KANKER OVARIUM
Disusun Oleh :
Kelompok 2
Nama Anggota :
Tingkat :
II
TAHUN 2017
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan
Agar mahasiswa mampu mengetahui Asuhan Keperawatan pada klien dengan kanker
ovarium
C. T ujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu mengetahui tentang pengertian kanker ovarium
2. Mahasiswa mampu memahami tentang etiologi terjadinya kanker ovarium
3. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang tanda dan gejala terjadinya kanker
ovarium
4. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang faktor resiko terjadinya kanker ovarium
5. Mahasiswa mampu mengetahui tentang patofisiologi (manifestasi klinik)
terjadinya kanker ovarium
6. Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan medis untuk menangani
terjadinya kanker ovarium
7. Mahasiswa mampu mengetahui terapi untuk menangani terjadinya kanker
Ovarium
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Kanker ovarium merupakan tumor dengan histiogenesis yang beraneka ragam,
dapat berasal dari ketiga (3) dermoblast (ektodermal, endodermal, mesodermal)
dengan sifat-sifat histiologis maupun biologis yang beraneka ragam (Smeltzer &
Bare, 2002).
Terdapat pada usia peri menopause kira-kira 60%, dalam masa reproduksi 30%
dan 10% terpadat pada usia yang jauh lebih muda. Tumor ini dapat jinak (benigna),
tidak jelas jinak tapi juga tidak jelas / pasti ganas (borderline malignancy atau
carcinoma of low – maligna potensial) dan jelas ganas (true malignant (Priyanto,
2007).
Kanker ovarium sebagian besar berbentuk kista berisi cairan maupun padat.
Kanker ovarium disebut sebagai silent killer. Karena ovarium terletak di bagian
dalam sehingga tidak mudah terdeteksi 70-80% kanker ovarium baru ditemukan
pada stadium lanjut dan telah menyebar (metastasis) kemana-mana (Wiknjosastro,
1999).
B. Anatomifisiologi ovari
Organ reproduksi wanita terdiri atas organ eksterna dan organ interna. Organ
interna berfungsi dalam kopulasi, sedangkan organ interna berfungsi dalam
ovulasi,sebagai tempat fertilisasi sel telur dan perpindahan blastosis, ovarium
merupakan salah satu organ reproduksi wanita, serta sebagai tempat implantasi;
dapat dikatakan organ interna berfungsi untuk pertumbuhan dan kelahiran janin.
1. Organeksterna
2. Organ Internal
a. Vagina
Vagina merupakan saluran fibromuskuler elastis yang membentang ke atas dan
ke belakang dari vulva hingga uterus. Dinding anterior vagina mempunyai panjang
kurang lebih 7,5 cm dan dinding posteriornya 9 cm. Vagina mempunyai banyak
fungsi yaitu sebagai saluran keluar dari uterus, dilalui sekresi uterus, dan kotoran
menstruasi, sebagai organ kopulasi dan sebagai bagian jalan lahir saat persalinan.
Dinding vagina terdiri atas empat lapisan : Lapisan epitel gepeng berlapis : pada
lapisan ini tidak terdapat kelenjar tetapi cairan akan merembes melalui epitel untuk
memberikan kelembaban, Jaringan kolektif areoler yang dipasok pembuluh dengan
baik, Jaringan otot polos
berserabut longitudinal dan sirkuler, Lapisan luar jaringan ikat fibrosa berwarna
putih.
Fornik berasal dari kata latin yang artinya selokan. Pada tempat servik menuju
kedalam kubah vagina terbentuk sebuah selokan melingkar yang mengelilingi
servik. Fernik ini terbagi menjadi empat bagian: fornik posterior, anterior dan dua
buah fernik latera
b. Uterus
Uterus merupakan organ muskuler yang sebagian tertutup oleh
peritoneum atau serosa. Bentuk uterus menyerupai buah pir yang gepeng. Uterus
wanita yang tidak hamil terletak pada rongga panggul antara kandung kemih di
anterior dan rectum posterior. Uterus wanita nullipara panjang 6-8 cm,
dibandingkan dengan 9-10 cmpada wanita multipara. Berat uterus wanita yang
pernah melahirkan antara 50-70 gram sedangkan pada yang belum pernah
melahirkan beratnya 80 gram atau lebih
C. TubaFalopi
Tuba falopi marupakan saluran ovum yang terentang antara kornu uterine
hingga suatu tempat di dekat ovarium dan merupakan jalan ovum mencapai rongga
uterus. Panjang tuba falopi antara 8-14 cm, tuba tertutup oleh peritoneum dan
lumennya dilapisi oleh membrane mukosa.
Tuba falopi terdiri atas Pars interstisialis (bagian yang terdapat di inding
uterus), Pars Ismika (merupakan bagian medial tuba yang sempit seluruhnya), Pars
Ampularis (bagian yang terbentuk agak lebar, tempat konsepsi terjadi), Pars
Infudibulum (bagian ujung tuba yang terbuka kearah abdomen dan mempunyai
fimbria. Fimbria penting artinya bagi tuba untuk menangkap telur dan kemudian
menyalurkan ke dalam tuba).
Ovarium disebut juga indung telur, di dalam ovarium ini terdapat jaringan bulbus
dan tubulus yang menghasilkan telur (ovum) dan ovarium ini hanya terdapat pada
wanita, letaknya di dalam pelvis di kiri kanan uterus, membentuk, mengembang
serta melepaskan ovum dan menimbulkan sifat-sifat kewanitaan, misalnya : pelvis
yang membesar, timbulnya siklus menstruasi
Ovarium disebut juga indung telur, di dalam ovarium ini terdapat jaringan
bulbus dan tubulus yang menghasilkan telur (ovum) dan ovarium ini hanya terdapat
pada wanita, letaknya di dalam pelvis di kiri kanan uterus, membentuk,
mengembang serta melepaskan ovum dan menimbulkan sifat-sifat kewanitaan,
misalnya : pelvis yang membesar, timbulnya siklus menstruasi
Kelenjar ovarika terdapat pada ovarium di samping kiri dan kananuterus,
menghasilkan hormon estrogen dan progesterone. Hormon inidapat
mempengaruhi kerja dan mempengaruhi sifat-sifat kewanitaan, misalnya panggul
yang besar, panggul sempit dan lain-lain.
Apabila folikel de graaf sobek, maka terjadi penggumpalan darah di dalam
rongga folikel dan sel yang berwarna kuning yang berasal dari dinding folikel masuk
dalam gumpalan itu dan membentuk korpus luteum tumbuh terus sampai beberapa
bulan menjadi besar. Bila ovum tidak di buahi maka korpus luteum bertahan hanya
sampai 12-14 hari tepat sebelum masa menstruasi berikutnya, korpus luteum
menjadi atropi.
Siklus menstruasi, perubahan yang terjadi di dalam ovarium dan uterus dimana
masa menstruasi berlangsung kira-kira 5 hari, selama masa ini epithelium
permukaan dinding uterus terlepas dan terjadi sedikit perdarahan.
Masa setelah menstruasi adalah masa perbaikan dan pertumbuhan yang
berlangsung 9 hari ketika selaput terlepas untuk diperbaharui, tahap ini
dikendalikan olen estrogen, sedangkan pengendalian estrogen dikendallikan oleh
FSH (Folikel Stimulating Hormon) terjadi pada hari ke 14, kemudian disusul 14 hari
tahap sekretorik yang di kendalikan oleh progesterone.
C. Etiologi
Menurut Hidayat (2009) Ovarium terletak di kedalaman rongga pelvis. Bila
timbul kanker, biasanya tanpa gejala pada awalnya sehingga sulit ditemukan,
membuat diagnosis tertunda. Ketika lesi berkembang dan timbul gejala, sering 15
kali sudah bukan stadium dini. Maka terdapat 60-70% pasien kanker ovarium saat
didiagnosis sudah terdapat metastasis di luar ovarium. Penyebab kanker ovarium
hingga kini belum jelas, tapi faktor lingkungan dan hormonal berperan penting
dalam patogenesisnya.Akan tetapi banyak teori yang menjelaskan tentang etiologi
kanker ovarium, diantaranya:
1. Hipotesis incessant ovulation, Teori menyatakan bahwa terjadi kerusakan pada
el-sel epitel ovarium untuk penyembuhan luka pada saat terjadi ovulasi. Proses
penyembuhan sel-sel epitel yang terganggu dapat menimbulkan proses
transformasi menjadi sel-sel tumor.
2. Hipotesis androgen, Androgen mempunyai peran penting dalam terbentuknya
kanker ovarium. Hal ini didasarkan pada hasil percobaan bahwa epitel ovarium
mengandung reseptor androgen. Dalam percobaan in-vitro, androgen dapat
menstimulasi pertumbuhan epitel ovarium normal dan sel-sel kanker ovarium.
D. Patofisiologi
Tumor ganas ovarium diperkirakan sekitar 15-25% dari semua tumor ovarium.
Dapat ditemukan pada semua golongan umur, tetapi lebih sering pada usia 50
tahun ke atas, pada masa reproduksi kira-kira separuh dari itu dan pada usia lebih
muda jarang ditemukan. Faktor predisposisi ialah tumor ovarium jinak.
Pertumbuhan tumor diikuti oleh infiltrasi, jaringan sekitar yang menyebabkan
berbagai keluhan samar-samar. Kecenderungan untuk melakukan implantasi
irongga perut merupakan ciri khas suatu tumor ganas ovarium yang menghasilkan
asites (Brunner dan Suddarth, 2002).
Banyak tumor ovarium tidak menunjukkan tanda dan gejala, terutama tumor
ovarium kecil. Sebagian tanda dan gejala akibat dari pertumbuhan, aktivitas
hormonal dan komplikasi tumor-tumor tersebut.
1. Akibat Pertumbuhan
Adanya tumor di dalam perut bagian bawah bisa menyebabkan pembesaran
perut, tekanan terhadap alat sekitarnya, disebabkan oleh besarnya tumor atau
posisinya dalam perut. Selain gangguan miksi, tekanan tumor dapat
mengakibatkan konstipasi, edema, tumor yang besar dapat mengakibatkan
tidak nafsu makan dan rasa sakit.
2. Akibat aktivitas hormonal
Pada umumnya tumor ovarium tidak menganggu pola haid kecuali jika tumor
itu sendiri mengeluarkan hormon.
3. Akibat Komplikasi
a. Perdarahan ke dalam kista : Perdarahan biasanya sedikit, kalau tidak
sekonyong-konyong dalam jumlah banyak akan terjadi distensi dan
menimbulkan nyeri perut.
b. Torsi : Torsi atau putaran tangkai menyebabkan tarikan melalui
ligamentum infundibulo pelvikum terhadap peritonium parietal dan
menimbulkan rasa sakit.
c. Infeksi pada tumor, Infeksi pada tumor dapat terjadi bila di dekat tumor
ada tumor kuman patogenseperti appendicitis, divertikalitis, atau
salpingitis akut
d. Robekan dinding kista Robekan pada kista disertai hemoragi yang timbul
secara akut, maka perdarahan dapat sampai ke rongga peritonium dan
menimbulkan rasa nyeri terus menerus.
e. Perubahan keganasan Dapat terjadi pada beberapa kista jinak, sehingga
setelah tumor
diangkat perlu dilakukan pemeriksaan mikroskopis yang seksama terhadap
kemungkinan perubahan keganasan (Wiknjosastro,1999).
E. Manifestasi Klinis
Kanker ovarium tidak menimbulkan gejala pada waktu yang lama. Gejala
umumnya sangat bervariasi dan tidak spesifik.
1. Stadium Awal
a. Gangguan haid
b. Konstipasi (pembesaran tumor ovarium menekan rectum)
c. Sering berkemih (tumor menekan vesika urinaria)
d. Nyeri spontan panggul (pembesaran ovarium)
e. Nyeri saat bersenggama (penekanan / peradangan daerah panggul)
f. Melepaskan hormon yang menyebabkan pertumbuhan berlebihan pada
lapisan rahim, pembesaran payudara atau peningkatan pertumbuhan rambut)
2. Stadium Lanjut
a. Asites
b. Penyebaran ke omentum (lemak perut)
c. Perut membuncit
d. Kembung dan mual
e. Gangguan nafsu makan
f. Gangguan BAB dan BAK
g. Sesak nafas
h. Dyspepsia
F. Pathways
G. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi yaitu :
1. Asites
Kanker ovarium dapat bermetastasis dengan invasi langsung ke struktur
struktur yang berdekatan pada abdomen dan panggul dan melalui penyebaran
benih tumor melalui cairan peritoneal ke rongga abdomen dan rongga panggul.
2. Efusi Pleura
Dari abdomen, cairan yang mengandung sel-sel ganas melalui saluran limfe
menuju pleura.
Komplikasi lain yang dapat disebabkan pengobatan adalah :
1. Infertilitas adalah akibat dari pembedahan pada pasien menopause
2. Mual, muntah dan supresi sumsum tulang akibat kemoterapi. Dapat
juga muncul maaslah potensial ototoksik, nefroktoksik, neurotoksis
3. Penyakit berulang yang tidak terkontrol dikaitkan dengan obstruksi usus,
asites fistula dan edema ekstremitas bawah
H. Konsep Kemoterapi
Merupakan bentuk pengobatan kanker dengan menggunakan obat sitostatika
yaitu suatu zat-zat yang dapat menghambat proliferasi sel-sel kanker (Hidayat,
2008) :
1. Prinsip Kerja Obat Kemoterapi (sitostatika) terhadap kanker
Sebagian besar obat kemoterapi (sitostatika) yang digunakan saat ini bekerja
terutama terhadap sel-sel kanker yang sedang berproliferasi, semakin aktif sel-sel
kanker tersebut berproliferasi maka semakin peka terhadap sitostatika hal ini
disebut Kemoresponsif, sebaliknya semakin lambat prolifersainya maka
kepekaannya semakin rendah, hal ini disebut Kemoresisten.
Obat kemoterapi ada beberapa macam, diantaranya adalah :
a. Obat golongan Alkylating agent, platinum Compouns, dan Antibiotik Anthrasiklin
obst golongsn ini bekerja dengan antara lain mengikat DNA di inti sel, sehingga sel-
sel tersebut tidak bisa melakukan replikasi
b. Obat golongan Antimetabolit, bekerja langsung pada molekul basa inti sel, yang
berakibat menghambat sintesis DNA.
c. Obat golongan Topoisomerase-inhibitor, Vinca Alkaloid, dan Taxanes bekerja
pada gangguan pembentukan tubulin, sehingga terjadi hambatan mitosis sel.
d. Obat golongan Enzim seperti, L-Asparaginase bekerja dengan menghambat
sintesis protein, sehingga timbul hambatan dalam sintesis DNA dan RNA dari sel-sel
kanker tersebut.
Intensitas efek samping tergantung dari karakteristik obat, dosis pada setiap
pemberian, maupun dosis kumulatif, selain itu efek samping yang timbul pada
setiap penderita berbeda walaupun dengan dosis dan obat yang sama, faktor nutrisi
dan psikologis juga mempunyai pengaruh bermakna. Efek samping yang selalu
hampir dijumpai adalah gejala gastrointestinal, supresi sumsum tulang, kerontokan
rambut. Gejala gastrointestinal yang paling utama adalah mual, muntah, diare,
konstipasi, faringitis, esophagitis dan mukositis, mual dan muntah biasanya timbul
selang beberapa lama setelah pemberian sitostatika dab berlangsung tidak melebihi
24 jam.
Gejala supresi sumsum tulang terutama terjadinya penurunan jumlah sel darah
putih (leukopenia), sel trombosit (trombositopenia), dan sel darah merah (anemia),
supresi sumsum tulang belakang akibat pemberian sitistatika dapat terjadi segera
atau kemudian, pada supresi sumsum tulang yang terjadi segera, penurunan kadar
leukosit mencapai nilai terendah pada hari ke-8 sampai hari ke-14, setelah itu
diperlukan waktu sekitar 2 hari untuk menaikan kadar laukositnya kembali. Pada
supresi sumsum tulang yang terjadi kemudian penurunan kadar leukosit terjadi dua
kali yaitu pertama-tama pada minggu kedua dan pada sekitar minggu ke empat dan
kelima. Kadar leukosit kemudian naik lagi dan akan mencapai nilai mendekati
normal pada minggu keenam. Leukopenia dapat menurunkan daya tubuh,
trombositopenia dapat mengakibatkan perdarahan yang terus-menerus/ berlabihan
bila terjadi erosi pada traktus gastrointestinal.
Kerontokan rambut dapat bervariasi dari kerontokan ringan dampai pada
kebotakan. efek samping yang jarang terjadi tetapi tidak kalah penting adalah
kerusakan otot jantung, sterilitas, fibrosis paru, kerusakan ginjal, kerusakan hati,
sklerosis kulit, reaksi anafilaksis, gangguan syaraf, gangguan hormonal, dan
perubahan genetik yang dapat mengakibatkan terjadinya kanker baru.
Kardiomiopati akibat doksorubin dan daunorubisin umumnya sulit diatasi,
sebagian besar penderita meninggal karena “pump failure”, fibrosis paru umumnya
iireversibel, kelainan hati terjadi biasanya menyulitkan pemberian sitistatika
selanjutnya karena banyak diantaranya yang dimetabolisir dalam hati, efek samping
pada kulit, saraf, uterus dan saluran kencing relatif kecil dan lebih mudah diatasi.
I. Penatalaksanaan
1. Pembedahan
Merupakan pilihan utama, luasnya prosedur pembedahan ditentukan oleh insiden
dan seringnya penyebaran ke sebelah yang lain (bilateral) dan kecenderungan
untuk menginvasi korpus uteri.
2. Biopsi
Dilakukan di beberapa tempat yaitu omentum, kelenjar getah lambung, untuk
mendukung pembedahan.
3. Second look Laparotomi
Untuk memastikan pemasantan secara radioterapi atau kemoterapi lazim dilakukan
laparotomi kedua bahkan sampai ketiga.
4. Kemoterapi
Merupakan salah satu terapi yang sudah diakui untuk penanganan tumor ganas
ovarium. Sejumlah obat sitestatika telah digunakan termasuk agens alkylating
seperti itu (cyclophasphamide, chlorambucil) anti metabolic seperti : Mtx /
metrotrex xate dan 5 fluorouracit / antibiotikal (admisin).
5. Penanganan lanjut
a. Sampai satu tahun setelah penanganan, setiap 2 bulan sekali
b. Sampai 3 bulan setelah penanganan, setiap 4 bulan
c. Sampai 5 tahun penanganan, setiap 6 bulan
d. Seterusnya tiap 1 tahun sekali
J. Pengkajian Fokus
Yaitu suatu kegiatan mengumpulkan dan mengorganisasikan data yang
dikumpulkan dari berbagai sumber dan merupakan dasar untuk tindakan dan
keputusan yang diambil pada tahap-tahap selanjutnya. Adapun pengkajiannya
meliputi :
1. Aktivitas dan Istirahat
Gejala : Kelemahan / keletihan Perubahan pada pola istirahat dan jam
kebiasaan tidur pada malam hari,adanya factor-faktor yang memepengaruhi
tidur missal, nyeri, ansietas, berkeringat malam.
2. Sirkulasi
Gejala : Palpitasi, nyeri dada pada pengeragan kerja. Tanda : Perubahan pada
TD.
3. Integritas ego
Gejala : Faktor stress (keuangan, pekerjaan, perubahan peran) dan cara
mengatasi stress (missal, merokok, minum alcohol, menunda mencari
pengobatan, keyakinan religius/spiritual). Tanda : Menyangkal, menarik diri,
marah.
4. Eliminasi
Gejala : Perubahan pada pola defekasi missal, darah pada feses, nyeri pada
defekasi. Perubahan pada eliminasi urinarius masal, nyeri atau rasa
terbakar pada saat berkemih, hematuria, sering berkemih.Tanda :
Perubahan pada bising usus, disensi abdomen
5. Makanan / cairan
Gejala : Kebiasaan diet buruk (missal, rendah serat, tinggi lemak, aditif bahan
pengawet).
Anoreksia, mual/muntah. Perubahan pada berat badan,penurunan berat
badan,berkurangnya masa otot. Tanda : Perubahan pada kelembaban/turgor
kulit, edema.
6. Neurosensori
Gejala : Pusing, sinkope.
7. Nyeri / kenyamanan
Gejala : Tidak ada nyeri/derajat bervariasi missal, ketidaknyamanan ringan
sampai nyeri berat.
8. Pernafasan
Gejala : Merokok (Tembakau, hidup dengan seseorang yang merokok,
pemajanan asbes).
9. Keamanan
Gejala : Pemajana pada kimia toksik, karsinogen. Tanda : Demam, ruam kulit,
ulserasi.
10. Seksualitas
Gejala : Masalah seksual misalnya, dampak pada hubungan, perubahan pada
tingkat kepuasan. Nuligravida lebih besar dari usia 30 tahun Multigravida,
pasangan seks multiple, aktivitas seksual dini, herpes genital.
11. Interaksi sosial
Gejala : Ketidakeadekuatan/kelemahan system pendukung. Riwayat
perkawinan ( berkenaan dengan kepuasan di rumah, dukungan/bantuan)
Masalah tentang fungsi / tanggung jawab peran. (Doenges, 2001)
K. Fokus Intervensi dan Rasional
1. Nyeri b/d proses penyakit (kompresi / destruksi, jaringan saraf, infiltrasi saraf,
obstruksi jaringan saraf, inflamasi) Tujuan: Nyeri hilang atau nyeri berkurang
dengan k…. KH : 1. Klien mengatakan nyeri hilang atau berkurang
2. klien tampak rileks tidak menahan nyeri
3. mengikuti aturan farmakologis yang ditentukan
Intervensi :
a. Kaji skala nyeri misal : lokasi, durasi, frekuensi dan intensitas
b. Dorong penggunaan ketrampilan manajemen nyeri
c. Berikan tindakan kenyamanan dasar, misal : gosok punggung dan
aktivitas hiburan
d. Evaluasi penghilangan nyeri / kontrol
e. Evaluasi sadarai terapi tertentu, misal : pembedahan, radiasi,
kemoterapi
f. Kolaborasi : Kembangkan rencana manajemen nyeri dengan pasien
dan dokter berikan analgetik
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d status hipermetabolik, konsekuensi
kemoterapi, radiasi, pembedahan, distress emosional, keletihan
Tujuan: Kebutuhan nutrisi terpenuhi dengan
KH : 1. BB stabil, tidak terdapat tanda malnutrisi
2. Pengungkapan pemohonan pengaruh individual pada
masukan adekuat
3. Berpartisipasi dalam intervensi spesifik untuk merangsang
nafsu makan, peningkatan nafsu makan
Intervensi :
a. Pantau masukan makanan setiap hari
b. Ukur BB, TB, dan ketebalan kulit trisep
c. Dorong klien untuk makan diet tinggi kalori kaya nutrient dengan masukan
cairan adekuat, dorong penggunaan supplement dan makan sedikit tapi
sering
d. Kontrol faktor lingkungan, hindari terlalu manis, berlemak atau pedas
e. Dorong komunikasi terbuka mengenai masalah anoreksia
f. Kolaborasi : tinjau ulang pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi
3. Resiko tinggi terhadap infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan sekunder dan
imunosupresi, malunutrisi, proses penyakit kronis
Tujuan: Tidak terjadi infeksi atau infeksi terhindar dengan
KH : 1. Mengidentifikasi dan berpartisipasi dalam intervensi untuk
mencegah / mengurangi resiko infeksi
2. Tetap tidak demam dan mencapai pemulihan tepat pada waktunya
Intervensi :
a. Tingkatkan prosedur mencuci tangan yang baik, batasi pengunjung
yang mengalami infeksi tempatkan pada isolasi sesuai indikasi
b. Tekankan hygiene personal
c. Pantau suhu
d. Kaji adanya tanda-tanda infeksi
e. Tingkatkan istirahat adekuat / periode latihan
f. Kolaborasi : Laboratorium : Jumlah granulosit dan trombosit sesuai
batas normal
g. Dapatkan kultur sesuai indikasi
h. Berikan antibiotik