Anda di halaman 1dari 29

TUGAS MATA KULIAH

KEPERAWATAN PALIATIF

GAGAL JANTUNG

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 4

1. AMINAH PO71202200031
2. CINDY CLAUDIA PO71202200015
3. MUH. IDRIS PO71202200040
4. NURUL HIDAYAH PO71202200011
5. RIZQI AFIFAH PO71202200004
6. ROBIYANTI PO71202200014

PROGRAM STUDI FROFESI NERS JURUSAN KEPERAWATAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAMBI
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat-Nya, sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Gagal Jntung” tepat pada waktunya.
Penulisan makalah ini merupakan tugas kami diberikan dalam mata kuliah Keperawatan Paliatif
di Poltekkes Kemenkes Jambi
Kami merasa masih banyak kekurangan baik dalam teknis penulisan maupun materi,
mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Oleh karena itu, kami mohon kritik dan saran
yang membangun dari semua pihak demi penyempurnaan penulisan makalah ini.
Kami menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak yang
telah membantu dalam proses penyelesaian makalah ini, khususnya kepada dosen yang telah
memberikan tugas dan petunjuk kepada kami , sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
ini.Akhir kata, kami berharap semoga penulisan makalah ini dapat bermanfaat bagi kami maupun
rekan-rekan, sehingga dapat menambah pengetahuan kita bersama.

Jambi, Agustus 2020

Kelompok 4
DAFTAR ISI

KATA PENGTAR ................................................................................................ i

DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 1

A. Latar Belakang.......................................................................................... 1
B. Rumusan masalah...................................................................................... 1
C. Tujuan penulisan....................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 3

A. Pengertian gagal jantung........................................................................... 3


B. Etiologi gagal jantung............................................................................... 3
C. Manifestasi Klinis gagal jantung............................................................... 3
D. Patofisiologi gagal jantung........................................................................ 4
E. Klasifikasi gagal jantung........................................................................... 5
F. Komplikasi gagal jantung......................................................................... 6
G. Pemeriksaan diagnostik gagal jantung...................................................... 7
H. Penatalaksanaan gagal jantung.................................................................. 9
I. Pathway gagal jantung............................................................................ 10
J. Konsep Asuhan Keperawatan gagal jantung........................................... 11

BAB III PENUTUP............................................................................................. 16


A. Kesimpulan............................................................................................. 16
B. Saran........................................................................................................ 16
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gagal jantung merupakan tahap akhir dari seluruh penyakit jantung dan merupakan
penyebab peningkatan morbiditas dan mortalitas pasien jantung.  Diperkirakan hampir lima
persen dari pasien yang dirawat di rumah sakit, 4,7% wanita dan 5,1% laki-laki. Insiden gagal
jantung dalam setahun diperkirakan 2,3 – 3,7 perseribu penderita pertahun.  Kejadian gagal
jantung akan semakin meningkat di masa depan karena semakin bertambahnya usia harapan
hidup dan berkembangnya terapi penanganan infark miokard mengakibatkan perbaikan
harapan hidup penderita dengan penurunan fungsi jantung.
Gagal jantung susah dikenali secara klinis, karena beragamnya keadaan klinis serta tidak
spesifik serta hanya sedikit tanda-tanda klinis pada tahap awal penyakit. Perkembangan
terkini memungkinkan untuk mengenali gagal jantung secara dini serta perkembangan
pengobatan yang memeperbaiki gejala klinis, kualitas hidup, penurunan angka perawatan,
memperlambat progresifitas penyakit dan meningkatkan kelangsungan hidup.

B. RumusanMasalah
1. Apa pengertian gagal jantung?
2. Apa etiologi gagal jantung?
3. Apa saja manifestasi gagal jantung?
4. Bagaimana patofisiologi gagal jantung?
5. Apa saja klasifikasi gagal jantung?
6. Apa saja komplikasi gagal jantung?
7. Apa saja pemeriksaan diagnosis gagal jantung?
8. Bagaimana penatalaksanaan gagal jantung?
9. Bagaimana pathway gagal jantung
10. Bagaimana konsep askep gagal jantung?
C. Tujuan Penulisan
1. Mampu memahami pengertian gagal jantung
2. Mampu memahami etiologi gagal jantung
3. Mampu memahami manifestasi gagal jantung
4. Mampu memahami patofisiologi gagal jantung
5. Mampu memahami klasifikasi gagal jantung
6. Mampu memahami komplikasi gagal jantung
7. Mampu memahami pemeriksaan diagnosis gagal jantung
8. Mampu memahami penatalaksanaan gagal jantung
9. Mampu memahami pathway gagal jantung
10. Mampu memahami konsep askep gagal jantung
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian
Gagal jantung akut adalah sindroma klinis dengan gejala dan tanda khas yang terjadi
secara cepata (dalam jam atau hari), disebabkan oleh disfungsi jantung meliputi disfungsi
sistolik atau diastolic, irama jantung abnormal, atau terdapat ketidaksesuaian antara preload
dan afterload. (PERKI, 2010)
Gagal Jantung adalah ktidakmampuan jantung untuk mempertahankan curah jantung
dalam memenuhi kebutuhan tubuh (Kabo, 2010)

B. Etiologi
Beberapa faktor di bawah ini meningkatkan resiko gagal jantung bila lebih dari satu dimiliki
oleh penderita:
1. CAD
2. Miokardial Infarction
3. Hipertensi
4. Gangguan katup jantung
5. Gangguan otot jantung: cardiomiopati dilated, cardiomiopati hypertropic atau
miokarditis (heart muscle disease)
6. Kelainan jantung bawaan
7. Penyakit paru (Severe lung disease)
8. Diabetes
9. Sleep Apnea
10. Kondisi lain seperti: anemia berat, hipertiroid, disritmia (www.heart.org AHA 2011)

C. Manifestasi Klinis
1. Dispnea
2. Persisten Coughing atau wheezing
3. Edema
4. Fatigue
5. Nausea
6. Tachycardi
7. Confution atau disorientasi (AHA, 2011)

D. Patofisiologi
Gagal jantung merupakan kelainan multisitem dimana terjadi gangguan pada jantung, otot
skelet dan fungsi ginjal, stimulasi sistem saraf simpatis serta perubahan neurohormonal yang
kompleks. Pada disfungsi sistolik terjadi gangguan pada ventrikel kiri yang menyebabkan
terjadinya penurunan cardiac output. Hal ini menyebabkan aktivasi mekanisme kompensasi
neurohormonal, sistem Renin – Angiotensin – Aldosteron (system RAA) serta kadar
vasopresin dan natriuretic peptide yang bertujuan untuk memperbaiki lingkungan jantung
sehingga aktivitas jantung dapat terjaga.
Aktivasi sistem simpatis melalui tekanan pada baroreseptor menjaga cardiac
output dengan meningkatkan denyut jantung, meningkatkan kontraktilitas serta vasokons-
triksi perifer (peningkatan katekolamin). Apabila hal ini timbul berkelanjutan dapat
menyeababkan gangguan pada fungsi jantung.
Aktivasi simpatis yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya apoptosis miosit, hipertofi
dan nekrosis miokard fokal. Stimulasi sistem RAA menyebabkan penigkatan konsentrasi
renin, angiotensin II plasma dan aldosteron. Angiotensin II merupakan vasokonstriktor renal
yang poten (arteriol eferen) dan sirkulasi sistemik yang merangsang pelepasan noradrenalin
dari pusat saraf simpatis, menghambat tonus vagal dan merangsang pelepasan aldosteron.
Aldosteron akan menyebabkan retensi natrium dan air serta meningkatkan sekresi kalium.
Angiotensin II juga memiliki efek pada miosit serta berperan pada disfungsi endotel pada
gagal jantung.
Terdapat tiga bentuk natriuretic peptide yang berstruktur hampir sama yeng memiliki efek
yang luas terhadap jantung, ginjal dan susunan saraf pusat. Atrial Natriuretic Peptide (ANP)
dihasilkan di atrium sebagai respon terhadap peregangan menyebabkan natriuresis dan
vasodilatsi.
Pada manusia Brain Natriuretic Peptide (BNO) juga dihasilkan di jantung, khususnya
pada ventrikel, kerjanya mirip dengan ANP. C-type natriuretic peptide terbatas pada endotel
pembuluh darah dan susunan saraf pusat, efek terhadap natriuresis dan vasodilatasi minimal.
Atrial dan brain natriuretic peptide meningkat sebagai respon terhadap ekspansi volume dan
kelebihan tekanan dan bekerja antagonis terhadap angiotensin II pada tonus vaskuler, sekresi
ladosteron dan reabsorbsi natrium di tubulus renal.
Karena peningkatan natriuretic peptide pada gagal jantung, maka banyak penelitian yang
menunjukkan perannya sebagai marker diagnostik dan prognosis, bahkan telah digunakan
sebagai terapi pada penderita gagal jantung. Vasopressin merupakan hormon antidiuretik yang
meningkat kadarnya pada gagal jantung kronik yang berat. Kadar yang tinggi juga didpatkan
pada pemberian diuretik yang akan menyebabkan hiponatremia. Endotelin disekresikan oleh
sel endotel pembuluh darah dan merupakan peptide vasokonstriktor yang poten menyebabkan
efek vasokonstriksi pada pembuluh darah ginjal, yang bertanggung jawab atas retensi natrium.
Konsentrasi endotelin-1 plasma akan semakin meningkat sesuai dengan derajat gagal jantung.
Selain itu juga berhubungan dengan tekanan pulmonary artery capillary wedge pressure,
perlu perawatan dan kematian.
Telah dikembangkan endotelin-1 antagonis sebagai obat kardioprotektor yang bekerja
menghambat terjadinya remodelling vaskular dan miokardial akibat endotelin. Disfungsi
diastolik merupakan akibat gangguan relaksasi miokard, dengan kekakuan dinding ventrikel
dan berkurangnya compliance ventrikel kiri menyebabkan gangguan pada  pengisian ventrikel
saat diastolik.
Penyebab tersering adalah penyakit jantung koroner, hipertensi dengan hipertrofi ventrikel
kiri dan kardiomiopati hipertrofik, selain penyebab lain seperti infiltrasi pada penyakit jantung
amiloid.
Walaupun masih kontroversial, dikatakan 30 – 40 % penderita gagal jantung memiliki
kontraksi ventrikel yang masih normal. Pada penderita gagal jantung sering ditemukan
disfungsi sistolik dan diastolic yang timbul bersamaan meski dapat timbul sendiri.

E. Klasifikasi
Beberapa sistem klasifikasi telah dibuat untuk mempermudah dalam pengenalan dan
penanganan gagal jantung. Sistem klasifikasi tersebut antara lain pembagian berdasarkan
Killip yang digunakan pada Infark Miokard Akut, klasifikasi berdasarkan tampilan klinis
yaitu klasifikasi Forrester, Stevenson dan NYHA. Klasifikasi berdasarkan Killip digunakan
pada penderita infark miokard akut, dengan pembagian:
1. Derajat I      : tanpa gagal jantung
2. Derajat II     : Gagal jantung dengan ronki basah halus di basal paru, S3 galop dan
peningkatan tekanan vena pulmonalis
3. Derajat III    : Gagal jantung berat dengan edema paru seluruh lapangan paru.
4. Derajat IV    : Syok kardiogenik dengan hipotensi (tekanan darah sistolik ≤ 90 mmHg)
dan vasokonstriksi perifer (oliguria, sianosis dan diaforesis)
Klasifikasi Stevenson menggunakan tampilan klinis dengan melihat tanda kongesti dan
kecukupan perfusi. Kongesti didasarkan adanya ortopnea, distensi vena juguler, ronki basah,
refluks hepato jugular, edema perifer, suara jantung pulmonal yang berdeviasi ke kiri,
atau square wave blood pressure pada manuver valsava. Status perfusi ditetapkan berdasarkan
adanya tekanan nadi yang sempit, pulsus alternans, hipotensi simtomatik, ekstremitas dingin
dan penurunan kesadaran. Pasien yang mengalami kongesti disebut basah (wet) yang tidak
disebut kering (dry). Pasien dengan gangguan perfusi disebut dingin (cold) dan yang tidak
disebut panas (warm). Berdasarkan hal tersebut penderta dibagi menjadi empat kelas, yaitu:
1. Kelas I (A)    : kering dan hangat (dry – warm)
2. Kelas II (B)   : basah dan hangat (wet – warm)
3. Kelas III (L) : kering dan dingin (dry – cold)
4. Kelas IV (C) : basah dan dingin (wet – cold)
Sedangkan NYHA membagi dalam empat fungsional kelas gagal jantung yaitu
1. Kelas I          : Asimptomatik pada aktifitas sehari hari
2. Kelas II         : Timbul gejala sesak saat beraktifitas berat
3. Kelas III        : Timbul gejala pada aktifitas ringan dan hilang dengan istirahat
4. Kelas IV        : Pada saat istirahat timbul gejala

F. Komplikasi
Menurut Wijaya & Putri (2013) komplikasi pada gagal jantung yaitu:
1. Edema paru akut terjadi akibat gagal jantung kiri.
2. Syok kardiogenik : stadium dari gagal jantung kiri, kongesti akibat penurunan curah
jantung dan perfusi jaringan yang tidak adekuat ke organ vital (jantung dan otak).
3. Episode trombolitik. Trombus terbentuk karena mobilitas pasien dan gangguan
sirkulasi dengan aktivitas thrombus dapat menyumbat pembuluh darah.
4. Efusi pericardial dan tamponade jantung. Masuknya cairan ke kantong pericardium ,
cairan dapat meregangkan pericardium sampai ukura maksimal. CPO menurun dan
aliran balik vena ke jantung menuju tamponade jantung.

G. Pemeriksaan Diagnosis 
1. Pemeriksaan Fisik
Secara klinis pada penderita gagal jantung dapat ditemukan gejala dan tandseperti sesak
nafas saat aktivitas, edema paru, peningkatan JVP, hepatomegali, edema tungkai.
2. Pemeriksaan Darah :
Pemeriksaan darah perlu dikerjakan untuk menyingkirkan anemia sebagai penyebab
susah bernafas, dan untuk mengetahui adanya penyakit dasar serta komplikasi. Pada
gagal jantung yang berat akibat berkurangnya kemampuan mengeluarkan air sehingga
dapat timbul hiponatremia dilusional, karena itu adanya hiponatremia menunjukkan
adanya gagal jantung yang berat.
Pemeriksaan serum kreatinin perlu dikerjakan selain untuk mengetahui adanya
gangguan ginjal, juga mengetahui adanya stenosis arteri renalis apabila terjadi
peningkatan serum kreatinin setelah pemberian angiotensin converting enzyme inhibitor
dan diuretik dosis tinggi. Pada gagal jantung berat dapat terjadi proteinuria. Hipokalemia
dapat terjadi pada pemberian diuretic tanpa suplementasi kalium dan
obat potassium sparring.
Hiperkalemia timbul pada gagal jantung berat dengan penurunan fungsi ginjal,
penggunaan ACE-inhibitor serta obat potassium sparring. Pada gagal jantung kongestif
tes fungsi hati (bilirubin, AST dan LDH) gambarannya abnormal karena kongesti hati.
Pemeriksaan profil lipid, albumin serum fungsi tiroid dianjurkan sesuai kebutuhan.
Pemeriksaaan penanda BNP sebagai penanda biologis gagal jantung dengan kadar BNP
plasma 100pg/ml dan plasma NT-proBNP adalah 300 pg/ml.
3. Rontgen Thorax:
Pada pemeriksaan foto dada dapat ditemukan adanya pembesaran siluet jantung
(cardio thoraxic ratio  > 50 %), gambaran kongesti vena pulmonalis terutama di zona
atas pada tahap awal, bila tekanan vena pulmonal lebih dari 20 mmHg dapat timbul
gambaran cairan pada fisura horizontal dan garis Kerley B pada sudut kostofrenikus. Bila
tekanan lebih dari 25 mmHg didapatkan gambaran batwing  pada lapangan paru yang
menunjukkan adanya udema paru bermakna. Dapat pula tampak gambaran efusi pleura
bilateral, tetapi bila unilateral, yang lebih banyak terkena adalah bagian kanan.
4. EKG
Pada elektrokardiografi 12 lead didapatkan gambaran abnormal pada hampir seluruh
penderita dengan gagal jantung, meskipun gambaran normal dapat dijumpai pada 10%
kasus. Gambaran yang sering didapatkan antara lain gelombang Q, abnormalitas ST – T,
hipertrofi ventrikel kiri, bundle branch block dan fibrilasi atrium. Bila gambaran EKG
dan foto dada keduanya menunjukkan gambaran yang normal, kemungkinan pasien
sangat kecil kemungkinannya.
5. Echokardiografi
Ekokardiografi merupakan pemeriksaan non-invasif yang sangat berguna pada gagal
jantung. Ekokardiografi dapat menunjukkan gambaran obyektif mengenai struktur dan
fungsi jantung. Penderita yang perlu dilakukan ekokardiografi adalah : semua pasien
dengan tanda gagal jantung, susah bernafas yang berhubungan dengan murmur, sesak
yang berhubungan dengan fibrilasi atrium, serta penderita dengan risiko disfungsi
ventrikel kiri (infark miokard anterior, hipertensi tak terkontrol, atau aritmia).
Ekokardiografi dapat mengidentifikasi gangguan fungsi sistolik, fungsi diastolik,
mengetahui adanya gangguan katup, serta mengetahui risiko emboli.
6. Exercise stress test
Test ini dilakukan untuk mengetahuai respon jantung terhadap exercise stress apakah
normal atau apakah suplai darah ke koroner terganggu serta untuk menentukan level dan
jenis aktifitas yang sesuai untuk penderita.
7. Radionuklir ventrikolography
Pemeriksaan radionuklide atau multigated ventrikulografi dapat mengetahui ejection
fraction, laju pengisian sistolik, laju pengosongan diastolik, dan abnormalitas dari
pergerakan dinding.
8. Coronari Angiography
Angiografi dikerjakan pada nyeri dada berulang akibat gagal jantung. Angiografi
ventrikel kiri dapat mengetahui gangguan fungsi yang global maupun segmental serta
mengetahui tekanan diastolik, sedangkan kateterisasi jantung kanan untuk mengetahui
tekanan sebelah kanan (atrium kanan, ventrikel kanan dan arteri pulmonalis)
serta pulmonary artery capillary wedge pressure.

H. Penatalaksanaan
1. Terapi non farmakologi :
a. Dukung istirahat untuk menngurangi beban kerja jantung.
b. Mengurangi kelebihan cairan dan garam
c. Meninngkatkan kekuatan dan efesiensi kontrakkilitas miokarium dengan preparat
farmokologi.
d. Membuang penumpukan air tubuh yang berlebihan dengan cara memberikan terapi
antidiuretik, dan istirahat
e. Mengurangi stress piskis
f. Menghindari rokok
g. Olahraga teratur
h. Mengurangi lemak
2. Terapi farmakologi
a. Glikosida jantung
Digitalis, meningkatkan kekuatan kontraksi otot dan memperlambat frekuensi
jantung, efek yang di hasilkan, dan peninkatan diurensi dan mengurangi edaran.
b. Terapi diuretic
Diberi untuk memacu eksresi nontrium dan air melalui ginjal. Penggunaan harus
hati-hati karena efek samping hiponatremia dan hipokalemia.
c. Terapi vasodilator
Obat-obat pasoaktif digunakan untuk mengurangi impadansi tekanan terhadap
penyemburan darah oleh vertikel . obat ini memperbaiki pengosongan ventrikel dan
peningkatan kapasitas vena sehinngga tekanan pengisian ventrikel kkiri dapat
diturunkanb
d. Dukungan diet
Pembatasan natrium untuk mencegah, mengontrol, atau menghilangkan edema.
I. Pathway
J. Konsep
Asuhan

Keperawatan Gagal Jantung


1.  Pengkajian
a. identitas : nama, umur, jenis kelamin, suku, agam,pendidikan, alama
b. Riwayat penyakit sekarang
Keluhan utama : dispnea letih lemah gelisah
c. Riwayat penyakit dahulu
d. Riwayat penyakit keluarga.
e. Aktifitas dan Istirahat.
Yang dikaji dalam hal ini adalah keluhan pasien gagal jantung kongestif yang berupa
adanya kelelahan / exhaustion dalam kesehariannya, mengalami insomnia, kurang
istirahat, sakit / nyeri dada, dispnoe saat istirahat atau beraktifitas.
f. Sirkulasi.
Yang dikaji dalam hal ini adalah riwayat hipertensi, bedah jantung, endokarditis,
anemia, septik syok,penyakit jantung, disritmia, atrial fibrilasi, ascites, hepatomegali,
sianosis, takikardia.
g. Integritas Ego / Status mental.
Yang dikaji dalam hal ini ansietas (cemas), kuatir dan takut, gelisah, marah, iritabel /
peka, stress sehubungan dengan penyakitnya, sosial finansial.
h. Eliminasi.
Yang dikaji dalam hal ini adalah penurunan volume urine, urine yang pekat,
nocturia(kencing malam hari), diare dan konstipasi.

i. Makanan dan Cairan.


Yang dikaji dalam hal ini adalah kehilangan nafsu makan, nausea, vomiting, oedema
di ekstremitas bawah, asites.

j. Kebersihan Diri.

Yang dikaji dalam hal ini adalah kelelahan selama aktivitas perawatan diri.
k. Neurosensori.
Yang dikaji dalam hal ini adalah kelemahan, pening, pingsan, lethargia,
bingung, disorientasi, iritabel.

l. Rasa Nyaman.

Yang dikaji dalam hal ini adalah sakit dada ,kronik / akut angina pektoris, nyeri
abdomen kanan atas dan sakit pada otot.

m. Pernapasan / Respirasi.

Yang dikaji dalam hal ini adalah dispnoe pada waktu aktifitas, takipnoe, riwayat
penyakit paru kronis.

n. Interaksi Sosial.

Yang dikaji dalam hal ini adalah penurunan keikutsertaan dalam dalam aktivitas
sosial yang biasa dilakukan.

2. Dignosa keperawatan
a. Penurunan perfusi jaringan b/d menurunya curah jantung, hipoksemia jaringan,
asidosis dan kemungkinan trombus atau emboli.
b. Gangguan pertukaran gas b/d gangguan aliran darah ke alveoli atau kegagalan
utama paru, perubahan membrane alveolar kapiler
c. Pola nafas efektif b/d ketidak seimbangan antara suplai oksigen
d. Intoleransi aktifitas b/d ketidak seimbangan antara suplai oksigen miokard dan
kebutuhan adanya iskemik / nekrotik jaringan miokard.

3. Intervensi Keperawatan
Dx I : penurunan perfusi jaringan b/d menurunya curah jantung, hipoksemia jaringan,
asidosis dan kemungkinan trombus atau emboi
Tujuan : meningkatkan kembali pola nafas yang efektif
Kriteria hasil :
- Curah jantung kembali membaik
- Bebas nyeri/ ketidaksamaan
- Daerah perifer hangat, tidak ada sianosis

Intervensi :
1. Monitor frekuensi dan irama jantung
R/ membantu menentukan derajat dikompensasi jantung dan pulmonal. Penurunan
Td takikardioa, disritmia dan takipnea adalah indikatif dari kerusakan toleransi
jantung terhadap aktifitas.
2. Observasi perubahan status mental
R/ mengetahui keadaan klien secara bertaap terhadap penyakit yang dialaminya
yang dapat merubah status mertal pasien.
3. Observasi warna dan suhu kulit / membrane mukosa
R/ mencegah terjadinya sianosis yang menunjukan vasokontriksi atau respon tubuh
terhadap demam / menggigil yang menunjukan hipoksemia
4. Ukur haluaran urin dan catat berat jenisnya
R/ Penurunan pemasukan / mual terus-menerus dapat mengakibatkan penurunan
volume sikrulasi yang berdampak negaif pada perfusi dan fungsi organ. Berat jenis
mengukur status hidrasi
5. Kolaborasi : Berikan cairan IV sesuai indikasi.
R/ Pompa IV menceah kelebihan pemberian cairan

Dx II : Gangguan pertukaran gas b/d gangguan aliran darah ke alveoli atau kegagalan
utama paru, perubahan memberan alveolar kapiler.
Tujuan : klien dapat menunjukan pola nafas yang baik, tanpa ada ganggguan pada
alveolinya
Kriteria hasil :
- tidak ada cuping hidung
- tidak memakai oksigen pasien tampak rileks
- tak ada distensi vena parifer / vena dan edema dependen penuh bersih dan berat
badan ideal.
Intervensi :
1. timbang berat badan tiap hari
2. R/ mengurangi atau mengawasi penurunan BB
3. kaji dan monitor fungsi pernafasan
4. R/ Mendeteksi tanda dan gejala gangguan ventilasi dan perfusi
5. monitor hasil analisa gas darah
6. R/ Mengindentifikasi terjadinya hipoksemia, hiperkapiria dan menentukan perlunya
bantuan ventilasi
7. latihan napas dalam dan butuh efektif
8. R/ Mempermudah fentilasi dan megeluarkan recter dari paru
9. monitor hasil x-ray dada
10. R/ Mengenali perubahan yang mengambarkan terjadinya penebalan / bendungan
paru

Dx III : Pola nafas infektif b/d penurunan volume paru, hepatomegali


Tujuan : Pola nafas efektif setelah dilakukan keperawatan selama di ns, RR normal, tak ada
bunyi nafas tambahan dan penggunaan otot bantu pernafasan.
Kriteria Hasil :
- pola nafas efektif
- RR normal
- Tidak menunjukan adanya sesak nafas
Intervensi :
1. Monitor kedalam frekuensi pernafasan, frekuensi dan ekepansi dada
2. R/ membantu menentukan derajat dekompensasi jantung dan paru
3. Catat uapaya pernafasan termasuk penggunaan otot bantu
4. R/ Takipnea dan dispnea menyertai destruksi paru, kegagalan pernafasan lebih
berat menyertai kehilangan paru unit fungsional sedang sampai berat
5. Auskultasi bunyi nafas dan catat bila ada bunyi nafas
6. R/ S3ts4 atau krekels terjadi dengan dekompensasi jantung atau beberapa obat,
terjadinya bunyi suara nafas mu – mur dapat menunjukan ketup karena nyeri dada,
contoh, stenosis aorta.
7. Tinggihnya kepala dan bantu untuk mencapai posisi yang senyaman mungkin
8. R/ mengurangi beban kerja nafas dan meningkatkan fentilasi serta pertukaran gas

Dx IV : Intoleransi aktifitas b/d ketidakseimbangan antara suplai oksigen miocard dan


kebutuhan adanya iskemils/necrokils ja ringan miocard
Tujuan : Terjadi peningkatan toleransi pada klien setelah dilaksanakan tindakan
keperawatan selama di Rumah sakit
Kriteria Hasil : Frekuensi jantung 60-100 x / menit dan TD 120-80 mmHg
Intervensi :
1. Catat frekuensi jantung irama dan perubahan Td selama dan sesudah aktifitas
2. R/ S1dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa irama gallop umum
gallop umum, mur – mur dapat menunjukan inkompetensi atau sensosis katup
3. Batasi aktifitas pada dasar nyeri dan berikan aktifitas sensori yang tidak berat
4. R/ Untuk membantu dalam penurunan persepsi atau respon nyeri memberikan
control situasi, meningkatkan perilaku positif
5. Kaji ulang tanda gangguan yang menunjukan intoleransi terhadap aktifitas
6. R/ Untuk mencegah peningkatan kerja jantung secara tiba – tiba memberikan
bantuan hanya sebatas kebutuhan akan mendorong kemandirian dalam melakukan
aktifitas.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penderiita gagal jantung kiri akan mengalami sesak bnafas peningkatan denytu nadi,
dispnu akan takhipnea, kulit dingin dan pucat, distensi vena jagularis, saat di auskultasi paru
eraskles, mekanisme kompensasi jantung dalam merespon keadaan yang menyebabkan
kegagalan jantung dengan mekanisme Frank-Straling, aktif arineuro hormonal, dan dengan
hipertrofi otot jantung untuk mempertahankan cardiac output, dan dalam memenuhi suplai
oksigen, penatalaksanaan perlu diberikan sedini mungkin agar tidak terjadi komplikasi yang
lebih parah seperti gagal jantung konyeksi atau syok kandiogenik, intervensi dapat diberikan
secara parmakologik maupun non farmakologik.

B.Saran
1. Penderita sebaiknya melakukan terapi non formakologi seperti diet rendah garam
sensitive terhadap garam, mengurnagi berat badan jika mengalami obesitas menghindari
lemak berlebihan, mengurangi stress psikis, menghindari rokok, olahraga teratur.
2. Terapi Farmakologis yang bisa dierikan adalah blocker golongan kardioselestif seperti
alcohol diuretic untuk mengurangi timbunan cairan, digitalis efek cepat untuk
meningkatkan ontraktilitas dan jika perlu diberikan golongan Ca antugonis untuk
mengurangi impils saraf.

DAFTAR PUSTAKA

Buku pedoman tatalaksana gagal jantung PERKI 2008


Pedoman penggunaan obat-obat kardiovaskuler
Jurnal Peny Dalam, Volume 8 Nomor 3 Bulan September 2007
Keperawatan kritis
Patofisiologi price and wilson
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A.    Pengkajian
1.      Identitas pasien
a)        Nama
b)        Umur
c)        Jenis kelamin
d)       Suku
e)        Agama
f)         Pendidikan
g)        Alamat
2.      Riwayat penyakit sekarang
a)        Keluhan utama
b)        Dispnea
c)        Letih
d)       Lemah
e)        Gelisah
f)         Riwayat kesehatan sekarang keluhan penyerta
3.      Riwayat penyakit dahulu
4. Riwayat penyakit kronik
1. Riwayat penyakit keluarga.
2. Aktifitas dan Istirahat.
Yang dikaji dalam hal ini adalah keluhan pasien gagal jantung kongestif yang berupa
adanya kelelahan / exhaustion dalam kesehariannya, mengalami insomnia, kurang
istirahat, sakit / nyeri dada, dispnoe saat istirahat atau beraktifitas.
3. Sirkulasi.
Yang dikaji dalam hal ini adalah riwayat hipertensi, bedah jantung, endokarditis,
anemia, septik syok,penyakit jantung, disritmia, atrial fibrilasi, ascites, hepatomegali,
sianosis, takikardia.
4. Integritas Ego / Status mental.
Yang dikaji dalam hal ini ansietas (cemas), kuatir dan takut, gelisah, marah, iritabel /
peka, stress sehubungan dengan penyakitnya, sosial finansial.
5. Eliminasi.
Yang dikaji dalam hal ini adalah penurunan volume urine, urine yang pekat,
nocturia(kencing malam hari), diare dan konstipasi.
6. Makanan dan Cairan.
Yang dikaji dalam hal ini adalah kehilangan nafsu makan, nausea, vomiting,
oedema di ekstremitas bawah, asites.
7. Kebersihan Diri.
Yang dikaji dalam hal ini adalah kelelahan selama aktivitas perawatan diri.
8. Neurosensori.
Yang dikaji dalam hal ini adalah kelemahan, pening, pingsan, lethargia,
bingung, disorientasi, iritabel.
9. Rasa Nyaman.
Yang dikaji dalam hal ini adalah sakit dada ,kronik / akut angina pektoris, nyeri
abdomen kanan atas dan sakit pada otot.
10. Pernapasan / Respirasi.
Yang dikaji dalam hal ini adalah dispnoe pada waktu aktifitas, takipnoe, riwayat
penyakit paru kronis.
11. Interaksi Sosial.
Yang dikaji dalam hal ini adalah penurunan keikutsertaan dalam dalam aktivitas
sosial yang biasa dilakukan.
B.     Dignosa keperawatan
1.         Penurunan perfusi jaringan b/d menurunya curah jantung, hipoksemia jaringan, asidosis dan
kemungkinan trombus atau emboli.
2.         Gangguan pertukaran gas b/d gangguan aliran darah ke alveoli atau kegagalan utama paru,
perubahan membrane alveolar kapiler
3.         Pola nafas efektif b/d ketidak seimbangan antara suplai oksigen
4.         Intoleransi aktifitas b/d ketidak seimbangan antara suplai oksigen miokard dan kebutuhan
adanya iskemik / nekrotik jaringan miokard.

C.     Intervensi keperawatan
Dx I : penurunan perfusi jaringan b/d menurunya curah jantung, hipoksemia jaringan, asidosis
dan kemungkinan trombus atau emboi
Tujuan : meningkatkan kembali pola nafas yang efektif
Kriteria hasil
1.         Curah jantung kembali membaik
2.         Bebas nyeri/ ketidaksamaan
3.         Daerah perifer hangat, tidak ada sianosis
Intervensi :
1.    Monitor frekuensi dan irama jantung
R/ membantu menentukan derajat dikompensasi jantung dan pulmonal. Penurunan Td
takikardioa, disritmia dan takipnea adalah indikatif dari kerusakan toleransi jantung terhadap
aktifitas.
2.    Observasi perubahan status mental
R/ mengetahui keadaan klien secara bertaap terhadap penyakit yang dialaminya yang dapat
merubah status mertal pasien.
3.    Observasi warna dan suhu kulit / membrane mukosa
R/ mencegah terjadinya sianosis yang menunjukan vasokontriksi atau respon tubuh terhadap
demam / menggigil yang menunjukan hipoksemia
4.    Ukur haluaran urin dan catat berat jenisnya
R/ Penurunan pemasukan / mual terus-menerus dapat mengakibatkan penurunan volume
sikrulasi yang berdampak negaif pada perfusi dan fungsi organ. Berat jenis mengukur status
hidrasi
5.    Kolaborasi : Berikan cairan IV sesuai indikasi.
R/ Pompa IV menceah kelebihan pemberian cairan
Dx II : Gangguan pertukaran gas b/d gangguan aliran darah ke alveoli atau kegagalan utama
paru, perubahan memberan alveolar kapiler.
Tujuan : klien dapat menunjukan pola nafas yang baik, tanpa ada ganggguan pada alveolinya
Kriteria hasil :
1.         tidak ada cuping hidung
2.         tidak memakai oksigen pasien tampak rileks
3.         tak ada distensi vena parifer / vena dan edema dependen penuh bersih dan berat badan ideal.
Intervensi :
1.    timbang berat badan tiap hari
R/ mengurangi atau mengawasi penurunan BB
2.    kaji dan monitor fungsi pernafasan
R/ Mendeteksi tanda dan gejala gangguan ventilasi dan perfusi
3.    monitor hasil analisa gas darah
R/ Mengindentifikasi terjadinya hipoksemia, hiperkapiria dan menentukan perlunya bantuan
ventilasi
4.    latihan napas dalam dan butuh efektif
R/ Mempermudah fentilasi dan megeluarkan recter dari paru
5.    monitor hasil x-ray dada
R/ Mengenali perubahan yang mengambarkan terjadinya penebalan / bendungan paru
Dx III : Pola nafas infektif b/d penurunan volume paru, hepatomegali
Tujuan : Pola nafas efektif setelah dilakukan keperawatan selama di ns, RR normal, tak ada
bunyi nafas tambahan dan penggunaan otot bantu pernafasan.
Kriteria Hasil :
1.      pola nafas efektif
2.      RR normal
3.      Tidak menunjukan adanya sesak nafas
Intervensi :
1.    Monitor kedalam frekuensi pernafasan, frekuensi dan ekepansi dada
R/ membantu menentukan derajat dekompensasi jantung dan paru
2.    Catat uapaya pernafasan termasuk penggunaan otot bantu
R/ Takipnea dan dispnea menyertai destruksi paru, kegagalan pernafasan lebih berat menyertai
kehilangan paru unit fungsional sedang sampai berat
3.    Auskultasi bunyi nafas dan catat bila ada bunyi nafas
R/ S3ts4 atau krekels terjadi dengan dekompensasi jantung atau beberapa obat, terjadinya bunyi
suara nafas mu – mur dapat menunjukan ketup karena nyeri dada, contoh, stenosis aorta.
4.    Tinggihnya kepala dan bantu untuk mencapai posisi yang senyaman mungkin
R/ mengurangi beban kerja nafas dan meningkatkan fentilasi serta pertukaran gas
Dx IV : Intoleransi aktifitas b/d ketidakseimbangan antara suplai oksigen miocard dan kebutuhan
adanya iskemils/necrokils ja ringan miocard
Tujuan : Terjadi peningkatan toleransi pada klien setelah dilaksanakan tindakan keperawatan
selama di Rumah sakit
Kriteria Hasil : Frekuensi jantung 60-100 x / menit dan TD 120-80 mmHg
Intervensi :
1.    Catat frekuensi jantung irama dan perubahan Td selama dan sesudah aktifitas
R/ S1dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa irama gallop umum gallop umum,
mur – mur dapat menunjukan inkompetensi atau sensosis katup
2.    Batasi aktifitas pada dasar nyeri dan berikan aktifitas sensori yang tidak berat
R/ Untuk membantu dalam penurunan persepsi atau respon nyeri memberikan control situasi,
meningkatkan perilaku positif
3.    Kaji ulang tanda gangguan yang menunjukan intoleransi terhadap aktifitas
R/ Untuk mencegah peningkatan kerja jantung secara tiba – tiba memberikan bantuan hanya
sebatas kebutuhan akan mendorong kemandirian dalam melakukan aktifitas.
C.        IMPLEMENTASI
Sesuai dengan intervensi
D.       EVALUASI
Sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Penderiita gagal jantung kiri akan mengalami sesak bnafas peningkatan denytu nadi, dispnu akan
takhipnea, kulit dingin dan pucat, distensi vena jagularis, saat di auskultasi paru eraskles,
mekanisme kompensasi jantung dalam merespon keadaan yang menyebabkan kegagalan jantung
dengan mekanisme Frank-Straling, aktif arineuro hormonal, dan dengan hipertrofi otot jantung
untuk mempertahankan cardiac output, dan dalam memenuhi suplai oksigen, penatalaksanaan
perlu diberikan sedini mungkin agar tidak terjadi komplikasi yang lebih parah seperti gagal
jantung konyeksi atau syok kandiogenik, intervensi dapat diberikan secara parmakologik
maupun non farmakologik.
B. Saran
1.    Penderita sebaiknya melakukan terapi non formakologi seperti diet rendah garam sensitive
terhadap garam, mengurnagi berat badan jika mengalami obesitas menghindari lemak berlebihan,
mengurangi stress psikis, menghindari rokok, olahraga teratur.
2.    Terapi Farmakologis yang bisa dierikan adalah blocker golongan kardioselestif seperti alcohol
diuretic untuk mengurangi timbunan cairan, digitalis efek cepat untuk meningkatkan ontraktilitas
dan jika perlu diberikan golongan Ca antugonis untuk mengurangi impils saraf.

Daftar Pustaka
1.      Buku pedoman tatalaksana gagal jantung PERKI 2008
2.      Pedoman penggunaan obat-obat kardiovaskuler
3.      Jurnal Peny Dalam, Volume 8 Nomor 3 Bulan September 2007
4.      Keperawatan kritis
5.      Patofisiologi price and wilson

Anda mungkin juga menyukai