hal jumlah penderita

diabetes setelah China, India dan Amerika Serikat. Pada tahun 2000, jumlah penderita

diabetes mencapai 8,4 juta dan diperkirakan pada tahun 2030 jumlah penderita diabetes di

Indonesia akan berjumlah 21,3 juta. Tetapi, hanya 50% dari penderita diabetes di Indonesia

menyadari bahwa mereka menderita diabetes, dan hanya 30% dari penderita melakukan

pemeriksaan secara teratur.Prevalensi DM tipe 2 pada bangsa kulit putih berkisar antara 3%-

6% dari jumlah penduduk dewasanya. Di Indonesia, kekerapan diabetes berkisar antara

1,4%-1,6%, kecuali dibeberapa tempat yaitu di Pekajangan 2,3% dan di Manado 6%.2
Diabetes menyebabkan 1,5 juta kematian pada tahun 2012. Gula darah yang lebih tinggi dari

batas maksimum mengakibatkan tambahan 2,2 juta kematian, dengan meningkatkan risiko

penyakit kardiovaskular dan lainnya. Empat puluh tiga persen (43%) dari 3,7 juta kematian ini

terjadi sebelum usia 70 tahun. Persentase kematian yang disebabkan oleh diabetes yang terjadi

sebelum usia 70 tahun lebih tinggi di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah

daripada di negara-negara berpenghasilan tinggi.2

1.2 Tujuan Penulisan

1.2.1 Tujuan Umum

Case report ini disusun untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik dibagian Public Health

Puskesmas Nan Balimo Solok dan di harapkan agar dapat menambah pengetahuan penulis serta

sebagai bahan informasi bagi para pembaca, khususnya kalangan medis.

1.2.2 Tujuan Khusus

Mengetahui dan memahami tentang definisi, etiologi, klasifikasi, patogenesa, diagnosa

dan penatalaksanaan diabetes melitus tipe 2.

1.3 Metode Penulisan

Case ini dibuat dengan metode tinjauan kepustakaan yang merujuk pada berbagai literatur.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Diabetes Melitus

Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan

karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-

duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang,

disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan

pembuluh darah.3

2.2 Epidemiologi Diabete Melitus

Secara epidemieologik diabetes seringkali tidak terdeteksi dan dikatakan onset atau mulai

terjadinya diabetes adalah 7 tahun sebelum diagnosis ditegakkan, sehingga morbiditas dan

mortalitas dini terjadi pada kasus yang tidak terdeteksi ini. Penelitian lain menyetakan bahwa

dengan adanya urbanisasi, populasi diabetes tipe 2 akan meningkat 5-10 kali lipat karena terjadi

perubahan perilaku rural-tradisional menjadi urban. Faktor risiko yang berubah secara

epidemiologi diperkirakan adalah: bertambahnya usia, lebih banyak dan lebih lamanya

obesitas,distribusi lemak tubuh, kurangnya aktivitas jasmani dan hiperinsulinemia.2

Secara global, diperkirakan 422 juta orang dewasa hidup dengan diabetes pada tahun

2014, dibandingkan dengan 108 juta pada tahun 1980. Prevalensi diabetes di dunia (dengan usia

yang distandarisasi) telah meningkat hampir dua kali lipat sejak tahun 1980, meningkat dari

4,7% menjadi 8,5% pada populasi orang dewasa. Hal ini mencerminkan peningkatan faktor

risiko terkait seperti kelebihan berat badan atau obesitas. Selama beberapa dekade terakhir,

prevalensi diabetes meningkat lebih cepat di negara berpenghasilan rendah dan menengah

daripada di negara berpenghasilan tinggi.2


2.3 Etiologi dan Klasifikasi Diabetes Melitus

Klasifikasi etiologis diabetes melitus menurut American Diabetes Association 2010

(ADA 2010), dibagi dalam 4 jenis yaitu:4

1. Diabetes Melitus Tipe 1 atau Insulin Dependent Diabetes Mellitus/IDDM

DM tipe 1 terjadi karena adanya destruksi sel beta pankreas karena sebab autoimun. Pada

DM tipeini terdapat sedikit atau tidak sama sekali sekresi insulin dapat ditentukan dengan

level proteinc-peptida yang jumlahnya sedikit atau tidak terdeteksi sama sekali. Manifestasi

klinik pertama daripenyakit ini adalah ketoasidosis.

2. Diabetes Melitus Tipe 2 atau Insulin Non-dependent Diabetes Mellitus/NIDDM

Pada penderita DM tipe ini terjadi hiperinsulinemia tetapi insulin tidak bisa membawa

glukosa masuk ke dalam jaringan karena terjadi resistensi insulin yang merupakan turunnya

kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan

untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Oleh karena terjadinya resistensi insulin

(reseptor insulin sudah tidak aktif karena dianggap kadarnya masih tinggi dalam darah)

akan mengakibatkan defisiensi relatif insulin. Hal tersebut dapat mengakibatkan

berkurangnya sekresi insulin pada adanya glukosa bersama bahan sekresi insulin lain

sehingga sel beta pankreas akan mengalami desensitisasi terhadap adanya glukosa. Onset

DM tipe ini terjadi perlahan-lahan karena itu gejalanya asimtomatik. Adanya resistensi

yang terjadi perlahan-lahan akan mengakibatkan sensitivitas reseptor akan glukosa

berkurang. DM tipeini sering terdiagnosis setelah terjadi komplikasi.

3. Diabetes Melitus Tipe Lain. DM tipe ini terjadi karena etiologi lain, misalnya pada defek

genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, penyakit
metabolik endokrin lain, iatrogenik, infeksi virus,penyakit autoimun dan kelainan genetik

lain.

4. Diabetes Melitus Gestasional

DM tipe ini terjadi selama masa kehamilan, dimana intoleransi glukosa didapati pertama

kali pada masa kehamilan, biasanya pada trimester kedua dan ketiga. DM gestasional

berhubungan dengan meningkatnya komplikasi perinatal. Penderita DM gestasional

memiliki risiko lebih besar untukmenderita DM yang menetap dalam jangka waktu 5-10

tahun setelah melahirkan.

Gambar 1. Klasifikasi Etiologi Diabetes Melitus

Sumber :Ndraha Suzanna, Leading Article Diabetes Melitus Tipe 2 dan Tatalaksana Terkini,

Departemen Penyakit Dalam FK Univ.Krida Wacana Jakarta, Medicinus 2014


2.4 Diagnosis Diabetes Melitus

PERKENI (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia) membagi alur diagnosis DM menjadi

dua bagian besar berdasarkan ada tidaknya gejala khas DM. Gejala khas DM terdiri dari poliuria,

polidipsia, polifagia dan berat badan menurun tanpa sebab yang jelas, sedangkan gejala tidak

khas DM diantaranya lemas, kesemutan, luka yang sulit sembuh, gatal, dan mata kabur, disfungsi

ereksi (pria) dan pruritus vulva (wanita). Apabila ditemukan gejala khas DM, pemeriksaan

glukosa darah abnormal satu kali saja sudah cukup untuk menegakkan diagnosis, namun apabila

tidak ditemukan gejala khas DM, maka diperlukan dua kali pemeriksaan glukosa darah

abnormal.4

Tabel 1. Kriteria Diagnosis DM4

No. Kriteria Diagnosis DM

1 Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dL (11,1

mmol/L)

Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada

suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir.

2 Atau

Gejala klasik DM + glukosa plasma puasa ≥126 mg/dL (7,0 mmol/L)

Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8

jam

3 Glukosa plasma 2 jam pada TTGO sewaktu ≥ 200 mg/dL (11,1

mmol/L)

TTGO dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa


yang setara dengan 75 gr glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam

air.

Sumber :Sudoyo, W.Aru dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III edsi V, hal.1881 tahun

2010

Cara pelaksanaan tes toleransi glukosa oral (TTGO) (WHO 1994) :3

1. 3 (tiga) hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan

karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa.

2. Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air

putih tanpa gula tetap diperbolehkan.

3. Diperiksa konsetrasi glukosa darah puasa.

4. Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa) atau 1,75 gram/kgBB (anak-anak),

dilarutkan dalam air 250 mL dan diminum dalam waktu 5 menit.

5. Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah

minum larutan glukosa selesai.

6. Diperiksa glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa.

7. Selama proses pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.

Hasil pemeriksaan glukosa darah 2 jam pasca pembebanan dibagi menjadi 3, yaitu:3

a. < 140 mg/dL normal

b. 140 - < 200 mg/dL toleransi glukosa terganggu

c. ≥ 200 mg/dLdiabetes
Gambar 4.Langkah-langkah Diagnostik Diabetes Melitus &Toleransi Glukosa Terganggu

Sumber : PERKENI, Konsensus Pengendalian dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe2 di

Indonesia 2011

2.5 Penatalaksanaan Diabetes Melitus

Pilar penatalaksanaan DM dimulai dengan pendekatan non farmakologi, yaitu berupa

pemberian edukasi, perencanaan makan/terapi nutrisi medik, kegiatan jasmani dan penurunan

berat badan bila didapat berat badan lebih atau obesitas. Bila dengan langkah-langkah

pendekatan non farmakologi tersebut belum mampu mencapai sasaran pengendalian DM, maka

dilanjutkan dengan penggunaan perlu panambahan terapi medikamentosa atau intervensi

farmakologi disamping tetap melakukan pengaturan makan dan aktivitas fisik yang sesuai.Terapi

farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan atihan jasmani (gaya hidup

sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan suntikan.5


1.Obat Hipoglikemik Oral (OHO)

1) Pemicu Sekresi Insulin

a. Sulfonilurea

Obat golongan ini memounyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta

pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat badan normal dan

kurang. Namun masih boleh diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih.

Untuk menghindari hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai keadaan seperti

orang tua, gangguan faal ginjal dan hati, kurang nutrisi serta penyakit kardiovaskular,

tidak dianjurkan penggunaan sulfonilurea kerja panjang.5

b. Glinid

Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan

penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2

macam obat yaitu Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat

fenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan

diekskresi secara cepat melalui hati. Obat ini dapat mengatasi hiperglikemia post

prandial.5

2) Peningkat sensitivitas terhadap insulin

a.Tiazolidindion

Tiazolidindion (pioglitazon) beriatan pada Peroxisome Proliferator Activated

Receptor Gamma (PPAR-g), suatu reseptor inti di sel otot dan sel lemak.Golongan

ini memiliki efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah

protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer.


Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung kelas I-IV

karena dapat memperberat edema/retensi cairan dan juga gangguan faal hati. Pada

pasien yang menggunakan tiazolidindion perlu dilakukan pemantauan faal hati

secara berkala.5

3) Penghambat glukoneogenesis

Metformin

Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati

(glukoneogenesis), disamping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer. Terutama

dipakai pada penyandang diabetes gemuk. Metformin dikontraiindikasikan pada

penyandang dengan gangguan fungsi ginjal (serum kreatinin >1,5 mg/dL) dan hati, serta

pasien-pasien dengan kecenderungan hipoksemia (misalnya penyakit serebro-vaskular,

sepsis, renjatan, gagal jantung). Metformin dapat memberikan efek samping mual.5

4) Penghambat Glukosidase Alfa (Aarbose)

Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehingga

mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbose

tidak meimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek samping yang paling sering

ditemukan ialah kembung dan flatulens.5

5) DPP-IV inhibitor

Glucagon-like peptide-1 (GLP-1) merupakan suatu hormon peptida yang

dihasilkan oleh sel L di mukosa usus. Peptida ini disekresi oleh sel mukosa usus

bila ada makanan yang masuk ke dalam saluran pencernaan. GLP-1 merupakan

perangsang kuat pelepasan insulin dan sekaligus sebagai penghambat sekresi


glukagon. Namun demikian, secara cepat GLP-1 diubah oleh enzim dipeptidyl

peptidase-4 (DPP-4), menjadi metabolit GLP-1-(9,36)-amide yang tidak aktif.

Sekresi GLP-1 menurun pada DM tipe 2, sehingga upaya yang ditujukan untuk

meningkatkan GLP-1 bentuk aktif merupakan hal rasiona dalam pengobatan DM

tip 2. Peningkatan konsentrasi GLP-1 dapat dicapai dengan pemberian obat yang

menghambat kinerja enzim DPP-4 (penghambat DPP-4), atau memberian

hormon asli atau analognya (analog incretin= GLP-1 agonis).5

Cara pemberian OHO, terdiri dari :5

a) OHO dimuli dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai respons kadar

glukosa darah, dapat diberikan sampapi dosis optimal.

b) Sulfonilurea : 15-30 menit sebelum makan.

c) Repaglinid, Nateglinid : sesaat sebelum makan.

d) Metformin : sebelum/pada saat/sesudah makan.

e) Penghambat glukosidase (acarbose) : bersama makan suapan pertama.

f) Tiazolidindion : tidak bergantung pada jadwal makan.

g) DPP-IV inhibitor dapat diberikan bersama makan dan atau sebelum makan.
Gambar 2. Perbandingan Golongan OHO
Sumb

er : PERKENI, Konsensus Pengendalian dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe2 di

Indonesia 2011

2.Obat Suntikan5

A. Insulin

Insulin diperlukan pada keadaan :

1) Penurunan berat badan yang cepat

2) Hiperglikemia berat yang disertai ketosis

3) Ketoasidosis diabetik

4) Hiperglikemia hiperosmolar nonketotik

5) Hiperglikemia dengan asidosis laktat

6) Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal

7) Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)


8) Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali dengan

perencanaan makan

9) Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat

10) Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO

Jenis dan lama kerja insulin berdasar lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis, yakni:

1) Insulin kerja cepat (rapid acting insulin)

2) Insulin kerja pendek (short acting insulin)

3) Insulin kerja menengah (intermediate actinginsulin)

4) Insulin kerja panjang (long acting insulin)

5) Insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah (premixed insulin).

Agonis GLP-1/incretin mimetic

Pengobatan dengan dasar peningkatan GLP-1 merupakan pendekatan baru untuk

pengobatan DM. Agonis GLP-1 dapat bekerja sebagai perangsang penglepasan insulin yang

tidak menimbulkan hipoglikemia ataupun peningkatan berat badan yang biasanya terjadi pada

pengobatan dengan insulin ataupun sulfonilurea. Agonis GLP-1 bahkan mungkin menurunkan

berat badan. Efek agonis GLP-1 yang lain adalah menghambat penglepasan glukagon yang

diketahui berperan pada proses glukoneogenesis. Pada percobaan binatang, obat ini terbukti

memperbaiki cadangan sel beta pankreas. Efek samping yang timbul pada pemberian obat ini

antara lain rasa sebah dan muntah.5

Gambar 3. Jenis Insulin


Sumber : PERKENI, Konsensus Pengendalian dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe2 di
Indonesia 2011

Gambar 4 Target Pengendalian Penderita Diabetes Melitus


Sumber : PERKENI, Konsensus Pengendalian dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe2 di

Indonesia 2015

2.6 Komplikasi Diabates Melitus

Komplikasi Akut

Komplikasi akut mencakup :

A. Ketoasidosis diabetik (KAD)

Merupakan komplikasi akut diabetes yang ditandai denganpeningkatan kadar glukosa

darah yang tinggi (300-600 mg/dL),disertai dengan adanya tanda dan gejala asidosis dan

plasmaketon(+) kuat. Osmolaritas plasma meningkat (300-320 mOs/mL) dan terjadi

peningkatan anion gap.6

B. Status Hiperglikemi Hiperosmolar (SHH)


Pada keadaan ini terjadi peningkatan glukosa darah sangattinggi (600-1200 mg/dL),

tanpa tanda dan gejala asidosis, osmolaritasplasma sangat meningkat (330-380 mOs/mL),

plasmaketon (+/-), anion gap normal atau sedikit meningkat.6

C. Hipoglikemia

Hipoglikemia dan cara mengatasinya

1) Hipoglikemia ditandai dengan menurunnya kadar glukosadarah < 60 mg/dL

2) Bila terdapat penurunan kesadaran pada penyandangdiabetes harus selalu dipikirkan

kemungkinan terjadinyahipoglikemia. Hipoglikemia paling sering disebabkan oleh

penggunaan sulfonilurea dan insulin. Hipoglikemia akibat sulfonilurea dapat

berlangsung lama, sehingga harus diawasi sampai seluruh obat diekskresi dan waktu

kerja obat telah habis. Terkadang diperlukan waktu yang cukup lama untuk

pengawasannya (24-72 jam atau lebih, terutama padapasien dengan gagal ginjal

kronik atau yang mendapatkan terapi dengan OHO kerja panjang). Hipoglikemia

pada usia lanjut merupakan suatu hal yang harus dihindari, mengingat dampaknya

yang fatal atau terjadinya kemunduran mental bermakna pada pasien. Perbaikan

kesadaran pada DM usia lanjut sering lebih lambat dan memerlukan pengawasan

yang lebih lama.6

3) Gejala hipoglikemia terdiri dari gejala adrenergik (berdebar-debar, banyak keringat,

gemetar, dan rasa lapar) dan gejalaneuro-glikopenik (pusing, gelisah, kesadaran

menurun sampaikoma).6

4) Hipoglikemia harus segera mendapatkan pengelolaan yang memadai. Bagi pasien

dengan kesadaran yang masih baik, diberikan makanan yang mengandung

karbohidrat atau minuman yang mengandung gula berkalori atau glukosa 15-20gram
melalui intra vena. Perlu dilakukan pemeriksaan ulang glukosa darah 15 menit

setelah pemberian glukosa. Glukagon diberikan pada pasien dengan hipoglikemia

berat.6

5) Untuk penyandang diabetes yang tidak sadar, sementara dapat diberikan glukosa

40% intravena terlebih dahulu sebagai tindakan darurat, sebelum dapat dipastikan

penyebab menurunnya kesadaran.6

Komplikasi Menahun

Komplikasi menahun mencakup :6

A. Makroangiopati

- Pembuluh darah jantung

- Pembuluh darah tepi: penyakit arteri perifer sering terjadi pada penyandang diabetes.

Biasanya terjadi dengan gejala tipikal claudicatio intermittent, meskipun sering tanpa

gejala. Terkadang ulkus iskemik kaki merupakan kelainanyang pertama muncul.

- Pembuluh darah otak

B. Mikroangiopati

- Retinopati diabetik

- Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan mengurangi risiko dan

memberatnya retinopati. Terapi aspirin tidak mencegah timbulnya retinopati

- Nefropati diabetik

- Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan mengurangi risiko nefropati

- Pembatasan asupan protein dalam diet (0,8 g/kgBB) juga akan mengurangi risiko

terjadinya nefropati.
C. Neuropati

- Komplikasi yang tersering dan paling penting adalah neuropati perifer, berupa

hilangnya sensasi distal. Berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki dan amputasi.

- Gejala yang sering dirasakan kaki terasa terbakar danbergetar sendiri, dan lebih terasa

sakit di malam hari.

- Setelah diagnosis DM ditegakkan, pada setiap pasien perlu dilakukan skrining untuk

mendeteksi adanya polineuropati distal dengan pemeriksaan neurologi sederhana,

dengan monofilamen 10 gram sedikitnya setiap tahun.

- Apabila ditemukan adanya polineuropati distal, perawatan kaki yang memadai akan

menurunkan risiko amputasi.

- Untuk mengurangi rasa sakit dapat diberikan duloxetine, antidepresan trisiklik, atau

gabapentin.

- Semua penyandang diabetes yang disertai neuropati periferharus diberikan edukasi

perawatan kaki untuk mengurangirisiko ulkus kaki. Untuk penatalaksanaan penyulit

iniseringkali diperlukan kerja sama dengan bidang/disiplinilmu lain.


BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : Ny. Y
Umur : 65 Tahun
Alamat : Nan Balimo
Suku Bangsa : Minang
Pekerjaan : IRT

3.2 Anamnesis

1. Keluhan Utama
Badan terasa letih sejak 1 minggu yang lalu.

2. Riwayat Penyakit Sekarang


a. Badan terasa letih sejak 1 minggu yang lalu dan meningkat sejak 2 hari yang lalu
b. Pasien mengatakan sering BAK sejak 5 tahun yang lalu. Keluhan sering BAK
dirasakan pasien terutama saat tidur dimalam hari. Setiap malam pasien bisa
terbangun lebih dari 2-3 kali untuk BAK. BAK tidak disertai nyeri dan perubahan
warna.
c. Pasien juga sering merasa haus dan banyak minum sejak 5 tahun yang lalu. Dalam
sehari pasien bisa minum hingga lebih dari 10 gelas per hari.
d. Pasien merasakan nafsu makannya meningkat sejak 5 tahun yang lalu. Pasien sering
merasa lapar hingga harus memakan nasi lebih dari 3x/hari dengan porsi yang cukup
banyak.
e. Tangan dan kaki sering terasa kesemutan sejak 5 tahun yang lalu. Awalnya rasa
kesemutan dirasakan ditelapak kaki namun makin lama rasa kesemutan menyebar
kebagian tubuh lainnya hingga ke jari dan tangan. Keluhan muncul saat pasien
sedang beristirahat, dan dapat juga muncul saat pasien beraktifitas.
f. Penglihatan kabur tidak ada
g. Dada terasa nyeri tidak ada
h. Sakit kepala tidak ada
i. Nyeri ulu hati tidak ada
j. BAB normal tidak ada keluhan, tidak berdarah dan tidak berlendir.

3. Riwayat Penyakit Dahulu


a. Pasien menderita DM sejak 5 tahun yang lalu. Pasien rutin kontrol ke dokter dan
meminum obat metformin 2x500 mg.
b. Riwayat penyakit jantung tidak ada
c. Riwayat penyakit hipertensi tidak ada
d. Riwayat penyakit asam urat tidak ada
e. Riwayat penyakit hiperkolestrolemia tidak ada
f. Riwayat penyakit asma tidak ada

4. Riwayat Penyakit Keluarga


a. Riwayat keluarga menderita DM tidak ada
b. Riwayat penyakit jantung pada keluarga tidak ada
c. Riwayat penyakit hiperkolestrolemia tidak ada
d. Riwayat penyakit asam urat pada keluarga tidak ada
e. Riwayat penyakit asma pada keluarga tidak ada

5. Riwayat Personal Sosial


Pasien seorang perempuan berusia 65 tahun, dengan pendidikan terakhir adalah SD,
beralamat di nan balimo, dimana rumah yang di tempati pasien merupakan rumah milik
pribadi keluarga pasien. Pasien tinggal dirumah bersama dengan istri dan keempat
anaknya. Pasien sehari hari tidak bekerja dan seorang ibu rumah tangga. Suami pasien
adalah seorang petani. Kebutuhan sehari-hari pasien juga telah dipenuhi dari penghasilan
suami dan anak pasien, sdehingga keadaan ekonomi pasien cukup baik. Kegiatan pasien
sehari-hari melakukan kegiatan rumah tangga. Pasien mengaku kurang menjaga pola
makannya dan suka makan makanan yang manis. Pasien jarang olahraga dan suka
menonton tv dirumah. Pasien tidak minum kopi, merokok dan tidak pernah mengkonsumsi
minuman keras.

5. Genogram Keluarga (Family Genogram)

Keluarga Ny. Y

Ny. S 65 tahun
Keterangan :
Pasien Laki-Laki Perempuan

6. Bentuk Keluarga (Family Structure)


Bentuk keluarga pasien adalah keluarga inti terdiri dari ayah, ibu dan 3 orang anak.
pasien tinggal bersama suami dan 3 orang anaknya. Anak pertama berusia 40 tahun,
anak kedua berusia 35 tahun dan anak ketiga berusia 25 tahun.

7. Tahapan Siklus Kehidupan Keluarga (Family Life Cycle)


Tahap perkembangan keluarga Ny.Y saat ini adalah dimana tugas perkembangan
keluarga ini yaitu menyediakan fasilitas kebutuhan keluarga yang berbeda,
menyertakan keluarga dalam bertanggung jawab dan mempertahankan filosofi
keluarga.

3.3 Pemeriksaan Fisik


3.3.1 Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Sakit sedang
1. Vital Signs :
a. Kesadaran : Composmentis cooperatif
b. Tekanan Darah : 140/80 mmHg
c. Frekuensi Nadi : 82x /menit, Reguler
d. Frekuensi Napas : 20x /menit
e. Suhu : 36,7ºC
f. Berat Badan : 45 kg
g. Tinggi Badan : 150 cm
h. IMT : 20,0 ( Normoweight)
2. Status Generalisata
a. Kulit : Ikterik (-), sianosis (-)
b. Kepala
Bentuk : Normochepal, rambut tidak mudah dicabut
Wajah : Dalam batas normal
Telinga : Dalam batas normal
Hidung : Dalam batas normal
Mulut : Dalam batas normal

c. Leher :JVP 5- 2 cmH2O, tidak ada benjolan/massa, tidak ada pembesaran (KGB)
submandibula, sepanjang M.sternocleidomastoideus, supra/infraclavikula kiri dan
kanan. Tidak ada deviasi trakea dan pembesaran tiroid.

d. Jantung
 Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
 Palpasi : Ictus cordis teraba 2 jari di RICV linea midclavicularis
sinistra
 Perkusi :
 Batas kiri : 2 jari di RIC V linea midclavicularis sinistra
 Batas kanan : RIC IV linea sternalis dextra
 Batas atas : RIC II linea parasternalis sinistra
 Auskultasi : Bunyi jantung normal, mur-mur (-/-), gallop (-/-)
e. Paru-paru
 Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris kiri dan kanan
 Palpasi : Fremitus kiri dan kanan sama
 Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
 Auskultasi : Suara nafas vesikular, rhonki (-/-), wheezing (-/-)

f. Abdomen
 Inspeksi : Perut tidak tampak membuncit, venektasi (-), sikatrik (-)
 Palpasi :
 Hepar : Tidak teraba
 Lien : Tidak teraba
 Ginjal : Ballottement (-), nyeri ketok CVA (-)
 Dinding perut supel (lemas), nyeri tekan(-), nyeri lepas (-)
 Perkusi : Tympani
 Auskultasi : Bising usus (+) normal
g. Ekstremitas
Superior
 Inspeksi : Edema (-/-), sianosis (-/-), palmer eritem (-/-)
 Palpasi : Perabaan hangat, pulsasi arteri radialis kuat angkat
 Tes sensibilitas : Sensibilitas halus (+), sensibilitas kasar (+)
Inferior
 Inspeksi : Edema (-/-) minimal, sianosis (-/-)
 Palpasi : Perabaan hangat, pulsasi A.Femoralis, A.Dorsalis pedis, A.Tibialis
posterior, dan A. Poplitea kuat angkat
 Tes sensibilitas : Sensibilitas halus (+), sensibilitas kasar (+)

3.4 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan lab 14 Juli 2020
Gula darah random : 210 mg/dl
Asam urat : 5,4 mg/dl
Kolestrol : 180 mg/dl

3.5 Diagnosa Kerja


Diagnosis Kerja
DM Tipe 2 Tidak Terkontrol Normoweight

3.6 Penatalaksanaan
Terapi Umum

 Memberikan penjelasan dan penyuluhan kepada pasien tentang penyakitnya


 Menganjurkan kepada pasien untuk mengikuti pola makan sehat
 Olahraga minimal jalan kaki 3-5 kali semimggu
 Minum obat teratur dan kontrol teratur ke dokter
 Menggunakan alas kaki ketika keluar rumah

Jumlah kebutuhan kalori per hari :


Berat Badan Ideal (BBI) = (TB-100) – 10% (TB-100)
= (150-100) – 10% (150-100)
= 45 kg
Kebutuhan kalori basal = BBI X 25 kkal
= 45 X 25 kkal
= 1.125kkal
 
Kebutuhan aktivitas ditambah 20%= 20% x 1.125 kalori = 225 kalori
Total kebutuhan kalori : 1.125+ 225 = 1350 kalori
Distribusi makanan
Karbohidrat = 60% x 1.350 kalori : 4 = 202,5gr
Protein = 20% x 1.350 kalori : 4 = 67,5 gr
Lemak = 20% x 1.350 kalori : 9 = 30 gr
Terapi Khusus
 Metformin 2x500 mg
 Vitamin B compleks 1x1

3.7 Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : Dubia ad bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad bonam

BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan
Telah dilapokan seorang pasien perempuan berusia 65 tahun dengan diagnosis DM Tipe
2 tidak terkontrol normoweight.
Berdasarkan anamnesis, gejala yang ditemukan pada pasien sesuai dengan gejala klasik
DM, seperti sering merasa haus, sering BAK terutama pada malam hari dan sering merasa lapar.
Selain itu pasien juga memiliki beberapa faktor resiko DM yaitu usia >45 tahun, kurangnya
aktivitas fisik dan pola makan yang tidak sehat.
Berdasarkan pemeriksaan fisik tidak terdapat kelainan. Untuk pemeriksaan laboratorium,
didapatkan nilai gula darah random 210mg/dl, dimana berdasarkan teori untuk nilai normal gula
darah random adalah <200 mg/dl.
Terapi yang diberikan pada pasien, berupa terapi umum dan terapi khusus. Pada terapi
umum, dierikan penjelasan dan penyuluhan tentang penyakitnya kepada pasien. Terapi khusus
diberikan metformin, vit b kompleks dan vitamin c. Prognosis pada kasus ini dubia ad bonam
karena belum terjadi komplikasi dan tidak ada faktor penyulit pada pasien.
DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo, W.Aru dkk.2010. Buku ajar ilmu penyakit dalam III edisi V. Jakarta : Interna
Publishing.
2. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Hasil Riskesdas
2018. WHO Fact Sheet of Diabetes, 2016
3. Sudoyo, W.Aru dkk.2010. Buku ajar ilmu penyakit dalam I edisi V. Jakarta : Interna
Publishing.
4. Sudoyo, W.Aru dkk.2010. Buku ajar ilmu penyakit dalam II edisi V. Jakarta : Interna
Publishing.
5. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Setiati S, Simadibrata M, editor. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. Ed ke-4. Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI: Jakarta. 2007. h. 25-68,
1596-601, 1725-7 , 1842-4.
6. Houghton RA, Gray D, editor. Chamberlain’s gejala dan tanda dalam kedokteran klinis. Ed
ke-13. Jakarta:PT Indeks; 2010.h.3-45.

Anda mungkin juga menyukai