Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN KASUS AKUT

DISPEPSIA E.C GASTRITIS

Diajukan Untuk Memenuhi dan Melengkapi

Persyarat Program Pendidikan Profesi Dokter

Bagian Ilmu Kedokteran Keluarga dan Komunitas

Pembimbing:
dr. Ahmad Yani

Oleh :
Wia Septiani 114170077

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI
CIREBON
2020

1
BAB I

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS
a. Nama : Ny. A
b. Jenis kelamin : Perempuan
c. Usia : 40 tahun
d. Suku : Sunda
e. Agama : Islam
f. Pendidikan : SMA
g. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
h. Alamat : Beber
II. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama : Nyeri Ulu hati sejak ± 2 hari yang lalu.
b. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan nyeri ulu hati sejak 3 hari yang lalu,
nyeri seperti diremas-remas. Pasien menyangkal adanya demam, namun
pasien mengeluh pusing. Pasien merasakan mual sejak 2 hari yang lalu,
namun tidak muntah. Pasien merasa sejak perutnya sakit, nafsu makan
menjadi menurun sejak 2 hari yag lalu, pasien pun mengeluh perut terasa
kembung. Keluhan seperti sulit menelan (-) dan BB menurun (-) disangkal.
Pasien juga mengeluh dada terasa sesak sejak 2 hari yang lalu akibat
menahan nyeri pada uluh hati. Pasien menyangkal adanya nyeri pada bagian
dada (-), ataupun rasa terbakar didada disangkal oleh pasien. BAK ( Buang
Air Kecil ) dan BAB (Buang Air Besar ) tidak keluhan. Muntah darah atau
BAB berwaarna hitam disangkal.
c. Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien baru pertama kali mengalami gejala seperti ini, pasien minum
obat antasid dan terkadang dirasa membaik. Riwayat hipertensi disangkal.
Riwayat diabetes mellitus disangkal. Riwayat alergi disangkal.

2
d. Riwayat Penyakit Keluarga :
 Tidak ada riwayat penyakit Hipertensi
 Tidak ada riwayat diabetetes mellitus
 Riwayat alergi disangkal
e. Riwayat Pribadi, Sosial dan Ekonomi :
Pasien adalah seorang ibu rumah tangga. Aktivitas kesehariannya lebih
banyak berada di dalam rumah seperti mengurus rumah, suami dan anak.
Pasien mengaku sering terlambat makan, dan juga sering mengkonsumsi
makan-makanan bersantan, asam, dan pedas. Pasien tidak merokok, obat
warung (-) dan alcohol (-).
Pasien jarang berolahraga. Pasien tidak dalam keadaan memiliki
masalah pribadi, keluarga atau dengan tetangga sekitar, tidak pula dalam
masalah ekonomi.

III.PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
b. Kesadaran : Compos Mentis
c. Tanda-Tanda Vital : Tekanan Darah : 126/78 mmHg
Nadi : 83x/menit
Suhu : 36.7oC
Respirasi : 18x/menit
d. Antropometri : BB: 51 kg
TB : 157 cm
Status Gizi : Normal (IMT 20.7)
e. Status Generalis :
Kepala-Leher :
Mata : Konjungtiva anemis -/-, ikterik -/-, ptosis -/-
Hidung : pernafasan cuping hidung (-), sekret (-/-)
Mulut : bibir sianosis (-)
Leher : pembesaran KGB (-)

3
Thorax :
Inspeksi : normotoraks, simetris, retraksi (-)
Palpasi : NT -, ekspansi pernapasan simetris
Perkusi : sonor di semua lapang paru
Auskultasi : Cor BJ1 dan BJ2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo Vesikular Breath Sound disemua lapang paru,
ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen :
Inspeksi : datar, supel, lesi (-)
Auskultasi : BU(+) normal
Perkusi : timpani di semua regio
Palpasi : Terdapat nyeri tekan pada regio epigastrium (+) dan
Hipokondrium sinistra
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2”, Edema (-/-).

IV. RESUME
Pasien datang ke puskesmas Beber dengan keluhan ulu hati terasa
nyeri sejak 3 hari yang lalu, pasien memiliki pola makan yang tidak teratur
serta gemar mengkonsumsi makanan pedas, bersantan dan asam. Keluhan
disertai rasa mual tanpa disertai muntah, dan sesekali juga pasien merasa
pusing. Nyeri dirasa mereda apabila pasien membungkuk..
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda-tanda vital sebagai berikut
tekanan darah 126/78 mmHg, nadi 83x/menit, suhu 36,7oC, respirasi
18x/menit. Didapatkan adanya nyeri tekan di regio epigastrium dan
Hipochondrium sinistra.
V. DIAGNOSIS BANDING
 Dispepsia e.c Gastritis
 Dispepsia e.c GERD
 Dispepsia e.c Ulkus Peptikum
VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG

4
Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang
VII. DIAGNOSIS KERJA
Dispepsia e.c Gastritis
VIII. USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG
Urea Breath Test
IX. TERAPI
a. Non Medikamentosa
 Mengedukasi/menginformasikan kepada pasien untuk menghindari faktor
pencetus gastritis seperti pola makan yang tidak teratur serta mengurangi
makan makanan pedas dan asam.
 Istirahat yang cukup
 Makan makanan yang lunak terlebih dahulu
 Anjurkan pasien untuk makan lebih sering dalam porsi yang sedikit
b. Medikamentosa
 Antasida doen 200mg 3x1 tab kunyah 1/2 jam ac
 Paracetamol 500 mg 3x1 tab s.p.r.n

5
Dinas Kesehatan Kab. Cirebon
Puskesmas Beber
Dokter : Wia Septiani

R/ Antasid doen 200mg no.IX


ʃ 3 dd 1 tab kunyah 1/2 jam a.c
R/ Paracetamol 500mg no. IX
ʃ 3 dd 1 tab s.p.r.n

Pro : Ny. A
Umur : 40 tahun
Alamat : Beber

X. PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad sanationam : ad bonam
Quo ad functionam : ad bonam

6
XI. PENGKAJIAN MASALAH KESEHATAN PASIEN

Host

Usia Segala usia

Gastritis
Kebiasaan Pola makan tidak
teratur, dan gemar mengkonsumsi
makan-makanan bersantan, asam,
pedas.

Pengetahuan pasien mengenai gastritis

XII. DIAGNOSTIK HOLISTIK


a. Aspek Personal
Pasien datang agar keluhan/gejala membaik/hilang
b. Aspek Klinik
Gastritis
c. Aspek Resiko Internal
Pola makan yang tidak teratur, gemar mengkonsumsi makanan
bersantan,asam dan pedas.
d. Aspek Psikososial Keluarga
Pengetahuan, sikap dan perilaku pasien kurang dalam memahami penyakit
gastritis.

7
XIII. RENCANA PENATALAKSANAAN PASIEN (planning)

No Kegiatan Sasaran Hasil yang diharapkan Keterangan


1 Aspek Pasien  Kesembuhan pada R/ Antasida doen 200mg No. IX
personal pasien ʃ 3 dd 1 tab kunyah 1/2 jam ac
 Pasien kembali ke R/ Paracetamol 500mg no. IX
puskesmas atau ʃ 3 dd 1 tab s.p.r.n
rumah sakit jika
tidak sembuh
 Mengerti penyakit
yang diderita dan
penanganan awal
2 Aspek Pasien Keluhan menghilang
klinik dan perbaikan klinis
3 Aspek
risiko
internal

Kebiasaan Pasien  Pola makan teratur Edukasi kepada pasien


 Istirahat cukup
 Hindari faktor
pencetus seperti
mengurangi
konsumsi makanan
bersantan,asam dan
pedas
4 Aspek Pasien  Meningkatkan Edukasi pasien dan memotivasi
Psikososial dan pengetahuan pasien pasien
Keluarga keluarga mengenai gastritis

8
XIV. KESIMPULAN PENATALAKSAAN PASIEN DALAM BINAAN
PERTAMA

Diagnosis Holistik pada saat berakhirnya pembinaan pertama


Aspek personal:
Sehat dan dapat mejalani aktifitas sehari hari dengan baik

Aspek klinik:
Kesembuhan dari penyakit gastritis

Aspek risiko internal:


Kebiasaan keseharian pasien

Aspek psikososial kelurga:


Pengetahuan pasien kurang mengenai faktor risiko gastritis
Faktor pendukung terselesaikannya masalah kesehatan pasien:
Sikap pasien dan keluarganya yang mau mendukung kesembuhan penyakit
Rumah pasien yang dekat dengan puskesmas
Faktor penghambat terselesaikan masalah kesehatannya pasien :
Kebiasaan keseharian pasien mempengaruhi gastritis dan pengetahuan pasien
kurang mengenai faktor risiko gastritis
Rencana penatalaksanaan pasien selanjutnya:
Edukasi mengenai penyakit yaitu gastritis dan penanangan awalnya
Edukasi mengenai pencegahan kebiasaan sehari-hari yang mempengaruhi gastritis

9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Gastritis berasal dari kata gaster yang artinya lambung dan itis yang
berarti inflamasi/peradangan. Menurut Hirlan dalam Suyono (2001:
127), gastritis adalah proses inflamasi pada lapisan mukosa dan submukosa
lambung, yang berkembang bila mekanisme protektif mukosa dipenuhi
dengan bakteri atau bahan iritan lain. Secara hispatologi dapat dibuktikan
dengan adanya infiltrasi sel-sel. Sedangkan, menurut Lindseth dalam Prince
(2005: 422), gastritis adalah suatu keadaan peradangan atau perdarahan
mukosa lambung yang dapat bersifat akut, kronis, difus, atau lokal.
Gastritis adalah suatu peradangan mukosa lambung paling sering
diakibatkan oleh ketidakteraturan diet, misalnya makan terlalu banyak dan
cepat atau makan makanan yang terlalu berbumbu atau terinfeksi oleh
penyebab yang lain seperti alkohol, aspirin, refluks empedu atau terapi radiasi.
Dari defenisi-defenisi di atas, dapat disimpulkan bahwa gastritis adalah
suatu peradangan atau perdarahan pada mukosa lambung yang disebabkan
oleh faktor iritasi, infeksi, dan ketidakteraturan dalam pola makan, misalnya
telat makan, makan terlalu banyak, cepat, makan makanan yang terlalu
banyak bumbu dan pedas. Hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya
gastritis.
Gastritis berarti peradangan mukosa lambung. Peradangan dari gastritis
dapat hanya superficial atau dapat menembus secara dalam ke dalam mukosa
lambung, dan pada kasus-kasus yang berlangsung lama menyebabkan atropi
mukosa lambung yang hampir lengkap. Pada beberapa kasus, gastritis dapat
menjadi sangat akut dan berat, dengan ekskoriasi ulserativa mukosa lambung
oleh sekresi peptik lambung sendiri (Guyton, 2001).

10
2.2 Epidemiologi
Pada negara yang sedang berkembang infeksi diperoleh pada usia dini
dan pada negara maju sebagian besar dijumpai pada usia tua. Angka kejadian
infeksi Gastritis Helicobacter pylori pada beberapa daerah di Indonesia
menunjukkan data yang cukup tinggi. Kota Surabaya dengan angka kejadian
Gastritis sebesar 31,2%, Denpasar 46%, sedangkan di Medan angka kejadian
infeksi cukup tinggi sebesar 91,6%.

Dari hasil penelitian para pakar, didapatkan jumlah penderita gastritis


antara pria dan wanita, ternyata gastritis lebih banyak pada wanita dan dapat
menyerang sejak usia dewasa muda hingga lanjut usia. Di Inggris 6-20%
menderita Gastritis pada usia 55 tahun dengan prevelensi 22% insiden total
untuk segala umur pada tahun 1988 adalah 16 kasus/1000 pada kelompok
umur 45-64 tahun. Insiden sepanjang usia untuk gastritis adalah 10%.

Kejadian gastritis kronik, meningkat sesuai dengan peningkatan usia.


Di negara Barat, populasi yang usianya pada dekade ke-6 hampir 80%
menderita gastritis kronik dan menjadi 100% pada saat usia mencapai dekade
ke-7.

2.3 Etiologi

2.3. 1 Pola Makan


Menurut Yayuk Farida Baliwati (2004), terjadinya gastritis
dapat disebabkan oleh pola makan yang tidak baik dan tidak teratur,
yaitu frekuensi makan, jenis, dan jumlah makanan, sehingga lambung
menjadi sensitif bila asam lambung meningkat.
1.       Frekuensi Makan
Frekuensi makan adalah jumlah makan dalam sehari-
hari baik kualitatif dan kuantitatif.  Secara alamiah makanan
diolah dalam tubuh melalui alat-alat pencernaan mulai dari
mulut sampai usus halus. Lama makanan dalam lambung

11
tergantung sifat dan jenis makanan. Jika rata-rata, umumnya
lambung kosong antara 3-4 jam. Maka jadwal makan ini pun
menyesuaikan dengan kosongnya lambung (Okviani, 2011).
Orang yang memiliki pola makan tidak teratur mudah
terserang penyakit gastritis. Pada saat perut harus diisi, tapi
dibiarkan kosong, atau ditunda pengisiannya, asam lambung
akan mencerna lapisan mukosa lambung, sehingga timbul rasa
nyeri (Ester, 2001).
Secara alami lambung akan terus memproduksi asam
lambung setiap waktu dalam jumlah yang kecil, setelah 4-6
jam sesudah makan biasanya kadar glukosa dalam darah telah
banyak terserap dan terpakai sehingga tubuh akan merasakan
lapar dan pada saat itu jumlah asam lambung terstimulasi. Bila
seseorang telat makan sampai 2-3 jam, maka asam lambung
yang diproduksi semakin banyak dan berlebih sehingga dapat
mengiritasi mukosa lambung serta menimbulkan rasa nyeri di
seitar epigastrium (Baliwati, 2004).
Kebiasaan makan tidak teratur ini akan membuat
lambung sulit untuk beradaptasi. Jika hal itu berlangsung lama,
produksi asam lambung akan berlebihan sehingga dapat
mengiritasi dinding mukosa pada lambung dan dapat berlanjut
menjadi tukak peptik. Hal tersebut dapat menyebabkan rasa
perih dan mual. Gejala tersebut bisa naik ke kerongkongan
yang menimbulkan rasa panas terbakar (Nadesul, 2005).
Produksi asam lambung diantaranya dipengaruhi oleh
pengaturan sefalik, yaitu pengaturan oleh otak. Adanya
makanan dalam mulut secara refleks akan merangsang sekresi
asam lambung. Pada manusia, melihat dan memikirkan
makanan dapat merangsang sekresi asam lambung (Ganong
2001).

12
2.       Jenis Makanan
Jenis makanan adalah variasi bahan makanan yang
kalau dimakan, dicerna, dan diserap akan menghasilkan paling
sedikit susunan menu sehat dan seimbang. Menyediakan
variasi makanan bergantung pada orangnya, makanan tertentu
dapat menyebabkan gangguan pencernaan, seperti halnya
makanan pedas (Okviani, 2011).
Mengkonsumsi makanan pedas secara berlebihan akan
merangsang sistem pencernaan, terutama lambung dan
usus untuk berkontraksi. Hal ini akan mengakibatkan rasa
panas dan nyeri di ulu hati yang disertai dengan mual dan
muntah. Gejala tersebut membuat penderita makin berkurang
nafsu makannya. Bila kebiasaan mengkonsumsi makanan
pedas lebih dari satu kali dalam seminggu selama minimal 6
bulan dibiarkan terus-menerus dapat menyebabkan iritasi pada
lambung yang disebut dengan gastritis (Okviani, 2011).
Gastritis dapat disebabkan pula dari hasil makanan
yang tidak cocok. Makanan tertentu yang dapat menyebabkan
penyakit gastritis, seperti buah yang masih mentah, daging
mentah, kari, dan makanan yang banyak mengandung krim
atau mentega. Bukan berarti makanan ini tidak dapat dicerna,
melainkan karena lambung membutuhkan waktu yang labih
lama untuk mencerna makanan tadi dan lambat meneruskannya
kebagian usus selebih-nya. Akibatnya, isi lambung dan asam
lambung tinggal di dalam lambung untuk waktu yang lama
sebelum diteruskan ke dalam duodenum dan asam yang
dikeluarkan menyebabkan rasa panas di ulu hati dan dapat
mengiritasi (Iskandar, 2009).

13
3.       Porsi Makan
Porsi atau jumlah merupakan suatu ukuran maupun
takaran makanan yang dikonsumsi pada tiap kali makan. Setiap
orang harus makan makanan dalam jumlah benar sebagai
bahan bakar untuk semua kebutuhan tubuh. Jika konsumsi
makanan berlebihan, kelebihannya akan disimpan di dalam
tubuh dan menyebabkan obesitas (kegemukan). Selain
itu, Makanan dalam porsi besar dapat menyebabkan refluks isi
lambung,yang pada akhirnya membuat kekuatan dinding
lambung menurun. Kondisi seperti
ini dapat menimbulkan peradangan atau luka pada
lambung(Baliwati, 2004).

2.3.2   Kopi
Menurut Warianto (2011), kopi adalah minuman yang terdiri
dari berbagai jenis bahan dan senyawa kimia; termasuk lemak,
karbohidrat, asam amino, asam nabati yang disebut dengan fenol,
vitamin dan mineral.
Kopi diketahui merangsang lambung untuk memproduksi asam
lambung sehingga menciptakan lingkungan yang lebih asam dan dapat
mengiritasi lambung. Ada dua unsur yang bisa mempengaruhi
kesehatan perut dan lapisan lambung, yaitu kafein dan asam
chlorogenic.
Studi yang diterbitkan dalam Gastroenterology menemukan
bahwa berbagai faktor seperti keasaman, kafein atau kandungan
mineral lain dalam kopi bisa memicu tingginya asam lambung.
Sehingga tidak ada komponen tunggal yang harus bertanggung
jawab (Anonim, 2011).
Kafein dapat menimbulkan perangsangan terhadap susunan
saraf pusat (otak), sistem pernapasan, serta sistem pembuluh darah dan

14
jantung. Oleh sebab itu tidak heran setiap minum kopi dalam jumlah
wajar (1-3 cangkir), tubuh kita terasa segar, bergairah, daya pikir lebih
cepat, tidak mudah lelah atau mengantuk. Kafein dapat menyebabkan
stimulasi sistem saraf pusat sehingga dapat meningkatkan aktivitas
lambung dan sekresi hormon gastrin pada lambung dan pepsin.
Hormon gastrin yang dikeluarkan oleh lambung mempunyai efek
sekresi getah lambung yang sangat asam dari bagian fundus lambung.
Sekresi asam yang meningkat dapat menyebabkan iritasi dan inflamasi
pada mukosa lambung (Okviani, 2011).
Jadi, gangguan pencernaan yang rentan dimiliki oleh orang
yang sering minum kopi adalah gastritis (peradangan pada lapisan
lambung). Beberapa orang yang memilliki gangguan pencernaan dan
ketidaknyamanan di perut atau lambung biasanya disaranakan untuk
menghindari atau membatasi minum kopi agar kondisinya tidak
bertambah parah (Warianto, 2011).

2.3.3   Teh
Hasil penelitian Hiromi Shinya, MD., dalam buku “The
Miracle of Enzyme”menemukan bahwa orang-orang Jepang yang
meminum teh kaya antioksidan lebih dari dua gelas secara teratur,
sering menderita penyakit yang disebut gastritis. Sebagai contoh Teh
Hijau, yang mengandung banyak antioksidan dapat membunuh bakteri
dan memiliki efek antioksidan berjenis polifenol yang mencegah atau
menetralisasi efek radikal bebas yang merusak. Namun, jika beberapa
antioksidan bersatu akan membentuk suatu zat yang disebut tannin.
Tannin inilah yang menyebabkan beberapa buah dan tumbuh-
tumbuhan memiliki rasa sepat dan mudah teroksidasi (Shinya, 2008).
Tannin merupakan suatu senyawa kimia yang memiliki afinitas
tinggi terhadap protein pada mukosa dan sel epitel mukosa (selaput
lendir yang melapisi lambung). Akibatnya terjadi proses dimana

15
membran mukosa akan mengikat lebih kuat dan menjadi kurang
permeabel. Proses tersebut menyebabkan peningkatan proteksi mukosa
terhadap mikroorganisme dan zat kimia iritan. Dosis tinggi tannin
menyebabkan efek tersebut berlebih sehingga dapat mengakibatkan
iritasi pada membran mukosa usus (Shinya, 2008).
Selain itu apabila Tannin terkena air panas atau udara dapat
dengan mudah berubah menjadi asam tanat. Asam tanat ini juga
berfungsi membekukan protein mukosa lambung. Asam tanat akan
mengiritasi mukosa lambung perlahan-lahan sehingga sel-sel mukosa
lambung menjadi atrofi. Hal inilah yang menyebabkan orang tersebut
menderita berbagai masalah lambung, seperti gastritis atrofi, ulcus
peptic, hingga mengarah pada keganasan lambung (Shinya, 2008).

2.3.4    Rokok
Rokok adalah silinder kertas yang berisi daun tembakau cacah.
Dalam sebatang rokok, terkandung berbagai zat-zat kimia berbahaya
yang berperan seperti racun. Dalam asap rokok yang disulut, terdapat
kandungan zat-zat kimia berbahaya seperti gas karbon monoksida,
nitrogen oksida, amonia, benzene, methanol, perylene, hidrogen
sianida, akrolein, asetilen, bensaldehid, arsen, benzopyrene, urethane,
coumarine, ortocresol, nitrosamin, nikotin, tar, dan lain-lain. Selain
nikotin, peningkatan paparan hidrokarbon, oksigen radikal, dan
substansi racun lainnya turut bertanggung jawab pada berbagai
dampak rokok terhadap kesehatan (Budiyanto, 2010).
Efek rokok pada saluran gastrointestinal antara lain
melemahkan katup esofagus dan pilorus, meningkatkan refluks,
mengubah kondisi alami dalam lambung, menghambat sekresi
bikarbonat pankreas, mempercepat pengosongan cairan lambung, dan
menurunkan pH duodenum. Sekresi asam lambung meningkat sebagai
respon atas sekresi gastrin atau asetilkolin. Selain itu, rokok juga

16
mempengaruhi kemampuan cimetidine (obat penghambat asam
lambung) dan obat-obatan lainnya dalam menurunkan asam lambung
pada malam hari, dimana hal tersebut memegang peranan penting
dalam proses timbulnya peradangan pada mukosa lambung. Rokok
dapat mengganggu faktor defensif lambung (menurunkan sekresi
bikarbonat dan aliran darah di mukosa), memperburuk peradangan,
dan berkaitan erat dengan komplikasi tambahan karena infeksi H.
pylori. Merokok juga dapat menghambat penyembuhan spontan dan
meningkatkan risiko kekambuhan tukak peptik (Beyer, 2004).
Kebiasaan merokok menambah sekresi asam lambung, yang
mengakibatkan bagi perokok menderita penyakit lambung (gastritis)
sampai tukak lambung. Penyembuhan berbagai penyakit di saluran
cerna juga lebih sulit selama orang tersebut tidak berhenti merokok
(Departemen Kesehatan RI, 2001).

2.3.5    OAINS ( Obat Anti Inflamasi Non Steroid)


Obat-obatan yang sering dihubungkan dengan gastritis erosif
adalah aspirin dan sebagian besar obat anti inflamasi non steroid
(Suyono, 2001).
Asam asetil salisilat lebih dikenal sebagai asetosal atau aspirin.
Asam asetil salisilat merupakan obat anti inflamasi nonsteroid
(OAINS) turunan asam karboksilat derivat asam salisilat yang dapat
dipakai secara sistemik.
Obat AINS adalah salah satu golongan obat besar yang secara
kimia heterogen menghambat aktivitas siklooksigenase, menyebabkan
penurunan sintesis prostaglandin dan prekursor tromboksan dari asam
arakhidonat. Siklooksigenasemerupakan enzim yang penting untuk
pembentukkan prostaglandin dari asam arakhidonat. Prostaglandin
mukosa merupakan salah satu faktor defensive mukosa lambung yang
amat penting, selain menghambat produksi prostaglandin mukosa,

17
aspirin dan obat antiinflamasi nonsteriod tertentu dapat merusak
mukosa secara topikal, kerusakan topikal terjadi karena kandungan
asam dalam obat tersebut bersifat korosif sehingga dapat merusak sel-
sel epitel mukosa. Pemberian aspirin dan obat antiinflamasi nonsteroid
juga dapat menurunkan sekresi bikarbonat dan mukus oleh
lambung, sehingga kemampuan faktor defensif terganggu. Jika
pemakaian obat-obat tersebut hanya sesekali maka kemungkinan
terjadinya masalah lambung akan kecil. Tapi jika pemakaiannya
dilakukan secara terus menerus atau berlebihan dapat
mengakibatkan gastritis dan ulkus peptikum. Pemakaian setiap hari
selama minimal 3 bulan dapat menyebabkan gastritis (Rosniyanti,
2010).

2.3.6   Stress
Stress merupakan reaksi fisik, mental, dan kimia dari tubuh
terhadap situasi yang menakutkan, mengejutkan, membingungkan,
membahayakan dan merisaukan seseorang. Definisi lain menyebutkan
bahwa stress merupakan ketidakmampuan mengatasi ancaman yang
dihadapi mental, fisik, emosional, dan spiritual manusia, yang pada
suatu saat dapat mempengaruhi kesehatan fisik manusia
tersebut (Potter, 2005).
1.      Stress Psikis
Produksi asam lambung akan meningkat pada keadaan
stress,misalnya pada beban kerja berat, panik dan tergesa-gesa.
Kadar asam lambung yang meningkat dapat mengiritasi
mukosa lambung dan jika hal ini dibiarkan, lama-kelamaan
dapat menyebabkan terjadinya gastritis. Bagi sebagian orang,
keadaan stres umumnya tidak dapat dihindari. Oleh karena itu,
maka kuncinya adalah mengendalikannya secara efektif
dengan cara diet sesuai dengan kebutuhan nutrisi, istirahat

18
cukup, olah raga teratur dan relaksasi yang cukup (Friscaan,
2010).
2.       Stress Fisik
Stress fisik akibat pembedahan besar, luka trauma, luka
bakar, refluks empedu atau infeksi berat dapat menyebabkan
gastritis dan juga ulkus serta pendarahan pada
lambung. Perawatan terhadap kanker seperti kemoterapi dan
radiasi dapat mengakibatkan peradangan pada dinding
lambung yang selanjutnya dapat berkembang menjadi gastritis
dan ulkus peptik. Ketika tubuh terkena sejumlah kecil radiasi,
kerusakan yang terjadi biasanya sementara, tapi dalam dosis
besar akan mengakibatkan kerusakan tersebut menjadi
permanen dan dapat mengikis dinding lambung serta merusak
kelenjar-kelenjar penghasil asam lambung(Anonim, 2010).
Refluks dari empedu juga dapat menyebabkan
gastritis. Bile (empedu) adalah cairan yang membantu
mencerna lemak-lemak dalam tubuh. Cairan ini diproduksi
oleh hati. Ketika dilepaskan, empedu akan melewati
serangkaian saluran kecil dan menuju ke usus kecil. Dalam
kondisi normal, sebuah otot sphincter yang berbentuk seperti
cincin (pyloric valve) akan mencegah empedu mengalir balik
ke dalam lambung. Tapi jika katup ini tidak bekerja dengan
benar, maka empedu akan masuk ke dalam lambung dan
mengakibatkan peradangan dan gastritis.

2.3.7    Alkohol
Alkohol sangat berperangaruh terhadap makhluk hidup,
terutama dengan kemampuannya sebagai pelarut lipida.
Kemampuannya melarutkan lipida yang terdapat dalam membran sel
memungkinkannya cepat masuk ke dalam sel-sel dan menghancurkan

19
struktur sel tersebut. Oleh karena itu alkohol dianggap toksik atau
racun. Alkohol yang terdapat dalam minuman seperti bir, anggur, dan
minuman keras lainnya terdapat dalam bentuk etil alkohol atau etanol
(Almatsier, 2002).
Organ tubuh yang berperan besar dalam metabolisme alkohol
adalah lambung dan hati, oleh karena itu efek dari kebiasaan
mengkonsumsi alkohol dalam jangka panjang tidak hanya berupa
kerusakan hati atau sirosis, tetapi juga kerusakan lambung. Dalam
jumlah sedikit, alkohol merangsang produksi asam lambung berlebih,
nafsu makan berkurang, dan mual, sedangkan dalam jumlah banyak,
alkohol dapat mengiritasi mukosa lambung dan duodenum. Konsumsi
alkohol berlebihan dapat merusak mukosa lambung, memperburuk
gejala tukak peptik, dan mengganggu penyembuhan tukak peptik.
Alkohol mengakibatkan menurunnya kesanggupan mencerna dan
menyerap makanan karena ketidakcukupan enzim pankreas dan
perubahan morfologi serta fisiologi mukosa gastrointestinal (Beyer
2004).

2.3.8    Helicobacter pylori


Helicobacter pylori adalah kuman Gram negatif, basil yang
berbentuk kurva dan batang. Helicobacter pylori adalah suatu bakteri
yang menyebabkan peradangan lapisan lambung yang kronis (gastritis)
pada manusia. Sebagian besar populasi di dunia terinfeksi oleh
bakteri Helicobacter pylori yang hidup di bagian dalam lapisan
mukosa yang melapisi dinding lambung. Walaupun tidak sepenuhnya
dimengerti bagaimana bakteri tersebut dapat ditularkan, namun
diperkirakan penularan tersebut terjadi melalui jalur oral atau akibat
memakan makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh bakteri
ini. Infeksi Helicobacter pylori sering terjadi pada masa kanak-kanak
dan dapat bertahan seumur hidup jika tidak dilakukan perawatan.

20
Infeksi Helicobacter pylori ini sekarang diketahui sebagai penyebab
utama terjadinyaulkus peptikum dan penyebab tersering
terjadinya gastritis (Prince, 2005).

2.3.9    Usia
Usia tua memiliki resiko yang lebih tinggi untuk menderita
gastritis dibandingkan dengan usia muda. Hal ini menunjukkan bahwa
seiring dengan bertambahnya usia mukosa gaster cenderung menjadi
tipis sehingga lebih cenderung memiliki infeksi Helicobacter
Pylory atau gangguan autoimun daripada orang yang lebih muda.
Sebaliknya,jika mengenai usia muda biasanya lebih berhubungan
dengan pola hidup yang tidak sehat.
Kejadian gastritis kronik, terutama gastritis kronik antrum
meningkat sesuai dengan peningkatan usia. Di negara Barat, populasi
yang usianya pada dekade ke-6 hampir 80% menderita gastritis kronik
dan menjadi 100% pada saat usia mencapai dekade ke-7. Selain
mikroba dan proses imunologis, faktor lain juga berpengaruh terhadap
patogenesis Gastritis adalah refluks kronik cairan penereatotilien,
empedu dan lisolesitin (Suyono, 2001).

2.4 Klasifikasi

2.4.1   Gastritis Akut


Gastritis akut merupakan penyakit yang sering ditemukan,
biasanya bersifat jinak dan sembuh sempurna (Prince, 2005: 422).
Gastritis akut terjadi akibat respons mukosa lambung terhadap
berbagai iritan lokal. Inflamasi akut mukosa lambung pada sebagian
besar kasus merupakan penyakit yang ringan.
Bentuk terberat dari gastritis akut disebabkan oleh mencerna
asam atau alkali kuat, yang dapat menyebabkan mukosa menjadi

21
ganggren atau perforasi. Pembentukan jaringan parut dapat terjadi
yang mengakibatkan obstruksi pylorus (Brunner, 2000).
Salah satu bentuk gastritis akut yang manifestasi klinisnya
dapat berbentuk penyakit yang berat adalah gastritis erosif atau
gastritis hemoragik. Disebut gastritis hemoragik karena pada penyakit
ini akan dijumpai perdarahan mukosa lambung dalam berbagai derajat
dan terjadi erosi yang berarti hilangnya kontinuitas mukosa lambung
pada beberapa tempat, menyertai inflamasi pada mukosa lambung
tersebut(Suyono, 2001: 127).

2.4.1.1  Gastritis Akut Erosif


Menurut Hirlan dalam  Suyono (2001: 127), gastritis
akut erosif adalah suatu peradangan permukaan mukosa
lambung yang akut dengan kerusakan-kerusakan erosi. Disebut
erosi apabila kerusakan yang terjadi tidak lebih dalam dari
pada mukosa muskularis. Penyakit ini dijumpai di klinik,
sebagai akibat efek samping dari pemakaian obat, sebagai
penyulit penyakit-penyakit lain atau karena sebab yang tidak
diketahui.
Perjalanan penyakitnya biasanya ringan, walaupun
demikian kadang-kadang dapat menyebabkan kedaruratan
medis, yakni perdarahan saluran cerna bagian atas. Penderita
gastritis akut erosif yang tidak mengalami pendarahan sering
diagnosisnya tidak tercapai (Suyono, 2001).
Untuk menegakkan diagnosis tersebut diperlukan
pemerisaan khusus yang sering dirasakan tidak sesuai dengan
keluhan penderita yang ringan saja. Diagnosis gastritis akut
erosif, ditegakkan dengan pemeriksaan endoskopi dan
dilanjutkan dengan pemeriksaan histopatologi biopsi mukosa
lambung (Suyono, 2001).

22
2.4.1.2 Gastritis Akut Hemoragik
Ada dua penyebab utama gastritis akut hemoragik;
Pertama diperkirakan karena minum alkohol atau obat lain
yang menimbulkan iritasi pada mukosa gastrik secara
berlebihan (aspirin atau NSAID lainnya). Meskipun
pendarahan mungkin cukup berat, tapi pendarahan pada
kebanyakan pasien akan berhenti sendiri secara spontan dan
mortalitas cukup rendah. Kedua adalah stress gastritis yang
dialami pasien di Rumah Sakit, stress gastritis dialami pasien
yang mengalami trauma berat berkepanjangan, sepsis terus
menerus atau penyakit berat lainnya(Suyono, 2001).
Erosi stress merupakan lesi hemoragika pungtata
majemuk pada lambung proksimal yang timbul dalam keadaan
stress fisiologi parah dan tak berkurang. Berbeda dengan
ulserasi menahun yang lebih biasa pada traktus
gastrointestinalis atas, ia jarang menembus profunda ke dalam
mukosa dan tak disertai dengan infiltrasi sel radang menahun.
Tanpa profilaksis efektif, erosi stress akan berlanjut dan
bersatu dalam 20% kasus untuk membentuk beberapa ulserasi
yang menyebabkan perdarahan gastrointestinalis atas dari
keparahan yang mengancam nyawa. Keadaan ini dikenal
sebagai gastritis hemoragika akuta (Sabiston, 1995: 525).

2.4.2   Gastritis Kronik


Gastritis Kronis adalah suatu peradangan bagian permukaan
mukosa lambung yang menahun, hal tersebut bisa di akibatkan baik
oleh ulkus lambung jinak maupun ganas oleh bakteri helicobacter
pylori.
Disebut gastritis kronik apabila infiltrasi sel-sel radang yang
terjadi pada lamina propria dan daerah intra epitelial terutama terdiri

23
atas sel-sel radang kronik, yaitu limfosit dan sel plasma. Gastritis
kronis didefenisikan secara histologis sebagai peningkatan jumlah
limfosit dan sel plasma pada mukosa lambung. Derajat paling ringan
gastritis kronis adalah gastritis superfisial kronis, yang mengenai
bagian sub epitel di sekitar cekungan lambung. Kasus yang lebih parah
juga mengenai kelenjar-kelenjar pada mukosa yang lebih dalam, hal
ini biasanya berhubungan dengan atrofi kelenjar (gastritis atrofi
kronis) dan metaplasia intestinal (Chandrasoma, 2005 : 522).
Sebagian besar kasus gastritis kronis merupakan salah satu dari
dua tipe, yaitu tipe A yang merupakan gastritis autoimun yang
terutama mengenai tubuh dan berkaitan dengan anemia pernisiosa; dan
tipe B yang terutama meliputi antrum dan berkaitan dengan
infeksi Helicobacter pylori. Terdapat beberapa kasus gastritis kronis
yang tidak tergolong dalam kedua tipe tersebut dan penyebabnya tidak
diketahui (Chandrasoma, 2005 : 522).
Gastritis kronik dapat dibagi dalam berbagai bentuk tergantung
pada kelainan histologi, topografi, dan etiologi yang menjadi dasar
pikiran pembagian tersebut(Suyono, 2001).
Menurut Hirlan dalam Suyono (2001: 128), klasifikasi
histologi yang sering digunakan membagi gastritis kronik menjadi :
1.         Gastritis kronik superficial
Apabila dijumpai sebukan sel-sel radang kronik
terbatas pada lamina propria mukosa superfisialis dan edema
yang memisahkan kelenjar-kelenjar mukosa, sedangkan sel-sel
kelenjar tetap utuh. Sering dikatakan gastritis kronik
superfisialis merupakan permulaan gastritis kronik.
2.         Gastritis kronik atrofik
Sebukan sel-sel radang kronik menyebar lebih dalam
disertai dengan distorsi dan destruksi sel kelenjar mukosa lebih

24
nyata. Gastritis atrofik dianggap sebagai kelanjutan gastritis
kronik superfisialis.
3.         Atrofi lambung
Atrofi lambung dianggap merupakan stadium akhir
gastritis kronik. Pada saat itu struktur kelenjar menghilang dan
terpisah satu sama lain secara nyata dengan jaringan ikat,
sedangkan sebukan sel-sel radang  juga menurun. Mukosa
menjadi sangat tipis sehingga dapat menerangkan mengapa
pembuluh darah menjadi terlihat saat pemeriksaan endoskopi.
4.         Metaplasia intestinal
Suatu perubahan histologis kelenjar-kelenjar mukosa
lambung menjadi kelenjar-kelenjar mukosa usus halus yang
mengandung sel goblet. Perubahan-perubahan tersebut dapat
terjadi secara menyeluruh pada hampir seluruh segmen
lambung, tetapi dapat pula hanya merupakan bercak-bercak
pada beberapa bagian lambung.
Menurut Hirlan dalam  Suyono  (2001: 129), distribusi
anatomis pada gastritis kronik dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu :
1.         Gastritis Kronis Tipe A
Gastritis kronis tipe A merupakan suatu penyakit
autoimun yang disebabkan oleh adanya autoantibodi terhadap
sel parietal kelenjar lambung dan faktor intrinsik, dan berkaitan
dengan tidak adanya sel parietal dan chief cell, yang
menurunkan sekresi asam dan menyebabkan tingginya kadar
gastrin. Dalam keadaan sangat berat, tidak terjadi produksi
faktor intrinsik. Anemia pernisiosa seringkali dijumpai pada
pasien karena tidak tersedianya faktor intrinsik untuk
mempermudah absorpsi vitamin B12 dalam ileum (Prince,2005:
423).

25
Jadi, anemia pernisiosa itu disebabkan oleh kegagalan
absorpsi vitamin B12 karena kekurangan faktor intrinsik akibat
gastritis kronis autoimun. Autoimunitas secara langsung
menyerang sel parietal pada korpus dan fundus lambung yang
menyekresikan faktor intrinsik dan asam (Chandrasoma, 2005 :
522).
Reaksi autoimun bermanifestasi sebagai sebukan limfo-
plasmasitik pada mukosa sekitar sel parietal, yang secara
progresif berkurang jumlahnya. Netrofil jarang dijumpai dan
tidak didapati Helicobacter pylori. Mukosa fundus dan korpus
menipis dan kelenjar-kelenjar dikelilingi oleh sel mukus yang
mendominasi. Mukosa sering memperlihatkan metaplasia
intestinal yang ditandai dengan adanya sel goblet dan sel
paneth. Pada stadium akhir, mukosa menjadi atrofi  dan sel
parietal menghilang (gastritis kronis tipe A)(Chandrasoma,
2005 : 522).
2.         Gastritis Kronis Tipe B
Gastritis kronis tipe B disebut juga sebagai  gastritis
antral karena umumnya mengenai daerah antrum lambung dan
lebih sering terjadi dibandingkan dengan gastritis kronis tipe
A. Gastritis kronis tipe B lebih sering terjadi pada penderita
yang berusia tua. Bentuk gastritis ini memiliki sekresi asam
yang normal dan tidak berkaitan dengan anemia pernisiosa.
Kadar gastrin yang rendah sering terjadi. Penyebab utama
gastritis kronis tipe B adalah infeksi kronis oleh Helicobacter
pylori. Faktor etiologi gastritis kronis lainnya adalah asupan
alkohol yang berlebihan, merokok, dan refluks empedu kronis
dengan kofaktor Helicobacter pylori (Prince, 2005: 423).
Gastritis kronis tipe B secara maksimal melibatkan
bagian antrum, yang merupakan tempat

26
predileksi Helicobacter pylori. Kasus-kasus dini
memperlihatkan sebukan limfoplasmasitik pada mukosa
lambung superfisial. Infeksi aktif Helicobacter pylori hampir
selalu berhubungan dengan munculnya nertrofil, baik pada
lamina propria ataupun pada kelenjar mukus antrum. Pada saat
lesi berkembang, peradangan meluas yang meliputi mukosa
dalam dan korpus lambung. Keterlibatan mukosa bagian dalam
menyebabkan destruksi kelenjar mukus antrum dan metaplasia
intestinal (gastritis atrofik kronis tipe B)(Chandrasoma, 2005 :
523).
Pada 60-70% pasien, didapatkan Helicobacter
pylori pada pemeriksaan histologis atau kultur biopsi. Pada
banyak pasien yang tidak didapati organisme ini, pemeriksaan
serologisnya memperlihatkan antibodi terhadapHelicobacter
pylori, yang menunjukkan sudah ada infeksi Helicobacter
pylorisebelumnya (Suyono, 2001).
Helicobacter pylori adalah organisme yang kecil dan
melengkung, seperti vibrio, yang muncul pada lapisan mukus
permukaan yang menutupi permukaan epitel dan lumen
kelenjar. Bakteri ini merupakan bakteri gram negatif yang
menyerang sel permukaan, menyebabkan deskuamasi sel yang
dipercepat dan menimbulkan respon sel radang kronis pada
mukosa lambung.Helicobacter pylori ditemukan lebih dari
90% dari hasil biopsi yangmenunjukkan gastritis
kronis.  Organisme ini dapat dilihat pada irisan rutin, tetapi
lebih jelas dengan pewarnaan perak Steiner atau Giemsa.
KeberadaanHelicobacter pylori berkaitan erat dengan
peradangan aktif dengan netrofil. Organisme dapat tidak
ditemukan pada pasien gastritis akut inaktif, terutama bila
terjadi metaplasia intestinal (Chandrasoma, 2005 : 524).

27
3.         Gastritis kronis tipe AB
Gastritis kronis tipe AB merupakan gastritis kronik
yang distribusi anatominya menyebar keseluruh gaster.
Penyebaran ke arah korpus tersebut cendrung meningkat
dengan bertambahnya usia (Suyono, 2001: 130).
2.5 Patofisiologi
Gastritis Akut
Gastritis akut dapat disebbakan oleh karena strees, zat kimia misalnya
obat-obatan dan alcohol, makanan yang pedas, panas maupun asam. Pada para
yang mengalami strees akan terjadi perangsangan saraf simpatis NV ( Nervus
Vagus ) yang akan meningkatkan produksi asam klorida ( HCl ) di dalam
lambung. Adanya HCl yang berada di dalam lambung akan menimbulkan rasa
mual, muntah dan anoreksia.
Zat kimia maupun makanan yang merangsang akan menyebabkan sel
epitel kolumnar, yang berfungsi menghasilkan mucus, mengurangi
produksinya. Sedangkan mucus berfungsi untuk memproteksi mukosa
lambung agar tidak ikut tercerna. Respon mukosa lambung karena penurunan
sekresi mucus bervariasi di antaranya vasodilatasi sel mukosa gaster. Lapisan
mukosa gaster terdapat sel yang memproduksi HCl ( terutama derah fundus )
dan pembuluh darah.
Vasodilatasi mukosa gasterakan menyebabkan produksi HCl
meningkat. Anoreksia juga dapat menyebabkan rasa nyeri. Rasa nyeri ini
ditimbulkan oleh karena kontak HCl dengan mukosa gaster. Respon mukosa
lambung akibat penurunan sekresi mucus dapat berupa eksfeliasi
( pengelupasan ). Eksfeliasi sel mukosa gaster akan mengakibatkan erosi pada
sel mukosa. Hilangnya sel mukosa akibat erosi memicu timbulnya perdarahan.
Perdarahan yang terjadi dapat mengancam hidup penderita, namun
dapat juga berhenti sendiri karena proses regenerasi, sehingga erosi
menghilang dalam waktu 24-48 jam setelah perdarahan.

28
Gastritis Kronis

Helicobacter Pylori merupakan bakteri gram negative. Organisme ini


menyerang sel permukaan gaster, memperberat timbulnya desquamasi sel dan
munculnya respon radang kronis pada gaster yaitu : destruksi kelenjar dan
metaplasia.
Metaplasia adalah salah satu mekanisme pertahanan tubuh
terhadap iritasi yaitu dengan mengganti sel mukosa gaster, misalnya sel
desquamosa yang lebih kuat. Karena sel desquamosa lebih kuat maka
elastisitasnya juga berkurang. Pada saat mencerna makanan, lambung
melakukkan gerakan peristaltic tetapi karena sel penggantinya tidak elastis
maka akan timbul kekakuan yang pada akhirnya menimbulkan rasa nyeri.
Metaplasia ini juga menyebabkan hilangnya sel mukosa pada lapisan
lambung, sehingga akan menyebabkan kerusakan pembuluh darah lapisan
mukosa. Kerusakan pembuluh darah ini akan menimmbukan perdarahan.

2.6 Manifestasi Klinis


1. Gastritis Akut
a. Gastritis Akut Eksogen Simple :
~ Nyeri epigastrik mendadak.

~ Nausia yang di sertai dengan vomitus.


~ Saat serangan pasien berkeringat, gelisah, sakit perut, dan
kadang disertai panas serta takikardi.
~ Biasanya dalam 1-2 hari sembuh kembali.
b. Gastritis Akut Eksogen Korosiva :
~ Pasien kolaps dengan kulit yang dingin.
~ Takikardi dan sianosis.
~ Perasaan seperti terbakar, pada epigastrium.
~ Nyeri hebat / kolik.

29
c. Gastritis Infeksiosa Akut :
~ Anoreksia
~ Perasaan tertekan pada epigastrium.
~ Vomitus.
~ Hematemesis.
d. Gastritis Hegmonos Akut :
~ Nyeri hebat mendadak di epigastrium. ~ Nausea.
~ Rasa tegang pada epigastrium. ~ Vomitus.
~ Panas tinggi dan lemas ~ Takipneu.
~ Lidah kering sedikit ekterik. ~ Takikardi
~ Sianosis pada ekstremitas. ~ Diare.
~ Abdomen lunak. ~ terjadi leukositosis

1. Gastritis Kronis.
Terdiri dari :
a. Gastritis Superfisialis.
~ Rasa tertekan yang samar pada epigastrium. ~ Penurunan
BB.
~ Kembung / rasa penuh pada epigastrium. ~ Nausea.
~ Rasa perih sebelum dan sesudah makan. ~ Terasa
pusing.
~ Vomitus.
b. Gastritis Atropikan.
~ Rasa tertekan pada epigastrium. ~ Anoreksia.
~ Rasa penuh pada perut. ~ Nausea.
~ Keluar angin pada mulut. ~ Vomitus.
~ Mudah tersinggung. ~ Gelisah.
~ Mulut dan tenggorokan terasa kering.
c. Gastritis Hipertropikan Kronika.
~ Nyeri pada epigastrium yang tidak selalu berkurang setelah

30
minum susu.
~ Nyeri biasanya timbul pada malam hari.
~ Kadang disertai melena.

a. Gastritis akut
Sindrom dispepsia berupa nyeri epigastrium, mual, kembung dan muntah
merupakan salah satu keluhan yang sering muncul. Ditemukan pula pedarahan
saluran cerna berupa hematemesis dan melena, kemudian disesuaikan dengan
tanda-tanda anemia pasca perdarahan. Ulserasi superfisial yang dapat terjadi
dan dapat menimbulkan perdarahan, ketidaknyamanan abdomen (dengan sakit
kepala, mual dan anoreksia) dan dapat terjadi muntah, serta cegukan beberapa
pasien adalah asimtomatik, kolik dan diare dapat terjadi jika makanan
pengiritasi tidak dimuntahkan, tetapi mencapai usus besar, pasien biasanya
sembuh kira-kira dalam sehari meskipun nafsu makan kurang atau menurun
selama 2 sampai 3 hari. Keluhannya bervariasi, mulai dari yang sangat ringan
sampai asimtomatik sampai sangat berat yang dapat membawa kematian.

b. Gastritis kronis
Tipe A biasanya meliputi asimtomatik kecuali untuk gejala defisiensi B 12
dan pada Gastritis Tipe B pasien mengeluh anoreksia, sakit ulu hati setelah
makan, bersendawa, rasa pahit atau mual dan muntah.

Sebagian besar pasien tidak mempunyai keluhan. Hanya sebagian kecil


mengeluh nyeri hati, anoreksia, nusea dan pada pemeriksaan fisik tidak
dijumpai kelainan .

2.6 Diagnosa Gastritis


a. Gastritis Akut
Tiga cara menegakkan diagnosis, yaitu gambaran klinis, gambaran lesi,
mukosa akut di mukosa lambung berupa erosi atau ulkus dangkal dengan rata
pada endoskopi dan gambaran radiologi. Dengan kontras tunggal sukar untuk

31
melihat lesi permukaan yang superfisial karena itu sebaiknya digunakan
kontras ganda. Secara umum peranan endoskopi saluran cerna bagian atas
lebih sensitif dan spesifik untuk diagnosis kelainan akut lambung.

Gastritis akut harus selalu diwaspadai pada saat pasien pada keadaan
kronis yang berat atau penggunaan aspirin dan anti inflamasi nonsteroid.
Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan gastroskopi. Pada pemeriksaan
gastroskopi akan tampak mukosa yang sembab, merah,mudah berdarah atau
terdapat perdarahan spontan, erosi mukosa yang bervariasi dari penyembuhan
sampai tertutup oleh tekanan darah dan kladang-kadang ulserasi. Lesi-lesi
tersebut biasanya terdapat pada fundus dan korpus lambung secara
endoskopik

b. Gastritis kronis
Diagnosa ditegakkan berdasarkan pemeriksaan endoskopi dan dilanjutkan
dengan pemeriksaan histopatologi biopsi mukosa lambung, perlu pula
dilakukan kultur untuk membuktikan adanya infeksi Helicobacter pylori
apalagi jika ditemukan ulkus baik pada lambung ataupun pada duodenum.

Sebagian besar gastritis kronik tanpa gejala. Mereka yang mempunyai


keluhan biasanya keluhannya tidak jelas. Keluhan yang sering dihubungkan
dengan gastritis kronik adanya nyeri tumpul di epigastrium, disertai dengan
mual/kadang muntah-muntah, cepat kenyang. Keluhan-keluhan ini tidak dapat
digunakan untuk evaluasi keberhasilan pengobatan, pemeriksaan fisik tidak
memberikan informasi apapun juga.

Diagnosa ditegakkan berdasarkan endoskopi dan histopatologi untuk


pemeriksaan histopatologi sebaiknya dilakukan biopsi dan semua segmen
lambung.

32
2.7 Pemeriksaan Diagnostik
1. EGD (Esofagogastriduodenoskopi) = tes diagnostik kunci
untukperdarahan GI atas, dilakukan untuk melihat sisi perdarahan /derajat
ulkus jaringan / cedera.
2. Minum barium dengan foto rontgen = dilakukan untuk membedakan
diganosa penyebab/sisi lesi.
3. Analisa gaster = dapat dilakukan untuk menentukan adanya darah,
mengkaji aktivitas sekretori mukosa gaster.
4. Angiografi = vaskularisasi GI dapat dilihat bila endoskopi tidakdapat
disimpulkan atau tidak dapat dilakukan. Menunjukkan sirkulasi kolateral
dan kemungkinan isi perdarahan.
5. Amilase serum = meningkat dengan ulkus duodenal, kadar rendah diduga
gastritis

2.9 Penatalaksanaan
Pengobatan gastritis meliputi :
1.Mengatasi kedaruratan medis yang terjadi.
2.Mengatasi atau menghindari penyebab apabila dapat dijumpai.
3.Pemberian obat-obat antasid atau obat-obat ulkus lambung yang
1. Gastritis Akut.
a. Gastritis Eksogen Akut Simple.
~ Fase akut, istirahat total 1-2 hari.
~ Hari I sebaiknya jangan diberikan makan, setelah mual dan
muntah
berkurang, coba berikan teh hangat dan air minum.
~ Hari kedua berikan susu hangat, benintton dengan garam
terutama
setelah banyak muntah.
~ Hari ketiga boleh makan bubur dan bisa makan lembek
lainnya.

33
~ Kolaborasi medik :
Pemberian cairan.
Antimemetik untuk mengurangi muntah
Anti spasmodik untuk memperbaiki spasme otot.
b. Gastritis Infektiosa Akut.
~ Pengaturan diet.
~ Beri makanan lunak dan tidak merangsang mual dan muntah.
~ Kolaborasi medik :
Pemberian antibiotik untuk penanganan factor penyebab.
Pemberian anti spasmodik.
c. Gastritis Hegmonos Akut
~ Pengaturan diet.
~ Pada abses lokal perlu dilakukan drainase.
~ Pada pasien dengan hegmonos perlu gastrektomi.
~ Kolaborasi medik :
Antibiotik untuk penanganan faktor penyebab.
2. Gastritis Kronis.
a. Gastritis Superfisialis.
~ Istirahat yang cukup.
~ Pemberian makanan cair utuk penderita yang mengalami erosi dan
perdarahan
~ Makanan lunak agar tidak terjadi perdarahan.
~ Kolaborasi medik :
Pemberian anti spasmodik.
b. Gastritis Atropikan.
~ Setelah makan sebaiknya istirahat untuk mencegah terjadinya
nausea
dan vomitus.
~ Beri makanan lunak dan porsi kecil tapi sering.
~ Kolaborasi medik :

34
Pemberian anti spasmodik.
Beri ekstrak hati, Vit. B12, dan zat besi.
c. Gastritis Hypertropikan.
~ Istirahat yang cukup.
~ Hindari merokok.
~ Beri makanan cair dan lembek.
~ Kolaborasi medik :
Anti spasmodik
Anti perdarahan

Pengobatan gastritis akibat infeksi kuman Helicobacter pylori bertujuan


untuk melakukan eradikasi kuman tersebut. Pada saat ini indikasi yang
disetujui secara universal untuk melakukan eradikasi adalah infeksi kuman
Helicobacter pylori yang ada hubungannya dengan tukak peptik dan yang
berhubungan dengan low grade B cell lymphoma. Sedangkan pasien yang
menderita dyspepsia non tukak. Eradikasi dilakukan dengan kombinasi antara
berbagai antibiotik dan proton pump inhibitor (PPI), Antibiotika yang
dianjurkan adalah klaritomisin, amoksisilin, metronidazol dan tetrasiklin. Bila
PPI dan kombinasi 2 antibiotika gagal dianjurkan menambahkan bismuth
subsalisilat/subsitral.

Regimen untuk Eradikasi Infeksi Helicobacter pylori (diberikan selama 1


minggu)

Obat 1 Obat 2 Obat 3 Obat 4


PPI dosis ganda Klarithomisin Amoksisilin
(2 x 500 mg) (2 x 500 mg)
PPI dosis ganda Klarithomisin Metronidazol
(2 x 500 mg) (2 x 500 mg)
PPI dosis ganda Tetrasiklin Metronidazol Subsalisilat/subsitral
(4 x 500 mg) (2 x 500 mg)

35
Pengelolaan gastritis autoimun ditujukan pada 2 hal yakni defisiensi
kobalamin dan lesi pada mukosa gaster. Atrofi mukosa gaster merupakan
keadaan yang irreversible. Kuman sering bersama-sama dengan penyakit
autoimun yang lain, sebaliknya penyakit yang menyertai tersebut diterapi.
Memperbaiki defisiensi kobalamin sering dapat memperbaiki komplikasi yang
timbul akibat defisiensi tersebut.

a. Gastritis akut
Faktor utama adalah dengan menghilangkan etiologinya, diet lambung
dengan posisi kecil dan sering. Obat-obatan ditujukan untuk mengatur sekresi
asam lambung berupa antagonis reseptor H2, Proton Pump Inhibitor (PPI),
antikolinergik dan antasid juga ditujukan sebagai sito protektor berupa
sukralfat dan prostaglandin.

Pencegahan ini terutama bagi pasien yang menderita penyakit dengan


keadaan klinis yang berat. Untuk pengguna aspirin atau anti inflamasi
nonsteroid pencegahan yang terbaik adalah dengan Misaprostol, atau Devivat
Prostaglandin Mukosa.

b. Gastritis kronis
Faktor utama adalah ditandai oleh progesif epitel kelenjar disertai sel
parietal dan chief cell. Dinding lambung menjadi tipis dan mukosa
mempunyai permukaan yang rata, Gastritis kronis ini digolongkan menjadi
dua kategori Tipe A (Altrofik atau Fundal) dan tipe B (Antral).

Gastritis kronis Tipe A disebut juga Gastritis altrofik atau fundal,


karena mempunyai fundus pada lambung Gastritis kronis Tipe A merupakan
suatu penyakit auto imun yang disebabkan oleh adanya auto antibodi terhadap
sel. Parietal kelenjar lambung dan faktor intrinsik dan berkaitan dengan tidak
adanya sel parietal dan Chief Cell, yang menurunkan sekresi asam dan
menyebabkan tingginya kadar gastrin.

36
Gastritis kronis Tipe B disebut juga sebagai Gastritis antral karena
umunya mengenai daerah atrium lambung dan lebih sering terjadi
dibandingkan dengan Gastritis kronis Tipe A.

Jadi penyebab utama Gastritis Tipe B adalah infeksi kronis oleh


Helicobacter pylori. Faktor etiologi Gastritis kronis lainnya adalah asupan
alkohol yang berlebihan, merokok, dan refluks dapat mencetuskan terjadinya
ulkus peptikum dan karsinoma.

Pengobatan Gastritis kronis bervariasi, tergantung pada penyakit yang


dicurigai. Bila terdapat ulkus dedenum, dapat diberikan antibiotik untuk
membatasi Helicobacter pylori. Namun demikian lesi tidak selalu muncul
dengan Gastritis kronis. Alkohol dan obat yang diketahui mengiritasi lambung
harus dihindari. Bila terjadi anemia defisiensi besi (yang disebabkan oleh
perdarahan kronis), maka penyakit ini harus diobati, pada anemia pernisiosa
harus diberi pengobatan vitamin B.12 dan terapi yang sesuai. Gastritis kronis
diatasi dengan memodifikasi diet pasien, meningkatkan istirahat mengurangi
dan memulai farmakoterapi. Helicobacter pylori dapat diatasi dengan
antibiotik (seperti Tetrasiklin atau Amoxicillin) dan garam bismut (Pepto
bismol). Pasien dengan Gastritis Tipe A biasanya mengalami malabsorbsi
vitamin B.12.

2.10 Komplikasi

1. Gastritis Akut
a. Perdarahan saluran cerna atas, hingga anemia dan kematian.
b. Ulkus pada lambung.
c. Perfurasi lambung.

2. Gastritis Kronis.
a. Gangguan penyerapan Vitamin B12 karena atropi lambung dan akan terjadi

37
anemia
pernisiosa.
b. Gangguan penyerapan zat besi.
c. Penyempitan daearah pilorus.
d. Kanker lambung.

2.11 Prognosis
Prognosis sesuai dengan penanganan yang diberikan Ketika telah
teridentifikasi penyebab gastritis dan pengobatan dimulai prospek untuk
pemulihan penuh sangat baik. Namun, jika gastritis berhubungan dengan
alkohol atau tembakau, harus siap untuk mengubah gaya hidup untuk
menghilangkan iritasi ini.

38
DAFTAR PUSTAKA

1. Hirlan. 2001. Gastritis. Dalam Ilmu penyakit Dalam jilid 2 Edisi III. Jakarta:
FKUI.
2. Baliwati, Yayuk Farida. 2004. Pengantar Pangan dan Gizi. Penebar Swadaya.
Jakarta.

3. Katzung, Bertam G. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik Buku 2 Ed.8.


Jakarta : Salemba Medika Glance.

4. Mycek, Merry J dkk. 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar Ed2.Jakarta :


Media medika.

5. Neal, M. J. 2006. At a Glance Farmakologi Medis Ed. 5. Jakarta : Erlangga.

6. Setiawati, Arini dkk. 2001. Farmakologi dan Terapi ed. 4. Jakarta : FKUI.

39

Anda mungkin juga menyukai