Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN KASUS AKUT

DISPEPSIA E.C GASTRITIS

Diajukan Untuk Memenuhi dan Melengkapi

Persyarat Program Pendidikan Profesi Dokter

Bagian Ilmu Kedokteran Keluarga dan Komunitas

Pembimbing:
dr. Ahmad Yani

Oleh :
Wia Septiani 114170077

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI
CIREBON
2020
BAB I

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS
a. Nama : Ny. A
b. Jenis kelamin : Perempuan
c. Usia : 40 tahun
d. Suku : Sunda
e. Agama : Islam
f. Pendidikan : SMA
g. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
h. Alamat : Beber
II. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama : Nyeri Ulu hati sejak ± 2 hari yang lalu.
b. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan nyeri ulu hati sejak 3 hari yang lalu,
nyeri seperti diremas-remas. Pasien menyangkal adanya demam, namun
pasien mengeluh pusing. Pasien merasakan mual sejak 2 hari yang lalu,
namun tidak muntah. Pasien merasa sejak perutnya sakit, nafsu makan
menjadi menurun sejak 2 hari yag lalu, pasien pun mengeluh perut terasa
kembung. Keluhan seperti sulit menelan (-) dan BB menurun (-) disangkal.
Pasien juga mengeluh dada terasa sesak sejak 2 hari yang lalu akibat
menahan nyeri pada uluh hati. Pasien menyangkal adanya nyeri pada bagian
dada (-), ataupun rasa terbakar didada disangkal oleh pasien. BAK ( Buang
Air Kecil ) dan BAB (Buang Air Besar ) tidak keluhan. Muntah darah atau
BAB berwaarna hitam disangkal.
c. Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien baru pertama kali mengalami gejala seperti ini, pasien minum
obat antasid dan terkadang dirasa membaik. Riwayat hipertensi disangkal.
Riwayat diabetes mellitus disangkal. Riwayat alergi disangkal.
d. Riwayat Penyakit Keluarga :
 Tidak ada riwayat penyakit Hipertensi
 Tidak ada riwayat diabetetes mellitus
 Riwayat alergi disangkal
e. Riwayat Pribadi, Sosial dan Ekonomi :
Pasien adalah seorang ibu rumah tangga. Aktivitas kesehariannya lebih
banyak berada di dalam rumah seperti mengurus rumah, suami dan anak.
Pasien mengaku sering terlambat makan, dan juga sering mengkonsumsi
makan-makanan bersantan, asam, dan pedas. Pasien tidak merokok, obat
warung (-) dan alcohol (-).
Pasien jarang berolahraga. Pasien tidak dalam keadaan memiliki
masalah pribadi, keluarga atau dengan tetangga sekitar, tidak pula dalam
masalah ekonomi.

III.PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
b. Kesadaran : Compos Mentis
c. Tanda-Tanda Vital : Tekanan Darah : 126/78 mmHg
Nadi : 83x/menit
Suhu : 36.7oC
Respirasi : 18x/menit
d. Antropometri : BB: 51 kg
TB : 157 cm
Status Gizi : Normal (IMT 20.7)
e. Status Generalis :
Kepala-Leher :
Mata : Konjungtiva anemis -/-, ikterik -/-, ptosis -/-
Hidung : pernafasan cuping hidung (-), sekret (-/-)
Mulut : bibir sianosis (-)
Leher : pembesaran KGB (-)
Thorax :
Inspeksi : normotoraks, simetris, retraksi (-)
Palpasi : NT -, ekspansi pernapasan simetris
Perkusi : sonor di semua lapang paru
Auskultasi : Cor BJ1 dan BJ2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo Vesikular Breath Sound disemua lapang paru,
ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen :
Inspeksi : datar, supel, lesi (-)
Auskultasi : BU(+) normal
Perkusi : timpani di semua regio
Palpasi : Terdapat nyeri tekan pada regio epigastrium (+) dan
Hipokondrium sinistra
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2”, Edema (-/-).

IV. RESUME
Pasien datang ke puskesmas Beber dengan keluhan ulu hati terasa
nyeri sejak 3 hari yang lalu, pasien memiliki pola makan yang tidak teratur
serta gemar mengkonsumsi makanan pedas, bersantan dan asam. Keluhan
disertai rasa mual tanpa disertai muntah, dan sesekali juga pasien merasa
pusing. Nyeri dirasa mereda apabila pasien membungkuk..
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda-tanda vital sebagai berikut
tekanan darah 126/78 mmHg, nadi 83x/menit, suhu 36,7oC, respirasi
18x/menit. Didapatkan adanya nyeri tekan di regio epigastrium dan
Hipochondrium sinistra.
V. DIAGNOSIS BANDING
 Dispepsia e.c Gastritis
 Dispepsia e.c GERD
 Dispepsia e.c Ulkus Peptikum
VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang
VII. DIAGNOSIS KERJA
Dispepsia e.c Gastritis
VIII. USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG
Urea Breath Test
IX. TERAPI
a. Non Medikamentosa
 Mengedukasi/menginformasikan kepada pasien untuk menghindari faktor
pencetus gastritis seperti pola makan yang tidak teratur serta mengurangi
makan makanan pedas dan asam.
 Istirahat yang cukup
 Makan makanan yang lunak terlebih dahulu
 Anjurkan pasien untuk makan lebih sering dalam porsi yang sedikit
b. Medikamentosa
 Antasida doen 200mg 3x1 tab kunyah 1/2 jam ac
 Paracetamol 500 mg 3x1 tab s.p.r.n
Dinas Kesehatan Kab. Cirebon
Puskesmas Beber
Dokter : Wia Septiani

R/ Antasid doen 200mg no.IX


ʃ 3 dd 1 tab kunyah 1/2 jam a.c
R/ Paracetamol 500mg no. IX
ʃ 3 dd 1 tab s.p.r.n

Pro : Ny. A
Umur : 40 tahun
Alamat : Beber

X. PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad sanationam : ad bonam
Quo ad functionam : ad bonam
XI. PENGKAJIAN MASALAH KESEHATAN PASIEN

Host

Usia Segala usia

Gastritis
Kebiasaan Pola makan tidak
teratur, dan gemar mengkonsumsi
makan-makanan bersantan, asam,
pedas.

Pengetahuan pasien mengenai gastritis

XII. DIAGNOSTIK HOLISTIK


a. Aspek Personal
Pasien datang agar keluhan/gejala membaik/hilang
b. Aspek Klinik
Gastritis
c. Aspek Resiko Internal
Pola makan yang tidak teratur, gemar mengkonsumsi makanan
bersantan,asam dan pedas.
d. Aspek Psikososial Keluarga
Pengetahuan, sikap dan perilaku pasien kurang dalam memahami penyakit
gastritis.
XIII. RENCANA PENATALAKSANAAN PASIEN (planning)

No Kegiatan Sasaran Hasil yang diharapkan Keterangan


1 Aspek Pasien  Kesembuhan pada R/ Antasida doen 200mg No. IX
personal pasien ʃ 3 dd 1 tab kunyah 1/2 jam ac
 Pasien kembali ke R/ Paracetamol 500mg no. IX
puskesmas atau ʃ 3 dd 1 tab s.p.r.n
rumah sakit jika
tidak sembuh
 Mengerti penyakit
yang diderita dan
penanganan awal
2 Aspek Pasien Keluhan menghilang
klinik dan perbaikan klinis
3 Aspek
risiko
internal

Kebiasaan Pasien  Pola makan teratur Edukasi kepada pasien


 Istirahat cukup
 Hindari faktor
pencetus seperti
mengurangi
konsumsi makanan
bersantan,asam dan
pedas
4 Aspek Pasien  Meningkatkan Edukasi pasien dan memotivasi
Psikososial dan pengetahuan pasien pasien
Keluarga keluarga mengenai gastritis
XIV. KESIMPULAN PENATALAKSAAN PASIEN DALAM BINAAN
PERTAMA

Diagnosis Holistik pada saat berakhirnya pembinaan pertama


Aspek personal:
Sehat dan dapat mejalani aktifitas sehari hari dengan baik

Aspek klinik:
Kesembuhan dari penyakit gastritis

Aspek risiko internal:


Kebiasaan keseharian pasien

Aspek psikososial kelurga:


Pengetahuan pasien kurang mengenai faktor risiko gastritis
Faktor pendukung terselesaikannya masalah kesehatan pasien:
Sikap pasien dan keluarganya yang mau mendukung kesembuhan penyakit
Rumah pasien yang dekat dengan puskesmas
Faktor penghambat terselesaikan masalah kesehatannya pasien :
Kebiasaan keseharian pasien mempengaruhi gastritis dan pengetahuan pasien
kurang mengenai faktor risiko gastritis
Rencana penatalaksanaan pasien selanjutnya:
Edukasi mengenai penyakit yaitu gastritis dan penanangan awalnya
Edukasi mengenai pencegahan kebiasaan sehari-hari yang mempengaruhi gastritis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Gastritis
1. Definisi Gastritis
Gastritis merupakan salah satu penyakit yang paling banyak dijumpai
di klinik penyakit dalam dan kehidupan sehari-hari. Gastritis adalah proses
inflamasi pada mukosa dan submukosa lambung atau gangguan kesehatan
yang disebabkan oleh faktor iritasi dan infeksi. Secara histopatologi dapat
dibuktikan dengan adanya infiltrasi sel-sel radang pada daerah tersebut.
Gastritis atau lebih dikenal sebagai magh berasal dari bahasa yunani yaitu
gastro, yang berarti perut/lambung dan itis yang berarti
inflamasi/peradangan.1
Gastritis adalah suatu keadaan peradangan atau peradangan mukosa
lambung yang bersifat akut, kronis, difus dan lokal. Ada dua jenis gastritis
yang terjadi yaitu gastritis akut dan kronik. Inflamasi ini mengakibatkan sel
darah putih menuju ke dinding lambung sebagai respon terjadinya kelainan
pada bagian tersebut. Berdasarkan pemeriksaan endoskopi ditemukan
eritema mukosa, sedangkan hasil foto memperlihatkan iregularitas
mukosa.1

2. Klasifikasi Gastritis
a) Gastritis Akut
Gastritis akut adalah suatu peradangan permukaan mukosa
lambung yang akut dengan kerusakan erosi pada bagian superfisial.
Pada gastritis ditemukan sel inflamasi akut dan neutrofil mukosa
edema, merah dan terjadi erosi kecil dan perdarahan. Gastritis akut
terdiri dari beberapa tipe yaitu gastritis stres akut, gastritis erosif
kronis, dan gastritis eosinofilik. Semua tipe gastritis akut mempunyai
gejala yang sama. Episode berulang gastritis akut dapat menyebabkan
gastritis kronik.1
b) Gastritis Kronis
Gastritis kronik adalah suatu peradangan permukaan mukosa
lambung yang bersifat menahun sering bersifat multifaktor dengan
perjalanan klinik bervariasi. Gastritis kronik ditandai dengan atropi
progresif epitel kelenjar disertai hilangnya sel parietal dan chief cell di
lambung, dinding lambung menjadi tipis dan permukaan mukosa
menjadi rata. Gastritis kronik diklasifikasikan dengan tiga perbedaan
yaitu gastritis superfisial, gastritis atropi dan gastritis hipertropi.
 Gastritis superfisial, dengan manifestasi kemerahan, edema, serta
perdarahan dan erosi mukosa.
 Gastritis atropi, dimana peradangan terjadi pada seluruh lapisan
mukosa. Pada perkembangannya dihubungkan dengan ulkus dan
kanker lambung, serta anemia pernisiosa. Hal ini merupakan
karakteristik dari penurunan jumlah sel parietal dan sel chief.
 Gastritis hipertropi, suatu kondisi dengan terbentuknya nodul-
nodul pada mukosa lambung yang bersifat irregular, tipis dan
hemoragik.

B. Mekanisme Kerja Obat Gastritis


1. Golongan antasid
Antasida adalah basa lemah yang bereaksi dengan asam
hidroklorik, membentuk garam dan air untuk mengurangi keasaman
lambung. Enzim pepsin tidak aktif pada pH lebih tinggi dari empat,
maka penggunaan antasida juga dapat mengurangkan aktivitas pepsin.
Obat ini juga memiliki efek pengurangan kolonisasi H. pylori dan
merangsang sintesis prostaglandin. Ada tiga cara antasida mengurangi
keasaman cairan lambung, yaitu pertama secara langsung menetralkan
cairan lambung, kedua dengan berlaku sebagai buffer terhadap
hydrochloric acid lambung yang pada keadaan normal mempunyai pH
1−2 dan ketiga dengan kombinasi kedua cara tersebut diatas. Antasida
akan mengurangi rangsangan asam lambung terhadap saraf sensoris
dan melindungi mukosa lambung terhadap perusakan oleh pepsin. 2
Zat antasida sangat bervariasi dalam komposisi kimia,
kemampuan menetralkan asam, kandungan natrium, rasa dan
harganya. Kemampuan untuk menetralkan asam suatu antasida
tergantung pada kapasitasnya untuk menetralkan HCl lambung dan
apakah lambung dalam keadaan penuh atau kosong (makanan
memperlambat pengosongan lambung, memungkinkan antasida
bekerja untuk waktu yang lebih lama). Oleh karena hal tersebut efek
antasida lebih baik jika dikonsumsi sebelum makan.
Antasida yang biasa digunakan adalah garam alumunium dan
magnesium. Contoh seperti alumunium hidroksida (biasanya
campuran Al(OH)3 dan alumunium oksidahidrat) atau magnesium
hidroksida (MgOH2) baik tunggal ataupun dalam bentuk kombinasi.
Garam kalsium yang dapat merangsang pelepasan gastrin maka
penggunanaan antasida yang mengandung kalsium seperti pada
Kalsium bikarbonat (CaCO3) dapat menyebabkan produksi tambahan.
Absorbsi natrium bikarbonat (NaHCO3) secara sistemik dapat
menyebabkan alkalosis metabolik sementara. Oleh karena hal tersebut,
antasida tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang.2
Dosis antasida yang diberikan sebanyak 3x500-1000 mg/hr
(Kementrian Kesehatan RI, 2014). Antasida dapat diminum saat
menjelang tidur, pagi hari dan diantara waktu makan (Depkes, 2007).
Obat ini memiliki 2 bentuk sediaan yaitu antasida DOEN I dan DOEN
II. Antasida DOEN I terdiri dari kombinasi alumunium hidroksida 200
mg dan magnesium hidroksida 200 mg adalah tablet kunyah,
sedangkan antasida DOEN II kombinasi dari alumunium hidroksida
200 mg/5 ml dan magnesium hidroksida 200 mg/5 ml adalah suspensi.
Golongan obat ini dalam pengkonsumsiannya memang harus dikunyah
terlebih dahulu, hal ini untuk meningkatkan kerja obat dalam
menurunkan asam lambung. Efek samping dari obat antasida
bervariasi tergantung zat komposisinya. Alumunium hidroksida dapat
menyebabkan konstipasi, sedangkan magnesium hidroksida dapat
menyebabkan diare. Kombinasi keduanya dapat membantu
menormalkan fungsi usus. Selain menyebabkan alkalosis sistemik,
natrium bikarbonat melepaskan CO2 yang dapat menimbulkan
sendawa dan kembung.2

2. Golongan Antagonis Reseptor H2


Meskipun antagonis histamin reseptor H2 menghambat
histamin pada semua reseptor H2 namun penggunaan klinis utamanya
ialah sebagai penghambat sekresi asam lambung. Penggunaan obat
antagonis reseptor H2 digunakan untuk menghambat sekresi asam
lambung yang dikatakan efektif bagi menghambat sekresi asam
nokturnal. Strukturnya homolog dengan histamin. Mekanisme
kerjanya secara kompetitif memblokir perlekatan histamin pada
reseptornya sehingga sel parietal tidak dapat dirangsang untuk
mengeluarkan asam lambung. Inhibisi bersifat reversibel. Empat
macam obat yang digunakan yaitu simetidin, ranitidin, famotidin dan
nizatidin. Simetidin dan antagonis H2 lainya diberikan secara per-oral,
didistribusikan secara luas ke seluruh tubuh dan diekskresikan dalam
urin dengan waktu paruh yang singkat. Ranitidin memiliki masa kerja
yang panjang dan lima sampai sepuluh kali lebih kuat. Efek
farmakologi famotidin sama dengan ranitidin, hanya 20−50 kali lebih
kuat dibandingkan dengan simetidin dan 3−20 kali lebih kuat
dibandingkan ranitidin. Efek farmakologi nizatidin sama seperti
ranitidin, nizatidin dieliminasi melalui ginjal dan sedikit yang terjadi
metabolisme.3
Dosis terapeutik yang digunakan adalah Simetidin 2x400
mg/800 mg malam hari, dosis maintenance 400 mg. Ranitidin 300 mg
malam hari, dosis maintenance 150 mg. Nizatidin 1x300 mg malam
hari, dosis maintenance 150 mg. Famotidin 1x40 mg malam hari,
Roksatidin 2x75 mg atau 1x150 mg malam hari, dosis maintenance 75
mg malam hari (Finkel, 2009). Konsumsi obat antagonis reseptor H2
pada malam hari dikarenakan lambung relatif kosong dan peningkatan
pH akan mempercepat penyembuhan penyakit tukak lambung
(Anonim, 2014, Oktora, 2011). Efek samping simetidin biasanya
ringan dan hanya terjadi pada sebagian kecil pasien saja sehingga tidak
memerlukan penghentian pengobatan. Efek samping yang sering
terjadi adalah sakit kepala, pusing, diare dan nyeri otot. Efek samping
saraf pusat seperti bingung dan halusinasi terjadi pada lanjut usia.
Simetidin memiliki efek endokrin karena obat ini bekerja sebagai
antiandrogen nonsteroid. Efek ini berupa ginekomastia, galaktorea dan
penurunan jumlah sperma.3

3. Golongan Pump Proton Inhibitor (PPI)


Mekanisme kerja PPI adalah memblokir kerja enzim
K+H+ATPase (pompa proton) yang akan memecah K+H+ATP
menghasilkan energi yang digunakan untuk mengeluarkan asam HCl
dari kanalikuli sel parietal ke dalam lumen lambung. PPI mencegah
pengeluaran asam lambung dari sel kanalikuli, menyebabkan
pengurangan rasa sakit pasien tukak, mengurangi aktifitas faktor
agresif pepsin dengan pH >4 serta meningkatkan efek eradikasi oleh
regimen triple drugs.4
Pada dosis standar baik lansoprazol atau omeprazol
menghambat sekresi asam lambung basal dan sekresi karena
rangsangan lebih dari 90%. Penekanan asam dimulai 1−2 jam setelah
dosis pertama lansoprazol dan lebih cepat dengan omeprazol.
Penelitian klinis sampai saat ini menunjukkan bahwa lansoprazol dan
omeprazol lebih efektif untuk jangka pendek dibandingkan dengan
antagonis H2.
Omeprazol digunakan dengan berhasil bersama obat-obat
antimikroba untuk mengeradikasi kuman H. pylori. Omeprazol dan
lansoprazol berupa tablet salut enterik untuk melindunginya dari
aktivasi prematur oleh asam lambung. Setelah diabsorbsi dalam
duodenum, obat ini akan dibawa ke kanalikulus dari sel perital asam
dan akan diubah menjadi dalam bentuk aktif.
Metabolit obat ini diekskresikan dalam urin dan feses. Dosis
omeprazol 2x20 mg atau 1x40 mg, lansprazol/pantoprazol 2x40 mg
atau 1x60 mg. Sediaan omeprazol adalah kapsul. Saat mengonsumsi
omeprazol, kapsul harus ditelan utuh dengan air (kapsul tidak dibuka,
dikunyah, atau dihancurkan). Sebaiknya diminum sebelum makan.
Minum obat 30-60 menit sebelum makan, sebaiknya pagi hari. Efek
samping omeprazol dan lansoprazol biasanya dapat diterima baik oleh
tubuh. Namun dalam penggunaan jangka panjang, obat tersebut dapat
meningkatkan insidensi tumor karsinoid lambung yang kemungkinan
berhubungan dengan efek hiperklorhidria yang berkepanjangan dan
hipergastrinemia sekunder.4
C. Mekanisme Kerja Obat Paracetamol
Parasetamol adalah drivat p-aminofenol yang mempunyai sifat
antipiretik/analgesik. Parasetamol utamanya digunakan untuk menurunkan
panas badan yang disebabkan oleh karena infeksi atau sebab yang lainnya.
Disamping itu, parasetamol juga dapat digunakan untuk meringankan gejala
nyeri dengan intensitas ringan sampai sedang. Ia aman dalam dosis standar,
tetapi karena mudah didapati, overdosis obat baik sengaja atau tidak sengaja
sering terjadi.
Obat yang mempunyai nama generik acetaminophen ini, dijual di
pasaran dengan ratusan nama dagang. Beberapa diantaranya adalah Sanmol,
Pamol, Fasidol, Panadol, Itramol dan lain lain.
Sifat antipiretiknya disebabkan oleh gugus aminobenzen dan
mekanismenya diduga berdasarkan efek sentral. Parasetamol memiliki sebuah
cincin benzena, tersubstitusi oleh satu gugus hidroksil dan atom nitrogen dari
gugus amida pada posisi para. Senyawa ini dapat disintesis dari senyawa asal
fenol yang dinitrasikan menggunakan asam sulfat dan natrium nitrat.
Parasetamol dapat pula terbentuk apabila senyawa 4-aminofenol direaksikan
dengan senyawa asetat anhidrat.
Sifat analgesik Parasetamol dapat menghilangkan rasa nyeri ringan
sampai sedang. Dalam golongan obat analgetik, parasetamol memiliki khasiat
sama seperti aspirin atau obat-obat non steroid antiinflamatory drug(NSAID)
lainnya. Seperti aspirin, parasetamol berefek menghambat prostaglandin
(mediator nyeri) di otak tetapi sedikit aktivitasnya sebagai penghambat
postaglandin perifer. Namun, tak seperti obat-obat NSAID.
Parasetamol termasuk ke dalam kategori NSAID sebagai obat anti
demam, anti pegel linu dan anti-inflammatory. Inflammation adalah kondisi
pada darah pada saat luka pada bagian tubuh (luar atau dalam) terinfeksi,
sebuah imun yang bekerja pada darah putih (leukosit). Contoh pada bagian
luar tubuh jika kita terluka hingga timbul nanah itu tandanya leukosit sedang
bekerja, gejala inflammation lainnya adalah iritasi kulit.
Sifat antiinflamasinya sangat rendah sehingga tidak digunakan
sebagai antirematik. Pada penggunaan per oral Parasetamol diserap dengan
cepat melalui saluran cerna. Kadar maksimum dalam plasma dicapai dalam
waktu 30 menit sampai 60 menit setelah pemberian. Parasetamol
diekskresikan melalui ginjal, kurang dari 5% tanpa mengalami perubahan dan
sebagian besar dalam bentuk terkonjugasi.
Karena Parasetamol memiliki aktivitas antiinflamasi (antiradang)
rendah, sehingga tidak menyebabkan gangguan saluran cerna maupun efek
kardiorenal yang tidak menguntungkan. Karenanya cukup aman digunakan
pada semua golongan usia.
Indikasi utama parasetamol yaitu digunakan sebagai obat penurun panas
(analgesik) dan dapat digunakan sebagi obat penghilang rasa sakit dari segala
jenis seperti sakit kepala, sakit gigi, nyeri pasca operasi, nyeri sehubungan
dengan pilek, nyeri otot pasca-trauma, dan lain-lain. Sakit kepala migrain,
dismenore dan nyeri sendi juga dapat diringankan dengan obat parasetamol
ini. Pada pasien kanker, parasetamol digunakan untuk mengatasi nyeri ringan
atau dapat diberikan dalam kombinasi dengan opioid (misalnya kodein). Obat
parasetamol tidak boleh digunakan pada orang dengan kondisi sebagai
berikut:
 Alergi parasetamol atau acetaminophen
 Gangguan fungsi hati dan penyakit hati
 Gangguan fungsi ginjal serius
Dosis Parasetamol
 Dosis Parasetamol Dewasa untuk Demam dan Nyeri:
 Pedoman umum: 325-650 mg diminum setiap 4 sampai 6 jam atau
1000 mg setiap 6 sampai 8 jam.
 Paling sering adalah Paracetamol 500mg tablet: 500 mg tablet oral
setiap 4 sampai 6 jam.
 Dosis Parasetamol Anak untuk Demam dan Nyeri:
Untuk mengukur dosis parasetamol anak dengan tepat maka kita harus
mengetahui berat badan dan umur anak, karena ini akan menjadi
pertimbangan.

 < = 1 bulan: 10-15 mg/kg BB/dosis setiap 6 sampai 8 jam sesuai


kebutuhan.
 1 bulan – 12 tahun: 10 – 15 m /kg BB/dosis setiap 4 sampai 6 jam
sesuai kebutuhan (maksimum: 5 dosis dalam 24 jam).
Obat parasetamol tidak dianjurkan melebihi dosis yang
direkomendasikan. Jumlah maksimum untuk orang dewasa adalah 1 gram
(1000 mg) per dosis dan 4 gram (4000 mg) per hari. Penggunakan
parasetamol yang berlebihan dapat menyebabkan kerusakan hati.

Pada anak-anak, gunakanlah sediaan sirup atau suppositoria. Hati-hati


dan selalu ikuti petunjuk dosis pada label obat. Jangan memberikan
paracetamol untuk anak di bawah usia 2 tahun tanpa nasihat dari dokter.
Berhenti menggunakan paracetamol dan hubungi dokter jika:
 Selama 3 hari penggunaan masih demam.
 Selama 7 hari penggunaan masih terasa sakit (nyeri belum teratasi)
atau 5 hari pada anak-anak.
Terjadi reaksi alergi seperti ruam kulit, sakit kepala terus menerus,
atau kemerahan atau bengkak.

D. Standar Pengobatan Gastritis di Pelayanan Kesehatan Primer


Pengobatan merupakan suatu proses ilmiah yang dilakukan oleh
dokter berdasarkan temuan-temuan yang diperoleh selama anamnesis dan
pemeriksaan. Dalam proses pengobatan terkandung keputusan ilmiah yang
dilandasi oleh pengetahuan dan keterampilan untuk melakukan intervensi
pengobatan yang memberi manfaat maksimal dan resiko sekecil mungkin bagi
pasien. Hal tersebut dapat dicapai dengan melakukan pengobatan yang
rasional. Pengobatan rasional menurut WHO 1987 yaitu pengobatan yang
sesuai indikasi, diagnosis, tepat dosis obat, cara dan waktu pemberian,
tersedia setiap saat dan harga terjangkau (Yusmaninita, 2009). Berdasarkan
buku panduan praktik klinis bagi dokter pelayanan primer tahun 2014 yang
dikeluarkan oleh Kemenkes dan IDI, kasus gastritis dapat ditegakkan
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari
anamnesis pasien datang ke dokter karena rasa nyeri dan panas seperti
terbakar pada perut bagian atas. Keluhan mereda atau memburuk bila diikuti
dengan makan, mual, muntah dan kembung. Faktor Risiko pola makan yang
tidak baik yaitu waktu makan terlambat, jenis makanan pedas, porsi makan
yang besar, sering minum kopi dan teh, infeksi bakteri atau parasit, pengunaan
obat analgetik dan steroid, pasien usia lanjut, konsumsi alkohol, stress,
penyakit lainnya, seperti penyakit refluks empedu, penyakit autoimun,
HIV/AIDS, Chron disease. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda nyeri
tekan epigastrium dan bising usus meningkat, bila terjadi proses inflamasi
berat, dapat ditemukan pendarahan saluran cerna berupa hematemesis dan
melena, biasanya pada pasien dengan gastritis kronis, konjungtiva tampak
anemis. Pemeriksaan Penunjang tidak diperlukan, kecuali pada gastritis kronis
atau untuk diagnosis definitif dengan melakukan pemeriksaan darah rutin,
untuk mengetahui infeksi Helicobacter pylori, pemeriksaan breathe test dan
feses, rontgen dengan barium enema serta endoskopi.3
Penatalaksanaan gastritis pada pelayanan primer:
 Menginformasikan kepada pasien untuk menghindari pemicu terjadinya
keluhan, antara lain dengan makan tepat waktu, makan sering dengan
porsi kecil dan hindari dari makanan yang meningkatkan asam lambung
atau perut kembung seperti kopi, teh, makanan pedas dan kol.
 Konseling dan edukasi pasien serta keluarga mengenai faktor risiko
terjadinya gastritis.
 Terapi diberikan per oral dengan obat, antara lain:
1) H2 Bloker 2x/hari (Ranitidin 150 mg/kali, Famotidin 20 mg/kali,
Simetidin 400-800 mg/kali). Dikonsumsi 30-60 menit sebelum makan.
2) PPI 2x/hari (Omeprazole 20 mg/kali, Lansoprazole 30 mg/kali).
Dikonsumsi 30-60 menit sebelum makan.
3) Antasida dosis 3x500-1000 mg/hr. Dikonsumsi 30-60 menit sebelum
makan.
 Lama pengobatan selama 5 hari, bila dalam 5 hari tidak ada perbaikan klinis
maka harus dirujuk.
DAFTAR PUSTAKA

1. Katzung, Bertam G. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik Buku 2 Ed.8.


Jakarta : Salemba Medika Glance.

2. Mycek, Merry J dkk. 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar Ed2.Jakarta :


Media medika.

3. Neal, M. J. 2006. At a Glance Farmakologi Medis Ed. 5. Jakarta : Erlangga.

4. Setiawati, Arini dkk. 2001. Farmakologi dan Terapi ed. 4. Jakarta : FKUI.

Anda mungkin juga menyukai