Disusun oleh:
Widya Ayu Setyaningrum
30101507579
Pembimbing :
dr. Isharyadi, Sp.OG
INTISARI
Latar Belakang
Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara durasi
persalinan aktif dengan perdarahan postpartum berat. Penelitian ini menganalisis
efek dari total durasi persalinan aktif, efek dari setiap tahap (kala) persalinan aktif,
dan efek dari durasi persalinan pada perdarahan postpartum parah.
Metode
Studi case control dengan populasi semua wanita yang dirawat di Rumah Sakit
Universitas Oslo dan Rumah Sakit Drammen di kota Buskerud selama periode 1
Januari 2008 hingga 31 Desember 2011. Populasi penelitian mencakup semua
kasus perdarahan postpartum berat (n = 859) dan sampel kontrol acak (n = 1755).
Perdarahan postpartum berat didefinisikan sebagai kehilangan darah postpartum
≥1500 mL atau adanya indikasi transfusi darah. Persalinan lama didefinisikan
sebagai durasi persalinan aktif> 12 jam menurut definisi World Health
Organization. Penelitian ini menggunakan analisis regresi logistik multivariate.
Hasil
Penelitian ini menganalisis rerata durasi persalinan yang secara signifikan lebih
lama pada wanita yang mengalami perdarahan postpartum berat dibandingkan
dengan kontrol (5,4 berbanding 3,8 jam, p <0,001). Wanita dengan perdarahan
postpartum berat juga memiliki durasi yang lebih lama dari semua tahap
persalinan aktif dibandingkan dengan kontrol. Hubungan antara lamanya
persalinan aktif dan perubahan pendarahan postpartum berat dari hubunfa respon
dosis linier hingga hubungan ambang batas setelah diberikan oksitosin, induksi
persalinan, primipara, dan demam selama persalinan. Dibandingkan dengan
kontrol, wanita dengan perdarahan postpartum berat lebih cenderung memiliki
persalinan yang lama> 12 jam (odds ratio yang disesuaikan = 2,44, interval
kepercayaan 95%: 1,69 ± 3,53, p <0,001).
Kesimpulan
Persalinan aktif yang lama (durasi> 12 jam) berhubungan dengan perdarahan
postpartum yang berat. Peningkatan kewaspadaan tampaknya diperlukan ketika
persalinan berlangsung lama untuk mengurangi risiko perdarahan postpartum
berat.
PENDAHULUAN
Perdarahan postpartum berat (PPP) berkontribusi terhadap morbiditas ibu di
negara-negara dengan pendapatan tinggi, menyebabkan> 50% dari semua
morbiditas ibu yang berat [1]. Studi terbaru menunjukkan tren peningkatan PPP,
tetapi penyebab peningkatan ini masih belum pasti [2-4]. Intervensi obstetri
seperti induksi persalinan dan oksitosin selama persalinan, semakin sering dan
diyakini mempengaruhi durasi persalinan dan risiko PPP berat [5-10]. Dengan
membandingkan persalinan pada 1960-an dengan sekarang, sebuah studi oleh
Laughon et al [11] menemukan peningkatan durasi kala satu persalinan. Penelitian
tersebut mengamati peningkatan intervensi obstetrik seperti oksitosin, epidural,
dan induksi persalinan ditambah dengan kondisi ibu yang lebih tua dan indeks
massa tubuh yang lebih besar (IMT). Peningkatan durasi persalinan menetap
setelah setelah adanya intervensi pada ibu dan kehamilan, hal ini menunjukkan
bahwa perubahan dalam praktik obstetrik mungkin menjadi alasan utama
peningkatan durasi persalinan. Persalinan normal didefinisikan sebagai bayi yang
dilahirkan dalam 12 jam dengan persalinan aktif [12]. World Health Organization
(WHO) mendefinisikan fase aktif yang lama sebagai kontraksi reguler yang nyeri
selama lebih dari 12 jam setelah dilatasi serviks ≥4 cm [13].
Beberapa penelitian meneliti tentang hubungan antara total durasi persalinan aktif
dan PPP. Beberapa penulis telah melaporkan bahwa persalinan kala dua yang
lama dikaitkan dengan PPP [14 ± 16], tetapi penelitian sebelumnya
memperdebatkan apakah total durasi persalinan aktif meningkatkan risiko PPP.
Salah satu studi melaoprkan bahwa kala satu persalinan yang lama pada wanita
yang diinduksi meningkatkan risiko PPP [17], sementara studi lain yang meneliti
kala satu dan dua pada wanita nulipara dengan risiko rendah melaporkan hanya
kala dua yang meningkatkan resiko[18]. The International PPH Collaborative
Group [19] menyatakan bahwa persalinan lama yang seharusnya menjadi salah
satu faktor risiko potensial untuk PPP akan diteliti lebih lanjut.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara durasi persalinan aktif
dengan PPP berat pada wanita dengan persalinan pervaginam.
HASIL
Dalam penelitian ini, kami menemukan bahwa durasi persalinan aktif> 12 jam
berhubungan dengan PPP berat. Durasi persalinan secara signifikan lebih lama di
semua tahap persalinan aktif pada wanita yang menderita PPP berat dibandingkan
dengan kontrol (Tabel 1).
Di antara kasus PPP berat, 507 wanita (59,0%) memiliki persalinan pervaginam
spontan vs 1358 wanita (77,3%) pada kelompok kontrol, 214 wanita (24,9%) vs
252 (14,4%) melakukan persalinan per vaginam dibantu alat (forceps / ventouse),
dan 138 wanita (16,1%) vs 145 (8,3%) menjalani persalinan sesar. Atoni
merupakan penyebab paling umum dari PPP berat (62,3%), diikuti oleh retensio
plasenta (24,6%). Selain itu, trauma bedah selama seksio sesarea dilaporkan pada
6,5% dari kasus PPP berat.
Karakteristik populasi penelitian disajikan pada Tabel 2. Tidak ada perbedaan
klinis yang signifikan dalam usia rata-rata, BMI, atau berat lahir bayi antara kasus
dan kontrol. Namun, kasus lebih sering nulipara atau anemia pada awal
kehamilan, dan lebih sering mencapai kehamilan melalui teknologi reproduksi
berbantuan (IVF / ICSI) dibandingkan dengan kontrol. Selain itu, mereka lebih
sering mengalami PPP berat sebelumnya, kehamilan multipel, induk i persalinan,
penggunaan oksitosin, dan demam selama persalinan.
Wanita dengan PPP berat hampir 4 kali lebih mungkin memiliki persalinan lama
dibandingkan dengan kontrol tanpa PPP berat (crude OR = 3,71; 95% CI 2,61 ±
5,27). Setelah disesuaikan dengan induksi persalinan, penggunaan oksitosin,
primiparitas, dan demam selama persalinan dalam analisis regresi multivariabel,
wanita dengan PPP berat memiliki risiko peningkatan persalinan lama
berkepanjangan 2,4 kali lipat dibandingkan dengan kontrol (adjusted OR = 2,44;
95% CI 1,69 ± 3,53) (Tabel 3).
Selain itu, uji Chi-square Mantel-Haenszel yang signifikan untuk tren linier (χ 2 =
84,235, p <0,001) menunjukkan hubungan dosis-respons linier antara durasi
persalinan dan PPP berat; durasi persalinan <4 jam (referensi), 4-7 jam: crude OR
= 1,5 (95% CI 1,22 ± 1,85), 7-12 jam: crude OR = 1,9 (95% CI 1,50 ± 2,28), dan
>12 jam : crude OR = 4,9 (95% CI 3,4 ± 7,0). Namun, setelah disesuaikan untuk
induksi persalinan, penggunaan oksitosin, primiparitas, dan demam selama
persalinan, hubungan tersebut berubah dari asosiasi respons dosis linier menjadi
asosiasi ambang batas; durasi persalinan <4 jam (referensi), 4-7 jam: aOR = 1,11
(95% CI 0,88 ± 1,40), 7-12 jam: aOR = 1,11 (95% CI 0,85 ± 1,45), dan >12 jam:
aOR = 2.66 (95% CI 1.76 ± 4.02) (Gbr 2).
PEMBAHASAN
Dalam penelitian ini, kami menemukan bahwa durasi persalinan aktif >12 jam
berhubungan dengan peningkatan risiko PPP berat. Dibandingkan dengan kontrol,
wanita dengan PPP berat lebih sering memiliki persalinan lama >12 jam (aOR =
2,44 (95% CI 1,69 ± 3,53). Kedua persalinan kala satu dan dua lebih lama dalam
kasus dengan PPP berat dibandingkan dengan kontrol, masing-masing dengan 3,9
berbanding 2,8 jam dan 47 berbanding 32 menit. Selain itu, efek dari durasi
persalinan pada PPP berat berubah dari asosiasi dosis-respons linier menjadi
asosiasi ambang batas setelah menyesuaikan faktor-faktor cofounding yang
potensial.
Kekuatan penelitian termasuk kekuatan statistik yang cukup untuk menguji
hipotesis utama kami. Dengan membaca catatan medis pasien memungkinkan
kami untuk memberikan data yang lebih lengkap dibandingkan dengan studi
sebelumnya. Potensi bias seleksi minimal karena kasus dan kontrol acak berasal
dari populasi sumber yang sama selama periode waktu yang sama, dan kriteria
kelayakan diterapkan sama untuk kedua kelompok. Ada kemungkinan bahwa
beberapa kasus salah diklasifikasikan. Estimasi visual adalah praktik yang biasa
dilakukan untuk memperkirakan kehilangan darah dalam penelitian kami dan
mungkin tidak akurat; namun, kami memiliki data lebih lanjut dalam catatan
medis untuk menilai PPP berat dengan indikasi transfusi darah. Kami percaya
kemungkinan bias informasi minimal karena informasi diperoleh dari rekam
medis pasien dan dokter kandungan/bidan tidak mengetahui pertanyaan penelitian
kami. Dalam situasi ini, kesalahan klasifikasi pajanan atau status penyakit lebih
mungkin non-diferensial, yang bisa menciptakan bias terhadap efek null [21].
Adapun perancu, kami bertujuan untuk memasukkan faktor risiko utama untuk
PPP berat dalam protokol, tetapi selalu ada kemungkinan perancu yang tidak
terukur dalam studi observasi. Hasil kami tidak dapat secara umum
digeneralisasikan ke populasi yang lebih luas karena populasi sumber kami
terbatas pada lingkungan perkotaan; tiga rumah sakit di atau dekat dengan Oslo.
Studi kami menunjukkan tedapat hubungan antara durasi persalinan di semua
tahap persalinan aktif dan PPP berat. Dalam studi sebelumnya berdasarkan faktor
risiko untuk PPP> 1000 mL, Stones et al [24] melaporkan peningkatan risiko PPP
berat jika persalinan berlangsung lebih dari 12 jam (aOR = 2,0; 95% CI 1,4 ± 2,9).
Studi lain yang lebih besar berdasarkan faktor risiko untuk PPP [25] hanya
menemukan hubungan yang tidak signifikan antara durasi persalinan > 12 jam dan
PPP berat 1500 mL (aOR = 1,9; 95% CI 0,7 ± 5,6). Le Ray et al [18] melaporkan
kala dua aktif yang lama secara signifikan terjadi pada wanita yang mengalami
PPP berat, sementara tidak ada peningkatan risiko PPP pada kala satu aktif yang
lama. Namun, penelitian mereka hanya melibatkan 69 wanita nulipara risiko
rendah, yang mewakili subkelompok wanita melahirkan. Studi kami melibatkan
859 wanita berisiko tinggi dan rendah dari semua paritas yang mengalami PPP
berat. Dalam sebuah penelitian yang meneliti tahap pertama persalinan, Cheng et
al [17] menemukan peningkatan risiko PPP dengan persalinan kala satu yang
lama, tetapi penelitian ini hanya melibatkan wanita dengan persalinan yang
diinduksi.
Sementara hasil penelitian terdapat perbedaan pendapat mengenai hubungan
antara kala satu yang lama dengan PPP, beberapa penelitian telah melaporkan
peningkatan risiko PPP dengan persalinan kala dua yang lama [14-16]. Namun,
sangat beralasan untuk mengasumsikan bahwa total durasi persalinan aktif, dan
tidak hanya kala dua, berdampak pada risiko PPP berat. Persalinan yang lama,
termasuk kala satu yang lama, dapat meningkatkan risiko PPP dengan
menyebabkan atonia uteri pada kala tiga (setelah bayi dilahirkan). Atonia uterus
terjadi ketika miometrium yang rileks gagal meng-kontraksikan pembuluh darah
uterus. Kontraksi teratur selama beberapa jam persalinan akan menguras tenaga
otot-otot rahim dan dengan demikian mengurangi kontraktilitasnya dari waktu ke
waktu, menyebabkan disfungsi uterus.
Penyebab disfungsi uterus sebelum permulaan persalinan aktif, seperti fibroma
uterus, overdistensi uterus, rahim yang terluka, dan infeksi, dapat menyebabkan
keterlambatan semua tahap persalinan dan dengan demikian menyebabkan PPP.
Namun, peningkatan risiko persalinan aktif yang lama tidak dijelaskan oleh
faktor-faktor risiko ini dalam penelitian kami. Fokus pada kala duua persalinan
untuk mengurangi risiko PPP sangat penting, tetapi kewaspadaan saat total durasi
persalinan aktif lama tampaknya juga diperlukan.
Oksitosin banyak digunakan untuk induksi persalinan dan telah dikaitkan dengan
PPP pada penelitian sebelumnya [10, 26]. Oksitosin dapat mempersingkat waktu
persalinan yang mengakibatkan risiko PPP berat. Namun, obat ini dapat
meningkatkan risiko PPP jika terlalu lama menempel pada reseptor oksitosin dan
menyebabkan desensitisasi reseptor oksitosin uterus [27 ± 29], mengakibatkan
hilangnya fungsi kontraktil dan atonia uteri. Induksi persalinan juga telah terbukti
meningkatkan PPP dalam penelitian sebelumnya [5, 25]. Tingkat peningkatan
kasus induksi persalinan telah dilaporkan [30] dan induksi sering dilakukan atas
permintaan dan tanpa indikasi medis yang jelas [31, 32]. Pengurangan risiko PPP
dapat dicapai dengan mengubah protokol pengobatan berbasis bukti yang
melibatkan induksi persalinan. Infeksi selama persalinan telah dilaporkan
meningkatkan risiko PPP [24, 33, 34] dan dapat menyebabkan atonia uteri dan
PPP dengan menyebabkan disfungsi uterus atau inersia [35].
Karena penelitian telah melaporkan peningkatan durasi persalinan di antara wanita
hamil selama dekade terakhir [11], durasi persalinan yang lama dapat menjadi
salah satu faktor dari tren peningkatan PPP di negara-negara dengan pendapatan
tinggi.
Sebagai kesimpulan, hasil penelitian ini menggarisbawahi pentingnya menyadari
bahwa persalinan aktif yang lama >12 jam merupakan faktor resiko terhadap
kejadian PPP berat. Semua intervensi yang memperlama persalinan akan
menambah risiko PPP berat dan harus dilakukan secara hati-hati.
UCAPAN TERIMA KASIH
Kami berterima kasih kepada Silje Pettersen karena telah meninjau catatan medis
bersama dengan penulis, dan kepada Anne Flem Jacobsen, Iqbal Al-Zirqi, dan
Margit Rosenberg atas kontribusi mereka dalam perencanaan dan pengawasan
penelitian ini.