Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN PENDAHULUAN

GOUT ARTRITIS

OLEH :

NIKA MEI HENDRA NINGRUM

2019.04.07.28

PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI PROFESI NERS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS AN NUUR PURWODADI

TAHUN 2020
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Konsep Lansia
1. Definisi
Usia lanjut adalah kelompok orang yang sedang mengalami suatu proses
perubahan yang bertahap dalam jangka waktu beberapa dekade
(Notoatmojo,2011). Menurut WHO, 1998 dikatakan usia lanjut tergantung dari
konteks kebutuhan yang tidak bisa dipisah-pisahkan, konsep kebutuhan tersebut
dihubungkan seecara biologis sosial dan ekonomi. Lanjut usia atau usia tua
adalah suatu periode dalam tentang hidup seseorang, yaitu suatu periodedi mana
seseorang ’’beranjak jauh’’ dari periode terdahulu yang lebih menyenangkan, atau
beranjak dari waktu yang penuh bermanfaat (Hurlock, 1999).
Manusia lanjut usia (manula) merupakan populasi penduduk yang berumur tua
dengan kelompok usia 60 tahun atau lebih (Bustan, 2007). Menurut (Fatmah,
2010) lansia merupakan proses alamiah yang terjadi secara berkesinambungan
pada manusia dimana ketika menua seseorang akan mengalami beberapa
perubahan yang pada akhirnya akan mempengaruhi keadaan fungsi dan
kemampuan seluruh tubuh. Istilah manusia usia lanjut belum ada yang
mematenkan sebab setiap orang memiliki penyebutannya masing-masing seperti
manusia lanjut usia (manula), manusia usia lanjut (lansia), usia lanjut (usila), serta
ada yang menyebut golongan lanjut umur (glamur) (Maryam, 2008: 32).
2. Batasan-batasan Lanjut Usia
Usia yang dijadikan patokan untuk lanjut usia berbeda-beda umumnya
berkisar antara 60-65 tahun. Beberapa pendapat para ahli tentang batasan usia
menurut adalah sebagai berikut :
a. Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) adalah empat tahapan yaitu:
1) Usia pertengahan (middle age) usia 45-59 tahun
2) Lanjut usia (elderly) usia 60-74 tahun
3) Lanjut usia tua (old) 75-90 tahun
4) Usia sangat tua (very old) usia > 90 tahun
b. Di indonesia batasan usia lanjut adalah 60 tahun ke atas terdapat dalam UU no
13 tahun 1998 tentang kesejahteraanlanjut usia. Menurut UU tersebut diatas
lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas, baik pria
maupun wanita (Padila,2013).
3. Proses Menua
Proses menua merupakan proses fisiologis tubuh pada setiap manusia
(Darmojo, 2004: 635). Proses menua ini ditandai dengan proses menghilangnya
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya sehingga tubuh tidak mampu
mempertahankan dirinya terhadap infeksi serta tubuh tidak mampu memperbaiki
kerusakan yang diderita (Azizah, 2011).
Penuaan akan mengakibatkan penurunan kondisi anatomis dan sel akibat
menumpuknya metabolit dalam sel. Metabolit bersifat racun terhadap sel sehingga
bentuk dan komposisi pembangun sel akan mengalami perubahan. (Azizah, 2011:
7-8). Seiring dengan meningkatnya usia, sistem kerja pada jantung dan pembuluh
darah pun akan mengalami perubahan dari segi struktur dan fungsinya. Perubahan
pada lansia khususnya sistem kerja pada jantung meliputi perubahan pada
ventrikel kiri dan katup jantung yang mengalami penebalan dan membentuk
tonjolan, jumlah sel pacemaker mengalami penurunan yang mana implikasi
klinisnya akan menimbulkan disritmia pada lansia, kemudian terdapat arteri dan
vena yang menjadi kaku ketika dalam kondisi dilatasi sehigga katup jantung tidak
kompeten yang akibatnya akan menimbulkan implikasi klinis berupa edema pada
ekstremitas (Stanley & Beare, 2006: 179).
Lansia dapat mengalami perubahan struktur pada jantung. Ketebalan dinding
ventrikel cenderung meningkat akibat adanya peningkatan densitas kolagen dan
hilangnya fungsi serat elastis. Sehingga dapat berdampak pada kurangnya
kemampuan jantung untuk berdistensi. Pada permukaan di dalam jantung seperti
pada katup mitral dan katup aorta akan mengalami penebalan dan penonjolan di
sepanjang garis katup. Obstruksi parsial terhadap aliran darah selama denyut
sistole dapat terjadi ketika pangkal aorta mengalami kekakuan sehingga akan
menghalangi pembukaan katup secara sempurna (Stanley & Beare, 2006: 179).
Perubahan struktural dapat mempengaruhi konduksi sistem jantung melalui
peningkatan jumlah jaringan fibrosa dan jaringan ikat. Dengan bertambahnya usia,
sistem aorta dan arteri perifer menjadi kaku. Kekakuan ini terjadi akibat
meningkatnya serat kolagen dan hilangnya serat elastis dalam lapisan medial
arteri. Proses perubahan akibat penuaan ini akan menyebabkan terjadinya
ateriosklerosis yaitu terjadinya peningkatan kekakuan dan ketebalan pada katup
jantung (Stanley & Beare, 2006: 180). Proses penuaan ini mampu menjadikan
lansia mengalami perubahan fungsional dari sudut pandang sistem kardiovaskuler.
Dimana perubahan utama yang terjadi adalah menurunnya kemampuan untuk
meningkatkan keluaran sebagai respon terhadap peningkatan kebutuhan tubuh.
Seiring bertambahnya usia denyut dan curah jantung pun mengalami penurunan,
hal itu terjadi karena miokardium pada jantung mengalami penebalan dan sulit
untuk diregangkan. Katup-katup yang sulit diregangkan inilah yang dapat
menimbulkan peningkatan waktu pengisian dan peningkatan tekanan diastolik
yang diperlukan untuk mempertahankan preload yang adekuat (Stanley & Beare,
2006: 180).
4. Masalah-masalah Pada Lanjut Usia
Secara individu, pengaruh proses menua dapat menimbulkan berbagai masalah
fisik baik secara fisik-biologik, mental maupun sosial ekonomis. Dengan semakin
lanjut usia seseorang, mereka akan mengalami kemunduran terutama di bidang
kemampuan fisik, yang dapat mengakibatkan penurunan pada peranan-peranan
sosialnya. Hal ini mengkibatkan pula timbulnya gangguan di dalam hal
mencukupi kebutuhan hidupnya sehingga dapat meningkatkan ketergantunga yang
memerlukan bantuan orang lain. Lanjut usia tidak saja di tandai dengan
kenunduran fisik, tetapi dapat pula berpengaruh terhadap kondisi mental. Semakin
lanjut seseorang, kesibukan sosialnya akan semakin berkurang hal mana akan
dapat mengakibatkan berkurangnya integrasi dengan lingkungannya. Hal ini dapat
memberikan dampak pada kebahagiaan seseorang (Stanley, 2007).
Pada usia mereka yang telah lanjut, sebagian diri mereka masih mempunyai
kemanpuan untuk bekerja. Permasalahannya yang mungkin timbul adalah
bagaiman memfungsikan tenaga dan kemampunan mereka tersebut di dalam
situasi keterbatasan kesempatan kerja. Masalah – masalah pada lanjut usia di
kategorikan ke dalam empat besar penderitaan lanjut usia yaitu imobilisasi,
ketidakstabilan, gangguan mental, dan inkontinensia. Imobilisasi dapat disebabkan
karena alasan psikologis dan fisik. Alasan psikologis diantaranya apatis, depresi,
dan kebingungan. Setelah faktor psikologis, masalah fisik akan terjadi sehingga
memperburuk kondisi imobilisasi tersebut dan menyebabkan komplikasi sekunder
(Watson, 2003).
Faktor fisik yang menyebabkan imobilisasi mencakup fraktur ekstremitas,
nyeri pada pergerakan artrithis, paralis dan penyakit serebrovaskular, penyakit
kardiovaskular yang menimbulkan kelelahan yang ekstrim selama latihan,
sehingga terjadi ketidakseimbangan. Selain itu penyakit seperti parkinson dengan
gejala tomor dan ketidakmampuan untuk berjalan merupakan penyebab
imobilisasi. Masalah yang nyata dari ketidakstabilan adalah jatuh karena kejadian
ini sering dialami oleh lanjut usia dimana wanita yang jatuh, dua kali lebih sering
dibanding pria (Watson, 2003).
Jatuh adalah suatu kejadian yang dilaporkan penderita atau saksi mata yang
melihat kejadian, yang mengakibatkan seseorangmendadak terbaring dan terduduk
di lantai atau tempat yang lebih rendah dengan atau tanpa kehilangan kesadaran
atau luka yang akibat jatuh dapat menyebabkan imobilisasi (Reuben, 1996 dalam
Darmojo, 2000).
Gangguan mental merupakan yang sering terjadi sehubungan dengan
terjadinya kemerosotan daya ingat. Beberapa kasus ini berhubungan dengan
penyakit – penyakit yang merusak jaringan otak, sehingga kebanyakan masalah
turunnya daya ingat lanjut usia bukanlah sebagai akibat langsung proses penuaan
tetapi karena penyakit. Sebagian besar lanjut usia memerlukan perawatan karena
menderita gangguan mental. Konfusi (kebingungan) adalah masalah utama yang
memfunyai konsekuensi untuk semua aktivitas sehari – hari. Lanjut usia yang
mengalami konfusi tidak akan mampu untuk makan, tidak mampumengontrol diri,
bahkan menunjukkan perilaku yang agresif sehingga lanjut usia memerlukan
perawatan lanjutan untuk mengatasi ketidakmampuan dan keamanan lingkungan
tempat tinggal lanjut usia secara umum. Bantuan yang di berikan adalah melalui
petugas panti dan dukungan keluarga. Insiden inkontinensia biasanya meningkat
pada lanjut usia yang kehilangan kontrol berkemih dan defekasi. Hal ini
berhubungan dengan faktor akibat penuaan dan faktor nutrisi seperti yang telah di
jelaskan diatas adalah efek dari imobilisasi (Darmojo, 2000).
Inkontinensia lebih banyak diderita oleh perempuan dari pada laki-laki.
Wanita yang melahirkan anak dengan otot dasar panggul yang lemas, menjadi
penyebab inkontinensia. Pada laki-laki, penyebab umumnya adalah pembesaran
kelenjar prostat dan diperlukan prosedur bedah untuk menangani kondisi tersebut
(Watson, 2003).
5. Teori-teori Proses Menua
Teori-Teori Menua Berdasarkan (Fatmah, 2010: 8-10), (Aspiani, 2014: 34),
dan (Eliopoulus, 2010: 14-20):
a. Teori Penuaan ditinjau dari sudut biologis
Teori ini menjelaskan bahwa perubahan sel dalam tubuh lansia dikaitkan pada
proses penuaan tubuh lansia dari sudut pandang biologis.
1) Teori Genetik
a) Teori genetik dan mutasi (somatic mutative theory)
Teori ini menerangkan bahwa di dalam tubuh setiap manusia
terdapat jam biologis yang dapat mengatur gen dan dapat menentukan
proses penuaan. Pada setiap spesies manusia memiliki inti sel yang
berisi jam biologis atau jam genetik tersendiri. Dimana pada setiap
spesies memiliki batas usia yang berbeda-beda yang dipengaruhi oleh
replikasi dari setiap sel dalam tubuh manusia. Apabila replikasi sel
tersebut berhenti maka hal tersebut dapat dikatakan sebagai kematian.
b) Teori mutasi somatik (error catastrope)
Penjelasan dari teori ini adalah menua diakibatkan oleh
kerusakan, penurunan fungsi sel dan percepatan kematian sel yang
disebabkan oleh kesalahan urutan susunan asam amino. Kerusakan
selama masa transkripsi dan translasi dapat mempengaruhi sifat enzim
dalam melakukan sintesis protein. Kerusakan ini pula menjadi
penyebab timbulnya metabolit yang berbahaya sehingga dapat
mengurangi penurunan fungsi sel.
2) Teori Non-genetik
a) Teori penurunan sistem imun (Auto-Immune Theory)
Teori ini mengemukakan bahwa penuaan terjadi akibat adanya
penurunan fungsi dan struktur dari sistem kekebalan tubuh pada
manusia. Seiring bertambahnya usia, hormon yang dikeluarkan oleh
kelenjar timus sebagai pengontrol sistem kekebalan tubuh pada
manusia mengalami penurunan maka terjadilah proses penuaan. Dan
pada saat yang bersamaan pula terjadi kelainan autoimun.
b) Teori Radikal Bebas (Free Radical Theory)
Teori ini menyebutkan bahwa radikal bebas terbentuk di alam
bebas dan di dalam tubuh manusia akibat adanya proses metabolisme
di dalam mitokondria. Radikal bebas merupakan sebuah molekul yang
tidak berpasangan sehingga dapat mengikat molekul lain yang akan
menjadi penyebab kerusakan fungsi sel dan perubahan dalam tubuh.
Ketika radikal bebas terbentuk dengan tidak stabil, akan terjadi
oksidasi terhadap oksigen dan bahan-bahan organik seperti karbohidrat
dan protein sehingga sel-sel dalam tubuh sulit untuk beregenerasi.
Radikal bebas banyak terdapat pada zat pengawet makanan, asap
rokok, asap kendaraan bermotor, radiasi, serta sinar ultra violet yang
menjadi penyebab penurunan kolagen pada lansia dan perubahan
pigmen pada proses menua.
c) Teori Rantai Silang (Cross Link Theory)
Teori rantai silang menerangkan bahwa proses penuaan
diakibatkan oleh lemak, protein, asam nukleat (molekul kolagen) dan
karbohidrat yang bereaksi dengan zat kimia maupun radiasi yang dapat
mengubah fungsi jaringan dalam tubuh. Perubahan tersebut akan
menjadi penyebab perubahan pada membran plasma yang
mengakibatkan terjadinya jaringan yang kaku dan kurang elastis serta
hilagnya fungsi. Proses hilangnya elastisitas ini seringkali dihubungkan
dengan adanya perubahan kimia pada komponen protein di dalam
jaringan. Terdapat beberapa contoh perubahan seperti banyaknya
kolagen pada kartilago dan elastin pada kulit yang kehilangan
fleksibilitasnya serta menjadi tebal seiring bertambahnya usia.
Contoh ini dapat dikaitkan dengan perubahan pada pembuluh
darah yang cenderung menyempit dan cenderung kehilangan
elastisitasnya sehingga pemompaan darah dari jantung menuju
keseluruh tubuh menjadi berkurang dan pada permukaan kulit yang
kehilangnya elastisitasya dan cenderung berkerut, juga terjadinya
penurunan mobilitas dan kecepatan pada sistem muskuloskeletal.
d) Teori Fisiologik
Teori ini mengambil contoh dari teori adaptasi stres (stress
adaptation theory). Dimana proses menua merupakan akibat dari
adaptasi terhadap stres dan stres ini bisa berasal dari internal maupun
eksternal tubuh yang dapat memengaruhi peningkatan kasus penyakit
degeneratif pada manusia lanjut usia (manula).
e) Teori “imunologi slow virus” (immunology slow virus theory)
Teori ini menyatakan bahwa ketika manusia berada pada proses
menua maka saat itulah tubuh manusia tidak dapat membedakan sel
normal dan sel yang tidak normal, akibatnya antibodi bekerja untuk
menyerang keduanya. Sistem imun pun mengalami gangguan dan
penurunan kemampuan dalam mengenali dirinya sendiri (self
recognition) akibat perubahan protein pascatranslasi atau mutasi.
3) Teori Sosiologis
Teori perubahan sosial menjelaskan tentang lansia yang mengalami
penurunan dan penarikan diri terhadap sosialisasi dan partisipasi ke dalam
masyarakat.
a) Teori Aktivitas
Teori ini menyatakan keaktifan lansia dalam melakukan
berbagai jenis kegiatan yang merupakan indikator suksesnya lansia.
Lansia yang aktif, banyak bersosialisasi di masyarakat serta lansia
yang selalu mengikuti kegiatan sosial merupakan poin dari indikator
kesuksesan lansia. Lansia yang ketika masa mudanya merupakan tipe
yang aktif, maka di masa tuanya lansia akan tetap memelihara
keaktifannya seperti peran lansia dalam keluarga maupun masyarakat
di berbagai kegiatan sosial keagamaan. Apabila lansia tidak aktif
dalam melakukan kegiatan dan perannya di masyarakat maupun di
keluarga, maka sebaiknya lansia mengikuti kegiatan lain atau
organisasi yang sesuai dengan minat dan bakatnya.
b) Teori Kontinuitas
Teori ini menekankan bahwa perubahan ini dipengaruhi oleh
jenis kepribadian lansia tersebut. Dalam teori ini lansia akan tetap
memelihara identitas dan kekuatan egonya karena tipe kepribadiannya
yang aktif dalam bersosialisasi.
4) Teori Psikososial
Teori ini menerangkan bahwa semakin menua tingkat usia seseorang maka
semakin sering pula seseorang memperhatikan kehidupannya daripada isu
yang terjadi di lingkungan sekitar.
6. Perubahan-Perubahan Pada Lanjut Usia
Menurut (Nugroho, 2008); (Noorkasiani, 2009); (Aspiani, 2014) dan
(Eliopoulos, 2010) :
a. Perubahan Fisiologi
1) Sel
Setiap sel memerlukan nutrisi guna mempertahankan kehidupan.
Semua sel pun menggunakan oksigen sebagai salah satu zat utama guna
membentuk energi. Salah satu sel darah yang terpenting adalah sel darah
merah (SDM), dimana sel darah merah ini mentranspor oksigen dari paru-
paru menuju jaringan diseluruh tubuh (Guyton, 2002: 01).
Menurut Nugroho (2008: 27) dan Aspiani (2014: 35) perubahan yang
terjadi pada lanjut usia di tingkat sel yaitu berubahnya ukuran sel dimana
ukuran sel menjadi lebih besar, namun jumlah sel menjadi lebih sedikit,
jumlah cairan tubuh dan cairan intraselular berkurang, mekanisme
perbaikan sel terganggu, proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah, dan
hati mengalami penurunan, jumlah sel pada otak menurun sehingga otak
menjadi atrofi dan lekukan otak menjadi lebih dangkal dan melebar
akibatnya berat otak berkurang menjadi 5 sampai 20%.
2) Pembuluh darah
Pembuluh darah meupakan sistem saluran tertutup yang membawa
darah dari jantung ke jaringan dan kembali lagi ke jantung. Aliran darah ke
setiap jaringan nantinya akan diatur oleh proses kimia lokal dan persarafan
umum serta mekanisme humoral yang dapat melebarkan dan
menyempitkan pembuluh darah dijaringan (Ganong, 2008: 596).
Pembuluh darah mendistribusikan dan mengangkut darah yang
dipompa oleh jantung guna pemenuhan kebutuhan oksigen, penghantaran
nutrient, pembuangan zat sisa, dan penghantaran sinyal hormon dalam
tubuh manusia. Sedangkan arteri dalam tubuh difungsikan sebagai
penyedia tekanan untuk melanjutkan mengalirkan darah ketika jantung
sedang relaksasi dan mengisi. Arteri ini berbentuk sangat elastis sehingga
dapat mengangkut darah dari jantung ke organ-organ tubuh. Ketika
manusia mengalami penuaan, akan terjadi perubahan pada arteri dimana
arteri mengalami penurunan elastisitas yang bertanggung jawab atas
perubahan vaskular ke jantung, ginjal dan kelenjar pituitari (Sherwood,
2014: 367).
Terdapat dua macam pembuluh darah yang khususnya mengalami
perubahan pada saat usia lanjut yaitu :
a) Arteri
Arteri merupakan bagian dari pembuluh-pembuluh dalam tubuh
yang berfungsi sebagai reservoir tekanan untuk menghasilkan gaya
pendorong bagi darah ketika jantung dalam keadaan relaksasi
(Sherwood, 2014: 372).
Peran arteri sebagai reservoir dapat dijelaskan dengan kontraksi
jantung yang bergantian untuk memompa darah ke dalam arteri dan
kemudian melemas untuk diisi oleh vena. Ketika jantung dalam
keadaan melemas dan terisi kembali maka pada saat itu tidak ada
darah yang dipompa keluar (Sherwood, 2014: 373). Ketika jantung
melemas dan berhenti memompa darah ke dalam arteri, dinding arteri
yang mengalami teregang secara pasif mengalami recoil, dimana
recoil ini menimbulkan tekanan pada darah ketika diastole (Ganong,
2008: 596) dan (Sherwood, 2014: 373).
Dinding arteri banyak mengandung jaringan elastik sehingga
jaringan tersebut bersifat elastis. Bentuk arteri yang sangat elastis
inilah yang dapat berfungsi pula sebagai pengangkut darah dari
jantung ke organ-organ tubuh (Sherwood, 2014: 372). Elastisitas arteri
memungkinkan pembuluh ini mengembang untuk secara temporer
menampung kelebihan volume darah yang disemprotkan oleh jantung,
menyimpan sebagian energi tekanan yang ditimbulkan oleh kontraksi
jantung di dinding yang teregang (Sherwood, 2014: 373).Perubahan
yang terjadi ketika seseorang mulai menua yaitu terjadinya perubahan
pada arteri, dimana arteri akan kehilangan elastisitasnya sehingga
dapat berpengaruh terhadap meningkatnya nadi dan tekanan darah
pada sistem kardiovaskuler (Sherwood, 2014: 373).
Pembuluh darah arteri pun akan mengalami kekakuan sehingga
resistensi vaskuler pun meningkat dan akan berdampak pada
meningkatnya tekanan darah. Pada pembuluh darah arteri terdapat tiga
lapisan dimana masing-masing dari lapisan tersebut dipengaruhi oleh
proses penuaan. Tunika intima yang merupakan lapisan terdalam akan
mengalami perubahan yang paling signifikan termasuk akumulasi
fibrosis, kalsium dan lipid serta proliferasi seluler. Perubahan ini dapat
berkontribusi terhadap reaksi dan perkembangan aterosklerosis. Media
tunika yang merupakan lapisan tengah akan mengalami penipisan dan
pengapuran serat elastin dan peningkatan kolagen yang akan
berdampak pada terjadinya pengerasan pada pembuluh darah.
Baroreseptor dan peningkatan restriksi perifer pun akan mengalami
gangguan fungsi yang berdampak pada naiknya tekanan darah sistolik.
Lapisan paling luar atau tunika adventitia ini tidak berpengaruh
terhadap proses penuaan (Eliopoulos, 2010: 54).
b) Arteriol
Pembuluh yang lainnya adalah arteriol dimana arteriol
merupakan tempat utama tahanan terhadap aliran darah. Tahanan
terhadap aliran darah ditentukan oleh jari-jari pembuluh darah dan
viskositas darah. Dan viskositas dipengaruhi oleh hematokrit yaitu
persentase volume darah yang ditempati oleh sel darah merah.
Viskositas juga dipengaruhi oleh komposisi plasma dan ketahanan sel
terhadap deformasi. Tahanan perifer total akan mengalami perubahan
yang signifikan ketika terjadi sedikit perubahan pada diameter arteriol
(Ganong, 2008: 604).
Pada dinding arteriol mengandung sedikit jaringan elastis dan
banyak mengandung jaringan otot polos. Lapisan otot polos yang tebal
tersebut dipersarafi oleh serat saraf simpatis, serabut saraf
noradrenergik yang berfungsi sebagai konstriktor dan serabut
kolinergik yang dapat menimbulkan dilatasi pembuluh darah. Lapisan
otot polos berjalan disekitar arteriol sehingga ketika lapisan otot polos
berkontraksi, lingkaran pembuluh menjadi lebih kecil, meningkatkan
resistensi, dan mengurangi aliran melalui pembuluh. Pembuluh arteriol
ini memiliki cabang yang dinamai dengan metaarteriol yang mana
pembuluh ini akan meneruskan untuk mengalirkan darahnya ke
kapiler (Ganong, 2008:596).
Vasokontriksi merupakan penyempitan pembuluh arteriol
dimana terjadi peningkatan kontraksi otot polos sirkular di dinding
arteriol yang menyebabkan peningkatan resistensi dan penurunan
aliran darah melalui pembuluh. Vasodilatasi merupakan peningkatan
keliling dan jari-jari pembuluh akibat melemasnya lapisan otot polos
yang menyebabkan penurunan kontraksi otot polos sirkular di dinding
arteriol, serta menyebabkan penurunan resistensi dan peningkatan
aliran melalui pembuluh. (Sherwood, 2014: 377).
3) Tekanan darah
Tekanan darah merupakan gaya yang ditimbulkan oleh darah terhadap
dinding pembuluh, yang bergantung pada volume darah, daya regang
(distensibilitas), dan dinding pembuluh. Jadi dapat diambil kesimpulan
bahwa tekanan darah merupakan tenaga dan tekanan yang digunakan oleh
darah pada setiap satuan daerah pada dinding pembuluh darah (Guyton,
2002: 165).
Tekanan darah terbesar terdapat pada arteri terbesar dan tekanan darah
terendah terdapat dalam pembuluh darah (Suprapto, 2014: 13). Tekanan
darah harus diatur tersebab oleh dua alasan. Alasan yang pertama yaitu
tekanan harus tinggi untuk menjamin tekanan pendorong mendarahi
seluruh organ-organ tubuh. Alasan lain yaitu tekanan harus tidak terlalu
tinggi sehingga tidak menimbulkan tambahan kerja bagi jantung dan
meningkatkan resiko kerusakan pembuluh darah serta kemungkinan
pecahnya pembuluh darah halus (Sherwood, 2014: 399).
Curah jantung dan resistensi perifer total merupakan faktor dari
pengaturan tekanan arteri rerata. Angka atau nilai dari tekanan darah dapat
berubah sewaktuwaktu dalam sehari tergantung dari peningkatan aktivitas,
kondisi tubuh serta kondisi psikis seseorang seperti ketika sedang bahagia
sedih atau kecewa (Prasetyaningrum, 2014: 6). Tekanan darah biasa diukur
dengan menggunakan tensi meter dan menggunakan satuan
milimeterhidrogen (mmHg). Penentuan tekanan darah dilakukan ketika
terjadi pemompaan dari jantung menuju seluruh jaringan dan organ tubuh
(Suprapto, 2014: 10).
Jumlah darah yang mengalir menuju organ tertentu pun dapat
ditentukan oleh besarnya diameter internal arteriol, dimana diameter
internal arteriol ini berada dibawah kontrol sehingga aliran darah ke organ
tertentu dapat disesuaikan untuk memenuhi kebutuhan (Sherwood, 2014:
367). Sewaktu sistole ventrikel, satu isi sekuncup darah masuk ke arteri
dari ventrikel, sementara hanya sekitar sepertiga dari jumlah tersebut yang
meninggalkan arteri untuk masuk ke arteriol. Sedangkan selama diastole,
tidak ada darah yang masuk ke arteri sementara darah terus keluar dari
arteri yang didorong oleh rekoil elastis (Sherwood, 2014: 369).
Darah mengalir dari daerah dengan tekanan tinggi ke daerah dengan
tekanan lebih rendah. Kontraksi pada jantung pun menjadi faktor pencetus
terjadinya tekanan pada darah. Faktor lain yang mempengaruhi laju aliran
darah melalui suatu pembuluh adalah resistensi. Resistensi merupakan
tahanan atau hambatan terhadap aliran darah melalui suatu pembuluh
akibat dari gesekan anatara cairan darah yang mengalir dan dinding
vaskuler yang diam (Sherwood, 2014: 369).
Darah akan semakin sulit melewati pembuluh jika terjadi peningkatan
resistensi sehingga laju aliran darah pun akan berkurang. Jika resistensi
meningkat, jantung harus bekerja lebih keras untuk mempertahankan
sirkulasi yang adekuat. Resistensi aliran darah dipengaruhi oleh viskositas
darah dan juga pembuluh darah. Semakin besar viskositas, semakin besar
resistensi dan semakin kental cairan semakin besar pula viskositasnya.
Viskositas darah ditentukan oleh jumlah sel darah merah (Sherwood, 2014:
369).
Banyak faktor yang mempengaruhi tekanan darah manusia. Faktor
yang mempengaruhi tekanan darah diantaranya adalah gaya hidup,
aktivitas fisik, lingkungan, dan pola makan yang dikonsumsi. Penentuan
angka tekanan darah dilakukan dengan menggunakan tensimeter, yang
tentunya dilakukan dengan cara yang benar, pasti dan akurat yaitu ketika
seseorang berada pada posisi duduk dan berbaring (Suprapto, 2014: 11).
4) Sistem persarafan menurut (Aspiani, 2014: 36) :
a) Cepatnya menurun hubungan persyarafan.
b) Berat otak menurun 10-20% (setiap orang berkurang sel saraf otaknya
dalam setiap harinya).
c) Lambat dalam respon dan waktu untuk bereaksi, khususnya dengan
stres.
d) Mengecilnya saraf panca indera: berkurangnya penglihatan, hilangnya
pendengaran, mengecilnya saraf penciuman dan perasa, lebih sensitif
terhadap perubahan suhu dengan rendahnya ketahanan terhadap
dingin.
e) Kurang sensitif terhadap sentuhan
5) Sistem Pendengaran (Aspiani, 2014: 37)
Menurut (Azizah, 2011: 11) perubahan pada sistem panca indera
lainnya adalah perubahan pada sistem pendengaran. Dimana perubahan ini
meliputi presbiakusis yaitu gangguan yang terjadi pada pendengaran akibat
hilangnya kemampuan daya dengar pada telinga dalam, khususnya
terhadap suara dan nada yang tinggi, terhadap suara yang tidak jelas,
terhadap kata-kata yang sulit dimengerti.
6) Sistem Penglihatan
Pada lansia terjadi perubahan pada sistem indera salah satu
gangguannya adalah perubahan pada sistem penglihatan, dimana daya
akomodasi dari jarak dekat maupun jauh berkurang serta ketajaman
penglihatan pun ikut mengalami penurunan. Perubahan yang lain adalah
presbiopi. Lensa pada mata pun mengalami kehilangan elastisitas sehingga
menjadi kaku dan otot penyangga lensa pun lemah (Azizah, 2011: 11).
7) Sistem Kardiovaskuler
Terdapat beberapa perubahan yang terjadi pada sistem kardiovaskuler
yaitu perubahan pada pembuluh-pembuluh leher, curah jantung, bunyi
jantung dan murmur. Memanjang dan berkelok-keloknya pembuluh di
leher khususnya pada aorta dan cabang-cabangnya kadang menyebabkan
arteri karotis berkelokkelok atau tertekuk di pangkal leher, khususnya di
sisi kanan. Masa berdenyut yang terjadi pada penderita hipertensi
khususnya lansia perempuan seringkali dikaitkan sebagai kondisi
aneurisma karotis atau bisa disebut sebagai dilatasi sejati arteri. Aorta yang
berkelok-kelok kadang meningkatkan tekanan di vena jugularis sebelah
kiri leher dengan mengganggu drainase vena ini di dalam thoraks.
Perubahan sistem kardiovaskuler pun dijelaskan oleh (Azizah, 2011:
12) yang meliputi bertambahnya massa jantung, pada ventrikel kiri
mengalami hipertrofi, dan kemampuan peregangan jantung berkurang
akibat terjadinya perubahan pada jaringan ikat dan penumpukan lipofusin
dan klasifikasi SA node serta akibat dari berubahnya jaringan konduksi
menjadi jaringan ikat.
Perubahan yang lainnya yaitu asupan oksigen pada tingkat maksimal
berkurang yang akan mengakibatkan kapasitas pada paru menurun. Dalam
hal ini aktivitas fisik maupun kegiatan olahraga sangat diperlukan guna
meningkatkan Volume O2 (oksigen) maksimum, mengurangi tekanan
darah dan guna menurunkan tekanan darah. Menurut (Fatmah, 2010: 31)
gangguan yang terjadi pada sistem kardiovaskuler pada lansia yaitu pada
dinding aorta terjadi penurunan elastisitas, tidak hanya itu kaliber pada
aorta pun mengalami perkembangan. Perubahan secara fisiologis ini dapat
terjadi pada katup-katup jantung di mana inti sel pada sel-sel katup jantung
ini berkurang dari jaringan fibrosa stroma jantung, penumpukan lipid,
degenerasi kolagen, dan juga klasifikasi jaringan fibrosa jaringan katup
tersebut.
Ukuran katup pun bertambah seiring penambahan usia. Irama inheren
pada jantung menurun dengan bertambahnya usia. Hal ini disebabkan oleh
menurunnya denyut jantung. Denyut jantung pada lansia tetap rendah bila
dibandingkan dengan orang dewasa, walaupun pada lansia yang sering
melakukan aktivitas fisik. Aritmia berupa ekstrasistol pada lansia,
ditemukan lebih dari 10% pada lansia yang memeriksakan EKG nya secara
rutin. Hal yang tidak berubah pada lansia adalah fungsi sistolik pada
jantung. Perubahan Sistem kardiovaskuler menurut (Nugroho, 2008: 29) :
a) Katup jantung menebal dan menjadi kaku
b) Elastisitas dinding aorta menurun.
c) Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun
sesudah berumur 20 tahun. Hal ini yang menyebabkan kontraksi dari
volume menurun.
d) Curah jantung menurun (isi semenit jantung menurun)
e) Kehilangan elastisitas pembuluh darah, efektivitas pembuluh darah
perifer untuk oksigenasi berkurang, perubahan posisi dari tidur ke
duduk (duduk ke berdiri) bisa menyebabkan tekanan darah menurun
menjadi 65 mmHg (mengakibatkan pusing mendadak).
f) Kinerja jantung lebih rentan terhadap kondisi dehidrasi dan perdarahan.
g) Tekanan darah meninggi akibat resistensi pembuluh darah perifer
meningkat. Sistole normal kurang lebih 170 mmHg, diastole 95 mmHg.
8) Sistem Pernapasan
Pada sistem respirasi terjadi perubahan jaringan ikat pada paru,
kapasitas total pada paru pun tetap, namun volume cadangan pada paru
berubah kemudian perubahan yang lainnya adalah berkurangnya udara
yang mengalir ke paru. Gangguan pernapasan dan kemampuan peregangan
pada thoraks pun terganggu akibat adanya perubahan pada otot, sendi
thorak dan kartilago. Pada sistem pernapasan terjadi pendistribusian ulang
kalsium pada tulang iga yang kehilangan banyak kalsium dan sebaliknya,
tulang rawan kosta berlimpah kalsium. Hal ini menyebabkan penurunan
efisiensi ventilasi paru. Perubahan ini pun memberi dampak buruk bagi
keberlangsungan hidup lansia salah satunya yaitu lansia akan lebih rentan
terkena komplikasi pernapasan akibat istirahat total oleh karena perubahan
yang terjadi, seperti infeksi pernapasan akibat penurunan ventilasi paru.
Menurut (Nugroho, 2008) perubahan yang terjadi pada sistem
respirasi:
a) Otot pernapasan mengalami kelemahan akibat atrofi, kehilangan
kekuatan, dan menjadi kaku
b) Menurunnya aktivitas dari silia, kemampuan untuk batuk berkurang
c) CO2 pada arteri tidak berganti, sedangkan O2 pada arteri menurun
menjadi 75 mmHg
d) Kemampuan pegas, dinding, dada dan kekuatan otot pernapasan akan
menurun seiring dengan pertambahan usia
9) Sistem Pencernaan
Pada sistem pencernaan lansia mengalami anoreksia yang terjadi akibat
perubahan kemampuan digesti dan absorpsi pada tubuh lansia. Selain itu
lansia mengalami penurunan sekresi asam dan enzim. Perubahan yang lain
adalah perubahan pada morfologik yang terjadi pada mukosa, kelenjar dan
otot pencernaan yang akan berdampak pada terganggunya fungsi
mengunyah dan menelan, serta terjadinya perubahan nafsu makan
(Fatmah, 2010: 23).
10) Sistem Reproduksi
Pada sistem reproduksi perubahan yang terjadi pada lansia ditandai
dengan mengecilnya ovari dan uterus, terjadi atrofi payudara. Pada laki-
laki testis masih dapat memproduksi spermatozoa meski adanya penurunan
secara berangsur-angsur, serta dorongan seks masih ada hingga usia 70
tahun (Azizah, 2011: 13).
11) Sistem Endokrin
Pada sistem endokrin terdapat beberapa hormon yang diproduksi
dalam jumlah besar dalam reaksi menangani stres. Akibat kemunduran
produksi hormon pada lansia, lansia pun mengalami penurunan reaksi
dalam menghadapi stres (Fatmah, 2010: 28).
12) Integumen
Perubahan pada sistem integumen ditandai dengan kulit lansia yang
mengalami atrofi, kendur, tidak elastis, kering dan berkerut. Perubahan ini
juga meliputi perubahan pada kulit lansia yang mana kulit pada lansia akan
menjadi kering akibat dari kurangnya cairan pada kulit sehingga kulit
menjadi berbecak dan tipis. Atrofi sebasea dan glandula sudoritera
merupakan penyebab dari munculnya kulit kering. Liver spot pun menjadi
tanda dari berubahnya sistem integumen pada lansia. Liver spot ini
merupakan sebuah pigmen berwarna cokelat yang muncul pada kulit.
13) Muskuloskeletal
Perubahan pada jaringan muskuloskeletal meliputi :
a) Jaringan penghubung (kolagen dan elastin)
Kolagen merupakan pendukung utama pada kulit, tendon,
tulang dan jaringan pengikat menjadi sebuah batangan yang tidak
teratur. Perubahan pada kolagen ini menjadi penyebab turunnya
fleksibilitas pada lansia sehingga timbul dampak nyeri, penurunan
kemampuan untuk meningkatkan kekuatan otot, kesulitan duduk dan
berdiri, jongkok dan berjalan. Upaya yang perlu dilakukan adalah
upaya fisioterapi.
b) Kartilago
Jaringan kartilago pada persendian lunak serta mengalami
granulasi yang mana akan memberikan dampak pada meratanya
permukaan sendi.
c) Tulang
Menurut (Azizah, 2011: 12) perubahan yang terjadi di tulang
meliputi berkurangnya kepadatan tulang. Berkurangnya kepadatan
tulang ini menjadi penyebab osteoporosis pada lansia. Kejadian jangka
panjang yang akan terjadi ketika lansia telah mengalami osteoporosis
adalah nyeri, deformitas dan fraktur. Oleh sebab itu, aktivitas fisik pun
menjadi upaya preventif yang tepat.
d) Otot
Perubahan yang terjadi pada otot lansia meliputi penurunan
jumlah dan ukuran serabut otot, peningkatan jaringan penghubung dan
jaringan lemak pada otot. Akibat terjadinya perubahan morfologis
pada otot, lansia akan mengalami penurunan kekuatan, penurunan
fleksibilitas, peningkatan waktu reaksi dan penurunan kemampuan
fungsional otot.
e) Sendi
Perubahan pada lansia di daerah sendi meliputi menurunnya
elastisitas jaringan ikat seperti tendon, ligament dan fasia. Terjadi
degenerasi, erosi serta kalsifikasi pada kartilago dan kapsul sendi.
Terjadi perubahan pula pada sendi yang kehilangan fleksibilitasnya
sehingga luas dan gerak sendi pun menjadi menurun. Akibatnya lansia
akan mengalami nyeri sendi, kekakuan sendi, gangguan aktifitas,
gangguan jalan.
14) Pengaturan suhu tubuh
Menurut (Nugroho, 2008: 29) pada pengaturan suhu, hipothalamus
dianggap bekerja sebagai suatu termostat. Faktor-faktor yang biasa ditemui
yang menjadi faktor kemunduran pada lansia yang biasa ditemui antara
lain:
a) Temperatur tubuh menurun (hipotermia) secara fisiologis kurang lebih
35OC. Pada kondisi ini, lanjut usia akan merasa kedinginan dan dapat
pula menggigil, pucat dan gelisah.
b) Keterbatasan refleks menggigil dan tidak dapat memproduksi panas
yang banyak sehingga terjadi penurunan aktivitas otot.
b. Perubahan Mental
Menurut (Aspiani, 2014: 43) terdapat beberapa faktor yang
memengaruhi perubahan mental pada lansia yaitu kesehatan, tingkat
pendidikan, lingkungan, keturunan, dan perubahan fisik terutama panca
indera.
c. Perubahan Psikososial menurut (Aspiani, 2014: 42) :
1) Lansia cenderung merasakan sadar atau tidak sadar akan terjadinya
kematian.
2) Merasakan perubahan dalam cara hidup.
3) Merasakan perubahan ekonomi akibat pemberhentian jabatan dan
peningkatan gaya hidup.
4) Merasakan pensiun (kehilangan) banyak hal seperti finansial, pekerjaan,
sahabat, dan status pekerjaan.
5) Merasakan penyakit kronis dan ketidakmampuan.
6) Merasakan kesepian akibat pengasingan dari lingkungan sosial.
7) Mengalami gangguan pancaindera.
8) Lansia mulai mengalami perubahan dalam konsep diri, serta lansia akan
merasakan rangkaian dari proses kehilangan.
d. Perubahan Spiritual
Perubahan yang terjadi pada lansia yang berhubungan dengan
perkembangan spiritualnya adalah dari segi agama/kepercayaan lansia yang
akan semakin terintegerasi dalam kehidupan, pada perubahan spiritual ini
ketika usia mencapai 70 tahun lansia akan berfikir dan bertindak dalam
memberikan contoh bagaimana cara mencintai dan bagaimana cara berlaku
adil. Perubahan yang lain yaitu lansia akan semakin matur dalam kehidupan
keagamaannya yang tercermin dalam perilaku sehari-hari (Nugroho, 2008:
36).
7. Penyakit umum pada lanjut usia
Ada 4 penyakit yang sangat erat hubungannya dengan proses menua
(Watson,2003) yakni :
a. Gangguan sirkulasi darah misalnya hipertensi
b. Gangguan metabolisme hormonal misalnya diabetes melitus, klimakterium,
hipertiroid dan hipotiroid
c. Gangguan pada persendian misalnya osteoartritis, gout ataupun penyakit
kolagen lainnya
d. Berbagai macam neoplasma

Penyakit yang sering di jumpai pada lansia menurut NOPWC di inggris :

a. Gangguan pendengaran
b. Bronkhitis kronis
c. Gangguan tungkai
d. Gangguan pada sendi
e. Dimensia
f. DM,osteomalasia,hipotiroidisme

B. Konsep Medis Gout Artritis


1. Pengertian Gout Arthritis
Menurut Moreau, David (2005) dalam Reny Yuli (2014) Gout adalah penyakit
metabolic yang ditandai dengan penumpukan asam urat yang nyeri pada sendi.
Gout adalah bentuk inflamasi arthritis kronis, bengkak dan nyeri yang paling
sering di sendi besar jempol kaki. Namun, gout tidak terbatas pada jempol kaki,
dapat juga mempengaruhi sendi lain termasuk kaki, pergelangan kaki, lutut,
lengan, pergelangan tangan, siku dan kadang di jaringan lunak dantendon. Gout
biasanya hanya mempengaruhi satu sendi pada satu waktu, tapi bisa menjadi
semakin parah dan dapat mempengaruhi beberapa sendi.
Menurut American College of Rheumatology (2012), gout arthritis adalah
suatu penyakit dan potensi ketidakmampuan akibat radang sendi yang sudah
dikenal sejak lama, gejalanya biasanya terdiri dari episodik berat dari nyeri
inflamasi satu sendi. Gout arthritis adalah bentuk inflamasi artritis kronis, bengkak
dan nyeri yang paling sering di sendi besar jempol kaki. Namun, gout arthritis
tidak terbatas pada jempol kaki, dapat juga mempengaruhi sendi lain termasuk
kaki, pergelangan kaki, lutut, lengan, pergelangan tangan, siku dan kadang di
jaringan lunak dan tendon. Biasanya hanya mempengaruhi satu sendi pada satu
waktu, tapi bisa menjadi semakin parah dan dari waktu ke waktu dapat
mempengaruhi beberapa sendi. Gout arthritis merupakan istilah yang dipakai
untuk sekelompok gangguan metabolik yang ditandai oleh meningkatnya
konsentrasi asam urat (hiperurisemia). Penyakit gout arthritis merupakan penyakit
akibat penimbunan kristal monosodium urat di dalam tubuh sehingga
menyebabkan nyeri sendi disebut gout artritis.
2. Etiologi
Penyebab utama terjadinya gout adalah karena adanya deposit/penimbunan
Kristal asam urat dalam sendi. Penimbunan asam urat sering terjadi pada penyakit
dengan metabolisme asam urat abnormal dan kelainan metabolic dalam
pembentukan purin dan ekskresi asam urat yang kurang dari ginjal.
Gout dapat disebabkan karena penggunaan obat diuretik dalam jangka waktu
yang lama bagi penderita hipertensi, karena obat-obatan tertentu (termasuk
aspirin), atau mengkonsumsi makanan yang tinggi protein disebut purin yang
menghasilkan monosodium urat (MSU) ketika matabolisme. Gout biasanya
muncul secara alami, namun satu dari tiga kasus memiliki kecenderungan
mewarisi: tubuh menghasilkan terlalu sedikit enzim yang dibutuhkan untuk
metabolisme monosodium urat (MSU), adanya gangguan pada fungsi ginjal yang
dapat mencegah pengeluaran serum MSU yang berlebih, dan tubuh memproduksi
purin dalam jumlah yang banyak. Serangan sering diakibatkan karena
mengkonsumsi alkohol, obat salisilat, seperti aspirin dan NSAIDs yang dapat
menghambat pemulihan dengan merusak pengeluaran MSU dari darah. Faktor
resiko lainnya termasuk obesitas, lemak darah, kanker, obat kemoterapi, serta sel
sabit atau anemia hemolitik lainnya (Weatherby dan Leonid, 1999).
3. Faktor resiko
Berikut ini yang merupakan faktor resiko dari gout adalah :
a. Suku bangsa atau ras
Suku bangsa di Indonesia prevalensi yang paling tinggi pada penduduk pantai
dan yang paling tinggi di daerah Manado – Minahasa karena kebiasaan atau
pola makan dan konsumsi alcohol (Wibowo, 2005).
b. Konsumsi alkohol
Konsumsi alkohol menyebabkan serangan gout karena alkohol meningkatkan
produksi asam urat. Kadar laktat darah meningkat sebagai akibat produk
sampingan dari metabolisme normal alkohol. Asam laktat menghambat
ekskresi asam urat oleh ginjal sehingga terjadi peningkatan kadarnya dalam
serum (Carter, 2005).
c. Konsumsi ikan laut
Ikan laut merupakan makanan yang memiliki kadar purin yang tinggi.
Konsumsi ikan laut yang tinggi mengakibatkan asam urat (carter, 2005).
4. Manifestasi Klinis
Arthritis gout muncul sebagai serangan radang sendi yang timbul berulang-ulang.
Gejala khas dari serangan arthritis gout menurut Sarif La Ode (2012) adalah:
a. Nyeri sendi
b. Menyerang satu sendi saja
c. Kemerahan dan bengkak pada sendi, panas
d. Tofi pada ibu jari, mata kaki dan pina telinga
e. Kesemutan dan linu
f. Nyeri terutama malam hari atau pagi hari saat bangun tidur
g. Gangguan gerak dari sendi yang terserang yang terjadi mendadak

Gout arthritis memiliki tanda dan gejala tertentu dan hampir pasti terjadi pada
penderita, yaitu : terjadinya peradangan dan nyeri pada sendi secara maksimal
selama sehari, sejumlah sendi meradang (oligoarthritis), adanya hiperurisemia
atau kadar asam urat yang berlebih didalam darah, terdapat kristal asam urat yang
khas di dalam cairan sendi, serangan unilateral di satu sisi pada sendi pertama,
terutama pada sendi ibu jari, sendi terlihat kemerahan, terjadi pembengkakan
asimetris pada satu sendi, namun tidak ditemukan bakteri pada saat serangan atau
inflamasi. Gejala lain yang muncul ialah suhu badan meningkat (demam), kepala
terasa sakit, nafsu makan berkurang serta jantung berdebar tidak normal (Fitriana,
2015).

Menurut Misnadiarly (2007), terdapat empat tahap dari perjalanan klinis


penyakit gout yang tidak diobati, antara lain :

a. Tahap pertama adalah hiperurisemia asimptomatik.


Penderita tidak menunjukkan gelaja selain peningkatan kadar asam urat serum
dan hanya 20% dari penderita hiperurisemia asimptomatik yang terjadi
serangan gout akut.
b. Tahap kedua adalah gout arthritis akut
Terjadi pembengkakan dan nyeri yang luar biasa, biasanya terjadi pada sendi
ibu jari kaki dan metatarsofalageal, dan menunjukan tandatanda peradangan
lokal. Mungkin terdapat demam dan peningkatan jumlah sel darah putih.
Sendi-sendi yang lain dapat terserang, termasuk sendi jarijari tangan, lutut,
mata kaki, pergelangan tangan, dan siku. Serangan gout akut biasanya pulih
dalam waktu 10 sampai 14 hari tanpa pengobatan.
c. Tahap ketiga ialah intercritical
Tidak adanya gejala pada tahapan ini yang dapat berlangsung beberapa bulan
samapi tahun. Jika tidak diobati dalam waktu kurang dari 1 tahun,
kebanyakan orang mengalami serangan gout secara ber ulang.
d. Pada tahap keempat adalah gout kronis
Jika pengobatan tidak dimulai, timbunan urat terus menerus bertambah dalam
beberapa tahun. Peradangan kronis akibat kristal asam urat dapat
menyebabkan nyeri, kaku, dan adanya tonjolan dari sendi yang bengkak.
5. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
Pengumpulan data klien, baik subjektif maupun objektif melalui anamnesis
riwayat kesehatan dahulu, sekarang, riwayat penyakit keuarga, pola makan,
aktivitas, pemeriksaan fisik melalui tekhnik inspeksi, auskultasi dan palpasi
(Stanley,Mickey.2007)
1) Anamnesis : Identitas ( Meliputi nama,tempat tanggal lahir, jenis kelamin,
alamat, agama, status perkawinan.

2) Riwayat penyakit sekarang : Pengumulan data dilakukan sejak munculnya


keluhan dan secara umum mencakup awal gejala dan bagaimana gejala
tersebut berkembang. Penting ditanyakan  berapa lama pemakaian obat
analgesic, allopurinol.

3) Riwayat penyakit dahulu : Pada pengkajian ini, ditemukan kemungkinan


penyebab yang mendukung terjadinya gout (misalnya penyakit gagal ginjal
kronis, leukemia, hiperparatiroidisme). Masalah lain yang perlu ditanyakan
adalah pernakah klien dirawat dengan maslah yang sama. Kaji adanya
pemakaian alkohol yang berlebihan, penggunaan obat diuretic.

4) Riwayat penyakit keluarga : Kaji adanya keluarga dari generasi terdahulu


yang mempunyai keluhan yang sama dengan klien karena klien gout
dipengaruhi oleh faktor genetic.

5) Aktivitas dulu dan sekarang : Seseorang yang tak pernah berolahraga atau
diikutsertakan dalam aktivitas mungkin memiliki kesukaran dalam memulai
suatu program latihan di usia lanjut, terutama jika aktivitas tersebut sulit
atau menyakitkan.

6) Pola nutrisi
Menggambarkan masukan nutrisi, nafsu makan, pola makan, kesulitan
menelan dan mual muntah.
7) Pola eliminasi
Menjelaskan pola fungsi ekskresi,defekasi, ada tidaknya masalah defekasi.
8) Personal Hygine
Berbagai kesulitan melaksanakan aktivitas pribadi, ketergantungan.
9) Neurosensori
Kebas / kesemutan tangan dan kaki, hilang sensasi jari tangan,
pembengkakan pada sendi.
b. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri
2) Gangguan perfusi jaringan
3) Hambatan mobilitas
4) Gangguan konsep diri : citra diri
c. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1 Nyeri NOC : NIC :
Definisi :   Pain Level, Pain Management
Sensori yang tidak   Pain control,   Lakukan pengkajian nyeri secara
menyenangkan dan   Comfort level komprehensif termasuk lokasi,
pengalaman emosional Kriteria Hasil : karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
yang muncul secara   Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, dan faktor presipitasi
aktual atau potensial mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk   Observasi reaksi nonverbal dari
kerusakan jaringan atau mengurangi nyeri, mencari bantuan) ketidaknyamanan
menggambarkan adanya   Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan   Gunakan teknik komunikasi terapeutik
kerusakan (Asosiasi menggunakan manajemen nyeri untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
Studi Nyeri   Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas,   Kaji kultur yang mempengaruhi respon
Internasional): serangan frekuensi dan tanda nyeri) nyeri
mendadak atau pelan   Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri   Evaluasi pengalaman nyeri masa
intensitasnya dari ringan berkurang lampau
sampai berat yang dapat   Tanda vital dalam rentang normal   Evaluasi bersama pasien dan tim
diantisipasi dengan akhir kesehatan lain tentang ketidakefektifan
yang dapat diprediksi dan kontrol nyeri masa lampau
dengan durasi kurang   Bantu pasien dan keluarga untuk
dari 6 bulan. mencari dan menemukan dukungan
Batasan karakteristik :   Kontrol lingkungan yang dapat
 Laporan secara mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
verbal atau non pencahayaan dan kebisingan
verbal   Kurangi faktor presipitasi nyeri
 Fakta dari observasi   Pilih dan lakukan penanganan nyeri
 Posisi antalgic untuk (farmakologi, non farmakologi dan inter
menghindari nyeri personal)
 Gerakan melindungi   Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
 Tingkah laku berhati- menentukan intervensi
hati   Ajarkan tentang teknik non
farmakologi
 Muka topeng   Berikan analgetik untuk mengurangi
 Gangguan tidur (mata nyeri
sayu, tampak capek,   Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
sulit atau gerakan   Tingkatkan istirahat
kacau, menyeringai)   Kolaborasikan dengan dokter jika ada
 Terfokus pada diri keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
sendiri   Monitor penerimaan pasien tentang
 Fokus menyempit manajemen nyeri
(penurunan persepsi
waktu, kerusakan Analgesic Administration
proses berpikir,   Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas,
penurunan interaksi dan derajat nyeri sebelum pemberian obat
dengan orang dan   Cek instruksi dokter tentang jenis obat,
lingkungan) dosis, dan frekuensi
 Tingkah laku   Cek riwayat alergi
distraksi, contoh :   Pilih analgesik yang diperlukan atau
jalan-jalan, menemui kombinasi dari analgesik ketika pemberian
orang lain dan/atau lebih dari satu
aktivitas, aktivitas   Tentukan pilihan analgesik tergantung
berulang-ulang) tipe dan beratnya nyeri
 Respon autonom   Tentukan analgesik pilihan, rute
(seperti diaphoresis, pemberian, dan dosis optimal
perubahan tekanan   Pilih rute pemberian secara IV, IM
darah, perubahan untuk pengobatan nyeri secara teratur
nafas, nadi dan   Monitor vital sign sebelum dan sesudah
dilatasi pupil) pemberian analgesik pertama kali
  Berikan analgesik tepat waktu terutama
 Perubahan autonomic
saat nyeri hebat
dalam tonus otot
  Evaluasi efektivitas analgesik, tanda
(mungkin dalam
dan gejala (efek samping)
rentang dari lemah ke
kaku)
 Tingkah laku
ekspresif (contoh :
gelisah, merintih,
menangis, waspada,
iritabel, nafas
panjang/berkeluh
kesah)
 Perubahan dalam
nafsu makan dan
minum
Faktor yang ber-
hubungan :
 Agen injuri (biologi,
kimia, fisik,
psikologis)
2 Gangguan mobilitas NOC : NIC :
fisik   Joint Movement : Active Exercise therapy : ambulation
Definisi :   Mobility Level   Monitoring vital sign sebelm/sesudah
Keterbatasan dalam   Self care : ADLs latihan dan lihat respon pasien saat latihan
kebe-basan untuk   Transfer performance   Konsultasikan dengan terapi fisik
pergerakan fisik tertentu Kriteria Hasil : tentang rencana ambulasi sesuai dengan
pada bagian tubuh atau   Klien meningkat dalam aktivitas fisik kebutuhan
satu atau lebih   Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas   Bantu klien untuk menggunakan
ekstremitas   Memverbalisasikan perasaan dalam tongkat saat berjalan dan cegah terhadap
Batasan karakteristik : meningkatkan kekuatan dan kemampuan berpindah cedera
 Postur tubuh yang   Memperagakan penggunaan alat Bantu untuk   Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan
tidak stabil selama mobilisasi (walker) lain tentang teknik ambulasi
melakukan kegiatan   Kaji kemampuan pasien dalam
rutin harian mobilisasi
 Keterbatasan kemam-   Latih pasien dalam pemenuhan
puan untuk kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai
melakukan kemampuan
keterampilan motorik   Dampingi dan Bantu pasien saat
kasar mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan
 Keterbatasan kemam- ADLs ps.
puan untuk   Berikan alat Bantu jika klien
melakukan memerlukan.
keterampilan motorik   Ajarkan pasien bagaimana merubah
halus posisi dan berikan bantuan jika diperlukan
 Tidak ada koordinasi
atau pergerakan yang
tersentak-sentak
 Keterbatasan ROM
 Kesulitan berbalik
(belok)
 Perubahan gaya
berjalan (Misal :
penurunan kecepatan
berjalan, kesulitan
memulai jalan, lang-
kah sempit, kaki
diseret, goyangan
yang berlebihan pada
posisi lateral)
 Penurunan waktu re-
aksi
 Bergerak menyebab-
kan nafas menjadi
pendek
 Usaha yang kuat
untuk perubahan
gerak (peningkatan
perhatian untuk akti-
vitas lain, mengontrol
perilaku, fokus dalam
anggapan ketidak-
mampuan aktivitas)
 Pergerakan yang
lambat
 Bergerak
menyebabkan tremor
Faktor yang
berhubungan :
 Pengobatan
 Terapi pembatasan
gerak
 Kurang pengetahuan
tentang kegunaan
pergerakan fisik
 Indeks massa tubuh
diatas 75 tahun
percentil sesuai deng-
an usia
 Kerusakan persepsi
sensori
 Tidak nyaman, nyeri
 Kerusakan musku-
loskeletal dan neuro-
muskuler
 Intoleransi aktivi-
tas/penurunan kekua-
tan dan stamina
 Depresi mood atau
cemas
 Kerusakan kognitif
 Penurunan kekuatan
otot, kontrol dan atau
masa
 Keengganan untuk
memulai gerak
 Gaya hidup yang
menetap, tidak digu-
nakan,deconditioning
 Malnutrisi selektif
atau umum
3 Gangguan perfusi NOC : NIC :
jaringan   Circulation status Peripheral Sensation Management
Definisi :   Tissue Prefusion : cerebral (Manajemen sensasi perifer)
Penurunan pemberian Kriteria Hasil :   Monitor adanya daerah tertentu yang
ok-sigen dalam a.    mendemonstrasikan status sirkulasi yang hanya peka terhadap
kegagalan memberi ditandai dengan : panas/dingin/tajam/tumpul
makan jaringan pada   Tekanan systole dandiastole dalam rentang yang   Monitor adanya paretese
tingkat kapiler diharapkan   Instruksikan keluarga untuk
Batasan karakteristik :   Tidak ada ortostatikhipertensi mengobservasi kulit jika ada lsi atau
Renal   Tidak ada tanda tanda peningkatan tekanan laserasi
 Perubahan tekanan intrakranial (tidak lebih dari 15 mmHg)   Gunakan sarun tangan untuk proteksi
darah di luar batas b.    mendemonstrasikan kemampuan kognitif yang   Batasi gerakan pada kepala, leher dan
parameter ditandai dengan: punggung
 Hematuria   berkomunikasi dengan jelas dan sesuai dengan   Monitor kemampuan BAB
 Oliguri/anuria kemampuan   Kolaborasi pemberian analgetik
 Elevasi/penurunan   menunjukkan perhatian, konsentrasi dan   Monitor adanya tromboplebitis
BUN/rasio kreatinin orientasi   Diskusikan menganai penyebab
Gastro Intestinal    memproses informasi perubahan sensasi
 Secara usus hipoaktif   membuat keputusan dengan benar
atau tidak ada c.    menunjukkan fungsi sensori motori cranial
 Nausea yang utuh : tingkat kesadaran mambaik, tidak ada
gerakan gerakan involunter
 Distensi abdomen
 Nyeri abdomen atau
tidak terasa lunak
(tenderness)
Peripheral 
 Edema
 Tanda Homan positif
 Perubahan
karakteristik kulit
(rambut, kuku,
air/kelembaban)
 Denyut nadi lemah
atau tidak ada
 Diskolorisasi kulit
 Perubahan suhu kulit
 Perubahan sensasi
 Kebiru-biruan
 Perubahan tekanan
darah di ekstremitas
 Bruit
 Terlambat sembuh
 Pulsasi arterial
berkurang
 Warna kulit pucat
pada elevasi, warna
tidak kembali pada
penurunan kaki
Cerebral
 Abnormalitas bicara
 Kelemahan
ekstremitas atau
paralis
 Perubahan status
mental
 Perubahan pada
respon motorik
 Perubahan reaksi
pupil
 Kesulitan untuk
menelan
 Perubahan kebiasaan
Kardiopulmonar 
 Perubahan frekuensi
respirasi di luar batas
parameter
 Penggunaan otot
pernafasan tambahan
 Balikkan kapiler > 3
detik (Capillary
refill)
 Abnormal gas darah
arteri
 Perasaan ”Impending
Doom” (Takdir
terancam)
 Bronkospasme
 Dyspnea
 Aritmia
 Hidung kemerahan
 Retraksi dada
 Nyeri dada
Faktor-faktor yang
berhubungan :
 Hipovolemia
 Hipervolemia
 Aliran arteri terputus
 Exchange problems
 Aliran vena terputus
 Hipoventilasi
 Reduksi mekanik
pada vena dan atau
aliran darah arteri
 Kerusakan transport
oksigen melalui
alveolar dan atau
membran kapiler
 Tidak sebanding
antara ventilasi
dengan aliran darah
 Keracunan enzim
 Perubahan
afinitas/ikatan
O2 dengan Hb
 Penurunan
konsentrasi Hb dalam
darah
4 Gangguan citra tubuh NOC NIC
Definisi : Body image Body image enhancement
Konfusi dalam gambaran   Self esteem  Kaji secara verbal dan non verbal
mental tentang diri-fisik Kriteria Hasil : respon klien terhadap tubuhnya
individu   Body image positif  Monitor frekuensi mengkritik dirinya
Batasan karakteristik :   Mampu mengidentifikasi kekuatan personal  Jelaskan tentang pengobatan,
 Perilaku mengenali   Mendiskripsikan secara faktual perubahan perawatan, kemajuan dan prognosis
tubuh individu fungsi tubuh penyakit
 Perilaku menghindari   Mempertahankan interaksi sosial  Dorong klien mengungkapkan
tubuh individu perasaannya
 Perilaku memantau  Identifikasi arti pengurangan melalui
tubub individu pemakaian alat bantu
 Respon nonverbal  Fasilitasi kontak dengan individu lain
terhadap perubahan dalam kelompok kecil
ak-tual pada tubuh
(mis; penampilan,
struktur, fungsi)
 Respon nonverbal
terhadap persepsi
perubahan pada
tubuh (mis;
penampilan, struktur,
fungsi)
 Mengungkapkan
pera-saan yang
mencer-minkan
perubahan pan-
dangan tentang tubuh
individu ( misal;
penam-pilan,
struktur, fungsi)
 Mengungkapkan per-
sepsi yang mencer-
minkan perubahan
individu dalam
penam-pilan
Faktor Yang Berhu-
bungan:
 Biofisik, Kognitif
 Budaya, Tahap
perkembangan
 Penyakit, Cedera
 Perseptual, Psiko-
sosial, Spiritual
 Pembedahan, Trauma
5 Defisit Pengetahuan NOC : NIC :
Definisi :   Kowlwdge : disease process Teaching : disease Process
Tidak adanya atau   Kowledge : health Behavior 1.    Berikan penilaian tentang tingkat
kurangnya informasi Kriteria Hasil : pengetahuan pasien tentang proses
kog-nitif sehubungan   Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman penyakit yang spesifik
dengan topic spesifik. tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program 2.    Jelaskan patofisiologi dari penyakit
Batasan karakteristik pengobatan dan bagaimana hal ini berhubungan dengan
 Memverbalisasikan   Pasien dan keluarga mampu melaksanakan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang
adanya masalah, prosedur yang dijelaskan secara benar tepat.
ketidakakuratan me-   Pasien dan keluarga mampu menjelaskan 3.    Gambarkan tanda dan gejala yang
ngikuti instruksi, kembali apa yang dijelaskan perawat/tim kesehatan biasa muncul pada penyakit, dengan cara
peri-laku tidak sesuai. lainnya yang tepat
Faktor yang berhu- 4.    Gambarkan proses penyakit, dengan
bungan: cara yang tepat
 Keterbatasan kog- 5.    Identifikasi kemungkinan penyebab,
nitif, interpretasi ter- dengna cara yang tepat
hadap informasi yang 6.    Sediakan informasi pada pasien
salah, kurangnya ke- tentang kondisi, dengan cara yang tepat
inginan untuk men- 7.    Hindari harapan yang kosong
cari informasi, tidak 8.    Sediakan bagi keluarga informasi
mengetahui sumber- tentang kemajuan pasien dengan cara yang
sumber informasi. tepat
9.    Diskusikan perubahan gaya hidup
yang mungkin diperlukan untuk mencegah
komplikasi di masa yang akan datang dan
atau proses pengontrolan penyakit
10.  Diskusikan pilihan terapi atau
penanganan
11.  Dukung pasien untuk mengeksplorasi
atau mendapatkan second opinion dengan
cara yang tepat atau diindikasikan
12.  Eksplorasi kemungkinan sumber atau
dukungan, dengan cara yang tepat
13.  Rujuk pasien pada grup atau agensi di
komunitas lokal, dengan cara yang tepat
14.  Instruksikan pasien mengenai tanda
dan gejala untuk melaporkan pada pemberi
perawatan kesehatan, dengan cara yang
tepat
DAFTAR PUSTAKA

Abiyoga, A. (2016). Faktor yang berhubungan dengan kejadian gout pada lansia. Jurnal Darul
Azhar. Volume 2 Nomor 1, Halaman 53-55.
Badan Pusat Statistik Republik Indonesia.(2013). Tentang BPS. Diakses dari
http://www.bps.go.id/menutab.php?tab=1&aboutus=0, tanggal 4 Januari 2018.
Budiono, A. (2016). Hubungan kadar asam urat dengan status gizi. Jurnal eBiomedik.Volume
4 Nomor 2, Halaman 3.
Dianati, N. A. (2015). Gout dan hiperurisemia. Jurnal Majority. Volume 4 Nomor 3, Halaman
87-88.
Dinkes Kabupaten Bantul. (2016). Profil Kesehatan Usia Lanjut. Diakses dari
http://dinkes.bantulkab.go.id/ dokumen/profil-kesehatan-usia-lanjut.pdf, tanggal 11
Januari 2018.
Junaidi Iskandar. (2008). Rematik dan AsamUrat. Edisi 4. Jakarta: PT Bhuana Ilmu Popular.
Lumunon, O. J. (2015). Hubungan status gizi dengan gout arthritis pada lanjut usia. E-journal
Keperawatan. Volume 3 Nomor 3, Halaman 2-3.
Mujahidullah.(2012). Keperawatan Geriatrik. Edisi 1.Yogyakarta: Tunas Publishing.
Novianti.(2015). Hidup Sehat Tanpa Asam Urat. Edisi 1.Yogyakarta: Buku pintar.
Nursalam.(2016). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pendekatan Praktis. Edisi 4.
Jakarta: Salemba Medika.
Sandjaya, H. (2014). Buku Sakit Pencegah & Penangkal Asam Urat.Edisi 1.Yogyakarta:
Mantra Books.
Setiabudi, H. (2012). Deteksi Dini, Pencegahan, dan Pengobatan Asam Urat. Edisi
2.Yogyakarta: Merdpress.
Setiadi. (2008). Konsepdan Proses Keperawatan Keluarga. Edisi 1. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Setyowati, Sri dan Murwani, Arita. (2008). Asuhan Keperawatan Keluarga Konsep dan
Aplikasi Kasus. Edisi 1. Yogyakarta: Mitra Cendikia.
Sholihah, F. M. (2014). Diagnosis and treatment gout arthritis. Jurnal Majority. Volume 3
Nomor 7, Halaman 41-43.
Utami, P. (2009). Solusi Sehat Untuk Asam Urat dan Rematik. Edisi 2. Jakarta: Agro media
Pustaka.
Wahyuningsih Retno. (2013). Penatalaksanaan Diet pada Pasien. Edisi 1. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Widyanto, F. W. (2014). Artritis gout dan perkembangannya. Jurnal Kesehatan. Volume 10
Nomor 2, Halaman 146-14

Anda mungkin juga menyukai