Anda di halaman 1dari 26

KATA PENGANTAR

Puji syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan kesehatan jasmani dan rohani sehingga kita masih tetap bisa menikmati
indahnya alam ciptaan-Nya. Sholawat dan salam tetaplah kita curahkan kepada baginda
Habibillah Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada kita jalan yang lurus.
Penulis disini akhirnya dapat merasa sangat bersyukur karena telah menyelesaikan
makalah yang kami berjudul Ragam dan Gaya Bahasa Indonesia

Untuk itu tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu kami dalam pembuatan makalah ini sehingga dapat memperlancar
dalam penyusunana,

Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih
terdapat kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa dan aspek lainnya. Oleh karena
itu, bagi para pembaca yang ingin memberi saran maupun kritik demi memperbaiki
makalah ini.

Akhirnya penyusun sangat mengharapkan semoga dari makalah sederhana ini


dapat diambil manfaatnya dan besar keinginan kami dapat menginspirasi para pembaca
untuk mengangkat permasalah lain yang berkaitan pada makalah-makalah selanjutnya.

Yogyakarta, 20 September 2018

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................. 1


DAFTAR ISI............................................................................................................................. 2
BAB I ........................................................................................................................................ 3
PENDAHULUAN ................................................................................................................... 3
1.1. Latar Belakang .......................................................................................................... 3
1.2. Rumusan Masalah ..................................................................................................... 3
1.3. Manfaat dan Tujuan Makalah ................................................................................... 4
BAB II ...................................................................................................................................... 5
PEMBAHASAN ...................................................................................................................... 5
2.1. Pengertian Bahasa ..................................................................................................... 5
2.2. Pengertian Ragam Bahasa......................................................................................... 5
2.3. Penyebab Terjadinya Ragam Bahasa ........................................................................ 6
2.4. Jenis-Jenis Ragam Bahasa ........................................................................................ 7
2.5. Pengertian Gaya Bahasa.......................................................................................... 11
2.6. Jenis-Jenis Gaya Bahasa ......................................................................................... 12
BAB III................................................................................................................................... 24
PENUTUP .............................................................................................................................. 24
3.1. Kesimpulan ............................................................................................................. 24
3.2. Saran ....................................................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 25

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan. Karena negara
kepulauan bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku, budaya, adat dan bahasa
daerah. Salah satu keragaman dari negara Indonesia yaitu bahasa daerah.
Indonesia memilik kurang lebih 652 bahasa daerah. Begitu banyaknya bahasa
daerah yang ada di Indonesia sehingga sesama rakyat Indonesia pun tidak saling
mengerti ketika mendengar ataupun berinteraksi dengan individu yang berbeda
bahasa daerahnya. Oleh sebab itu, Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang
digunakan oleh bangsa Indonesia dan sebagai pemersatu bangsa Indonesia.

Bahasa Indonesia dalam pembelajarannya banyak sekali ilmu


kebahasaan yang harus dipelajari dan diterapkan dalam interaksi sosial agar
interaksi tersebut dapat berjalan dengan benar. Ilmu kebhasaan yang ada dalam
bahasa Indonesia seperti variasi bahasa, ragam bahasa, dan gaya bahasa. pada
ragam dan gaya bahasa biasanya dapat diterapakan langsung dalam kegiatan
sehari-hari. Oleh sebab itu mempelajari tentang ragam dan gaya bahasa sangat
diperlukan.
Berdasarkan uraian diatas, penulis akan mengkaji tentang ragam dan
gaya bahasa dalam Bahasa Indonesia sebagai pembatasan masalah dalam
penelitian pada makalah ini.

1.2.Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut.
a. Apakah pengertian bahasa?
b. Apakah pengertian dari ragam bahasa?
c. Apakah yang memnyebabkan ragam bahasa?

3
d. Apa saja jenis-jenis ragam bahasa?
e. Apakah pengertian dari gaya bahasa?
f. Apa saja jenis-jenis gaya bahasa?

1.3.Manfaat dan Tujuan Makalah


Manfaat dan tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut.
a. Untuk mengetahui pengertian bahasa.
b. Untuk mengetahui pengertian dari ragam bahasa.
c. Untuk mengetahui penyebab ragam bahasa.
d. Untuk mengetahui jenis-jenis ragam bahasa.
e. untuk mengetahui pengertian dari gaya bahasa.
f. Untuk mengetahui jenis-jenis gaya Bahasa

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1.Pengertian Bahasa
Dalam kamus bahasa Indonesia secara terminologi bahasa sebagai
sistem lambang bunyi yang digunakan dalam suatu masyarakat untuk
bekerjasama,berinteraksi dan mengidentifikasi diri. Gorys keraf (1994:1)
mengatakan bahwa bahasa sebagai alat komunikasi antara anggota masyarakat
berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Bahsa merupakan
alat komunikasi antaranggota masyrakat indonesia selain itu fungsi bahasa juga
sebagai pikiran atau gagasan tertentu, dan juga melambangkan
perasaan,kemauan bahkan dapat melambang ciri khas dalam suatu daerah.

2.2.Pengertian Ragam Bahasa


Ragam bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaiannya, yang
berbeda-beda topik yang dibicarakan, menurut hubungan pembicaran, kawan
bicara, orang yang dibicarakan, menurut hubungan yang dibicarakan, serta
menurut medium yang dibicarakan serta menurut medium pembicara
(Bachman,1990).
Dalam ragam bahasa timbul dua masalah pokok yaitu masalah baku dan
tak baku. Dalam situasi resmi seperti di sekolah, di kantor masyarakat dituntut
menggunakan bahasa resmi namun sebaliknya dalam situasi tak resmi seperti
dipasar, dirumah masyarakat tidak dituntut untuk menggunakan bahasa resmi.
Dengan adanya masalah tersebut yang perlu diperhatikan ialah kaidah tentang
norma, situasi pembicara, dan topik pembicaraan.
Menurut Alwi (1998) Istilah lain yang digunakan selain ragam bahasa
baku adalah ragam bahasa standar, semi standar dan nonstandar. Bahasa ragam
standar memiliki sifat kemantapan berupa kaidah dan aturan tetap. Akan tetapi,

5
kemantapan itu tidak bersifat kaku. Ragam standar tetap luwes sehingga
memungkinkan perubahan di bidang kosakata, peristilahan, serta mengizinkan
perkembangan berbagai jenis laras yang diperlukan dalam kehidupan modern.
Menurut Fishman ed (1968), suatu ragam bahasa, terutama ragam
bahasa jurnalistik dan hukum, tidak tertutup kemungkinan untuk menggunakan
bentuk kosakata ragam bahasa baku agar dapat menjadi anutan bagi masyarakat
pengguna bahasa Indonesia. Dalam pada itu perlu yang perlu diperhatikan ialah
kaidah tentang norma yang berlaku yang berkaitan dengan latar belakang
pembicaraan (situasi pembicaraan), pelaku bicara, dan topik pembicaraan.
Terdapat aspek- aspek yang harus diperhatikan dalam berkomunikasi ragam
bahasa sebagai berikut :
a. Situasi yang dihadapi
b. Permasalahan yang akan disampaikan
c. Latar belakang pendengar atau pembaca yang dituju dan
d. Medium sarana bahsa yang digunakan

2.3.Penyebab Terjadinya Ragam Bahasa


Ragam bahasa timbul seiring dengan timbulnya perubahan di dalam
masyarakat. Perubahan itu berupa variasi-variasi bahasa yang dipakai sesuai
keperluamya. Oleh karena banyaknya variasi, agar tidak mengurangi fungsi
bahasa sebagai alat komunikasi yang efisien, dalam bahasa timbul mekanisme
untuk memilih variasi tertentu yang cocok untuk keperluan tertentu, dalam hal
ini disebut ragam standar (Subarianto, 2000).Ada beberapa factor sebagai
penyebab timbulnya ragam bahasa yang ada di Indonesia, yakni seperti di
bawah ini,
a. Faktor Budaya
Setiap daerah mempunyai perbedaan ciri khas atau daerah hidup yang
berbeda, seperti di wilayah Jawa dan Papua serta beberapa wilayah
Indonesia lainnya.

6
b. Faktor Sejarah
Setiap daerah mempunyai kebiasaan (adat istiadat) dan bahasa nenek
moyang sendiri-sendiri dan berbeda-beda, antara daerah satu dengan daerah
lainnya.
c. Faktor Perbedaan Demografi
Setiap daerah memiliki dataran yang berbeda, seperti wilayah di daerah
pantai, pegunungan yang biasanya cenderung mengunakan bahasa yang
singkat jelas dengan intonasi volume suara yang besar dan tingi. Berbeda
dengan daerah pemukiman padat penduduk yang menggunakan bahasa
lisan yang panjang lebar disebabkan lokasinya yang saling berdekatan
dengan intonasi volume suara yang kecil. Selain Faktor tersebut ragam
bahasa juga terjadi karena perkembangan zaman, di samping perbedaan
cara penyampaiannya atau logat bahasanya

2.4.Jenis-Jenis Ragam Bahasa


Menurut Martin Joos, ragam bahasa dibagi menjadi lima macam ragam
yaitu
a. Ragam Beku (Frozen) adalah variasi bahasa yang paling formal yang
digunakan dalam situasi khidmat dan upacara resmi. Misalnya, undang-
undang, khotbah, akte notaris, sumpah.
Contoh : Naskah Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, Bahwa
sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu,
maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan
perikemanusiaan dan perikeadilan
b. Ragam resmi (formal) disebut juga ragam resmi. Selin itu, ragam formal
atau ragam resmi disebut juga ragam baku. Chaer dan Agustine (2004 : 22-
23) menyatakan bahwa ragam resmi pada dasarnya sama dengan ragam
baku atau standar yang hanya digunakan dalam situasi resmi dan tidak
dalam situasi tidak resmi. Variasi bahasa yang digunakan dalam pidato

7
kenegaraan, rapat dinas, ceramah, buku pelajaran. Setiap lulusan SMK
dapat memilih untuk langsung bekerja atau melanjutkan jenjang
pendidikan ke perguruan tinggi.
Contoh kalimat formal sebagi berikut :
• Pak Baroto merupakan pemimpin perusahaan ini dan sudah
mengabdi selama hampir seperempat abad.
• Meskipun sebagian besar gedung di kampus itu tengah direnovasi,
namun kegiatan perkuliahan masih tetap berjalan.
• Sebagian besar mahasiswa yang berkuliah di kampus itu adalah
para mahasiswa yang meraih beasiswa bidik misi.
• Setiap mahasiswa yang hendak mengikuti sidang skripsi, wajib
melunasi biaya perkuliahan mereka yang masih menunggak.
• Setiap orang tua diwajibkan membawa rapot anaknya saat
pembagian rapot nanti.
• Seluruh siswa SDN 07 Jonggol diwajibkan untuk mengikuti
upacara bendera setiap hari senin pagi.
c. Ragam usaha (konsultatif) adalah variasi bahasa yang lazim digunakan
pembicaraan biasa disekolah, rapat-rapat, ataupun pembicara yang
berorientasi kepada hasil atau produksi wujud ragam ini berada diantara
ragam formal dan ragam informal.
Contoh kalimat konsultatif sebagai berikut
Dokter : “Ada keluhan apa bu?”
Pasien : “Ini dok saya suka mengalami pusing dan kondisi fisik saya
lemah”
Dokter : “Boleh diperiksa dulu bu? Silahkan berbaring dikasur”
Pasien : “Baik dok silahkan”
Setelah diperiksa

8
Dokter : “Ibu mengalami gejala tyfus, untuk mengambil obat dan
pembayarannya silahkan ke ruang administrasi”
Pasien : “Okedeh, terima kasih banyak dok”
d. Ragam santai (casual) adalah variasi bahasa yang digunakan dalam situasi
yang tidak resmi untuk berbincang-bincang dengan keluarga atau teman
pada waktu beristirahat, berolahraga, berekreasi. Ragam ini banyak
membentuk alegro yakni bentuk ujaran yang dipendekkan.
Contoh kalimat santai sebagai berikut :
• Elu kemana aja sih, dicari-cari kok nggak ketemu.
• Gue pergi dulu, ya.
• Eh, elu apa kabar? Baik-baik aja kan?
• Jujur saja, waktu itu aku ngerasa canggung banget saat pertama kali di-
interview.
• Akhir-akhir ini kamu kok kelihatan aneh ya?
• Kamu nggak apa-apa kan?
e. Ragam akrab (intimate) adalah variasi bahasa yang digunakan oleh para
penutur yang hubungannya sudah akrab seperti keluarga atau teman karib.
Ragam ini menggunakan bahasa yang tidak lengkap dengan artikulasi yang
tidak jelas.
Contoh kalimat akrab:
• Cindy : “Hey makasih yaa bunga nya gue suka hehehe”
• Davi : “Sama-sama cin hehehe (sambil nyubit)”

Ragam bahasa dapat pula dilihat dari segi sarana atau jalur yang
digunakan. Dalam hal ini dapat disebut adanya ragam lisan dan tulis.
a. Ragam lisan adalah ragam bahasa yang diungkapkan melalui media lisan,
terkait oleh ruang dan waktu sehingga situasi pengungkapan dapat
membantu pemahaman. Ciri-ciri ragam bahasa lisan

9
diantaranya Memerlukan kehadiran orang lain, unsur gramatikal tidak
dinyatakan secara lengkap. Terikat ruang dan waktu dan dipengaruhi oleh
tinggi rendahnya suara.
Contoh :
• Ariani bilang kalau kita harus belajar.
• Kita harus bikin karya tulis.
• Rasanya masih terlalu pagi buat saya, Pak

b. Ragam tulis adalah ragam bahasa yang digunakan melalui media tulis,
tidak terkait ruang dan waktu sehingga diperlukan kelengkapan struktur
sampai pada sasaran secara visual. Ragam bahasa ini dipengaruhi oleh
bentuk, pola kalimat dan tanda baca.
Contoh :
• Ariani mengatakan bahwa kita harus belajar.
• Kita harus membuat karya tulis.
• Rasanya masih telalu muda bagi saya, Pak.

Goeller (1980) mengungkapkan 3 karakteristik ragam bahasa tulis:


i. Accuracy (akurat) yaitu kelogisan segala informasi atau gagasan
yang dituliskan.
ii. Bravety (ringkas) yaitu pengungkapan gagasan yang ringkas, tidak
menggunakan kata-kata mubazir dan berulang, serta seluruh kata
yang digunakan dalam kalimat ada fungsinya.
iii. Clarity (jelas) yaitu tulisan mudah dipahami, penalaran jelas (alur
pikirannya mudah diikuti oleh pembaca, dan tidak menimbulkan
tafsir ganda.
Terdapat dua perbedaan mencolok yang dapat diamati antara ragam
bahasa tulis dan lisan, yaitu:
a. Dari segi suasana/peristiwa

10
Jika menggunakan bahasa tulisan tentu saja orang yang diajak
berbahasa tidak ada di hadapan kita. Oleh karena itu perlu ada kejelasan
tentang fungsi gramatikal seperti subjek, predikat, objek dan hubungan
antara setiap fungsi tersebut harus nyata dan jelas. Sedangkan dalam bahasa
lisan pembicara langsung berhadapan dengan lawan bicaranya sehingga
unsure gramatikal tersebut kadangkala dapat diabaikan.
b. Dari segi intonasi
Yang membedakannya adalah intonasi yaitu berkaitan dengan panjang
pendek suara/tempo, tinggi rendah suara/nada, keras atau lembutnya
tekanan yang sulit dilambangkan dalam ejaan dan tanda baca serta cara
penulisan.

2.5.Pengertian Gaya Bahasa


Gaya bahasa dalam retorika dikenal dengan istilah style. Style
diturunkan dari bahasa Latin, yaitu stilus yang berarti semacam alat untuk
menulis pada lempengan lilin. Keahlian menggunakan alat ini akan
mempengaruhi jelas dan tidaknya suatu tulisan pada lempengan tersebut
(Keraf, 2008: 112).
Majas sering dianggap sebagai sinonim dari gaya bahasa, namun
sebenarnya majas termasuk dalam gaya bahasa. Sebelum masuk pada
pembahasan tentang majas, terlebih dahulu akan dikemukakan pengertian
tentang gaya bahasa. Gaya bahasa mempunyai cakupan yang sangat luas.
Menurut penjelasan Harimurti Kridalaksana (Kamus Linguistik (1982), gaya
bahasa (style) mempunyai tiga pengertian, yaitu:
a. Pemanfaatan atas kekayaan bahasa oleh seseorang dalam bertutur atau
menulis.
b. Pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu.
c. Keseluruhan ciri-ciri bahasa sekelompok penulis sastra.

11
Gaya bahasa juga bermakna cara mengungkapkan pikiran melalui
bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis atau
pemakai bahasa (Keraf dalam Murtono, 2010:15). Gaya bahasa dapat bersifat
individu maupun kelompok. Gaya bahasa yang bersifat individu disebut
idiolek, sedangkan yang bersifat kelompok (masyarakat) disebut dialek. Gaya
bahasa memungkinkan kita dapat menilai pribadi, watak, dan watak, dan
kemampuan seseorang ataupun masyarakat yang menggunakan bahasa
tersebut.
Sementara itu, Leech dan Short (1981): mengemukakan bahwa gaya
bahasa adalah cara menggunakan bahasa dalam konteks tertentu, oleh orang
tertentu untuk tujuan tertentu. Bila dilihat dari fungsi bahasa, penggunaan gaya
bahasa termasuk ke dalam fungsi puitik, yaitu menjadikan pesan lebih
berbobot. Pemakaian gaya bahasa yang tepat (sesuai dengan waktu dan
penerima yang menjadi sasaran) dapat menarik perhatian penerima.
Selain pengertian di atas, gaya bahasa adalah bahasa indah yang
digunakan untuk meningkatkan efek dengan jalan memperkenalkan serta
membandingkan suatu benda atau hal tertentu dengan benda atau hal lain yang
lebih umum. Secara singkat penggunaan gaya bahasa tertentu dapat mengubah
serta menimbulkan konotasi tertentu (Dale [et al], 1971: 220).

2.6. Jenis-Jenis Gaya Bahasa


Perrin (dalam Tarigan, 1995: 141) membedakan gaya bahasa menjadi
tiga. Gaya bahasa tersebut yaitu: (1) perbandingan yang meliputi metafora,
kesamaan, dan analogi; (2) hubungan yang meliputi metonomia dan sinekdoke;
(3) pernyataan yang meliputi hiperbola, litotes, dan ironi.
Moeliono (1989: 175) membedakan gaya bahasa menjadi tiga.
Gayabahasa tersebut antara lain: (1) perbandingan yang meliputi
perumpamaan, metafora, dan penginsanan; (2) pertentangan yang meliputi

12
hiperbola, litotes, dan ironi; (3) pertautan yang meliputi metonomia, sinekdoke,
kilatan, dan eufemisme.
Sementara itu, Ade Nurdin, Yani Maryani, dan Mumu (2002: 21-30)
berpendapat gaya bahasa dibagi menjadi lima golongan, yaitu: (1) gaya bahasa
penegasan, yang meliputi repetisi, paralelisme; (2) gaya bahasa perbandingan,
yang meliputi hiperbola, metonomia, personifikasi, perumpamaan, metafora,
sinekdoke, alusio, simile, asosiasi, eufemisme, pars pro toto, epitet, eponym,
dan hipalase; (3) gaya bahasa pertentangan mencakup paradoks, antithesis,
litotes, oksimoron, hysteron, prosteron, dan okupasi; (4) gaya bahasa sidiran
meliputi ironi, sinisme, innuendo, melosis, sarkasme, satire, dan antifarsis; (5)
gaya bahasa perulangan meliputi aliterasi, antanaklasis, anaphora, anadiplosis,
asonansi, simploke, nisodiplosis, epanalipsis, dan epuzeukis”.
Beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa dapat
dibedakan menjadi lima kelompok, yaitu: (1) gaya bahasa berbandingan, (2)
gaya bahasa perulangan, (3) gaya bahasa sindiran, (4) gaya bahasa
pertentangan, (5) gaya bahasa penegasan. Adapun penjelasan masing-masing
gaya bahasa di atas adalah sebagai berikut.
a. Gaya Bahasa Perbandingan
Pradopo (2005: 62) berpendapat bahwa gaya bahasa
perbandinganadalah bahasa kiasan yang menyamakan satu hal dengan
yang lain dengan mempergunakan kata-kata pembanding seperti: bagai,
sebagai, bak, seperti, semisal, seumpama, laksana, dan kata-kata
pembanding lain. Adapun gaya bahasa perbandingan ini meliputi:
hiperbola, metonomia, personifikasi, pleonasme, metafora, sinekdoke,
alusi, simile, asosiasi, eufemisme, epitet, eponym, dan hipalase.
1) Hiperbola
Keraf (2004: 135) berpendapat bahwa hiperbola yaitu semacam
gaya bahasa yangmengandung suatu pernyataan yang berlebihan
dengan membesar-besarkan suatu hal.

13
Contoh: hatiku hancur mengenang dikau, berkeping-keping jadinya.
2) Metonomia
Altenberd (dalamPradopo, 2005: 77) mengatakan bahwa
metonomia adalah penggunaan bahasasebagai sebuah atribut sebuah
objek atau penggunaan sesuatu yang sangat dekatberhubungan
dengannya untuk menggantikan objek tersebut.
Contoh: ayah membeli kijang.
3) Personifikasi
Keraf (2004: 140) berpendapat bahwa personifikasi adalah
semacam gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda-benda mati
atau barang-barang yang tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat
kemanusiaan.
Contoh: pohon melambai-lambai diterpa angin.
4) Perumpamaan
Moeliono (1989: 175) berpendapat bahwa perumpamaan adalah
gayabahasa perbandingan yang pada hakikatnya membandingkan dua
hal yangberlainan dan yang dengan sengaja kita anggap sama.
Contoh : setiap hari tanpamu laksana buku tanpa halaman.
5) Pleonasme
Keraf (2004: 133) berpendapat bahwa pleonasme adalah
semacam acuanyang mempergunakan kata-kata lebih banyak daripada
yang diperlukan untukmenyatakan satu gagasan atau pikiran.
Contoh: iamenyalakan lampu kamar, membuat supaya kamar menjadi
terang.
6) Metafora
Keraf (2004: 139) berpendapat bahwa metafora adalah semacam
analogiyang membandingkan dua hal yang secara langsung tetapi
dalam bentuk yang singkat. Dapat disimpulkan bahwa metafora adalah

14
gaya bahasa yang membandingkansecara implisit yang tersusun
singkat, padat, dan rapi.
Contoh: generasi mudaadalah tulang punggung negara.
7) Alegori
Keraf (2004: 140) berpendapat bahwa alegori adalah gaya
bahasaperbandingan yang bertautan satu dengan yang lainnya dalam
kesatuan yang utuh.
Contoh: hati-hatilahkamu dalam mendayung bahtera rumah tangga,
mengarungi lautan kehidupanyang penuh dengan badai dan
gelombang. Apabila suami istri, antara nahkodadan jurumudinya itu
seia sekata dalam melayarkan bahteranya, niscaya ia akansampai ke
pulau tujuan.
8) Sinekdoke
Keraf (2004: 142) berpendapat bahwa sinekdoke adalah
semacam bahasa figuratif yang mempergunakan sebagian dari suatu
hal untuk menyatakan keseluruhan atau mempergunakan keseluruhan
untuk menyatakan sebagian.
Contoh: akhirnya Maya menampakkan batang hidungnya.
9) Alusio
Keraf (2004: 141) berpendapat bahwa alusi adalah acuan yang
berusahamensugestikan kesamaan antar orang, tempat, atau peristiwa.
Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa alusi adalah gaya
bahasa yang menunjuksesuatu secara tidak langsung kesamaan antara
orang, peristiwa atau tempat.
Contoh: memberikan barang atau nasihat seperti itu kepadanya,
engkau sepertimemberikan bunga kepada seekor kera.
10) Simile

15
Keraf (2004: 138) berpendapat bahwa simile adalah
perbandingan yangbersifat eksplisit atau langsung menyatakan sesuatu
sama dengan hal yang lain.
Contoh: Ia cantik laksana bidadari.
11) Asosiasi
Maulana (2008: 2) berpendapat asosiasi adalah gaya
bahasaperbandingan yang bersifat memperbandingkan sesuatu dengan
keadaan lain yangsesuai dengan keadaan yang dilukiskan.
Contoh: wajahnya pucat pasibagaikan bulan kesiangan.
12) Eufemisme
Keraf (2004: 132) berpendapat bahwa eufemisme adalah acuan
berupaungkapan-ungkapan yang halus untuk menggantikan acuan-
acuan yang mungkindirasakan menghina, menyinggung perasaan atau
menyugestikan sesuatu yangtidak menyenangkan.
Contoh: kaum tuna wisma makin bertambah saja di kotaku.
13) Epitet
Keraf (2004: 141) berpendapat bahwa epitet adalah semacam
acuan yangmenyatakan suatu sifat atau ciri yang khusus dari seseorang
atau sesuatu hal.Keterangan itu adalah suatu frasa deskriptif yang
menjelaskan atau menggantikannama seseorang atau suatu barang.
Contoh: raja siang sudah muncul, diabelum bangun juga (matahari).
14) Eponim
Keraf (2004: 141) menjelaskan bahwa eponim adalah suatu gaya
bahasadi mana seseorang yang namanya begitu sering dihubungkan
dengan sifat tertentusehingga nama itu dipakai untuk menyatakan
sifat.
Contoh: kecantikannya bagaiCleopatra.
15) Hipalase

16
Keraf (2004: 142) berpendapat bahwa hipalase adalah semacam
gayabahasa yang mempergunakan sebuah kata tertentu untuk
menerangkan sebuahkata yag seharusnya dikenakan pada sebuah kata
yang lain. Maksud pendapat diatas adalah hipalase merupakan gaya
bahasa yang menerangkan sebuah kata tetapisebenarnya kata tersebut
untuk menjelaskan kata yang lain.
Contoh: dia berenangdi atas ombak yang gelisah. (bukan ombak yang
gelisah, tetapi manusianya).
16) Pars pro toto
Keraf (2004: 142) Pars pro toto adalah gaya bahasa yang
melukiskan sebagian untuk keseluruhaan.
Contoh: sudah tiga hari, dia tidak kelihatan batang hidungnya.
b. Gaya Bahasa Perulangan
Ade Nurdin, Yani Muryani, dan Mumu (2002: 28) berpendapat
bahwagaya bahasa perulangan adalah gaya bahasa yang mengulang kata
demi kata entahitu yang diulang bagian depan, tengah, atau akhir, sebuah
kalimat. Gaya bahasaperulangan ini meliputi: aliterasi, anadiplosis,
epanalipsis, epizeukis, mesodiplosis, anafora.
1) Aliterasi
Keraf (2004: 130) berpendapat bahwa aliterasi adalah gaya
bahasa yangberwujud perulangan konsonan yang sama.
Contoh: Malam kelam suram hatiku semakin muram.
2) Anadiplosis
Keraf (2004: 128) berpendapat bahwa anadiplosis adalah kata
atau frasaterakhir dari suatu klausa atau kalimat menjadi kata atau
frasa pertama dari klausaatau kalimat berikutnya. Dapat disimpulkan
bahwaanadiplosis adalah gaya bahasa yang mengulang kata pertama
dari suatu kalimatmenjadi kata terakhir.
Contoh: dalam hati ada rasa, dalam rasa ada cinta, dalamcinta, ada apa.

17
3) Epanalipsis
Keraf (2004: 128) berpendapat bahwa epanalipsis adalah
pengulanganyang berwujud kata terakhir dari baris, klausa, atau
kalimat mengulang katapertama. Dari pendapat di atas dapat
disimpulkan bahwa epanalipsis adalahpemngulangan kata pertama
untuk ditempatkan pada akhir baris dari suatukalimat.
Contoh: kita gunakan akal pikiran kita.
4) Epizeukis
Keraf (2004: 127) berpendapat bahwa yang dinamkan epizeukis
adalahrepetisi yang bersifat langsung, artinya kata-kata yang
dipentingkan diulang beberapa kali berturut-turut.
Contoh: kita harus terus semangat, semangat, danterus semangat untuk
menghadapi kehidupan ini.
5) Mesodiplosis
Keraf (2004: 128) berpendapat bahwa mesodiplosis adalah
repetisi ditengah-tengah baris atau beberapa kalimat berurutan. Dari
pendapat tersebut dapatdisimpulkan bahwa mesodiplosis adalah gaya
bahasa repetisi yang mengulangkata di tengah-tengah baris atau
kalimat.
Contoh: Hidup bagaikan surga kalaudianggap surga. Hidup bagaikan
neraka kalau dianggap neraka. Namun, yangpenting hidup bagai
sandiwara sementara.
6) Anafora
Keraf (2004: 127) berpendapat bahwa anaphora adalah repetisi
yangberwujud pengulangan kata pertama pada tiap baris atau kalimat
berikutnya.
Contoh: Kita tidak boleh lengah, Kita tidakboleh kalah. Kita harus
tetap semangat.
c. Gaya Bahasa Sindiran

18
Keraf (2004: 143) berpendapat bahwa gaya bahasa sindiran atau
ironiadalah suatu acuan yang ingin mengatakan sesuatu dengan makna atau
maksudberlainan dari apa yang terkandung dalam rangkaian kata-katanya.
Gaya bahasa sindiran inimeliputi: melosis, sinisme, ironi, innuendo,
antifrasis, sarkasme, satire.
1) Melosis
Ade Nurdin, Yani Maryani, dan Mumu (2002: 27) berepndapat
bahwamelosis adalah gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang
merendah dengantujuan menekankan atau mementingkan hal yang
dimaksud agar lebih berkesandan bersifat ironis.
Contoh: tampaknyadia sudah lelah di atas, sehingga harus lengser.
2) Sinisme
Keraf (2004; 143) berpendapat bahwa sinisme adalah gaya
bahasasebagai suatu sindiran yang berbentuk kesangsian yang
mengandung ejekan terhadap keikhlasan dan ketulusan hati. Dari
pendapat di atas dapat disimpulkanbahwa sinisme adalah gaya bahasa
yang bertujuan menyindir sesuatu secara kasar.
Contoh: tak usah kuperdengarkan suaramu yang merdu dan
memecahkan telingaitu.
3) Ironi
Hadi (2008: 2) berpendapat bahwa ironi adalah gaya bahasa
yang berupasindiran halus berupa pernyataan yang maknanya
bertentangan dengan makna sebenarnya. Contoh: pagibenar engkau
datang, Hen! Sekarang, baru pukul 11.00
4) Innuendo
Keraf (2004: 144) berpendapat bahwa innuendo adalah
semacam sindirandengan mengecilkan kenyataan yang sebenarnya.
Contoh: dia berhasil naik pangkatdengan sedikit menyuap.
5) Antifrasis

19
Keraf (2004: 132) menjelaskan bahwa antifrasis adalah
semacam ironiyang berwujud penggunaan sebuah kata dengan makna
kebalikannya, yang bisa saja dianggap ironi sendiri, atau kata-kata yang
dipakai untuk menangkalkejahatan, roh jahat, dan sebagainya.
Contoh: lihatlah si raksasa telah tiba (si cebol).
6) Sarkasme
Keraf (2004: 143) berpendapat bahwa sarkasme adalah suatu
acuan yanglebih kasar dari ironi yang mengandung kepahitan dan
celaan yang getir.
Contoh: Mulutmu berbisa bagaiular kobra.
7) Satire
Satire adalah gaya bahasa yang berbentuk ungkapan dengan
maksudmenertawakan atau menolak sesuatu (Keraf, 2004: 144). Dari
pendapat di atasdapat disimpulkan bahwa satire adalah gaya bahasa
yang menolak sesuatu untuk.
Contoh: sekilas tampangnya sepertianak berandal, tapi kita jangan
langsung menuduhnya, jangan melihat daripenampilan luarnya saja.

d. Gaya Bahasa Pertentangan


Gaya bahasa pertentangan adalah gaya bahasa yang
maknanyabertentangan dengan kata-kata yang ada. Gaya bahasa
pertentangan meliputi: litotes, paradoks, histeron prosteron, antithesis,
oksimoron, dan okupasi.
1) Litotes
Keraf (2004: 132) berpendapat bahwa litotes adalah gaya bahasa
yangmengandung pernyataan yang dikurangi (dikecilkan) dari makna
sebenarnya. Bagas (2007: 1) juga berpendapat bahwa litotes dapat
diartikan sebagai ungkapanberupa mengecilkan fakta dengan tujuan
merendahkan diri.

20
Contoh: mampirlah ke rumah saya yangberapa luas.
2) Paradoks
Keraf (2004: 2004: 136) mengemukakan bahwa paradoks
adalahsemacam gaya bahasa yang mengandung pertentangan yang ada
dengan fakta-fakta yang ada.
Contoh: musuh merupakan kawan yang akrab.
3) Histeron Prosteron
Histeron prosteron adalah gaya bahasa yang menyatakan
maknakebalikan dari sesuatu yang logis atau dari kenyataan yang ada
(Keraf, 2004:133). Jadi dapat dikatakan bahwa histeron prosteron
adalah gaya bahasa yangmenyatakan makna kebalikannya yang
dianggap bertentangan dengan kenyataan yang ada.
Contoh: jalan kalian sangat lambat seperti kuda jantan.
4) Antitesis
Keraf (2004: 126) berpendapat bahwa antitesis adalah sebuah
gaya bahasa yang mengandung gagasan-gagasan yang bertentangan
denganmempergunakan kata-kata atau kelompok kata yang
berlawanan. Hadi (2008: 7) juga berpendapat bahwa antitesis dapat
diartikan dengan gaya bahasa yangmembandingkan dua hal yang
berlawanan.
Contoh: suka duka kita akan selalu bersama.
5) Oksimoron
Keraf (2004: 136) oksimoron adalah suatu acuan yang berusaha
untukmenggabungkan kata-kata untuk mencapai efek yang
bertentangan. Dari pendapat di atas dapat disimpulkanbahwa
oksimoron adalah gaya bahasa yang menyatakan dua hal yang bagian
bagiannya saling bertentangan,
Contoh: kekalahan adalah kemenangan yangtertunda.
6) Okupasi

21
Hadi (2008: 2) berpendapat okupasi merupakan gaya bahasa
yangmelukiskan sesuatu dengan bantahan, tetapi kemudian diberi
tambahan penjelasanatau diakhiri dengan kesimpulan.
Contoh: merokok itu merusak kesehatan, akan tetapisi perokok tidak
dapat menghentikan kebiasaannya. Maka, muncullah
pabrikpabrikrokok karena untungnya banyak.
e. Gaya Bahasa Penegasan
Gaya bahasa penegasan adalah gaya bahasa yang mengulang
katakatanyadalam satu baris kalimat. Gaya bahasa penegasan meliputi:
paralelisme, erotesis, klimaks, repetisi, dan anti klimaks.
1) Paralelisme
Suyoto (2008:3) berpendapat bahwa paralelisme dapat diartikan
sebagaipengulangan ungkapan yang sama dengan tujuan memperkuat
nuansa makna.
Contoh: hidup adalah perjuangan, hidup adalahpersaingan, hidup adalah
kesia-siaan.
2) Epifora
Keraf (2004: 136) berpendapat bahwa epifora adalah
pengulangan katapada akhir kalimat atau di tengah kalimat.
Contoh: Yangkurindu adalah kasihmu. Yang kudamba adalah kasihmu.
3) Erotesis
Keraf (2004: 134) mengemukakan bahwa erotesis adalah
semacampertanyaan yang dipergunakan dalam pidato atau tulisan
dengan tujuan untukmencapai efek yang lebih mendalam dan
penekanan yang wajar, dan sama sekalitidak menghendaki adanya suatu
jawaban. Simpulan gaya bahasa erotesis adalahgaya bahasa yang
bertujuan untuk mencapai efek yang lebih mendalam tanpa
membutuhkan jawaban.

22
Contoh: rakyatkah yang harus menanggung akibat semuakorupsi dan
manipulasi di negara ini?
4) Klimaks
Keraf (2004: 124) berpendapat bahwa gaya bahasa klimaks
adalahsemacam gaya bahasa yang mengandung urutan-urutan pikiran
yang setiap kalisemakin meningkat kepentingannya dari gagasan-
gagasan sebelumnya. Jadi dapatdijelaskan klimaks adalah pemaparan
pikiran atau hal berturut-turut darisederhana dan kurang penting
meningkat kepada hal atau gagasan yang penting atau kompleks,
Contoh: generasi muda dapat mentediakan, mencurahkan
mengorbankan seluruh jiwa raganya kepada bangsa.
5) Repetisi
Keraf (2004: 127) berpendapat bahwa repetisi adalah
perulangan bunyi,suku kata, kata atau bagian kalimat yang dianggap
penting untuk memberi tekanandalam sebuah konteks yang nyata. Hadi
(2008: 2) berpendapat repetisi juga dapat diartikan dengan sebuah majas
penegasan yang melukiskan sesuatu denganmengulang kata atau
beberapa kata berkali-kali yang biasanya dipergunakan dalam pidato.
Contoh : kita junjung dia sebagai pemimpin, kita junjung dia sebagai
pelindung.
6) Anti klimaks
Keraf (2004: 124) berpendapat bahwa anti klimaks adalah gaya
bahasayang gagasan-gagasannya diurutkan dari yang terpenting
berturut-turut ke gagasan yang kurang penting.
Contoh: bukan hanya KepalaSekolah dan Guru yang mengumpulkan
dana untuk korban kerusuhan, para muridikut menyumbang semampu
mereka.

23
BAB III

PENUTUP

3.1.Kesimpulan
Ragam bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaianya, hubungan
pembicaraan, orang yang dibicarakan, hubungan yang dibicarakan, serta
menurut medium yang dibicarakan dan pembicara. Menurut Martin Joos, ragam
bahasa berdasarkan keformalannya terdiri dari 5 macam yaitu beku, baku,
casual, konsultatif, dan intimate. Selain itu, ragam bahasa dapat pula dilihat dari
segi sarana atau jalur yang digunakan yaitu ragam lisan dan tulis.
Gaya bahasa juga bermakna cara mengungkapkan pikiran melalui
bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis atau
pemakai bahasa. Dalam hal ini, Majas sering dianggap sebagai sinonim dari
gaya bahasa, namun sebenarnya majas juga termasuk dalam gaya Bahasa itu
sendiri. Dalam berbagai pendapat bahwa gaya bahasa dapat dibedakan menjadi
lima kelompok, yaitu: (1) gaya bahasa berbandingan, (2) gaya bahasa
perulangan, (3) gaya bahasa sindiran, (4) gaya bahasa pertentangan, (5) gaya
bahasa penegasan.

3.2.Saran
Dalam hal ini penulis menyarankan dalam berbahasa Indonesia,
sebaikinya kita bisa menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Dimana memperhatikan bagaimana gaya bahasa dan ragam bahasa yang sangat
banyak ragamnya dapat digunakan sesuai dengan tempat dan fungsinya masing
– masing.

24
DAFTAR PUSTAKA

Alwi, H., & dkk. 1998. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Bachman, & dkk. 1990. Keragaman Bahasa dalam Pembelajaran. Bandung: FPBS-
UPI.
Bachman, L. 1990. Fundamental Consideration in Language Testing. Oxford:
Oxford University Press.
Chaer, A., & Agustina, L. 2004. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka
Cipta.
Hadi, A. 2008. Majas (Gaya Bahasa). http://basasin.blogspot.com/2008/10/majas-
gaya-bahasa.html. diakses pada tanggal 21 September jam 20.00 WIB
Kebudayaan, D. P. 1995. Sosiolinguistik. (Rochayah, & M. Djamil, Trans.) Jakarta:
Pusat Pembbinaan dan Pengembangan Bahasa.
Keraf, G. 2002. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
______. 2004. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Grammedia Pustaka Utama.
______. 2008. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Kridalaksana, H. 1982. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia.
Kusumawati. 2010. Jurnal Penelitian Analisis Pemakaian Gaya Bahasa pada Iklan
Produk Kecantikan Perawatan Kulit Wajah di Televisi.
Moelono, A. 1989. Kembara Bahasa. Jakarta: PT Gramedia.
Murtono. 2010. Menuju Kemahiran Berbahasa Indonesia (Langkaj Maju Menulis).
Surakarta: UNS Press.
Nurdin, A., & dkk. 2002. Intisari Bahasa dan Sastra Indonesia untuk Kelas 1, 2, 3
SMU. Bandung: CV Pustaka Setia.
Pradopo, R. D. 2005. Beberapa Teori Sastra, Metode, Kritik dan Penerapannya.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Siswanto, W. 2014. Cara Menulis Cerita. Daerah Istimewa Yogyakarta: Aditya
Media Publishing.

25
Suryawan, W. E. 2013. Analisis Diksi dan Gaya Bahsa pada Novel 5 cm.
Tarigan, H. 1995. Prinsip-Prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa.
Y, Hery. 2013. Ragam Bahasa Indonesia. Dalam
http://herisllubers.blogspot.com/2013/10/ragam-bahasa-indonesia.html?m=1
diakses pada tanggal 18 September 2019 pukul 10.30 WIB

26

Anda mungkin juga menyukai