BAB IV
EVALUASI PENGGUNAAN MUD WEIGHT PADA SUMUR GT-1
MENGGUNAKAN PENDEKATAN SAFE MUD WINDOW
44
45
lainnya seperti data trajectory, lithology, LOT, data lumpur yang digunakan pada
saat pemboran dan Final Well Report dari sumur GT-1. Selain itu dalam melakukan
tahap analisa ini terdapat beberapa data sekunder yang telah diolah oleh pihak
ketiga sebagai acuan dan informasi tambahan.
Langkah-langkah dalam melakukan analisa profil tekanan bawah
permukaan adalah melakukan evaluasi terhadap Shale line pada Gamma Ray log,
nilai yang didapat dari Gamma Ray log ini apabila melebihi garis shale line maka
termasuk zona shale dan apabila kurang dari shale termasuk zona non shale.
Selanjutnya adalah menentukan tekanan overburden menggunakan data densitas
bulk dari density log. Kemudian menganalisa Normal compaction trend pada sonic
log dan resistivity log. Kemudian menganalisa mekanisme overpressure yang
terjadi pada sumur GT-1 dengan cara memplot Sonic Log dan Density Log vs
kedalaman, apakah mekanisme yang terjadi pada sumur GT-1 Loading Mechanism
atau Unloading Mechanism. Langkah selanjutnya adalah melakukan perhitungan
tekanan formasi dengan menggunakan persamaan Eaton dan Bower’s dengan
menggunakan data Interval Transit Time dari sonic log. Setelah mendapatkan
besaran tekanan pori hal selanjutnya yang dilakukan adalah melakukan perhitungan
tekanan rekah dengan menggunakan persamaan Hubbert & Willis, Matthews &
Kelly dan Eaton. Sebelumnya kita harus menentukan terlebih dahulu poisson ratio
dengan berbagai metode yaitu metode Brocher, Ludwig dan poisson ratio zoback
& castagna. Setelah mendapatkan nilai poisson ratio selanjutnya adalah menghitung
fracture pressure yang sesuai dengan sumur GT-1 dikalibrasi menggunakan data
mud weight dan LOT.
Setelah dilakukan analisa profil tekanan bawah permukaan, akan diperoleh
pressure window dari sumur yang dianalisa yang kemudian ditambahkan parameter
shear failure gradient dan Minimum Insitu Stress untuk memperoleh safe mud
window. Perhitungan shear failure gradient didaptkan dengan menggunakan data
Interval Transite Time dari log sonic. Selain itu diperlukan parameter maximum &
minimum horizontal stress pada perhitungan shear failure gradient.
46
Tabel IV-1.
Data Penggunaan Bit dan Casing
(FWR Sumur GT-1)
Bor Casing
Depth (Ft TVD) Bit (Inch) Depth (Ft TVD) Casing (inch)
0 - 80 36 80 30
80 - 2416 26 2415 20
2416 - 5580 17-1/2 5577 13-3/8
5580 - 8915 12-1/4 8914 9-5/8
8915 - 9536 8-3/8 9534 7
9536 - 10266 6
Setelah selesai melakukan pemboran pada tiap tiap trayek, maka tahap
selanjutnya adalah pemasangan casing. Casing pada sumur GT-1 masing – masing
terdapat pada kedalaman 80 ft dengan ukuran casing 30”. Pemasangan casing
selanjutnya terdapat pada kedalaman 2415 ft dengan ukuran casing 20”, selanjutnya
dilakukan pemasangan casing pada kedalaman 5577 ft dengan ukuran casing yaitu
13 3/8”. Selanjutnya dilakukan pemasangan casing pada 8914 ft dengan ukuran
casing sebesar 9 5/8”. Terakhir pemasangan casing dilakukan pada kedalaman 9534
ft dengan ukuran casing 7”. Secara keseluruhan gambar kondisi sumur GT-1 dapat
dilihat pada Gambar 4.1. diatas.
Gambar 4.4. Hasil Input Data Log (Gamma Ray Log, Density Log,
Resistivity Log dan Sonic Log)
(Drillworks Software)
ini berguna dalam penentuan pore pressure, yang mana dalam penentuan pore
pressure ini diperlukan parameter porosity trend dataset.
Gambar 4.5. Hasil Penarikan Shale Line Pada Gamma Ray Log
(Drillworks Software)
Gambar 4.6. Hasil Evaluasi Shale Line Pada Gamma Ray Log
(Drillworks Software)
51
Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa shale point ini diperlukan dalam
proses penentuan pore pressure, tetapi agar dapat digunakan dalam penentuan Pore
Pressure hasil dari shale point ini harus memiliki nilai yang stabil. Untuk dapat
menghasilkan nilai yang stabil, maka dilakukan filter terhadap nilai shale point
sebelumnya. Filter ini akan mengubah nilai rata – rata pada tiap kedalaman
sehingga didapatkan nilai keseluruhan yang lebih stabil. Proses ini dinamakan
dengan moving weighted average. Hasil dari MWA filter pada shale point yang
telah didapat tadi dapat dilihat pada Gambar 4.7. dimana garis dari MWA filter
Shale point ini pada chart resistivity log berwarna biru dengan garis yang tipis,
sedangkan pada chart Sonic log MWA filter shale point berwarna merah dengan
garis yang tipis. setelah dilakukan MWA filter, maka shale point tersebut dapat
digunakan dalam penentuan pore pressure. Pada masing masing perhitungan Pore
Pressure dengan Sonic Log dan Resistivity Log terdapat parameter log observed
yang mana nilai tersebut diambil dari nilai shale point yang telah melewati MWA
filter.
Gambar 4.7. Hasil Moving Weight Average Pada Chart Resistivity Log dan
Sonic Log
(Drillworks Software)
52
Tabel IV-2.
Hasil Perhitungan Manual Overburden Pressure
Overburden Overburden
Depth Density
Pressure Pressure
ft g/cc psi ppg
2450 2,280 2420 18,99
2800 2,311 2803 19,25
3150 2,251 3071 18,75
3500 2,525 3828 21,03
3850 2,427 4047 20,22
4550 2,443 4815 20,35
4900 2,300 4882 19,16
5250 2,371 5392 19,75
5950 2,511 6472 20,92
6150 2,439 6497 20,32
6650 2,350 6769 19,58
7000 2,428 7362 20,23
7350 2,437 7759 20,30
8150 2,575 9090 21,45
8400 2,591 9427 21,58
8750 2,512 9521 20,92
9100 2,556 10075 21,29
DT x
PP = OBG − (OBG − PPN ) (DTN ) .
O
Dimana:
PP = Pore Pressure Gradient, psi/ft atau lb/gal.
OBG = Overburdent Gradient, psi/ft atau lb/gal.
PPN = Normal Pore Pressure Gradient, psi/ft atau lb/gal.
DTO = Observed Interval Transit Time, s/ft.
DTN = Normal Interval Transit Time, s/ft.
x = Eaton Exponent, dimensionless.
diatas normal Sonic trend merupakan zona yang subnormal. Gambar 4.9.
menunjukan garis dari penarikan normal trend sonic.
yang dibutuhkan yaitu data resistivity log, normal Pore Pressure dan overburden
pressure, serta normal compaction trend (NCT). Adapun persamaan yang
digunakan dalam perhitungan Pore Pressure pada resistivity log:
R x
PP = OBG − (OBG − PPN ) (RO ) .
N
Dimana:
PP = Pore Pressure Gradient, psi/ft atau lb/gal
OBG = Overburdent Gradient, psi/ft atau lb/gal
PPN = Normal Pore Pressure Gradient, psi/ft atau lb/gal
RO = Observed Resistivity, ohms-m2/m
RN = Normal Resistivity, ohms-m2/m.
Tabel IV-3.
Hasil Perhitungan Manual Pore Pressure Sonic
Overburden Pore
Depth SHPT DT NCT
Pressure Pressure
( ft ) ( us/ft ) ( us/ft )
( ppg ) ( PPG )
2450 18,99 137,82 127,13 9,00
2800 19,25 137,61 120,12 9,46
3150 18,75 145,99 113,50 10,23
3500 21,03 96,64 107,24 7,23
3850 20,22 113,22 101,32 9,34
4550 20,35 110,33 90,45 10,10
58
Tabel IV-3.
Hasil Perhitungan Manual Pore Pressure Sonic
(Lanjutan)
Overburden Pore
Depth SHPT DT NCT
Pressure Pressure
( ft ) ( us/ft ) ( us/ft )
( ppg ) ( PPG )
4900 19,16 121,53 83,55 11,13
5250 19,75 122,53 80,75 11,57
5950 20,92 98,91 72,09 11,14
6150 20,32 111,01 70,47 11,98
6650 19,58 121,76 64,36 12,82
7000 20,23 107,23 61,50 12,60
7350 20,30 111,07 57,45 13,24
8150 21,45 84,23 51,29 12,63
8400 21,58 88,68 49,01 13,34
8750 20,92 90,16 45,79 13,60
9100 21,29 78,20 43,76 13,15
Dimana :
FG = Fracture Gradient, psi/ft atau lb/gal
PP = Pore Pressure Gradient, psi/ft atau lb/gal
OBG = Overburdent Gradient, psi/ft atau lb/gal
V = Poisson’s Ratio, dimensionless.
59
Tabel IV-4.
Hasil Poisson Ratio Menggunakan Berbagai Metode
Depth Poisson Ratio
(ft TVD) LOT Brocher Zoback & Castagna Ludwig
9138 0,320663 0,273098 0,331809 0,298879
60
2,692 -2(1,05)2
v= = 0,41
2(2,692 -2(1,05)2 )
61
v
FG = PP + (OBG - PP) (1-v).
0,41
FG = 9,34 + (20,22-9,34) (1-0,41).
FG =16,9 ppg.
Tabel IV-5.
Hasil Perhitungan Manual Fracture Pressure Sonic
Overburden Pore Fracture
Depth
Pressure Pressure Poisson ratio Pressure
( ft )
( ppg ) ( ppg ) ( ppg )
2450 18,99 9,62 0,46 17,67
Dikarenakan Jenis Patahan yang terjadi pada sumur GT-1 adalah patahan
normal, menurut Zoback nilai k yang digunakan adalah 0,5.
Tabel IV-6.
Hasil Perhitungan Manual Minimum Horizontal Stress Sonic
Overburden Pore Sh min
Depth
Pressure Pressure Poisson ratio ( ppg )
( ft )
( ppg ) ( ppg )
2450 18,99 9,00 0,46 17,58
Tabel IV-7.
Hasil Perhitungan Manual Maximum Horizontal Stress Sonic
Overburden SH max
Depth Shmin Tectonic
Pressure ( ppg )
( ft ) (ppg) factor
( ppg )
2450 18,99 17,58 0,5 2330
(2,74−1)
- Ø = sin−1 (2,74+1)
Ø = 27,7 degree
5(2,74−1)
- Co = √2,74
Co = 5,26 mPa
5,26
- S = tan 27,7
S = 10
4(tan 27,7)2 (9−7sin27,7)
- ŋ = .
(1−sin 27,7)
ŋ = 11,9.
- I1 ’ = (20,3 + 10) + (19,17 + 10) + (18,04 + 10).
I1 ’ = 87,5
- I3 ’ = (20,3 + 10)(19,17 + 10)(18,04 + 10)
I3 ’ = 24783.
(87,5)3
- SFG = 27 + 11,9 − ( 24783 ).
= 24,5 x 565
4,778
2
= 606,348 ft/min
Kecepatan alir kritis dalam drillpipe
= 8,91x10 x x4,Q
-5 0,8 1,8
ΔP x PV 0,2 x L
8
D
= 494,4 ft/min
V>Vc, maka aliran turbulen.
= 8.91x10 x x4.Q
-5 0.8 1.8
ΔP x PV0.2 x L
8
D
Q 2 xMW
∆P =
10858xA2
5652 x10,3
∆P =
10858x1,352
= 166 psi
4. Menentukan Kehilangan Tekanan pada Annulus
- Menentukan kecepatan aliran lumpur pemboran di annulus
24,5 x Q
Va =
Dh 2 OD 2
a. Antara lubang bor dan drillpipe :
24,5 x565
VaHDP =
(262 5,52 )
= 21.43 ft/min
b. Antara lubang bor dan drillcollar :
24.5 x565
VaHDC =
(262 82 )
= 22,61 ft/min
c. Antara casing dan drillpipe :
24.5 x565
VaCSDP =
(19,124 2 5,5 2 )
= 41,26 ft/menit
71
ΔP = L x PV x V2 L x YP
60000 x De 225xDe
a. Antara lubang bor dan drillpipe :
Va < Vc maka alirannya laminer
(2009 - 80) x 15 x 19,7 (2009 - 80) x 26
ΔP =
60000 x (26 - 5,5) 2 225 x (26 - 5,5)
= 10,89 psi
b. Antara lubang bor dan drillcollar :
Va < Vc maka alirannya laminer
(422) x 15 x 20,82 (422) x 26
ΔP =
60000 x (26 - 8) 2 225 x (26 - 8)
ΔP = 2,71 psi
c. Antara casing dan drillcollar
Va < Vc maka alirannya laminer
(0) x 15 x 42,22 (0) x 26
ΔP =
60000 x (19,124 8) 225 x (19,124 8)
2
ΔP = 0 psi
ΔP = 0,68 psi
1242
=
0.052 x 2291
= 10,4 ppg
Pada kasus sumur GT-1 ini permasalahan pemboran yang berkaitan erat dengan
penggunaan lumpur yang berfungsi untuk menjaga kestabilan lubang bor selama
proses pemboran.
Tabel IV-8.
Problem Pada Sumur GT-1
Problem Kedalaman (ft TVD) Lithologi
Caving
2982 ft TVD
3062 ft TVD
Lost Circulation
7659 ft TVD
Berdasarkan data penggunaan Mud Weight actual pada sumur GT-1 dan
Equivalent Circulating Density (Tabel IV-9.) yang diplotkan pada mud window
hasil pengolahan data Drillwork Software (Gambar 4.19.), pada range kedalaman
2940 – 3138 ftTVD nilai Mud Weight dan ECD yang digunakan lebih besar dari
tekanan pori namun tidak lebih besar dari shear failure gradient. Sesuai dengan
75
kondisi yang terjadi di sumur GT-1, dimana pada range kedalaman 2982 - 3062 ft
TVD terjadi problem caving shale. Hal ini dapat terjadi karena lumpur yang
digunakan hanya mampu menahan tekanan formasi, namun tidak dapat menahan
stress yang berasal dari dalam formasi (Shear Failure Gradient atau collapse
pressure).
Tabel IV-9.
Mud Weight Actual dan ECD Pemboran Sumur GT-1
Equivalent Circulating
Depth Mud Weight Actual
Density
(ft TVD)
ppg psi ppg psi
2291 10,3 1227 10,42 1242
Pada Sumur GT-1 juga terdapat problem Loss circulation yang terjadi pada
kedalaman 7659 ft, dimana jika dilihat pada Gambar 4.19. Mud Weight yang
digunakan dan juga Equivalent Circulating Density melebihi nilai dari minimum
insitu stress dan Fracture Pressure. Berdasarkan data lithologi sumur GT-1, pada
range kedalaman 2982 - 3062 ftTVD lithologi yang ditembus adalah shale.
Lithologi shale pada sumur GT-1 berdasarkan problem yang terjadi, dapat
diindikasikan bahwa shale yang terkandung merupakan shale yang bersifat brittle.
Sehingga perencanaan Mud Weight yang tepat untuk sumur GT-1 adalah dengan
menambahan pengaruh dari Shear Failure Gradient sebagai batas minimum
perencanaan Mud Weight. Hal ini diharapkan dapat menahan stress yang diberikan
oleh formasi terhadap dinding lubang bor sehingga lubang bor dalam keadaan
stabil.
4.4. Desain Mud Weight Yang Optimal Pada Sumur GT-1
Tabel IV-10.
Data Mud Weight Recommended pada Pemboran Sumur GT-1
Mud Weight
Depth (ft) Mud Weight Actual Recommended
(ppg) Minimum Maximum
(ppg) (ppg)
2415-4600 10,5-11,3 11,3 11,6