Anda di halaman 1dari 12

BAB VI

PEMBAHASAN

Di dalam melakukan pencarian untuk hidrokarbon non konvensional ini


yaitu pada hidrokarbon reservoir shale oil dan shale gas, penerapan teknologi
pemboran sumur horizontal sangatlah penting dilakukan karena letak dari
reservoir shale oil dan shale gas memiliki kedalaman yang relatif dalam dan
ketebalan reservoir shale oil dan shale gas yang sangat tebal. Dengan melakukan
pemboran sumur multilateral, maka akan meningkatkan pengurasan dari suatu
sumur yaitu dengan cara memperbesar dan memperpanjang penembusan zona
produktif.
Pemboran multilateral juga dapat dilakukan untuk memperbesar zona
pengurasan produksi, dimana pemnboran ini merupakan pengembangan dan
kumpulan dari pemboran horizontal tersebut. Ketika trayek pemboran sudah
mencapai target yang diinginkan, penerapan well completion sumur horizontal
akan dilakukan sebelum sumur tersebut diproduksikan. Penerapan well
completion yang tepat akan mempengaruhi aliran fluida produksi dari formasi
yang masuk kedalam sumur dan mengalir sampai kepermukaan.
Pada reservoir shale oil dan shale gas, untuk dapat memproduksikan
cadangan hirdokarbon yang dihasilkan dari reservoir tersebut, penerapan
hydraulic fracturing harus dilakukan untuk dapat merekahkan formasi, sehingga
membuka jalan bagi hidrokaron untuk dapat mengalir ke dalam sumur. Hal ini
dikarenakan pada formasi shale memiliki karakteristik reservoir untuk harga
porositas dan permeabilitas yang sangat kecil.

6.1. Karakteristik Reservoir Shale Oil dan Gas


Shale oil dan gas adalah hidrokarbon yang terkandung dalam batuan induk
dan terjebak matriks yang sangat kecil serta sering diklasifikasikan sebagai Shale.

264
265

Formasi Shale oil dan gas memiliki beberapa karakteristik, yaitu: memiliki
heterogenitas yang tinggi, matriks porositasnya yang sangat rendah ,
permeabilitasnya yang sangat rendah dan mempunyai ketebalan lapisan yang
tebal.
Shale oil dan gas termasuk migas nonkovensional, karena shale oil dan
gas adalah minyak dan gas bumi yang terkandung dalam batuan induk itu sendiri
maupun yang telah bermigrasi dan berkumpul pada batuan lainnya (reservoir)
yang berdekatan, dengan karakteristik permeabilitas rendah-sangat rendah. Untuk
memproduksi migas nonkonvensional diperlukan teknologi tinggi dan biaya yang
lebih besar, yaitu teknologi produksi tersier (tertiary oil recovery) dengan cara
pemboran horizontal (horizontal drilling) tetapi untuk dapat mengoptimal
produksi dilakukan pemboran multilateral (multilateral drilling) hal ini
dikarenakan pada reservoir shale oil dan shale gas mempunyai ketebalan lapisan
yang tebal karena terdapat pada batuan induk, kemudian pembuatan rekahan
dengan cara menembakkan fluida campuran air dan zat kimia dalam lapisan target
(hydraulics fracturing) sehingga minyak dapat dialirkan melalui rekahan-rekahan
tersebut dan dipompa ke atas permukaan.

Batuan yang mengandung banyak karbonnya ini yang disebut batuan


induk kaya kandungan unsur karbon (high TOC-Total Organic Carbon). Adapun
syarat-syarat sebagai batuan induk, yaitu mengandung kadar organik yang tinggi
dan mempunyai jenis kerogen yang berpotensi menghasilkan hidrokarbon dan
telah mencapai kematangan tertentu sehingga dapat menghasilkan hidrokarbon.
Peter dan Cassa (1994) membagi atas 5 jenis batuan induk, yaitu Poor Source
Rock sebesar 0 – 0.5 % TOC, Fair Source Rock sebesar 0.5 – 1 %TOC, Good
Source Rock sebesar 1 – 2 %TOC, Very Good Source Rock sebesar 2 – 4 %TOC
dan Excellent Source Rock sebesar > 4 %TOC

Untuk keperluan identifikasi batuan induk, maka parameter yang dinilai


dalam penginterpretasiannya ada beberapa hal. Pertama, kuantitas yang dapat
diperoleh dengan mengetahui persentase jumlah material organik di dalam batuan
sedimen. Semakin tinggi TOC maka batuan induk tersebut semakin baik dalam
266

menghasilkan hidrokarbon. Kedua, kualitas jenis kerogen. Kualitas/ jenis


diketahui dengan indeks hidrogen yang dimiliki oleh batuan induk. Dengan
mengetahui besarnya maka tipe kerogennya dapat diketahui sehingga produk yang
dihasilkan pada puncak pematangan dapat pula diketahui. Kerogen merupakan
kualitas dari karbon organik yang terendapkan dala batuan tersebut. Keregon akan
menentukan hidrokarbon yang akan di bentuk. Ada beberapa tipe kerogen yaitu
kerogen tipe I memiliki perbandingan H/C > 1.5 dan O/C < 0,1 menghasikan
minyak, kerogen tipe II memiliki perbandingan H/C antara 1,2 – 1,5 dan O/C
antara 0,1-0,3 menghasilkan minyak dan gas, kerogen tipe III memiliki
perbandingan H/C < 1,0 dan O/C > 0,3menghasilkan gas dan kerogen tipe IV
telah mengalami oksidasi sebelum terendapkan sehingga kandungan karbon telah
terurai sebelum terendapkan tidak menghasilkan hidrokarbon.

Tingkat kematangan kerogen digunakan sebagai indikator atau potensi


hidrokarbon dari batuan induk. Kematangan Termal juga digunakan untuk
potensi perekahan area shale gas dan sebagai indikator untuk investigasi gas
biogenik dalam reservoir shale. Kematangan termal kerogen diketahui dapat
mempengaruhi jumlah gas alam yang dapat terserap ke bahan organik
didalam shale. Kematangan termal dapat ditentukan dengan beberapa teknik,
yaitu RockEval, vitrinite reflectance, thermal alceration index, dan conodont
alceraion index.
Proses ekstraksi shale oil ada hal yang lebih kompleks dibandingkan
dengan minyak konvensional dan pada masa lampau dianggap lebih mahal.
Substansi minyak yang terkandung dalam shale oil tidak selalu berwujud cair
tetapi terdapat juga berwujud padat dan tidak dapat dipompa secara langsung ke
permukaan. Shale oil pada awalnya harus ditambang terlebih dahulu baik secara
tambang permukaan atau bawah permukaan, kemudian dikumpulkan dan
dipanaskan pada temperatur tinggi melalui proses yang disebut retorting. Likuid
yang dihasilkan kemudian akan dipisahkan dan dikumpulkan. Metode alternatif
lain yang sedang dikembangkan untuk mengolah shale oil adalah metode yang
disebut sebagai in situ retorting. Proses ini melibatkan pemanasan  shale oil pada
267

saat ia masih berada dibawah permukaan secara in situ, lalu likuid yang dihasilkan
akan dipompa ke permukaan.
Didalam identifikasi dan evaluasi keterdapatan shale gas dan oil,
diperlukan eksplorasi geologi, geokimia, dan geofisika. Pada penelitian ini,
pendekatan untuk identifikasi keterdapatan shale gas dan oil dapat dilihat saat
melakukan operasi pengeboran dengan cara coring, menganalisa kuantitas TOC,
menganalisa thermal maturity (rock eval, vitrinite reflektan) dan well logging
ECS (Elemental Capture Spectroscopy).
Pada well log ECS menggunakan prinsip capture gamma ray spektroskopi
neutron-diinduksi, sonde ECS menentukan hasil elemental relatif dengan
mengukur sinar gamma yang dihasilkan ketika neutron menabrak suatu formasi
dan kehilangan energi dan mereka tersebar, kehilangan energy terbesar apabila
bertabrakan dengan hidrogen. Pada log ini dapat mengidentifikasi kandungan
komposisi mineral batuan untuk dapat menganalisa brittleness index dari suatu
lapisan formasi batuan. Brittleness Index ini digunakan untuk mengetahui tingkat
kerapuhan suatu batuan yang ditembus, sehingga dapat diketahui dan
diidentifikasi pada kedalaman lapisan yang akan digunakan untuk melakukan
pemboran lubang multilateral dan dilakukan hydraulic fracturing pada formasi
shale. Pada hasil pembacaan log ini menjelaskan bahwa Semakin kecil nilai
gamma ray yang terbaca pada hasil well log ECS di suatu interval kedalaman
lapisan batuan, maka semakin kecil juga komposisi mineral quartz yang
terkandung di dalam suatu batuan tersebut, sehingga nilai brittleness (kerapuhan)
index semakin kecil dan mengidentifikasikan bahwa pada lapisan tersebut
merupakan formasi yang ductile (ulet). Sedangkan, jika nilai gamma ray tinggi,
maka kandungan komposisi mineral quartz lebih besar, sehingga nilai brittleness
index semakin besar dan mengidentifikasikan formasi yang rapuh.
6.2. Perencanaan Pemboran Sumur Multilateral
Pemboran multilateral sangat baik diterapkan pada reservoir shale oil dan
shale gas, hal ini dikarenakan pada reservoir unconventional ini mempunyai
ketebalan yang sangat besar sehingga untuk mengoptimal produksi pemboran
268

multilateral ini yang merupakan pengembangan dari teknologi pemboran


horizontal sangat baik untuk diterapkan.
Apabila karakteristik batuan telah diketahui, maka dapat dilakukan
perencanaan pemboran multilateral, meliputi perencanaan profil sumur (titik
lokasi dipermukaan, panjang lintasan horizontal, dan perencanaan setting depth
casing, goemetri lubang bor, perencanaan rangkaian drill string, dan perencanaan
komplesi sumurnya. Perencanaan profil sumur pada pemboran horizontal dibagi
menjadi tiga bagian, bagian lubang vertical, bagian lubang penambahan sudut
sampai akhir bagian penambahan sudut/ build up section sampai end of curvature,
dan bagian horizontal.
Perencanaan profil sumur multilateral juga ditentukan berdasarkan bagian
horizontal dan arah lubang horizontal. Pada bagian horizontalnya dibagi menjadi
empat macam tipe pemboran yaitu long radius system, medium radius system,
short radius system, dan ultra short radius system/ USRS, yang dipengaruhi oleh
besarnya laju pertambahan sudut yang ditentukan oleh kemampuan rangkaian pipa
bor dan panjang maksimal horizontal displacement. Sedangkan, pada arah lubang
horizontalnya dibagi menjadi opposed dual laterals, stacked dual laterals,
multilaterals, branched multilaterals, splayed multilaterals dan farked Dual
Laterals.
Penentuan titik lokasi dipermukaan ditentukan oleh kondisi permukaan
atau morfologi serta kondisi lingkungan, sedangkan panjang lintasan horizontal
ditentukan oleh geometri reservoir, laju pengurasan terbaik, dan kemampuan alat.
Penentuan lokasi KOP dibatasi oleh kedalaman target yang harus dicapai dan
kondisi formasi sebagai tempat kedudukan KOP, serta kemampuan perlatan dalam
membentuk pertambahan sudut. Adapun kondisi formasi yang perlu diperhatikan
adalah:
a. Kedudukan KOP tidak terletak pada zona lunak, zona rekah, atau zona yang
tidak stabil.

b. Kedudukan KOP terletak pada jarak yang cukup dibawah casing shoe untuk
menghindari terjadinya gesekan.
269

c. Kedudukan KOP ditempatkan jauh dari permukaan karena jarak koordinat


sasaran dari sumbu vertical yang melalui koordinat permukaan (lantai bor)
tidak begitu jauh. Selain itu, untuk menghindari hambatan- hambatan pada
daerah berbahaya (abnormal zone), maka penempatan KOP dilakukan setelah
casing menutup daerah-daerah berbahaya tersebut.
Setelah kedalaman titik belok (KOP) ditentukan, maka mulai dari titik
tersebut kita arahkan mata bor (bit) ke sasaran dengan sudut kemiringan tertentu
dengan menggunakan alat pembelok (deflection tools/ tool face). Alat yang
digunakan untuk membelokkan arah pada pemboran horizontal adalah badger bit,
spud bit, knuckle joint, whipstock, dyna drill, dan turbo drill, dimana dalam
pelaksanaannya untuk untuk peralatan pembelok seperti dyna drill dan turbo drill
harus dikombinasikan dengan bent sub dalam menghasilkan sudut yang
diinginkan. Bentuk/ tipe bagian pertambahan sudut ini berguna untuk
memperpendek jarak EOC. Tipe perlintasan lubang bor pada pemboran horizontal
ada 4 tipe, yaitu: single build up curve, ideal build up curve, simple tangent build
up curve, dan complex tangent build up curve.
Idealnya lintasan lubang bor pada build up section merupakan kombinasi
antara kurva lengkungan untuk bagian penambahan sudut dan prinsip- prinsip
tangensial untuk bagian konstan sehingga dapat diperoleh lintasan build up
section yang halus (smooth). Pembelokan lubang bor dimulai dari KOP hingga
arah target yang diinginkan (EOC), pembelokan arah diusahakan agar tidak
mengalami penyimpangan terhadap rencana/ target. Untuk itu arah lubang bor
dikontrol melalui peralatan Measurement While Drilling (MWD), sedangkan
pengaturan sudut dilakukan dengan tiga cara, yang pada prinsipnya merupakan
cara penyusunan pemboran horizontal (BHA), yaitu prinsip pendulum, fulcrum,
dan stabilisasi yang dapat membentuk efek tertentu terhadap sudut kemiringan
pemboran yang dilakukan.
Pada penentuan kedalaman target, yang harus dicapai dalam hal ini adalah
kedalaman titik awal bagian horizontal berhubungan erat dengan besar DABU
(Drift Angle Build Up/ Besar Laju Pertambahan Sudut) yang dapat dilakukan.
Target yang dalam memungkinkan untuk memilih DABU relatif kecil, sebaliknya
270

target yang dangkal memerlukan DABU yang lebih besar. DABU yang besar
memerlukan konfigurasi drill string dan peralatan khusus seperti yang digunakan
seperti yang digunakan dalam pemboran sumur tipe short radius radial system
dan medium radius radial system, dimana pemboran dengan DABU lebih besar
mengalami kesulitan dalam mengontrol sudut arah disamping adanya batasan
casing yang digunakan.
Dalam pemboran horizontal, perencanaan rangkaian drill string harus
diperhatikan gaya- gaya yang bekerja pada bagian pertambahan sudut dan bagian
horizontal. Gaya tersebut ada 3, yaitu:
a. Torsi merupakan beban putar yang diakibatkan saat memutar rangkaian pipa
bor.
b. Drag merupakan beban lelah dari rangkaian pipa bor akibat pengaruh gesekan
antara rangkaian pipa bor dengan dinding lubang bor.
c. Buckling merupakan beban tertekuknya pipa pada sudut lubang yang
terbentuk sangat besar sehingga rangkaian pipa pemboran akan melengkung
pada bagian pertambahan sudut.
Untuk mengatasi besarnya torsi, drag, dan buckling yang terjadi antara
rangkaian pipa bor dengan dinding lubang bor, maka digunakan pipa khusus yaitu
pipa fleksibel/ Compressive Strength Drill Pipe (CSDP). Pipa jenis ini
ditempatkan pada bagian pertambahan sudut agar tidak terjadi kontak yang
berlebihan dengan dinding lubang bor dan pada bagian horizontal digunakan
Heavy Weight Drill Pipe (HWDP) untuk mendapatkan beban bit.
6.3. Perencanaan Well Completion Pada Sumur Multilateral
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi perencanaan komplesi
sumur yaitu kekompakan batuan, jumlah lapisan produktif, produktivitas index,
sifat fluida formasi, kemungkinan pemakaian artificial lift dan kemungkinan
operasi treatment dan workover.
Pada perencanaan komplesi sumur, dibagikan menjadi tiga yaitu formation
completion, tubing completion dan well head completion. Yang membedakan
komplesi sumur antara pemboran horizontal dan pemboran vertikal terdapat pada
formation completion. Yaitu jika pada pemboran vertikal formation
271

completionnya adalah open hole, perforated, dan sand exclusion. Sedangkan pada
sumur multilateral menggunakan jenis komplesi yang sama dengan sumur
horzontal yaitu open hole, slotted liner, liner with partial isolation, dan cemented
and perforated liner.
Open hole completion merupakan komplesi sumur yang biasanya dipakai
untuk sumur horizontal short radius, atau medium radius dan juga harus
dipastikan bahwa formasi tersebut merupakan formasi yang kompak sehingga
tidak akan terjadi collapse. Keuntungan dari komplesi sumur ini adalah biayanya
yang murah, tetapi kekurangannya adalah sedikitnya alat pengontrol produksi
sehingga akan sulit dalam mengontrol problem produksi.
Slotted liner completion digunakan pada formasi yang lemah, tujuan
utama dari pemakaian slotted liner dalam sumur horizontal adalah untuk menjaga
lubang bor dari runtuhnya formasi produktif dan memberikan jalan untuk
memasukkan beberapa alat seperti coilled tubing dalam sumur horizontal.
Komplesi ini tidak digunakan jika terdapat problem kepasiran, karena pasir pasir
akan menyumbat slotted liner atau ikut terproduksikan.
Terdapat tiga jenis liner yaitu perforated liner, slotted liner dan prepacked
liner. Perforated liner adalah liner yang diperforasi dipermukaan. Slotted liner
adalah liner yang memiliki ukuran panjang dan lebar serta kemiringan tertentu.
Maksud dari perbedaan ukuran panjang lebar dan kemiringan adalah untuk
mengurangi atau membatasi produksi pasir. Sedangkan prepacked liner adalah
liner yang didalamnya dimasukkan resin yang tercampur oleh pasir sehingga
terbentuk semacam gravel pada liner, hal ini dimaksudkan untuk mengurangi
produksi pasir.
Liner with partial isolation completion adalah liner yang dipasang packer
pada beberapa bagian dengan fungsi untuk menutup beberapa bagian formasi agar
dapat mengontrol zona produksi di sepanjang bagian horizontal. Selain
menggunakan packer, dapat digunakan semen.
Cemented and perforated liners completion merupakan teknologi yang
terbaru yaitu dengan melakukan pekerjaan semen pada liner horizontal dan
melakukan pembolongan dengan perforasi. Penggunaan komplesi sumur tipe ini
272

diterapkan pada zona yang tidak kompak. Untuk jenis reservoir non konvensional
seperti reservoir shale oil dan shale gas ini, well completion jenis slotted liner
with cemented and perforated ini merupakan komplesi sumur yang digunakan.
Hal ini dikarenakan untuk menghindari terjadi collapse pada dinding lubang bor
karena trayek pemboran horizontal yang ditempuh sangat panjang, dan juga untuk
mengisolasi zona produksi pada masing-masing stage yang dilakukan hydraulic
fracturing (multi fracturing) agar minyak dan gas yang diproduksikan dari
reservoir tersebut tidak mengalir pada annulus antara liner dengan dinding lubang
bor.
Perbedaan komplesi pada sumur reservoir shale oil dan gas ini
dibandingkan reservoir konvensional pada umumnya adalah setelah diperforasi
hidrokarbon tidak langsung mengalir ke dalam sumur seperti pada reservoir
konvensional pada umumnya. Namun, pada reservoir shale oil dan gas ini harus
dilanjutkan dengan perekehan hidrolik untuk membuka jalan agar dapat
memperbesar permeabilitas sehingga hidrokarbon non konvensional ini dapat
mengalir ke dalam sumur.
6.4. Hydraulic Fracturing Pada Reservoir Shale Oil dan Gas
Hydraulic fracturing merupakan salah satu metoda stimulasi sumur
dengan cara menginjeksikan fluida peretak ke dalam formasi dengan tekanan
injeksi yang lebih besar dari tekanan rekahnya sehingga diharapkan terbentuk
rekahan. Fluida perekah yang diinjeksikan harus disertai dengan material
pengganjal (proppant) yang berfungsi sebagai penyangga rekahan agar rekahan
yang terbentuk tidak menutup kembali dan aliran fluida yang melalui proppant
yang berpermeabilitas besar dapat memperkecil kehilangan tekanan terhadap
aliran tersebut. Metoda hydraulic fracturing dapat digunakan hingga radius > 10 ft
dari lubang sumur, pada formasi dengan permeabilitas rendah, atau sedang hingga
tinggi dengan kerusakan formasi yang signifikan.
Hydraulic fracturing dilakukan dengan tujuan untuk menaikan
produktivitas, terutama pada formasi dengan permeabilitas kecil dan untuk
menghilangkan formation damage, untuk permeabilitas kecil dan besar. Dalam
273

pengerjaannya biasanya dimulai dengan pre-pad, pad kemudian slurry dengan


proppant dan flush.
Dalam perencanaan hydraulic fracturing harus mengetahui beberapa hal
antara lain, mekanika batuan, mekanika fluida perekahan hidrolik, fluida perekah
dan additif, proppant agent, analisa tekanan perekahan, model geometri rekahan,
operasi perekahan hidrolik, dan evaluasi keberhasilan perekahan hidrolik.
Mekanika batuan merupakan ilmu pengetahuan yang secara teori maupun
pada prakteknya membahas tentang perilaku mekanis batuan. Berguna untuk
penentuan distribusi tegangan di tempat (in-situ stress) di sekitar lubang bor,
untuk memperkirakan tekanan awal rekahan dan orientasi rekahan, untuk
menentukan geometri rekahan termasuk hubungan antara tekanan dalam rekahan,
in-situ stress, keadaan batuan, dan dimensi rekahan, dan untuk mengevaluasi
ketahanan rekahan melalui studi tentang tegangan pada lapisan-lapisan yang
berbatasan, variasi batuan, dan kondisi permukaan.
Dalam mekanika fluida perekahan, fluida yang dipompakan pada
perekahan hidrolik pertama kali adalah adalah fluida perekah pertama yang
disebut pad. Tekanan di mana batuan pertama kali pecah disebut breakdown
pressure. Selanjutnya fluida perekah (fracturing fluids) digunakan untuk membuat
rekahan dengan cukup lebar sehingga proppant dapat masuk tanpa terjadi
pemampatan (bridging) dan juga tidak mengendap (settling). Untuk itu fluida
perekah tersebut haruslah berviskositas besar. Selain itu kehilangan fluida (fluid
loss) harus diperkecil dengan sifat wall building properties dengan menggunakan
polymer.
Fluida perekah atau fracturing fluids adalah fluida yang digunakan pada
proyek perekahan hydraulic yang mana fluida perekah tersebut akan dipompakan
pada beberapa tingkat (stages) yang masing-masing mempunyai fungsi tersendiri.
Jenis-jenis fluida perekah ada 3 antara lain, water base fluid, oil base fluid, dan
acid base fluid. Merupakan jenis fluida perekah dengan bahan dasar air, water
base fluid ini dapat digunakan pada reservoir minyak maupun gas yang memiliki
keuntungan antara lain, tidak beresiko kebakaran, tersedia banyak dan murah,
viscositas rendah, SG air yang tinggi sebagai penopang propant dan viscositas
274

rendah mempermudah pemompaan. Oil base fluid digunakan sebagai fluida


perekah mempunyai keuntungan mempunyai viscositas yang tinggi sebagai sifat
alamiahnya, rate injeksi yang rendah untuk peretakan dangkal atau dalam, dan
dapat dijual kembali setelah pemakaian. Sedangkan pada acid base fluid
keuntungannya sama dengan water base fluid karena berbahan dasar air yang
diberi zat kimia.

Additif pada fluida perekah adalah suatu fluida perekah seharusnya


menghasilkan friksi tekanan yang kecil dan tetap berviskositas besar agar dapat
menahan proppant serta bisa turun kembali viskositasnya setelah selesai
pelaksanaan perekahan dan penempatan proppant agar dapat memproduksi dari
formasi dengan mudah. Agar dapat memenuhi syarat tersebut maka additive perlu
ditambahkan thickener berupa polimer yang ditambahkan sebagai pengental fluida
dasar, crosslinker (pengikat molekul agar rantai menjadi panjang) diperlukan
untuk meningkatkan viskositas, buffer sebagai pengontrol pH,
bactericides/biocides (anti bakteri) untuk membunuh bakteri penyerang polimer
yang merusak ikatan polimer dan mengurangi viskositas, gelling agent untuk
menghindari pengumpulan gel pada formasi yang sensitif, fluid loss additive
untuk memperkecil fluid loss, breakers untuk memecahkan rantai polimer
sehingga menjadi encer (viskositasnya kecil) setelah penempatan proppant agar
produksi aliran minyak kembali mudah dilakukan, dan ada extenders, clean-up,
dan energizing agents digunakan untuk mempermudah produksi kembali setelah
fase perekahan selesai dilaksanakan, terutama bila tekanan dasar sumur kecil.

Proppant merupakan material untuk mengganjal agar rekahan yang


terbentuk tidak menutup kembali akibat closure pressure ketika pemompaan
dihentikan dan diharapkan mampu berfungsi sebagai media alir yang lebih baik
bagi fluida yang diproduksikan pada kondisi tekanan dan temperatur reservoir
yang bersangkutan. Jenis proppant yang umum digunakan sampai saat ini adalah
pasir alami, pasir berlapis resin (Resin Coated Sand), dan proppant keramik
(Ceramic Proppant).
275

Dalam pelaksanaan hydraulic fracturing, pertama-tama perlu dilakukan


orientasi secara menyeluruh tentang rekahan yang akan dibuat. Masalah pertama
adalah model rekahan yang akan dibuat tersebut apakah rekahan horizontal
ataukah vertikal. Biasanya perekahan horizontal memang dilakukan namun bila
berhadapan dengan formasi yang cukup dalam maka yang dilakukan adalah
perekahan vertikal, dan jenis perekahan inilah yang biasanya dilakukan.
Model geometri dari perekahan hidrolik perlu dilakukan dengan
mengetahui berapa hasil produksi, material yang diperlukan, tekanan, fluid loss,
dan lain-lain. Model dibuat berdasarkan mekanika batuan, sifat-sifat fluida
perekah, seperti kondisi injeksi fluida (viskositas, laju injeksi, tekanan) dan stress-
stress di batuan. Untuk menghitung pengembangan rekahan, diperlukan prinsip
hukum konversi momentum, massa dan energi, serta kriteria berkembangnya
rekahan, yang berdasarkan interaksi batuan, fluida dan distribusi energi.
Evaluasi perekahan hidrolik dilakukan untuk mengetahui apakah
pelaksanan perekahan hidrolik yang dilakukan telah berhasil untuk menaikan
produktivitas dan konduktivitas dari suatu sumur.

Anda mungkin juga menyukai