Anda di halaman 1dari 34

44

BAB IV
EVALUASI PENGGUNAAN MUD WEIGHT PADA SUMUR GT-1
MENGGUNAKAN PENDEKATAN SAFE MUD WINDOW

Sumur GT-1 Merupakan Sumur eksplorasi yang bertujuan untuk


membuktikan kandungan hidrokarbon yang terdapat pada formasi tuban. Sumur
GT-1 ini di tajak tanggal 31 desember 2014 pukul 12.00 WIB dan mencapai
kedalaman akhir 14460 ft MD (10266 ft TVD) pada tanggal 04 juni 2015 pukul
00:15 WIB. Pemboran pada sumur GT-1 diawali dengan dengan trayek 36” sampai
kedalaman 80 ft TVD. trayek selanjutnya 26” sampai kedalaman 2416 ft TVD,
dilanjutkan dengan trayek 17 1/2” sampai kedalaman 7505 ft md (5580,18 TVD).
Pada trayek 17 ½” ditemukan adanya problem pemboran yaitu adanya caving yang
terjadi pada kedalaman 2982 ft TVD dan 3062 ft TVD. Pemboran dilanjutkan
dengan trayek selubung 12 1/4” sampai kedalaman 12550 ft md (8916,06 TVD)
pada trayek ini terjadi problem loss circulation di kedalaman 7659 ft TVD. Trayek
selanjutnya yaitu 8 3/8” sampai kedalaman 13400 ft md (9535 TVD) dan trayek
terakhir yaitu 6” sampai kedalaman 14460” ft md (10266 TVD).

4.1. Metode Penelitian dan Data Sumur GT-1


Dalam melakukan analisa Mud Weight menggunakan Drillwork Software
langkah awal yang dilakukan adalah mengetahui profil tekanan bawah permukaan
dari trayek yang akan di analisa. Profil tekanan bawah permukaan yang dimaksud
adalah overburden pressure, pore pressure, fracture pressure, minimum horizontal
stress, maximum horizontal stress dan shear failure gradient. Untuk menghitung
berbagai tekanan tersebut diperlukan berbagai data logging, yaitu gamma ray log,
resistivity log, Sonic log, density log dan caliper log. Tetapi data logging yang
tersedia dari sumur GT-1 ini tidak mencakup keseluruhan kedalaman pemboran
yang ditembus.
Data log yang tersedia pada sumur GT-1 adalah density log, gamma ray log,
resistivity log dan Sonic log. Selain data logging, diperlukan data penunjang

44
45

lainnya seperti data trajectory, lithology, LOT, data lumpur yang digunakan pada
saat pemboran dan Final Well Report dari sumur GT-1. Selain itu dalam melakukan
tahap analisa ini terdapat beberapa data sekunder yang telah diolah oleh pihak
ketiga sebagai acuan dan informasi tambahan.
Langkah-langkah dalam melakukan analisa profil tekanan bawah
permukaan adalah melakukan evaluasi terhadap Shale line pada Gamma Ray log,
nilai yang didapat dari Gamma Ray log ini apabila melebihi garis shale line maka
termasuk zona shale dan apabila kurang dari shale termasuk zona non shale.
Selanjutnya adalah menentukan tekanan overburden menggunakan data densitas
bulk dari density log. Kemudian menganalisa Normal compaction trend pada sonic
log dan resistivity log. Kemudian menganalisa mekanisme overpressure yang
terjadi pada sumur GT-1 dengan cara memplot Sonic Log dan Density Log vs
kedalaman, apakah mekanisme yang terjadi pada sumur GT-1 Loading Mechanism
atau Unloading Mechanism. Langkah selanjutnya adalah melakukan perhitungan
tekanan formasi dengan menggunakan persamaan Eaton dan Bower’s dengan
menggunakan data Interval Transit Time dari sonic log. Setelah mendapatkan
besaran tekanan pori hal selanjutnya yang dilakukan adalah melakukan perhitungan
tekanan rekah dengan menggunakan persamaan Hubbert & Willis, Matthews &
Kelly dan Eaton. Sebelumnya kita harus menentukan terlebih dahulu poisson ratio
dengan berbagai metode yaitu metode Brocher, Ludwig dan poisson ratio zoback
& castagna. Setelah mendapatkan nilai poisson ratio selanjutnya adalah menghitung
fracture pressure yang sesuai dengan sumur GT-1 dikalibrasi menggunakan data
mud weight dan LOT.
Setelah dilakukan analisa profil tekanan bawah permukaan, akan diperoleh
pressure window dari sumur yang dianalisa yang kemudian ditambahkan parameter
shear failure gradient dan Minimum Insitu Stress untuk memperoleh safe mud
window. Perhitungan shear failure gradient didaptkan dengan menggunakan data
Interval Transite Time dari log sonic. Selain itu diperlukan parameter maximum &
minimum horizontal stress pada perhitungan shear failure gradient.
46

Tabel IV-1.
Data Penggunaan Bit dan Casing
(FWR Sumur GT-1)

Bor Casing
Depth (Ft TVD) Bit (Inch) Depth (Ft TVD) Casing (inch)
0 - 80 36 80 30
80 - 2416 26 2415 20
2416 - 5580 17-1/2 5577 13-3/8
5580 - 8915 12-1/4 8914 9-5/8
8915 - 9536 8-3/8 9534 7
9536 - 10266 6

Gambar 4.1. Lubang Pemboran Sumur GT-1


47

Setelah selesai melakukan pemboran pada tiap tiap trayek, maka tahap
selanjutnya adalah pemasangan casing. Casing pada sumur GT-1 masing – masing
terdapat pada kedalaman 80 ft dengan ukuran casing 30”. Pemasangan casing
selanjutnya terdapat pada kedalaman 2415 ft dengan ukuran casing 20”, selanjutnya
dilakukan pemasangan casing pada kedalaman 5577 ft dengan ukuran casing yaitu
13 3/8”. Selanjutnya dilakukan pemasangan casing pada 8914 ft dengan ukuran
casing sebesar 9 5/8”. Terakhir pemasangan casing dilakukan pada kedalaman 9534
ft dengan ukuran casing 7”. Secara keseluruhan gambar kondisi sumur GT-1 dapat
dilihat pada Gambar 4.1. diatas.

4.2. Analisa Safe Mud Window Mengunakan Drillwork Software

4.2.1. Input Data Log dan Data Penunjang Lainnya

Langkah awal dalam dalam pembuatan safe mud window menggunakan


Drillwork Software adalah memasukan data – data yang dibutuhkan dalam
perhitungan. Sebelumnya, dilakukan pembuatan project terlebih dahulu, tampilan
dalam pembuatan project dapat dilihat dalam Gambar 4.2.

Gambar 4.2. Pembuatan Project pada Drillwork Software


(Drillworks Software)
48

Gambar 4.3. Input Data Log Pada Drillwork Software


(Drillworks Software)

Setelah dilakukan pembuatan project baru selanjutnya dilakukan pemilihan


data – data log yang akan dibutuhkan dalam proses selanjutnya. Data data log
tersebut antara lain berupa data Gamma Ray Log, Sonic Log, Density Log, dan
Resistivity Log.
Untuk menginput data log yang akan diolah pada Drillworks Software, dapat
dilakukan import data (LAS) seperti pada Gambar 4.3. Setelah dilakukan import
data, maka dipilih data-data log yang akan ditampilkan dan diolah selanjutnya. Pada
Gambar 4.4. dapat dilihat tampilan awal hasil input atau import data. Terdapat 4
data log yang diinput dalam Drillwork Software yaitu Gamma Ray Log, Density
Log, Resistivity Log dan Sonic Log. Data logging yang tersedia dari sumur GT-1 ini
tidak mencakup keseluruhan kedalaman pemboran yang ditembus. Gamma Ray
Log hanya terdapat dari kedalaman 2395 sampai 10238 ft TVD. Resistivity log
datanya terdapat pada dari kedalaman 2399 sampai 9377 ft TVD, sedangkan
Density Log datanya dimulai dari 33 ft sampai 10188 ft TVD, dan terakhir Sonic
Log datanya terdapat dari kedalaman 33 sampai 9483 ft TVD.
49

Gambar 4.4. Hasil Input Data Log (Gamma Ray Log, Density Log,
Resistivity Log dan Sonic Log)
(Drillworks Software)

Setelah dilakukan input data log pada Drillwork Software, kemudian


dilanjutkan dengan building model geomechanic yang mana langkah – langkah
yang dilakukan adalah sebagai berikut :
4.2.2. Analisa Shale Line Pada Gamma Ray
Pada Analisa Gamma Ray Log, Hal yang pertaman dilakukan adalah
melakukan penarikan shale base line. Sehingga setelah penarikan shale line dapat
dibedakan antara lapisan shale dan non shale. Zona yang berada disebelah kanan
shale line merupakan zona shale, sedangkan zona yang berada disebelah kiri shale
line merupakan formasi non shale.
Pada Gambar 4.6. telah dilakukan evaluasi Gamma Ray Log dengan
penarikan Shale Base Line yang digunakan untuk menganalisa lapisan shale dan
non shale. Terdapat perbedaan pada Gambar 4.5. yang belum dilakukan evaluasi
dimana pada Resistivity Log dan Sonic Log belum diketahui dengan pasti
kedalaman yang dipengaruhi oleh kandungan shale. Sedangkan pada Gambar 4.6.
dapat dilihat pengaruh penarikan shale line, ditunjukkan dengan tampilan chart
SHPT yang ditandai dengan titik – titik hitam pada chart resistivity log dan Sonic
Log sebagai adanya pengaruh kandungan shale pada formasi. Analisa Shale point
50

ini berguna dalam penentuan pore pressure, yang mana dalam penentuan pore
pressure ini diperlukan parameter porosity trend dataset.

Gambar 4.5. Hasil Penarikan Shale Line Pada Gamma Ray Log
(Drillworks Software)

Gambar 4.6. Hasil Evaluasi Shale Line Pada Gamma Ray Log
(Drillworks Software)
51

Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa shale point ini diperlukan dalam
proses penentuan pore pressure, tetapi agar dapat digunakan dalam penentuan Pore
Pressure hasil dari shale point ini harus memiliki nilai yang stabil. Untuk dapat
menghasilkan nilai yang stabil, maka dilakukan filter terhadap nilai shale point
sebelumnya. Filter ini akan mengubah nilai rata – rata pada tiap kedalaman
sehingga didapatkan nilai keseluruhan yang lebih stabil. Proses ini dinamakan
dengan moving weighted average. Hasil dari MWA filter pada shale point yang
telah didapat tadi dapat dilihat pada Gambar 4.7. dimana garis dari MWA filter
Shale point ini pada chart resistivity log berwarna biru dengan garis yang tipis,
sedangkan pada chart Sonic log MWA filter shale point berwarna merah dengan
garis yang tipis. setelah dilakukan MWA filter, maka shale point tersebut dapat
digunakan dalam penentuan pore pressure. Pada masing masing perhitungan Pore
Pressure dengan Sonic Log dan Resistivity Log terdapat parameter log observed
yang mana nilai tersebut diambil dari nilai shale point yang telah melewati MWA
filter.

Gambar 4.7. Hasil Moving Weight Average Pada Chart Resistivity Log dan
Sonic Log
(Drillworks Software)
52

4.2.3. Penentuan Overburden gradient Menggunakan Drillwork Software

Dalam melakukan perhitungan pressure window yang pertama kali di


tentukan adalah overburden gradient. Penentuan overburden gradient ini akan
menjadi dasar bagi seluruh tahap analisa selanjutnya. Overburden gradient dapat
dihitung integrasi dari log densitas, hasil dari perhitungan overburden gradient
dapat dilihat pada Gambar 4.8. dimana pada track pertama merupakan overburden
gradient dalam PPG sedangkan pada track ketiga overburden pressure dalam psi.
dalam perhitungan overburden pressure semakin bertambahnya kedalamaan yang
dianalisa, maka nilai dari overburden pressure akan semakin bertambah. Data
density log yang didapat hampir semua dari awal kedalaman, sehingga tidak perlu
dilakukan analisa normal trend pada density log menggunakan metode miller dan
sebagainya, namun data density log yang ada dapat digunakan sebagai densitas bulk
dalam proses perhitungan overburden gradient.

Gambar 4.8. Hasil Perhitungan Overburden gradient Pada Drillwork Software


(Drillworks Software)

- Perhitungan Overburden Pressure Manual Pada Kedalaman 2450 ft TVD


OBG = 0.052 × ρb × Depth.
OBG = 0,052 × 19 ppg × 2450 ft.
OBG = 2420 psi .
53

Tabel IV-2.
Hasil Perhitungan Manual Overburden Pressure
Overburden Overburden
Depth Density
Pressure Pressure
ft g/cc psi ppg
2450 2,280 2420 18,99
2800 2,311 2803 19,25
3150 2,251 3071 18,75
3500 2,525 3828 21,03
3850 2,427 4047 20,22
4550 2,443 4815 20,35
4900 2,300 4882 19,16
5250 2,371 5392 19,75
5950 2,511 6472 20,92
6150 2,439 6497 20,32
6650 2,350 6769 19,58
7000 2,428 7362 20,23
7350 2,437 7759 20,30
8150 2,575 9090 21,45
8400 2,591 9427 21,58
8750 2,512 9521 20,92
9100 2,556 10075 21,29

4.2.4. Penentuan Pore Pressure Menggunakan Drillwork Software

Setelah melakukan perhitungan overburden gradient maka tahap


selanjutnya adalah menentukan pore pressure. Persamaan yang digunakan dalam
perhitungan Pore Pressure pada Drillwork Software menggunakan Eaton Method
dan Bower’s Loading Method. Namun setelah dilakukan kalibrasi dengan data mud
weight dan LOT metode eaton lebih sesuai dengan sumur GT-1.
54

- Pore Pressure pada Sonic log


Pada pengolahan data Pore Pressure menggunakan Sonic log dapat
diestimasikan dengan mengunakan metode eaton. Eaton merupakan yang pertama
mengenalkan fudge factor berupa eaton exponent, dimana nilai dari eaton
eksponent inilah yang dapat diubah – ubah. Berikut adalah persamaan yang
digunakan dalam perhitungan Pore Pressure menggunakan metode eaton sonic:

DT x
PP = OBG − (OBG − PPN ) (DTN ) .
O

Dimana:
PP = Pore Pressure Gradient, psi/ft atau lb/gal.
OBG = Overburdent Gradient, psi/ft atau lb/gal.
PPN = Normal Pore Pressure Gradient, psi/ft atau lb/gal.
DTO = Observed Interval Transit Time, s/ft.
DTN = Normal Interval Transit Time, s/ft.
x = Eaton Exponent, dimensionless.

Untuk menghitung Pore Pressure pada Sonic log, menggunakan metode


eaton maka harus terlebih dahulu mengetahui parameter – parameter seperti Sonic
log, normal Pore Pressure gradient, overburden gradient dan normal Sonic trend.
Berdasarkan hasil salinitas di beberapa sumur sekitar, didapatkan gradient normal
pressure 0,435 psi/ft (brackish water). Namun, dikarenakan efek temperature yang
tinggi, maka gradient normalnya menjadi 0,433 psi/ft (fresh water). Pengaruh
penarikan garis normal Sonic trend pada Sonic log sangat berpengaruh terhadap
nilai dari Pore Pressure itu sendiri, dimana nilai yang berada bawah normal Sonic
trend termasuk zona yang abnormal (overpressure) sedangkan nilai yang berada
55

diatas normal Sonic trend merupakan zona yang subnormal. Gambar 4.9.
menunjukan garis dari penarikan normal trend sonic.

Gambar 4.9. Hasil Penarikan Normal trend pada Sonic Log


(Drillworks Software)

Gambar 4.10. Hasil Pore Pressure Gradient pada Sonic Log


(Drillworks Software)

- Pore Pressure Pada Resistivity Log

Perhitungan Pore Pressure pada resistivity log di Drillwork Software juga


menggunakan metode eaton. Dimana pengerjaannya hampir sama dengan
menggunakan Sonic log. Untuk menghitung Pore Pressure pada resistivity log,
menggunakan metode Eaton resistivity harus terlebih dahulu memiliki parameter
56

yang dibutuhkan yaitu data resistivity log, normal Pore Pressure dan overburden
pressure, serta normal compaction trend (NCT). Adapun persamaan yang
digunakan dalam perhitungan Pore Pressure pada resistivity log:

R x
PP = OBG − (OBG − PPN ) (RO ) .
N

Dimana:
PP = Pore Pressure Gradient, psi/ft atau lb/gal
OBG = Overburdent Gradient, psi/ft atau lb/gal
PPN = Normal Pore Pressure Gradient, psi/ft atau lb/gal
RO = Observed Resistivity, ohms-m2/m
RN = Normal Resistivity, ohms-m2/m.

Gambar 4.11. Hasil Penarikan Normal trend Resistivity


(Drillworks Software)
57

Gambar 4.12. Hasil Pore Pressure Gradient pada Resistivity Log


(Drillworks Software)

- Perhitungan Pore Pressure Sonic Manual Pada Kedalaman 3150 ft TVD


DT x
PP = OBG - (OBG - PPN ) (DTN ) .
O
113,5 0,8
PP =18,75-(18,75 - 8,33) (145,99) .
PP = 10,23 PPG.

Tabel IV-3.
Hasil Perhitungan Manual Pore Pressure Sonic
Overburden Pore
Depth SHPT DT NCT
Pressure Pressure
( ft ) ( us/ft ) ( us/ft )
( ppg ) ( PPG )
2450 18,99 137,82 127,13 9,00
2800 19,25 137,61 120,12 9,46
3150 18,75 145,99 113,50 10,23
3500 21,03 96,64 107,24 7,23
3850 20,22 113,22 101,32 9,34
4550 20,35 110,33 90,45 10,10
58

Tabel IV-3.
Hasil Perhitungan Manual Pore Pressure Sonic
(Lanjutan)
Overburden Pore
Depth SHPT DT NCT
Pressure Pressure
( ft ) ( us/ft ) ( us/ft )
( ppg ) ( PPG )
4900 19,16 121,53 83,55 11,13
5250 19,75 122,53 80,75 11,57
5950 20,92 98,91 72,09 11,14
6150 20,32 111,01 70,47 11,98
6650 19,58 121,76 64,36 12,82
7000 20,23 107,23 61,50 12,60
7350 20,30 111,07 57,45 13,24
8150 21,45 84,23 51,29 12,63
8400 21,58 88,68 49,01 13,34
8750 20,92 90,16 45,79 13,60
9100 21,29 78,20 43,76 13,15

4.2.5. Penentuan Fracture Pressure pada Drillwork Software

Setelah melakukan perhitungan Pore Pressure dengan menggunakan eaton


method, maka tahapan selanjutnya adalah menghitung tekanan rekah atau fracture
pressure. untuk menghitung fracture pressure digunakan 3 metode yaitu Hubbert
& Willis, Matthew & Kelly dan metode eaton. Setelah dilakukan kalibrasi
menggunakan data mud weight dan LOT fracture pressure yang sesuai dengan
sumur GT-1 adalah metode eaton.. Persamaan yang digunakan dalam menghitung
fracture pressure (eaton) adalah sebagai berikut :
v
FG = PP + (OBG − PP) (1−v).

Dimana :
FG = Fracture Gradient, psi/ft atau lb/gal
PP = Pore Pressure Gradient, psi/ft atau lb/gal
OBG = Overburdent Gradient, psi/ft atau lb/gal
V = Poisson’s Ratio, dimensionless.
59

Dalam persamaan fracture pressure metode eaton terdapat parameter


poisson ratio yang belum di hitung dalam tahapan sebelumnya, nilai dari
overburden pressure dan Pore Pressure telah dihitung pada tahapan sebelumnya.
Dalam menghitung poisson ratio terdapat 3 metode yang digunakan yaitu poisson
ratio brocher, poisson ratio Ludwig dan poisson ratio zoback and castagna. Untuk
metode brocher, poisson ratio yang dihasilkan akan optimal apabila harga 1.5 < Vp
< 8.5, sumur GT-1 memenuhi syarat tersebut, karena harga Vp dari sumur GT-1
antara 1,5 – 8,5. Untuk metode zoback and castagna perhitungan poisson ratio akan
optimal apabila formasi yang di tembus adalah dominan shale dan sand. Sumur GT-
1 memenuhi syarat tersebut karena sumur GT-1 dominan formasi shale.
Nilai poisson ratio yang dihasilkan dari ketiga metode tersebut
menghasilkan harga fracture pressure yang berbeda, oleh karena itu untuk
memastikan metode apa yang sesuai dengan sumur GT-1 dilakukan koreksi
terhadap nilai poisson ratio menggunakan LOT. Nilai poisson ratio yang mendekati
nilai LOT maka dapat dikatakan nilai poisson ratio tersebut memiliki persen
kesalahan yang kecil. Berdasarkan koreksi terhadap harga poisson ratio pada sumur
GT-1, nilai poisson ratio yang mendekati harga LOT adalah metode Zoback and
Castagna. Sehingga nilai poisson ratio yang dihasilkan dari metode zoback and
castagna akan digunakan dalam perhitungan fracture gradient. Hasil dari korelasi
ketiga metode tersebut untuk menentukan metode apa yang sesuai dengan sumur
GT-1 dapat dilihat dalam Tabel IV-4. Untuk melihat hasil perhitungan Drillwork
Software tentang perhitungan Fracture pressure pada Sonic log dan resistivity log
dapat dilihat pada Gambar 4.13. dan Gambar 4.14.

Tabel IV-4.
Hasil Poisson Ratio Menggunakan Berbagai Metode
Depth Poisson Ratio
(ft TVD) LOT Brocher Zoback & Castagna Ludwig
9138 0,320663 0,273098 0,331809 0,298879
60

Gambar 4.13. Hasil Fracture Pressure Gradient pada Sonic Log


(Drillworks Software)

Gambar 4.14. Hasil Fracture Pressure Gradient pada Resistivity Log


(Drillworks Software)

- Perhitungan Fracture Pressure Sonic Manual Pada Kedalaman 3850 ft


TVD
Sebelumnya, kita harus menghitung poisson ratio (Zoback and Castagna)
Vp2 -2Vs2
v= .
2(Vp2 -2Vs2 )

2,692 -2(1,05)2
v= = 0,41
2(2,692 -2(1,05)2 )
61

v
FG = PP + (OBG - PP) (1-v).
0,41
FG = 9,34 + (20,22-9,34) (1-0,41).

FG =16,9 ppg.

Tabel IV-5.
Hasil Perhitungan Manual Fracture Pressure Sonic
Overburden Pore Fracture
Depth
Pressure Pressure Poisson ratio Pressure
( ft )
( ppg ) ( ppg ) ( ppg )
2450 18,99 9,62 0,46 17,67

2800 19,25 9,96 0,45 17,62

3150 18,75 10,78 0,47 17,85

3500 21,03 8,04 0,37 15,67

3850 20,22 9,66 0,41 17,00

4550 20,35 10,12 0,40 17,06

4900 19,16 10,76 0,46 17,77

5250 19,75 11,14 0,43 17,66

5950 20,92 10,39 0,38 16,73

6150 20,32 11,18 0,41 17,40

6650 19,58 11,76 0,43 17,58

7000 20,23 11,36 0,40 17,20

7350 20,30 11,76 0,41 17,57

8150 21,45 10,57 0,33 15,95

8400 21,58 11,11 0,35 16,65

8750 20,92 11,25 0,35 16,48

9100 21,29 10,47 0,31 15,31


62

4.2.6 Penentuan Minimum dan Maximum Horizontal Stress Pada Drillwork


Software
Setelah melakukan perhitungan pada fracture pressure maka tahapan
selanjutnya adalah menentukan minimum horizontal stress dan maximum
horizontal stress. Sebelum melakukan perhitungan terhadap nilai Shmin dan
SHmax terlebih dahulu kita harus menentukan jenis patahan yang terjadi pada
regional sumur GT-1 dimana sumur GT-1 jenis patahan yang terjadi adalah patahan
normal.

Gambar 4.15. Hasil Sh Min dan SH Max Pada Sonic Log


(Drillworks Software)

Seperti yang dijelaskan sebelumnya mengenai rezim patahan, pada


Gambar 4.15. dan Gambar 4.16. membuktikan bahwa jenis patahan diregional
sumur GT-1 merupakan patahan normal (Sv > SHmax > Shmin). Hal ini dapat
dilihat dari besarnya nilai tekanan overburden (Sv) lebih besar dari maximum
horizontal stress (SHmax) dan minimum horizontal stress (Shmin), serta nilai
maximum horizontal stress (Shmax) berada diantara nilai overburden pressure (Sv)
dan minimum horizontal stress (Shmin). Analisa Shmin dan SHmax perlu dilakukan
untuk mendukung analisa Shear Failure Gradient pada sumur.
63

Gambar 4.16. Hasil Sh Min dan SH Max Pada Resistivity Log


(Drillworks Software)

- Perhitungan Manual Minimum Horizontal Stress Sonic pada


kedalaman
4900 ftTVD
v
Shmin = (1-v) (obg - pp) + pp.
0,46
Shmin = (1-0,46) (19,16 - 11,3) + 11,3.

Shmin =17,83 ppg.

- Perhitungan Manual Maximum Horizontal Stress Sonic pada


kedalaman
6150 ftTVD

SHmax = Shmin + k (OBG − Shmin ).

Dikarenakan Jenis Patahan yang terjadi pada sumur GT-1 adalah patahan
normal, menurut Zoback nilai k yang digunakan adalah 0,5.

SHmax = 17,66 + 0,5 (20,32-17,66).

SHmax = 18,99 ppg.


64

Tabel IV-6.
Hasil Perhitungan Manual Minimum Horizontal Stress Sonic
Overburden Pore Sh min
Depth
Pressure Pressure Poisson ratio ( ppg )
( ft )
( ppg ) ( ppg )
2450 18,99 9,00 0,46 17,58

2800 19,25 9,46 0,45 17,53

3150 18,75 10,23 0,47 17,79

3500 21,03 7,23 0,37 15,34

3850 20,22 9,34 0,41 16,90

4550 20,35 10,10 0,40 17,05

4900 19,16 11,13 0,46 17,83

5250 19,75 11,57 0,43 17,77

5950 20,92 11,14 0,38 17,03

6150 20,32 11,98 0,41 17,66

6650 19,58 12,82 0,43 17,85

7000 20,23 12,60 0,40 17,62

7350 20,30 13,24 0,41 18,04

8150 21,45 12,63 0,33 16,99

8400 21,58 13,34 0,35 17,70

8750 20,92 13,60 0,35 17,56

9100 21,29 13,15 0,31 16,79


65

Tabel IV-7.
Hasil Perhitungan Manual Maximum Horizontal Stress Sonic
Overburden SH max
Depth Shmin Tectonic
Pressure ( ppg )
( ft ) (ppg) factor
( ppg )
2450 18,99 17,58 0,5 2330

2800 19,25 17,53 0,5 2678

3150 18,75 17,79 0,5 2992

3500 21,03 15,34 0,5 3310

3850 20,22 16,90 0,5 3715

4550 20,35 17,05 0,5 4424

4900 19,16 17,83 0,5 4713

5250 19,75 17,77 0,5 5121

5950 20,92 17,03 0,5 5871

6150 20,32 17,66 0,5 6072

6650 19,58 17,85 0,5 6472

7000 20,23 17,62 0,5 6888

7350 20,30 18,04 0,5 7328

8150 21,45 16,99 0,5 8146

8400 21,58 17,70 0,5 8579

8750 20,92 17,56 0,5 8756

9100 21,29 16,79 0,5 9010


66

4.2.7. Penentuan Shear Failure Gradient Pada Drillwork Software

Tahapan selanjutnya adalah menentukan nilai Shear Failure Gradient,


dalam menghitung shear failure gradient, diperlukan data data seperti friction angle
dan juga Cohessive Stregth. Pada Drillwork Software terdapat tiga metode untuk
menentukan nilai Shear Failure Gradient yaitu Linearized Mohr–Coulomb, Hoek–
Brown criterion dan Modified Lade Criteration. Pada pengolahan sumur GT-1
metode yang digunakan adalah Modified Lade Criteration dikarenakan metode ini
memiliki beberapa kelebihan, dimana dalam perhitungan Shear Failure Gradient
pada metode ini mempertimbangkan tiga principle stress. Selain itu, metode ini juga
dapat diterapkan diseluruh dunia. Hasil dari Shear Failure Gradient dapat dilihat
pada Gambar 4.17. dan Gambar 4.18.

- Perhitungan Manual Shear Failure Gradient pada 7350 ft TVD


(I₁’)3
SFG = 27 + ŋ - ( ).
I₃’

4(tan Ø)2 (9−7sinØ)


- ŋ= .
(1−sin Ø)
(Vp−1)
- Ø = sin−1 (Vp+1)
5(Vp−1)
- Co = √Vp

- I₁’ = (σ1 + S) + (σ2 + S) + (σ3 + S)


- I₃’ = (σ1 + S)(σ2 + S)(σ3 + S)
Co
- S = tanØ

Penentuan Shear Failure Gradient menggunakan metode modified lade


memiliki kelebihan dimana metode ini dapat dilakukan disemua wilayah, serta
mempertimbangkan ketiga pricple stress yang telah dilakukan pada perhitungan
sebelumnya yaitu overburden pressure, maximum horizontal stress dan maximum
horizontal stress. Sedangkan untuk metode brocher hanya dipengaruhi oleh
minimum horizontal stress dan maximum horizontal stress. Hasil dari metode
modified lade berada diantara mohr coulomb dan drucker pager.
67

Berikut ini adalah tahapan dalam perhitungan Shear Failure Gradient :

(2,74−1)
- Ø = sin−1 (2,74+1)

Ø = 27,7 degree
5(2,74−1)
- Co = √2,74

Co = 5,26 mPa
5,26
- S = tan 27,7

S = 10
4(tan 27,7)2 (9−7sin27,7)
- ŋ = .
(1−sin 27,7)

ŋ = 11,9.
- I1 ’ = (20,3 + 10) + (19,17 + 10) + (18,04 + 10).
I1 ’ = 87,5
- I3 ’ = (20,3 + 10)(19,17 + 10)(18,04 + 10)
I3 ’ = 24783.
(87,5)3
- SFG = 27 + 11,9 − ( 24783 ).

SFG = 11,87 ppg

Gambar 4.17. Hasil Shear Failure Gradient Pada Sonic Log


(Drillworks Software)
68

Gambar 4.18. Hasil Shear Failure Gradient Pada Resistivity Log


(Drillworks Software)

4.2.8. Penentuan Equivalent Circulating Density (ECD)

Penentuan Equivalent Circulating Density dilakukan karena masalah


pemboran terjadi pada saat adanya sirkulasi. Berikut adalah tahapan dalam
penentuan Equivalent Circulating Density pada kedalaman 2291 ft TVD :
- Diameter lubang bor = 26”
- Drill pipe = 5,5” OD, 4,778” ID, panjang 2009 ftMD
- Drill collar = 8” OD, 2,81” ID, panjang 422 ftMD
- Casing = 20” OD, 19,56” ID
- Densitas lumpur = 10,3 ppg
- PV = 15 cp
- YP = 26 lb/100 ft2
- Rate (Q) = 565 gpm
1. Menentukan Kehilangan Tekanan pada Surface Connection

Psc  E  m 0.8  Q1.8  PV 0.2


P = 5,3x10-5 x 10,30.8 x 5651.8 x 150.2
P = 52.89 psi
69

2. Menentukan Kehilangan Tekanan Pada Pipa


- Perhitungan pada drillpipe
Kecepatan alir dalam drillpipe
V = 24,5 x Q
D 
2

= 24,5 x 565
4,778 
2

= 606,348 ft/min
Kecepatan alir kritis dalam drillpipe

97PV  97 (PV) 2  8.2xD 2 x YP x m


Vc =
m x D

97(15)  97 (15) 2  8,2(4,778) 2 x 26 x 10,3


=
10,3 x 4.778
= 471,86 ft/min
V>Vc, maka aliran turbulen

= 8,91x10 x  x4,Q
-5 0,8 1,8
ΔP x PV 0,2 x L
8
D

8,91x10 -5 x 10,30,8 x 5651,8 x 150,2 x2009


=
(4,778) 4,8
= 98.09 psi
- Perhitungan pada drillcollar
Kecepatan alir dalam drillcollar
V = 24.5 2x Q
D 
= 24.5 x 2565
2,81 
= 1753,08 ft/min
Kecepatan alir kritis dalam drillcollar

97PV  97 (PV) 2  8.2xD 2 x YP x m


Vc =
m x D

97(15)  97 (15) 2  8,2(2,81) 2 x 26 x 10,3


=
10,3 x 2,81
70

= 494,4 ft/min
V>Vc, maka aliran turbulen.

= 8.91x10 x  x4.Q
-5 0.8 1.8
ΔP x PV0.2 x L
8
D

8,91x10 -5 x 10,30.8 x 5651.8 x 15 0.2 x 422


=
(2.81) 4.8
= 263,37 psi
3. Menentukan Kehilangan Tekanan pada Bit.

Q 2 xMW
∆P =
10858xA2
5652 x10,3
∆P =
10858x1,352
= 166 psi
4. Menentukan Kehilangan Tekanan pada Annulus
- Menentukan kecepatan aliran lumpur pemboran di annulus
24,5 x Q
Va =
 Dh 2  OD 2 
a. Antara lubang bor dan drillpipe :
24,5 x565
VaHDP =
(262  5,52 )
= 21.43 ft/min
b. Antara lubang bor dan drillcollar :
24.5 x565
VaHDC =
(262  82 )
= 22,61 ft/min
c. Antara casing dan drillpipe :
24.5 x565
VaCSDP =
(19,124 2  5,5 2 )
= 41,26 ft/menit
71

d. Antara casing dan drillcollar :


24.5 x565
VaCSDC =
(19,124 2  8 2 )
= 45,87 ft/menit
- Menentukan kecepatan aliran kritis di annulus:

97PV  97 (PV) 2  8.2xDe 2 x YP x m


Vc =
m x De
a. Antara lubang bor dan drillpipe :

97(15)  97 (15) 2  8,2(26 - 5,5) 2 x 26 x 10,3


Vc =
10,3 x (26 - 5,5)
= 448,26 ft/menit

b. Antara lubang bor dan drillcollar :

97(15)  97 (15) 2  8,2(26 - 8) 2 x 26 x 10,3


Vc =
10,3 x (26 - 8)
= 449,28 ft/menit
c. Antara casing dan drillpipe :

97(15)  97 (15) 2  8,2(19,124 - 5,5)2 x 26 x 10,3


Vc =
10,3 x (19,124 - 5,5)
= 451,80 ft/menit
d. Antara casing dan drillcollar :

97(15)  97 (15) 2  8,2(19,124 - 8) 2 x 26 x 10,3


Vc =
10,3 x (19,124 - 8)
= 454,19 ft/menit

Kehilangan tekanan (ΔP) yang terjadi di annulus ditentukan dengan melihat


apakah alirannya laminer atau turbulen.
Untuk aliran turbulen (Va > Vc), maka kehilangan tekanan :
8.91x10 -5 x  0.8 x Q1.8 x PV 0.2 x L
ΔP =
(D h  OD ) 3 ( Dh  OD )1.8
72

Untuk aliran laminer (Va< Vc), maka kehilangan tekanan :

ΔP = L x PV x V2  L x YP
60000 x De 225xDe
a. Antara lubang bor dan drillpipe :
Va < Vc maka alirannya laminer
(2009 - 80) x 15 x 19,7 (2009 - 80) x 26
ΔP = 
60000 x (26 - 5,5) 2 225 x (26 - 5,5)
= 10,89 psi
b. Antara lubang bor dan drillcollar :
Va < Vc maka alirannya laminer
(422) x 15 x 20,82 (422) x 26
ΔP = 
60000 x (26 - 8) 2 225 x (26 - 8)
ΔP = 2,71 psi
c. Antara casing dan drillcollar
Va < Vc maka alirannya laminer
(0) x 15 x 42,22 (0) x 26
ΔP = 
60000 x (19,124  8) 225 x (19,124  8)
2

ΔP = 0 psi

d. Antara casing dan drillpipe (open hole) :


Va < Vc maka alirannya laminer
(80) x 15 x 37,97 (80) x 26
ΔP = 
60000 x (19,124  5,5) 225 x (19,124  5,5)
2

ΔP = 0,68 psi

Jadi total besar kehilangan tekanan total di annulus ( ΔP total) adalah :


ΔP annulus = 10,89 + 2,71 + 0 + 0,68
= 14,28 psi
5. Menentukan Pressure Drop Total
ΔP total = ∆Panulus + ∆Psurface + ∆Pbit + ∆Pdrillstring
= 14,28 + 52,89 + 166 + 361,46
= 595 psi
73

6. Menghitung Tekanan Hidrodinamik


PHD = (Pump Pressure – Pressure Drop drillstring) + Ph
= (610 - 595) + 1227
= 1242 psi
7. Menghitung ECD
PHD
ECD =
0.052 x Depth

1242
=
0.052 x 2291
= 10,4 ppg

4.3. Evaluasi Penggunaan Mud Weight Saat Pelaksanaan Pemboran dan


Problem Yang Terjadi Pada Sumur GT-1
Setelah dilakukan perhitungan terhadap safe mud window menggunakan
Drillwork Software, maka tahapan selanjutnya adalah mengevaluasi penggunaan
Mud Weight yang digunakan pada saat dilakukannya pemboran. tujuan dari evaluasi
ini adalah untuk melihat penggunaan Mud Weight pada saat dilaksanakannya
pemboran dan problem yang terjadi berdasarkan berbagai pengolahan data yang
sebelumnya telah dihitung menggunakan Drillwork Software.
Desain berat lumpur yang tepat pada suatu operasi pemboran sangat erat
hubuganya dengan keberhasilan suatu operasi pemboran. Berat lumpur yang lebih
kecil dari Shear Failure Gradient atau bahkan lebih kecil dari Pore Pressure dapat
berakibat gugurnya dingding lubang bor dan masuknya fluida formasi ke lubang
bor akibat tekanan hidrostatik yang terlalu kecil. Sebaliknya apabila berat lumpur
terlalu besar dapat berakibat masuknya fluida pemboran ke dalam formasi (loss)
dan mengakibatkan diferential sticking karena perbedaan tekanan hidrostatis yuang
terlalu besar.
Dari pembacaan mud window yang diperoleh berdasarkan analisa dengan
menggunakan Drillwork Software, kita dapat mengetahui pada kedalaman mana
saja Mud Weight yang awal yang digunakan kurang tepat, serta batas aman untuk
desain Mud Weight yang sebelumnya sudah dibahas pada bagian safe mud window.
74

Pada kasus sumur GT-1 ini permasalahan pemboran yang berkaitan erat dengan
penggunaan lumpur yang berfungsi untuk menjaga kestabilan lubang bor selama
proses pemboran.
Tabel IV-8.
Problem Pada Sumur GT-1
Problem Kedalaman (ft TVD) Lithologi

Caving 2982 Shale


Caving 3062 Shale
Lost Circulation 7659 Limestone

Caving
2982 ft TVD
3062 ft TVD

Lost Circulation
7659 ft TVD

Gambar 4.19. Hasil Mud Weight Actuan dan ECD


(Drillworks Software)

Berdasarkan data penggunaan Mud Weight actual pada sumur GT-1 dan
Equivalent Circulating Density (Tabel IV-9.) yang diplotkan pada mud window
hasil pengolahan data Drillwork Software (Gambar 4.19.), pada range kedalaman
2940 – 3138 ftTVD nilai Mud Weight dan ECD yang digunakan lebih besar dari
tekanan pori namun tidak lebih besar dari shear failure gradient. Sesuai dengan
75

kondisi yang terjadi di sumur GT-1, dimana pada range kedalaman 2982 - 3062 ft
TVD terjadi problem caving shale. Hal ini dapat terjadi karena lumpur yang
digunakan hanya mampu menahan tekanan formasi, namun tidak dapat menahan
stress yang berasal dari dalam formasi (Shear Failure Gradient atau collapse
pressure).
Tabel IV-9.
Mud Weight Actual dan ECD Pemboran Sumur GT-1

Equivalent Circulating
Depth Mud Weight Actual
Density
(ft TVD)
ppg psi ppg psi
2291 10,3 1227 10,42 1242

2417 10,3 1295 10,49 1318

2619 10,6 1444 10,63 1447

3081 10,8 1730 10,98 1759

3702 11,2 2156 11,33 2182

3884 11,3 2282 11,49 2321

4503 11,3 2646 11,83 2770

4789 13,2 3287 13,42 3343

4849 13,2 3328 13,53 3410

4908 13,2 3369 13,68 3490

5573 13,2 3825 13,75 3984

5820 13,2 3995 13,84 4189

5891 13,2 4044 13,86 4245

6025 15 4700 15,37 4815

6990 15,4 5598 15,44 5611

7540 15,4 6038 15,46 6060

8682 15,6 7043 15,60 7043


76

Pada Sumur GT-1 juga terdapat problem Loss circulation yang terjadi pada
kedalaman 7659 ft, dimana jika dilihat pada Gambar 4.19. Mud Weight yang
digunakan dan juga Equivalent Circulating Density melebihi nilai dari minimum
insitu stress dan Fracture Pressure. Berdasarkan data lithologi sumur GT-1, pada
range kedalaman 2982 - 3062 ftTVD lithologi yang ditembus adalah shale.
Lithologi shale pada sumur GT-1 berdasarkan problem yang terjadi, dapat
diindikasikan bahwa shale yang terkandung merupakan shale yang bersifat brittle.
Sehingga perencanaan Mud Weight yang tepat untuk sumur GT-1 adalah dengan
menambahan pengaruh dari Shear Failure Gradient sebagai batas minimum
perencanaan Mud Weight. Hal ini diharapkan dapat menahan stress yang diberikan
oleh formasi terhadap dinding lubang bor sehingga lubang bor dalam keadaan
stabil.
4.4. Desain Mud Weight Yang Optimal Pada Sumur GT-1

Pada pembahasan sebelumnya telah dibahas tentang hubungan penggunaan


Mud Weight actual pada proses pemboran dengan permasalahan yang terjadi pada
sumur GT-1. Pada sub bab ini akan dibahas bagaimana profil tekanan bawah
permukaan yang menjadi landasan pressure window yang diolah dengan Drillwork
Software, yang kemudian diberikan pengaruh dari Shear Failure Gradient agar
mendapatkan range safe mud window untuk perencanaan Mud Weight yang optimal.
Setelah menganalisa penggunaan Mud Weight actual pada proses pemboran
yang dilakukan, kita bisa menarik kesimpulan bahwa Mud Weight yang digunakan
kurang optimal. Kondisi ini sering terjadi karena hasil analisa data tekanan bawah
permukaan baru bisa diperoleh setelah melakukan logging. Oleh karena itu evaluasi
penggunaan Mud Weight pada sumur GT-1, diharapkan dapat memberikan
gambaran tekanan bawah permukaan dan dapat digunakan sebagai gambaran untuk
merencanakan program berikutnya pada kondisi lapangan, stratigrafi dan mekanika
batuan yang sama. Serta dengan bantuan Drillwork Software untuk melakukan
analisa tekanan dan perencanaan Mud Weight dengan pendekatan safe mud window,
diharapkan dapat meminimalisir terjadinya problem pada sumuran. Penggunaan
Mud Weight optimal yang direkomendasikan dapat dilihat pada Tabel IV-10. dan
plot pada Drillwork Software dapat dilihat pada Gambar 4.20.
77

Tabel IV-10.
Data Mud Weight Recommended pada Pemboran Sumur GT-1
Mud Weight
Depth (ft) Mud Weight Actual Recommended
(ppg) Minimum Maximum
(ppg) (ppg)
2415-4600 10,5-11,3 11,3 11,6

4601-6000 11,3-13,2 13,2 13,6

6001-8914 13,2-15,6 14 14,2

8915-9534 14-14,3 14,2 14,4

Gambar 4.20. Mud Weight Recommended pada Sumur GT-1


(Drillworks Software)

Anda mungkin juga menyukai