Oleh :
Preseptor
dr. Uswatun Hasanah
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang selalu melimpahkan rahmat,
anugrah, dan karunia-NYA sehingga saya bisa menyelesaikan case ini, yang berjudul “Diabetes
melitus tipe 2”. Case ini sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik di
bagian Public Health Puskesmas Nan Balimo Kota Solok.
Case ini dapat tersusun berkat adanya bimbingan, petunjuk, bantuan maupun saran
berharga dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada dr.Uswatun
Hasanah, yang telah membimbing penulis dalam pembuatan case ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan case ini jauh dari kata sempurna. Untuk itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca agar kedepannya
dapat memperbaiki dan menyempurnakan tulisan ini.
Penulis berharap agar case yang ditulis ini berguna bagi semua orang dan dapat
digunakan sebaik-baiknya sebagai sumber informasi. Atas perhatiannya penulis ucapkan terima
kasih.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................i
Daftar Isi............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1
1.1. LatarBelakang.......................................................................................1
1.2. Tujuan Penulisan...................................................................................2
1.3. Metode Penulisan..................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................3
2.1. Definisi DM..........................................................................................3
2.2. Epidemiologi.........................................................................................3
2.3. Etiologi dan klasifikasi.........................................................................4
2.4. Diagnosis...............................................................................................6
2.5. Penatalaksanaan....................................................................................8
2.6. Komplikasi..........................................................................................18
BAB III LAPORAN KASUS..........................................................................22
3.1. IdentitasPasien....................................................................................22
3.2. Anamnesis...........................................................................................22
3.3. Pemeriksaan Fisik...............................................................................25
3.4. Pemeriksaan Penunjang......................................................................27
3.5. Diagnosis Kerja...................................................................................27
3.6. Penatalaksanaan..................................................................................27
3.7. Prognosis.............................................................................................28
BAB IVKESIMPULAN..................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................30
BAB I
PENDAHULUAN
Diabetes melitus (DM) adalah penyakit yang ditandai dengan terjadinya hiperglikemia
dan gangguan metabolism karbohidrat, lemak dan protein yang dihubungkan dengan
kekurangan secara absolut atau relative dari kerja dan atau sekresi insulin. Diabetes Melitus
yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Hiperglikemia
kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau
kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah.
Gejala yang dikeluhkan pada penderita DM yaitu polidipsi, poliuria, polifagia, penurunan
tipe 2 akan meningkat dari 171 juta orang pada 2000 menjadi 366 juta tahun 2030. WHO
memperkirakan Indonesia menduduki ranking ke-4 di dunia dalam hal jumlah penderita
diabetes setelah China, India dan Amerika Serikat. Pada tahun 2000, jumlah penderita
diabetes mencapai 8,4 juta dan diperkirakan pada tahun 2030 jumlah penderita diabetes di
Indonesia akan berjumlah 21,3 juta. Tetapi, hanya 50% dari penderita diabetes di Indonesia
menyadari bahwa mereka menderita diabetes, dan hanya 30% dari penderita melakukan
pemeriksaan secara teratur.Prevalensi DM tipe 2 pada bangsa kulit putih berkisar antara 3%-
1,4%-1,6%, kecuali dibeberapa tempat yaitu di Pekajangan 2,3% dan di Manado 6%.2
Diabetes menyebabkan 1,5 juta kematian pada tahun 2012. Gula darah yang lebih tinggi dari
batas maksimum mengakibatkan tambahan 2,2 juta kematian, dengan meningkatkan risiko
penyakit kardiovaskular dan lainnya. Empat puluh tiga persen (43%) dari 3,7 juta kematian ini
terjadi sebelum usia 70 tahun. Persentase kematian yang disebabkan oleh diabetes yang terjadi
sebelum usia 70 tahun lebih tinggi di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah
Case report ini disusun untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik dibagian Public Health
Puskesmas Nan Balimo Solok dan di harapkan agar dapat menambah pengetahuan penulis serta
Case ini dibuat dengan metode tinjauan kepustakaan yang merujuk pada berbagai literatur.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-
duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang,
disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan
pembuluh darah.3
Secara epidemieologik diabetes seringkali tidak terdeteksi dan dikatakan onset atau mulai
terjadinya diabetes adalah 7 tahun sebelum diagnosis ditegakkan, sehingga morbiditas dan
mortalitas dini terjadi pada kasus yang tidak terdeteksi ini. Penelitian lain menyetakan bahwa
dengan adanya urbanisasi, populasi diabetes tipe 2 akan meningkat 5-10 kali lipat karena terjadi
perubahan perilaku rural-tradisional menjadi urban. Faktor risiko yang berubah secara
epidemiologi diperkirakan adalah: bertambahnya usia, lebih banyak dan lebih lamanya
Secara global, diperkirakan 422 juta orang dewasa hidup dengan diabetes pada tahun
2014, dibandingkan dengan 108 juta pada tahun 1980. Prevalensi diabetes di dunia (dengan usia
yang distandarisasi) telah meningkat hampir dua kali lipat sejak tahun 1980, meningkat dari
4,7% menjadi 8,5% pada populasi orang dewasa. Hal ini mencerminkan peningkatan faktor
risiko terkait seperti kelebihan berat badan atau obesitas. Selama beberapa dekade terakhir,
prevalensi diabetes meningkat lebih cepat di negara berpenghasilan rendah dan menengah
DM tipe 1 terjadi karena adanya destruksi sel beta pankreas karena sebab autoimun. Pada
DM tipeini terdapat sedikit atau tidak sama sekali sekresi insulin dapat ditentukan dengan
level proteinc-peptida yang jumlahnya sedikit atau tidak terdeteksi sama sekali. Manifestasi
Pada penderita DM tipe ini terjadi hiperinsulinemia tetapi insulin tidak bisa membawa
glukosa masuk ke dalam jaringan karena terjadi resistensi insulin yang merupakan turunnya
kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan
untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Oleh karena terjadinya resistensi insulin
(reseptor insulin sudah tidak aktif karena dianggap kadarnya masih tinggi dalam darah)
berkurangnya sekresi insulin pada adanya glukosa bersama bahan sekresi insulin lain
sehingga sel beta pankreas akan mengalami desensitisasi terhadap adanya glukosa. Onset
DM tipe ini terjadi perlahan-lahan karena itu gejalanya asimtomatik. Adanya resistensi
3. Diabetes Melitus Tipe Lain. DM tipe ini terjadi karena etiologi lain, misalnya pada defek
genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, penyakit
metabolik endokrin lain, iatrogenik, infeksi virus,penyakit autoimun dan kelainan genetik
lain.
DM tipe ini terjadi selama masa kehamilan, dimana intoleransi glukosa didapati pertama
kali pada masa kehamilan, biasanya pada trimester kedua dan ketiga. DM gestasional
memiliki risiko lebih besar untukmenderita DM yang menetap dalam jangka waktu 5-10
Sumber :Ndraha Suzanna, Leading Article Diabetes Melitus Tipe 2 dan Tatalaksana Terkini,
dua bagian besar berdasarkan ada tidaknya gejala khas DM. Gejala khas DM terdiri dari poliuria,
polidipsia, polifagia dan berat badan menurun tanpa sebab yang jelas, sedangkan gejala tidak
khas DM diantaranya lemas, kesemutan, luka yang sulit sembuh, gatal, dan mata kabur, disfungsi
ereksi (pria) dan pruritus vulva (wanita). Apabila ditemukan gejala khas DM, pemeriksaan
glukosa darah abnormal satu kali saja sudah cukup untuk menegakkan diagnosis, namun apabila
tidak ditemukan gejala khas DM, maka diperlukan dua kali pemeriksaan glukosa darah
abnormal.4
mmol/L)
2 Atau
jam
mmol/L)
air.
Sumber :Sudoyo, W.Aru dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III edsi V, hal.1881 tahun
2010
1. 3 (tiga) hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan
karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa.
2. Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air
5. Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah
7. Selama proses pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.
Hasil pemeriksaan glukosa darah 2 jam pasca pembebanan dibagi menjadi 3, yaitu:3
c. ≥ 200 mg/dLdiabetes
Gambar 4.Langkah-langkah Diagnostik Diabetes Melitus &Toleransi Glukosa Terganggu
Indonesia 2011
pemberian edukasi, perencanaan makan/terapi nutrisi medik, kegiatan jasmani dan penurunan
berat badan bila didapat berat badan lebih atau obesitas. Bila dengan langkah-langkah
pendekatan non farmakologi tersebut belum mampu mencapai sasaran pengendalian DM, maka
farmakologi disamping tetap melakukan pengaturan makan dan aktivitas fisik yang sesuai.Terapi
farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan atihan jasmani (gaya hidup
a. Sulfonilurea
Obat golongan ini memounyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta
pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat badan normal dan
kurang. Namun masih boleh diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih.
orang tua, gangguan faal ginjal dan hati, kurang nutrisi serta penyakit kardiovaskular,
b. Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan
penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2
macam obat yaitu Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat
fenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan
diekskresi secara cepat melalui hati. Obat ini dapat mengatasi hiperglikemia post
prandial.5
a.Tiazolidindion
Receptor Gamma (PPAR-g), suatu reseptor inti di sel otot dan sel lemak.Golongan
karena dapat memperberat edema/retensi cairan dan juga gangguan faal hati. Pada
secara berkala.5
3) Penghambat glukoneogenesis
Metformin
penyandang dengan gangguan fungsi ginjal (serum kreatinin >1,5 mg/dL) dan hati, serta
sepsis, renjatan, gagal jantung). Metformin dapat memberikan efek samping mual.5
Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehingga
tidak meimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek samping yang paling sering
5) DPP-IV inhibitor
dihasilkan oleh sel L di mukosa usus. Peptida ini disekresi oleh sel mukosa usus
bila ada makanan yang masuk ke dalam saluran pencernaan. GLP-1 merupakan
Sekresi GLP-1 menurun pada DM tipe 2, sehingga upaya yang ditujukan untuk
tip 2. Peningkatan konsentrasi GLP-1 dapat dicapai dengan pemberian obat yang
a) OHO dimuli dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai respons kadar
g) DPP-IV inhibitor dapat diberikan bersama makan dan atau sebelum makan.
Gambar 2. Perbandingan Golongan OHO
Sumb
Indonesia 2011
2.Obat Suntikan5
A. Insulin
3) Ketoasidosis diabetik
perencanaan makan
Jenis dan lama kerja insulin berdasar lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis, yakni:
pengobatan DM. Agonis GLP-1 dapat bekerja sebagai perangsang penglepasan insulin yang
tidak menimbulkan hipoglikemia ataupun peningkatan berat badan yang biasanya terjadi pada
pengobatan dengan insulin ataupun sulfonilurea. Agonis GLP-1 bahkan mungkin menurunkan
berat badan. Efek agonis GLP-1 yang lain adalah menghambat penglepasan glukagon yang
diketahui berperan pada proses glukoneogenesis. Pada percobaan binatang, obat ini terbukti
memperbaiki cadangan sel beta pankreas. Efek samping yang timbul pada pemberian obat ini
Indonesia 2015
Komplikasi Akut
darah yang tinggi (300-600 mg/dL),disertai dengan adanya tanda dan gejala asidosis dan
tanpa tanda dan gejala asidosis, osmolaritasplasma sangat meningkat (330-380 mOs/mL),
C. Hipoglikemia
berlangsung lama, sehingga harus diawasi sampai seluruh obat diekskresi dan waktu
kerja obat telah habis. Terkadang diperlukan waktu yang cukup lama untuk
pengawasannya (24-72 jam atau lebih, terutama padapasien dengan gagal ginjal
kronik atau yang mendapatkan terapi dengan OHO kerja panjang). Hipoglikemia
pada usia lanjut merupakan suatu hal yang harus dihindari, mengingat dampaknya
yang fatal atau terjadinya kemunduran mental bermakna pada pasien. Perbaikan
kesadaran pada DM usia lanjut sering lebih lambat dan memerlukan pengawasan
menurun sampaikoma).6
karbohidrat atau minuman yang mengandung gula berkalori atau glukosa 15-20gram
melalui intra vena. Perlu dilakukan pemeriksaan ulang glukosa darah 15 menit
berat.6
5) Untuk penyandang diabetes yang tidak sadar, sementara dapat diberikan glukosa
40% intravena terlebih dahulu sebagai tindakan darurat, sebelum dapat dipastikan
Komplikasi Menahun
A. Makroangiopati
- Pembuluh darah tepi: penyakit arteri perifer sering terjadi pada penyandang diabetes.
Biasanya terjadi dengan gejala tipikal claudicatio intermittent, meskipun sering tanpa
B. Mikroangiopati
- Retinopati diabetik
- Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan mengurangi risiko dan
- Nefropati diabetik
- Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan mengurangi risiko nefropati
- Pembatasan asupan protein dalam diet (0,8 g/kgBB) juga akan mengurangi risiko
terjadinya nefropati.
C. Neuropati
- Komplikasi yang tersering dan paling penting adalah neuropati perifer, berupa
hilangnya sensasi distal. Berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki dan amputasi.
- Gejala yang sering dirasakan kaki terasa terbakar danbergetar sendiri, dan lebih terasa
- Setelah diagnosis DM ditegakkan, pada setiap pasien perlu dilakukan skrining untuk
- Apabila ditemukan adanya polineuropati distal, perawatan kaki yang memadai akan
- Untuk mengurangi rasa sakit dapat diberikan duloxetine, antidepresan trisiklik, atau
gabapentin.
LAPORAN KASUS
3.2 Anamnesis
1. Keluhan Utama
Badan terasa letih sejak 1 minggu yang lalu.
Keluarga Ny. Y
Ny. S 65 tahun
Keterangan :
Pasien Laki-Laki Perempuan
c. Leher :JVP 5- 2 cmH2O, tidak ada benjolan/massa, tidak ada pembesaran (KGB)
submandibula, sepanjang M.sternocleidomastoideus, supra/infraclavikula kiri dan
kanan. Tidak ada deviasi trakea dan pembesaran tiroid.
d. Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba 2 jari di RICV linea midclavicularis
sinistra
Perkusi :
Batas kiri : 2 jari di RIC V linea midclavicularis sinistra
Batas kanan : RIC IV linea sternalis dextra
Batas atas : RIC II linea parasternalis sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung normal, mur-mur (-/-), gallop (-/-)
e. Paru-paru
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris kiri dan kanan
Palpasi : Fremitus kiri dan kanan sama
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Suara nafas vesikular, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
f. Abdomen
Inspeksi : Perut tidak tampak membuncit, venektasi (-), sikatrik (-)
Palpasi :
Hepar : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba
Ginjal : Ballottement (-), nyeri ketok CVA (-)
Dinding perut supel (lemas), nyeri tekan(-), nyeri lepas (-)
Perkusi : Tympani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
g. Ekstremitas
Superior
Inspeksi : Edema (-/-), sianosis (-/-), palmer eritem (-/-)
Palpasi : Perabaan hangat, pulsasi arteri radialis kuat angkat
Tes sensibilitas : Sensibilitas halus (+), sensibilitas kasar (+)
Inferior
Inspeksi : Edema (-/-) minimal, sianosis (-/-)
Palpasi : Perabaan hangat, pulsasi A.Femoralis, A.Dorsalis pedis, A.Tibialis
posterior, dan A. Poplitea kuat angkat
Tes sensibilitas : Sensibilitas halus (+), sensibilitas kasar (+)
3.6 Penatalaksanaan
Terapi Umum
3.7 Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : Dubia ad bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad bonam
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Telah dilapokan seorang pasien perempuan berusia 65 tahun dengan diagnosis DM Tipe
2 tidak terkontrol normoweight.
Berdasarkan anamnesis, gejala yang ditemukan pada pasien sesuai dengan gejala klasik
DM, seperti sering merasa haus, sering BAK terutama pada malam hari dan sering merasa lapar.
Selain itu pasien juga memiliki beberapa faktor resiko DM yaitu usia >45 tahun, kurangnya
aktivitas fisik dan pola makan yang tidak sehat.
Berdasarkan pemeriksaan fisik tidak terdapat kelainan. Untuk pemeriksaan laboratorium,
didapatkan nilai gula darah random 210mg/dl, dimana berdasarkan teori untuk nilai normal gula
darah random adalah <200 mg/dl.
Terapi yang diberikan pada pasien, berupa terapi umum dan terapi khusus. Pada terapi
umum, dierikan penjelasan dan penyuluhan tentang penyakitnya kepada pasien. Terapi khusus
diberikan metformin, vit b kompleks dan vitamin c. Prognosis pada kasus ini dubia ad bonam
karena belum terjadi komplikasi dan tidak ada faktor penyulit pada pasien.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo, W.Aru dkk.2010. Buku ajar ilmu penyakit dalam III edisi V. Jakarta : Interna
Publishing.
2. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Hasil Riskesdas
2018. WHO Fact Sheet of Diabetes, 2016
3. Sudoyo, W.Aru dkk.2010. Buku ajar ilmu penyakit dalam I edisi V. Jakarta : Interna
Publishing.
4. Sudoyo, W.Aru dkk.2010. Buku ajar ilmu penyakit dalam II edisi V. Jakarta : Interna
Publishing.
5. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Setiati S, Simadibrata M, editor. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. Ed ke-4. Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI: Jakarta. 2007. h. 25-68,
1596-601, 1725-7 , 1842-4.
6. Houghton RA, Gray D, editor. Chamberlain’s gejala dan tanda dalam kedokteran klinis. Ed
ke-13. Jakarta:PT Indeks; 2010.h.3-45.