Anda di halaman 1dari 56

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Persalinan

1. Pengertian

Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks

dan janin turun kedalam jalan lahir. Kelahiran adalah proses dimana

janin dan ketuban didorong keluar melalui jalan lahir (Saifuddin,

2008).

Menurut Yanti (2009) proses berlangsungnya persalinan

dibedakan menjadi 3 yaitu :

a. Persalinan spontan

Bila persalinan berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri, melalui

jalan lahir ibu tersebut.

b. Persalinan buatan

Bila persalinan dibantu dengan tenaga dari luar misalnya ekstraksi

forcep, atau dilakukan operasi SC.

c. Persalinan anjuran

Persalinan yang tidak dimulai dengan sendirinya tetapi baru

berlangsung setelah pemecahan ketuban, pemberian pitocin atau

prostlagandin

11
12

2. Faktor Persalinan

Menurut Manuaba (2010) fakor-faktor penting dalam

persalinan :

a. Power

1) His (kontraksi otot rahim)

2) Kontraksi otot dinding perut

3) Kontraksi diafragma pelvis atau kekuatan mengejan

4) Ketegangan dan kontraksi ligamentum rotundum

b. Passanger

Janin dan plasenta.

c. Passage

Jalan lahir lunak dan jalan lahir tulang.

d. Psikologi ibu

Dukungan mental berdampak positif bagi keadaan psikis

ibu, yang berpengaruh pada kelancaran proses persalinan. Sebagai

contoh Pasien bersalin yang didampingi oleh suami dan keluarga

yang dicintainya akan mengalami proses persalinan yang lebih

lancar jika dibandingkan dengan pasien yang tidak didamping oleh

suami dan keluaranya (Asrinah, 2010).

e. Penolong

Kompetensi dan pengetahuan seorang bidan sangat

bermanfaat dalam proses persalinan dan mencegah kematian


maternal dan neonatal. Selain itu diharapkan tidak terjadi

malpraktek dalam memberikan asuhan (Asrinah, 2010).

3. Tanda Persalinan

Menurut Marmi (2012) tanda-tanda inpartu sebagai berikut :

a. Terjadinya His

His adalah kontraksi yang menimbulkan rasa nyeri pada

bagian perut serta menimbulkan pembukaan serviks dan dapat

diraba.

His persalinan memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

1) Pinggangnya terasa sakit dan menjalar ke depan

2) Sifat his teratur, interal semakin pendek dan kekuatan semakin

besar

3) Terjadi perubahan pada serviks

4) Jika pasien menambah aktivitasnya, maka kekuatan hisnya

akan bertambah

b. Keluarnya lendir bercampur darah

Pengeluaran darah disebabkan robeknya pembuluh darah

waktu serviks membuka sedangkan keluarnya lendir berasal dari

pembukaan yang menyebabkan lepasnya lendir dari kanalis

servikalis

c. Kadang ketuban pecah dengan sendirinya

Jika ketuban telah pecah, diharapkan persalinandapat

berlangsung dalam waktu 24 jam, namun apabila tidak tercapai


maka persalinan harus diakhiri dengan tindakan tertentu seperti

ekstraksi vakum, atau SC

4. Pembagian Persalinan

Persalinan dibagi dalam 4 kala menurut Saifuddin (2008)

yaitu :

a. Kala I

Dimulai dari saat persalinan sampai pembukaan lengkap

(10 cm). Proses ini terbagi dalam 2 fase, fase laten (8 jam), servik

membuka sampai 3 cm, dan fase aktif (7 jam) servik membuka dari

3 cm sampai 10 cm. Kontraksi lebih kuat dan sering selama fase

aktif.

b. Kala II

Dimulai dari pembukaan lengkap (10 cm) sampai bayi

lahir. Proses ini biasanya berlangsung 2 jam pada primi dan 1 jam

pada multi.

c. Kala III

Dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya

plasenta, yang berlangsung tidak lebih dari 30 menit

d. Kala IV

Dimulai dari saat lahirnya plasenta sampai 2 jam pertama

postpartum.
5. Tujuan Asuhan Persalinan

Adalah memfasilitasi proses persalinan agar berjalan

dengan normal sehingga menghasilkan ibu dan bayi yang sehat dan

selamat (Marmi, 2009).

6. Kegiatan Asuhan Persalinan

Menurut Prawirohardjo (2009) kegiatan yang tercakup

dalam asuhan persalinan adalah sebagai berikut :

a. Secara konsisten dan sistemik menggunakan praktik pencegahan

infeksi.

b. Memberikan asuhan rutin dan pemantauan selama persalinan dan

setelah bayi lahir, termasuk penggunaan partograf.

c. Memberikan asuhan sayang ibu secara rutin selama persalinan,

pasca persalinan dan nifas.

d. Menyiapkan rujukan bagi setiap ibu bersalin atau melahirkan bayi.

e. Menghindari tindakan berlebihan atau berbahaya seperti episiotomi

rutin, amniotomi, kateterisasi, dan penghisapan lendir secara rutin.

f. Memberikan asuhan bayi baru lahir.

g. Memberikan asuhan dan pemantauan ibu dan bayi baru lahir.

h. Mengajarkan kepada ibu dan keluarganya untuk mengenali secara

dini bahaya yang mungkin terjadi selama masa nifas dan pada bayi

baru lahir.

i. Mendokumentasikan semua asuhan yang telah diberikan.


7. Penanganan Kegawatdaruratan

Menurut Prawirohardjo (2009) Kasus Gawatdarurat Obstetri

ialah kasus obstetri yang apabila tidak segera ditangani akan berakibat

kesakitan yang berat, bahkan kematian ibu dan janinnya.

a. Kasus perdarahan, dapat bermanifestasi mulai dari perdarahan

berwujud bercak, merembes, profus, sampai syok.

b. Kasus infeksi dan sepsis, dapat bermanifestasi mulai dari

pengeluaran cairan pervaginam yang berbau, air ketuban hijau,

demam, sampai syok.

c. Kasus hipertensi dan preeklamsi/eklamsi, dapat bermanifestasi

mulai dari keluhan sakit/pusing kepala, bengkak, penglihatan

kabur, kejang-kejang, sampai koma, pingsan/ tidak sadar.

d. Kasus persalinan macet, lebih mudah dikenali yaitu apabila

kemajuan persalinan tidak berlangsung sesuai dengan batas waktu

yang normal, tetapi kasus persalinan macet ini dapat merupakan

manifestasi ruptura uteri.

e. Kasus gawat darurat yang lain, bermanifestasi klinik sesuai dengan

penyebabnya.

B. Ketuban Pecah Dini

1. Pengertian

Ketuban Pecah Dini adalah keadaan pecahnya selaput

ketuban sebelum persalinan (Prawirohardjo, 2009).


Ketuban Pecah Dini adalah pecahnya selaput ketuban

sebelum dimulainya persalinan tanpa memperhatikan usia kehamilan.

Namun dalam praktik dan penelitian, pecah ketuban dini didefinisikan

sesuai dengan jumlah jam dari waktu pecah ketuban sampai awitan

persalinan ( Varney dkk, 2006).

Ketuban Pecah Dini (KPD) merupakan pecahnya selaput

ketuban janin sebelum proses persalinan dimulai (Norwitz & Schorge,

2008).

Ketuban pecah prematur pada preterm yaitu pecahnya

membran korion amnion pada usia kehamilan kurang dari 37 minggu

sebelum awitan persalinan atau disebut juga (PPROM) Preterm

Premature Rupture of Membrane (Norwitz & Schorge, 2008).

2. Etiologi

Menurut Manuaba (2010) Ketuban Pecah Dini disebabkan

oleh:

a. Ketegangan rahim berlebihan : kehamilan kembar, hidramnion.

b. Kelainan letak janin dalam rahim : letak sungsang, letak lintang.

c. Kemungkinan kesempitan panggul : perut gantung, bagian terendah

belum masuk PAP, disproporsi sefalopelvik.

d. Kelainan bawaan dari selaput ketuban.

e. Infeksi yang menyebabkan terjadi proses biomekanik pada selaput

ketuban dalam bentuk preteolitik sehingga memudahkan ketuban

pecah.
Menurut Nugroho (2011) Faktor predisposisi KPD sebagai

berikut:

a. Kanalis servikalis yang selalu membuka oleh karena kelainan pada

serviks uteri (akibat persalinan, curetage).

b. Tekanan intrauterin yang meningkat secara berlebihan (overdistensi

uterus) misal trauma, hidramnion, gemeli.

c. Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual, pemeriksaan

dalam, atau amniosintetis yang biasanya disertai infeksi.

d. Keadaan sosial ekonomi.

e. Faktor lain :

1) Faktor golongan darah, akibat golongan darah ibu dan anak

yang tidak sesuai dapat menimbulkan kelemahan bawaan

termasuk kelemahan jaringan kulit ketuban.

2) Faktor disproporsi antar kepala janin dan panggul ibu.

3) Faktor multi graviditas, merokok dan perdarahan antepartum.

4) Defisiensi gizi dari tembaga atau asam askorbat (vitamin C)

Menurut Marmi (2011) penyebab dari KPD masih belum

diketahui secara jelas maka usaha preventif tidak dapat dilakukan,

kecuali dalam usaha menekan infeksi.

Faktor yang berhubungan dengan meningkatnya insidensi

KPD antara lain :

a. Ketuban yang abnormal

b. Inkompetensi serviks
c. Infeksi servik atau vagina

d. Stres maternal

e. Stres fetal

f. Servik yang pendek

g. Prosedur medis

3. Tanda dan Gejala

Menurut Nugroho (2011) tanda dan gejala KPD sebagai

berikut :

a. Keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina.

b. Aroma air ketuban berbau manis dan tidak seperti bau amoniak,

dengan ciri pucat dan bergaris warna merah.

c. Cairan akan terus diproduksi sampai kelahiran dan jika klien

berdiri atau duduk kepala janin biasanya terasa “mengganjal” atau

menyumbat kebocoran untuk sementara.

d. Keluarnya air ketuban secara spontan atau merembes dengan atau

disertai dengan nyeri.


4. Mekanisme Ketuban Pecah Dini

Kontraksi uterus dan peregangan yang


berulang mengakibatkan terjadinya
perubahan biokimia pada daerah tertentu
sehingga selaput ketuban inferior rapuh,

Jadi bukan seluruh selaput ketuban


yang rapuh.

Terdapat perubahan struktur, jumlah sel,


dan katabolisme kolagen sehingga
aktivitas kolagen berubah

Selaput ketuban tidak kuat sebagai KPD


akibat kurangnya jaringan ikat dan
vaskularisasi.

nya pembesaran uterus, kontraksi rahim, gerakan janin menyebabkan melemahnya selaput ketuban

p bulan : kelemahan fokal terjadi pada selaput janin diatas os serviks internal yang memicu robekan pada selaput

Pada kehamilan prematur


disebabkan adanya faktor eksternal misal kan infeksi yang menjalar
dari vagina.

Bagan 2.1 Mekanisme Ketuban Pecah Dini

Sumber : Prawirohardjo, (2009). Manuaba, (2010). Norwitz & Schorge, (2008)


5. Komplikasi

Menurut Prawirohardjo (2009) komplikasi pada KPD

bergantung pada usia kehamilan, dapat terjadi infeksi maternal ataupun

neonatal, persalinan prematur, hipoksia karena kompresi tali pusat,

deformitas janin, meningkatnya insiden seksio sesarea, atau gagalnya

persalinan normal.

a. Persalinan Prematur

Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam setelah

ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28-34 minggu 50%

persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang dari 26 minggu

persalinan terjadi dalam 1 minggu.

b. Infeksi

Pada ketuban pecah dini terjadi resiko infeksi pada ibu

dan anak, dimana pada ibu terjadi korioamnionitis (biasanya

terjadi sebelum janin terinfeksi) sedangkan pada bayi dapat terjadi

septikemia, pneumonia, omfalitis. Pada ketuban pecah dini preterm

lebih sering terjadi infeksi dari aterm. Secara umum semakin lama

periode laten semakin meningkat insiden infeksinya.

c. Hipoksia dan Asfiksia

Dengan pecahnya ketuban mengakibatkan

oligohidramnion sehingga menekan tali pusat dan terjadi asfiksia

atau hipoksia. Terdapat hubungan antara kejadian gawat janin


dengan derajat oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, maka

janin semakin gawat.

d. Sindrom Deformitas Janin

Pertumbuhan janin yang terhambat yang disebabkan

kompresi muka dan anggota badan janin merupakan akibat dari

ketuban pecah dini yang terjadi terlalu dini. Menurut Marmi, dkk

(2011) Sindrom Deformitas Janin terjadi akibat oligohidramnion

sehingga terjadi hipoplasia paru dan deformitas ekstremitas.

Menurut Marmi, dkk (2011) komplikasi yang terjadi

pada ibu adalah :

a. Infeksi dalam persalinan

Jika terjadi infeksi dan kontraksi ketuban pecah maka

bisa menyebabkan sepsis yang selanjutnya dapat mengakibatkan

meningkatnya angka mordibitas dan mortalitas pada ibu dan bayi.

b. Infeksi puerperalis/masa nifas

c. Dry Labour/partus lama

d. Perdarahan postpartum

e. Meningkatkan tindakan SC

6. Dasar Diagnosa Ketuban Pecah Dini

Menurut Manuaba (2010) KPD didiagnosis dengan :

a. Adanya keterangan terjadi pengeluaran cairan mendadak disertai

bau yang khas.


b. Uji Ferning dan uji Nitazin untuk menetapkan bahwa cairan yang

keluar adalah cairan ketuban.

c. Pemeriksaan spekulum.

Untuk mengambil sampel cairan ketuban di forniks posterior dan

mengambil sampel cairan untuk kultur dan pemeriksaan

bakteriologis.

d. Melakukan pemeriksaan dalam dengan hati-hati

Sehingga tidak banyak manipulasi daerah pelvis untuk mengurangi

kemungkinan infeksi asenden dan persalinan prematuritas.

Menurut Prawirohardjo (2009) diagnosis KPD dapat

ditegakkan dengan :

a. Menentukan pecahnya selaput ketuban, dengan adanya cairan

ketuban divagina.

b. Jika tidak ada, coba dengan menggerakkan sedikit bagian terbawah

jani n, atau meminta pasien batuk atau mengedan.

c. Pemeriksaan tes lakmus (Nitazin test) merah menjadi biru.

d. Tentukan usia kehamilan.

e. Pemeriksaan USG.

f. Tentukan ada tidaknya infeksi.

1) Suhu badan > 38oC.

2) Air ketuban keruh dan berbau.

3) Leukosit darah > 15.000/mm3.

4) Janin yang mengalami takikardi


g. Tentukan tanda-tanda persalinan

h. Skoring pelvik.

i. Tentukan adanya kontraksi yang teratur

j. Pemeriksaan dalam jika terminsi kehamilan.

Tabel 2.1 Diagnosis Cairan Vagina

Gejala dan tanda selalu ada Gejala dan tanda kadang-kadang Diagnosis
ada kemungkinan
Keluar cairan 1. Ketuban pecah tiba-tiba
2. Cairan tampak di introitus Ketuban pecah dini
3. Tidak ada his dalam 1 jam

1. Cairan vagina berbau 1. Riwayat keluarnya cairan


2. Demam/menggigil 2. Uterus nyeri Amnionitis
3. Nyeri perut 3. Denyut jantung janin cepat
4. Perdarahan pervagianm sedikit
1. Cairan vagina berbau 1. Gatal
2. Tidak ada riwayat ketuban 2. Keputihan Vaginitis/ sevisitis
pecah 3. Nyeri perut
4. Disuria

Cairan vagina berdarah 1. Nyeri perut Perdarahan


2. Gerak janin kurang antepartum
3. Perdarahan banyak

Cairan berupa darah lendir 1. Pembukaan dan pendataran


serviks Awal persalinan
2. Ada his aterm atau preterm

Sumber : Saifuddin, (2006)

Menurut Varney (2008) Data berikut ini dapat digunakan

untuk menegakkan diagnosis :

a. Riwayat

1) Jumlah cairan yang hilang.


2) Ketidakmampuan mengendalikan kebocoran dengan latihan

kegel.

3) Waktu terjadi ketuban pecah.

4) Warna cairan.

5) Bau cairan : cairan amnion memiliki bau apek yang khas,

yang membedakannya dari urine.

6) Hubungan seksual terakhir : semen yang keluar dari vagina

dapat disalahartikan sebagai cairan amnion.

b. Pemeriksaan fisik :

Lakukan palpasi abdomen untuk menentukan volume

cairan amnion. Apabila pecah ketuban telah pasti, terdapat

kemungkinan mendeteksi berkurangnya cairan karena terdapat

peningkatan molase uterus dan dinding abdomen disekitar janin

dan penurunan kemampuan balotemen dibandingkan temuan pada

pemeriksaan.

c. Pemeriksaan spekulum steril

1) Inspeksi keberadaan tanda-tanda cairan di genetalia eksterna.

2) Lihat serviks untuk mengetahui aliran cairan dari orifisium.

3) Lihat adanya genangan cairan amnion di forniks vagina.

4) Jika anda tidak melihat ada cairan, minta wanita mengejan

(perasat valsava). Secara bergantian beri tekanan pada fundus

perlahan-lahan.
5) Observasi cairan yang keluar untuk melihat lanugo atau

verniks kaseosa jika usia kehamilan ≥ 32 minggu.

6) Visualisasi serviks untuk menentukan dilatasi jika

pemeriksaan dalam tidak akan dilakukan dan untuk

mendeteksi prolaps tali pusat atau ekstremitas janin.

d. Uji laboratorium

1) Uji pakis positif

Pemakisan (ferning) juga disebut percabangan

halus (arborization), pada kaca objek (slide) mikroskop yang

disebabkan keberadaan natrium klorida dan protein dalam

cairan amnion.

2) Uji kertas nitrazin positif

Kertas ini akan berubah warna menjadi biru gelap

jika kontak dengan bahan bersifat basa. Nilai Ph vagina

normal adalah ≤ 4,5. Uji pakis lebih dapat dipercaya dari

pada uji kertas nitrazin. Ini karena sejumlah bahan selain

cairan amnion memiliki Ph yang lebih alkali, termasuk lendir

seviks vagina akibat vaginosis bakterial atau infeksi

trikomonas.

3) USG (ultrasonografi)

untuk pemeriksaan oligohidramnion sangat

membantu jika pemeriksaan sebelumnya tidak memberikan

gambaran jelas pecah ketuban.


e. Spesimen untuk kultur treptokokus group B.

Jika wanita ditapis untuk GBS antara minggu ke 35 dan

ke 37 gestasi dan hasil kultur negatif dalam 5 minggu sebelumnya

didokumentasikan, set spesimen lainnya untuk kultur tidak

diperlukan dan antibiotik profilaksis tidak dianjurkan.

7. Penanganan

Menurut Saifuddin, (2008) Penanganan Ketuban Pecah Dini

sebagai berikut :

a. Konservatif

1) Rawat dirumah sakit.

2) Berikan antibiotika (ampisilin 4x500 mg atau eritromisin bila

tidak tahan ampisilin ) dan metronidasol 2x500 mg selama 7

hari.

3) Jika umur kehamilan < 32-34 minggu, dirawat selama air

ketuban masih keluar, atau sampai air ketuban tidak keluar

lagi.

4) Jika usia kehamilan 32-37 minggu, belum in partu, tidak ada

infeksi, tes busa negatif : beri dekametason, observasi tanda-

tanda infeksi, dan kesejahteraan janin. Terminasi pada

kehamilan 37 minggu.

5) Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah in partu, tidak ada

infeksi, berikan tokolitik (salbutamol), dekametason, lakukan

induksi sesudah 24 jam.


6) Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik

dan lakukan induksi.

7) Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi

intrauterin).

8) Pada usia kehamilan 32-34 minggu berikan steroid, untuk

memacu kematangan paru janin dan kalau memungkinkan

periksa kadar lesitin dan spingomeilin tiap minggu. Dosis

betametason 12 mg sehari dosis tunggal selama 2 hari,

deksametason IM 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali.

b. Aktif

1) Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal

seksio sesarea. Dapat pula diberikan misoprostol 50 µg

intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali.

2) Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotika dosis tinggi,

dan persalinan diakhiri :

a) Bila skor pelvik < 5, lakukan pematangan serviks,

kemudian induksi. Jika tidak berhasil, akhiri persalinan

dengan seksio sesarea.

b) Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan, partus

pervaginam.

Menurut Manuaba (2010) Dengan tatalaksana KPD yang

tepat dapat menurunkan kejadian persalinan prematuritas dan infeksi


dalam rahim. Memberikan profilaksis antibiotika dan membatasi

pemeriksaan dalam merupakan tindakan yang perlu diperhatikan.

Sebagai gambaran umum untuk tatalaksana ketuban pecah

dini dapat dijabarkan sebagai berikut :

a. Mempertahankan kehamilan sampai cukup matur khususnya

kamatangan paru.

b. Jika terjadi infeksi korioamnionitis yang menjadi pemicu sepsis,

meningitis janin, dan persalinan prematuritas persalinan diharapkan

berlangsung dalam waktu 72 jam dapat diberikan kortikosteroid,

sehingga kematangan paru janin dapat terjamin.

c. Pada usia kehamilan 24-32 minggu saat berat janin cukup, perlu

dipertimbangkan untuk melakukan induksi persalinan, dengan

kemungkinan janin tidak dapat diselamatkan.

d. Diperlukan KIE terhadap ibu dan keluarga sehingga mengerti

bahwa tindakan mendadak mungkin dilakukan dengan

pertimbangan untuk menyelamatkan ibu dan mungkin harus

mengorbankan janinnya.

e. Pemeriksaan USG untuk mengukur distansia biparietal dan perlu

melakukan aspirasi air ketuban untuk melakukan pemeriksaan

kematangan paru.

f. Waktu terminasi pada hamil aterm dapat dianjurkan pada selang

waktu 6 jam sampai 24 jam, bila tidak terjadi his spontan.


Apapun pilihan penatalaksanaan yang digunakan,

penatalaksanaan perawatan persalinan yang digunakan sama seperti

persalinan yang lain, dengan tambahan sebagai berikut :

a. Kaji suhu dan denyut nadi setiap 2 jam. Kenaikan suhu sering kali

didahului kondisi ibu yang menggigil.

b. Lakukan pemantauan DJJ. Pemantauan DJJ secara kontinu

dilakukan selama induksi oksitosin untuk melihat tanda gawat janin

akibat kompresi tali pusat atau induksi.

c. Ketika melakukan pemeriksaan dalam yang benar-benar

diperlukan, perhatikan juga hal-hal sebagai berikut :

1) Apakah dinding vagina teraba lebih hangat dari biasa.

2) Bau rabas atau cairan disarung tangan anda.

3) Warna rabas atau cairan disarung tangan anda.

d. Beri perhatian lebih saksama terhadap dehidrasi. Sering kali terjadi

peningkatan suhu tubuh akibat dehidrasi (Varney, 2006)

Tabel 2.2 Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini

KETUBAN PECAH
< 37 minggu ≥ 37 minggu
infeksi Tidak ada infeksi Infeksi Tudak ada infeksi
Berikan penisilin,
Amoksilin + Berikan penisilin, Lahirkan bayi
gentamisin, dan
eritromisin untuk 7 gentamisin dan
metronidazol
hari metronidazol
Lahirkan bayi
Steroid untuk Lahirkan bayi
Berikan penisilin
pematangan paru
atau ampisilin

ANTIBIOTIKA SETELAH PERSALINAN


Stop antibiotik Lanjutkan untuk 24- Tidak perlu
48 jam setelah antibiotik
bebas panas

Sumber : Saifuddin, (2008).


KETUBAN PECAH DINI

Bidan merujuk ke RS/Puskesmas

Masuk RS :

Antibiotika
Batasi pemeriksaan dalam
Pemeriksaan air ketuban, kultur, dan bakteri
Observasi tanda infeksi dan distres janin

Hamil prematur Kehamilan aterm

Observasi ( suhu rektal, distres janin)


kartikosteroid

Letak kepala
Kelainan obstetri :

Distres janin
Letak sungsang
Letak lintang
Disproporsi Sefalopelvik
Riwayat obstetri buruk
Grandemultipara
Primigravida usia lanjut
Infertilitas Indikasi induksi
Persalinan obstruktif
( infeksi, waktu)

Gagal : Berhasil (persalinan vagin


SC
Reaksi uterus tidak ada
Kelainan letak kepala
Fase laten dan aktif memanjang
Distres janin
Ruptura uteri imminens

Bagan 2.1 Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini

Sumber : Manuaba (2010)


C. Induksi Persalinan

1. Pengertian

Menurut Norwitz & Schorge (2008) Induksi merupakan

intervensi yang dirancang untuk menginisiasi persalinan sebelum

onset spontan agar proses kelahiran pervaginam dapat dilakukan.

Induksi harus dibedakan dengan augmentasi yang merupakan upaya

untuk menambah kemampuan kontraksi uterus pada wanita yang telah

memulai proses persalinan.

Induksi persalinan adalah upaya untuk melahirkan janin

menjelang aterm, belum in partu, dengan kemungkinan janin dapat

hidup diluar kandungan (umur diatas 28 minggu) (Manuaba, 2010).

2. Penilaian Pasien

Menurut Norwitz & Schorge (2008) Penilaian pasien

sebelum induksi persalinan :

a. Konfirmasi indikasi untuk induksi.

b. Tinjau kembali kontraindikasi untuk proses melahirkan per

vaginam.

c. Konfirmasi usia gestasi.

d. TBJ

e. Tentukan presentasi janin.

f. Lakukan penilaian bentuk dan kecukupan ruang rongga tulang

panggul.

g. Lakukan penilaian pemeriksaan serviks (Skor Bishop).


h. Lakukan penilaian kebutuhan kematangan paru janin.

i. Tinjau kembali resiko dan keuntungan induksi persalinan.

Waktu yang tepat untuk melakukan induksi adalah ketika

manfaat bagi ibu atau janin lebih besar jika kehamilan dihentikan dari

pada bila dilanjutkan. Waktu tersebut juga bergantung pada usia gestasi

3. Kontraindikasi

Menurut Cunningham (2006) sejumlah kondisi di uterus,

janin, atau ibu merupakan kontraindikasi induksi persalinan

a. Kontraindikasi pada uterus

Riwayat cedera uterus misal insisi SC atau bedah uterus, Plasenta

previa, prolap tali pusat, perdarahan yang tidak dapat dijelaskan.

b. Kontraindikasi pada janin

Makrosomia, hidrosephalus, malpresentasi atau status janin yang

kurang menyenangkan.

c. Kontraindikasi pada ibu

Usia ibu, anatomi panggul, dan penyakit medis seperti herpes

genetalis, karsinoma serviks.

4. Indikasi

Menurut Norwitz & Schorge (2008) indikasi induksi

persalinan cukup bulan adalah sebagai berikut :

a. Indikasi Absolut

1) Indikasi ibu

a) Preeklamsi/eklamsi.
b) Masalah pada ibu seperti : diabetes melitus, penyakit ginjal

kronik, penyakit paru kronik, penyakit jantung.

2) Indikasi janin

a) Korioamnionitis .

b) Pemeriksaan antepartum abnormal.

c) Pertumbuhan janin terhambat.

d) Kahamilan post term (>42 minggu).

e) Isoimunisasi.

3) Indikasi uteroplasenta

Abruptio plasenta

b. Indikasi Relatif

1) Indikasi ibu

a) Hipertensi kronik.

b) Hippertensi dalam kehamilan.

c) Diabetes gestasional.

d) Faktor logistik seperti risiko persalinan yang cepat, jarak

dari rumah sakit, indikasi psikokosial.

2) Indikasi janin

a) Ketuban pecah dini.

b) Kematian janin.

c) Riwayat lahir mati sebelumnya.

d) Janin dengan suatu kelainan bawaan yang besar.

3) Indikasi Uteroplasenta
Oligohidramnion yang tidak dapat dijelaskan.

5. Skor Bishop

Keberhasilan induksi sebagian besar bergantung pada

keadaan serviks. Pada tahun 1964, bishop merancang suatu sistem

penilaian serviks untuk memperkirakan tingkat keberhasilan induksi.

Jika skor bishop baik (>5), maka kemungkinan keberhasilan induksi

dan kelahiran per vaginam adalah tinggi. Jika skor tidak baik (<5),

maka kemungkinan keberhasilan induksi berkurang dan ‘pematangan’

serviks prainduksi dapat diindikasikan Norwitz & Schorge (2008).

Tabel 2.3 Sistem Skor Bishop untuk menilai induksibilitas

Faktor

Skor Pembukaan Pendataran Station Konsistensi Posisi


(cm) (%) Serviks serviks
0 Tertutup 0-30 -3 Keras Posterior
1 1-2 40-50 -2 Sedang Tengah
2 3-4 60-70 -1,0 Lunak Anterior
3 ≥5 ≥ 80 +1, +2 - -

Sumber : Cunningham, dkk. (2006)

Kondisi atau kelayakan serviks sangat penting bagi induksi

persalinan. Segmen bawah uterus merupakan faktor yang sangat

penting. Ketinggian bagian terbawah janin atau station juga penting

(Cunningham, dkk. (2006).

6. Bentuk

Menurut Manuaba (2010) terdapat bentuk induksi

persalinan per vaginam yaitu secara medis (metode Steinche, metode


drip/infus oksitosin, oksitosin sublingual, induksi persalinan dengan

prostlagandin) dan secara mekanis (pemecahan ketuban, pemasangan

laminaria stiff/busi) :

a. Metode Steinsche

Diberikan pil kinine sebesar 0,2 g setiap jam sampai

mencapai dosis 1,2 g. 1 jam setelah pemberian kinine pertama,

disuntikan oksitosin 0,2 unit/jam sampai his yang adekuat.

b. Metode Infus Oksitosin

Merupakan metode yang paling umum dilakukan.

Tindakan dengan metode drip oksitosin :

1) Dipasang infus dekstrosa 5% dengan 5 unit oksitosin.

2) Tetesan pertama antara 8-12 tetes per menit.

3) Setiap 15 menit dilakukan penilaian, bila tidak terdapat his

yang adekuat jumlah tetesan ditambah 4 tetes sampai maksimal

tercapai 40 tetes per menit.

4) Tetesan maksimal dipertahankan dalam 2 kali pemberian 500

cc dekstrose 5%.

5) Bila sebelum tetesan ke-40 sudah timbul kontraksi otot rahim

yang adekuat, maka tetesan terakhir dipertahankan sampai

persalinan berlangsung.

6) Pemberian oksitosin maksimal sebanyak 40 tetes per menit

dengan oksitosin sebanyak 10 unit.


Komplikasi pada induksi persalinan dengan oksitosin

adalah :

1) Ketuban dapat pecah pada pembukaan kecil yang disertai

pecahnya vasa previa dengan tanda perdarahan dan diikuti

gawat janin, darah merah segar.

2) Prolapsus bagian kecil janin terutama tali pusat

3) Gawat janin karena gangguan sirkulasi retroplasenta pada tetani

uteri atau solusio plasenta.

Observasi pada induksi persalinan sangat penting,

sehingga kemungkinan komplikasi dapat ditentukan melalui

evaluasi C (cortonen/ denyut jantung janin), H (his yang kuat

menuju tetani uteri), P (penurunan bagian terendah), B (bandle

yang mengikat sebagai tanda terjadinya ruptura uteri yang

membakat).

c. Metode oksitosin sublingual

Oksitosin dalam bentuk tablet isap dibawah lidah dengan

isi 50 IU oksitosin. Tingginya kemampuan penyerapan oleh

mukosa lidah, dapat menyebabkan terjadinya kontraksi otot rahim

yang kuat, yang dapat membahayakan. Pemberiannya 0,5-1 jam.

d. Induksi Persalinan dengan Prostlagandin

Dapat dilakukan dengan supositoria transvaginal atau

infus dengan nalador. Yang paling efektif untuk mencapai tujuan


ini adalah PDE2 dan PGF2. Harganya cukup mahal sehingga tidak

terjangkau untuk pelayanan masyarakat secara rutin.

e. Pemecahan Ketuban

1) Indikasi :

a) Perpanjangan fase laten.

b) Perpanjangan fase aktif.

c) Hidramnion.

d) Pembukaan hampir lengkap.

2) Syarat :

a) Pembukaan minimal 3 cm.

b) Tidak terdapat kedudukan ganda.

c) Bagian terendah sudah masuk PAP.

d) Proses pelunakan sudah dimulai.

e) Perkiraan lahir per vaginam dalam waktu 6 jam.

3) Komplikasi :

a) Meningkatkan bahaya infeksi.

b) Perdarahan.

c) Terjadi kontraksi yang sangat besar dapat menimbulkan

Gawat janin.

d) Kesempitan panggul dapat terjadi edema serviks, partus tak

maju.

e) Prolapsus bagian kecil janin.


f. Pemasangan Laminaria Stiff

Pemasangan laminaria dapat didahului atau bersamaan

dengan pemberian estrogen sehingga proses priming serviks

berlangsung. Pemasangan laminaria jumlahnya dapat 2-3 buah

dimasukan ke dalam kanalis servikalis dan ditinggal selama 24-48

jam, kemudian dipasangi tampon vaginal. Diberi profilaksis

dengan antibiotika untuk menghindari infeksi. Setelah 24-48 jam

dilanjutkan dengan induksi persalinan menggunakan oksitosin.


Selaput ketuban tidak kuat akibat kurangnya jaringan ikat dan vaskularisasi, bila terjadi pembukaan sangat lemah dan mudah pe

KETUBAN PECAH DINI

Air Ketuban Menurun


Tanda dan gejala

1. Keluar cairan dari vagina


2. Berbau khas
3. Cairan keluar terus-menerus
4. Dapat disertai atau tidak
disertai dengan nyeri.

Oligohidramnion
Komplikasi

penanganan

Hamil Preterm
Hamil Aterm

Kelainan Obstetri

Letak Kepala

Induksi

SC

Gagal Berhasil (pervaginam)

Bagan 2.3 Pathway Ketuban Pecah Dini

Sumber : Manuaba, (2010) & Prawirohardjo, (2009)


D. Manajemen Kebidanan

1. Pengertian

Manajemen Kebidanan adalah proses pemecahan masalah

yang digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan

tindakan berdasarkan teori ilmiah, penemuan-penemuan, keterampilan

dalam rangkaian atau tahapan yang logis untuk pengambilan suatu

keputusan yang berfokus pada klien (Asrinah dkk, 2010).

2. Prinsip Proses Manajemen Kebidanan

Menurut Mufdlillah (2011) prinsip manajemen kebidanan

sebagi berikut :

a. Secara sistematis mengumpulkan dan memperbarui data yang

lengkap dan relevan dengan melakukan pengkajian yang

komprehensif terhadap kesehatan setiap klien, termasuk

mengumpulkan riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik.

b. Mengidentifikasi masalah dan membuat diagnosa berdasarkan

intepretasi data dasar.

c. Mengidentifikasi kebutuhan terhadap asuhan kesehatan dalam

menyelesaikan masalah dan merumuskan tujuan asuhan kesehatan

bersama klien.

d. Memberi informasi dan support sehingga klien dapat membuat

keputusan dan bertanggung jawab terhadap kesehatannya.

e. Membuat rencana asuhan yang komprehensif bersama klien.


f. Secara pribadi bertanggung jawab terhadap implementasi rencana

individu.

g. Melakukan konsultasi, perencanaan dan melaksanakan manajemen

dengan kolaborsi dan merujuk klien untuk mendapatkan asuhan

selanjutnya.

h. Merencanakan manajemen terhadap komplikasi tertentu, dalam

situasi darurat dan bila ada penyimpangan dari keadaan normal.

i. Melakukan evaluasi bersama klien terhadap pencapaian asuhan

kesehatan dan merevisi rencana asuhan sesuai dengan kebutuhan.

3. Langkah-langkah Manajemen Kebidanan

Proses Manajemen Kebidanan menurut Varney (2007)

terdiri dari 7 langkah yang secara periodik disaring ulang, proses

manajemen ini terdiri dari pengumpulan data, antisipasi atau tindakan

gawat daruratan, rencana tindakan, pelaksanaan dan evaluasi.

a. Langkah I (pertama) : Pengumpulan Data Dasar

Pada langkah pertama ini dilakukan pengkajian dengan

mengumpulkan semua data yang diperlukan untuk mengevaluasi

keadaan klien secara lengkap (Asrinah, 2010).

1) Data Subyektif

Merupakan Informasi yang dicatat dan diperoleh

dari hasil wawancara langsung kepada pasien/klien atau dari

keluarga dan tenaga kesehatan (Hidayat, 2009).

a) Identitas pasien
Identitas ini untuk mengidentifikasi pasien dan

menentukan status sosial ekonominya yang harus kita

ketahui seperti anjuran apa yang akan diberikan (Hani, dkk.

2010)

(1) Nama pasien

Dikaji dengan nama yang jelas dan lengkap

untuk menghindari adanya kekeliruan atau untuk

membedakan dengan pasien yang lain (Wulandari,

2008).

(2) Umur

Umur penting untuk dikaji karena ikut

menentukan prognosis kehamilan. Jika umur terlalu tua

atau terlalu muda, maka persalinan lebih banyak

resikonya (Hani, dkk. 2010)

(3) Suku/Bangsa

Ditujukan untuk mengetahui adat istiadat

yang menguntungkan dan merugikan bagi pasien

(Wulandari, 2008).

(4) Agama

Untuk mempermudah bidan dalam

melakukan pendekatan di dalam melaksanakan asuhan

kebidanan (Wulandari, 2008).


(5) Pendidikan

Untuk mengetahui tingkat intelektual karena

tingkat pendidikan mempengaruhi perilaku kesehatan

seseorang (Wulandari, 2008).

(6) Pekerjaan

Untuk mengetahui pekerjaan pasien dan

tanggung jawabnya dalam rumah sehingga dapat

mengidentifikasi resiko yang yang berhubungan dengan

pekerjaan pasien (Varney, 2006).

(7) Alamat pasien

Untuk mempermudah hubungan jika

diperlukan dalam keadaan mendesak sehingga bidan

mengetahui tempat tinggal pasien (Wulandari, 2008) .

b) Alasan masuk RB/RS :

Adalah alasan yang membuat pasien datang

berhubungan dengan kehamilannya (Saifudin, 2008).

c) Keluhan Utama :

Alasan pasien mengunjungi ke klinik dapat

berhubungan dengan sistem tubuh (Varney, 2006). Pasien

mengeluhkan mengeluarkan cairan dari jalan lahir, berbau

khas, belum ada kenceng-kenceng dan belum ada

pengeluaran lendir darah (Nugroho, 2012).


d) Riwayat Kesehatan :

(1) Riwayat Kesehatan Sekarang

Adalah riwayat kesehatan yang diderita saat

ini oleh pasien. Penyakit menular seperti TBC,

hepatitis, Malaria, HIV/AIDS, Penyakit keturunan

seperti jantung, hipertensi, DM, Asma, Alergi Obat

(Janah, 2011).

(2) Riwayat Kesehatan Dahulu

Merupakan riwayat penyulit yang dahulu

pernah diderita seperti Jantung, Hipertensi, DM, Asma,

Hepar dan HIV/AIDS (Kusmiyati, 2008).

(3) Riwayat Kesehatan Keluarga

Adalah riwayat kesehatan yang pernah

diderita keluarga seperti Jantung, Asma, Hipertensi,

DM, Kembar, kanker, penyakit ginjal, TB, epilepsi

(Hani, 2011).

e) Riwayat Perkawinan

Penting untuk dikaji karena akan mendapatkan

gambaran mengenai suasana rumah tangga pasangan.

Nikah berapa kali, status pernikahan syah/tidak, menikah

pada umur berapa tahun, dengan suami umur berapa tahun,

lama pernikahan berapa tahun (Sulistyawati, 2009).

f) Riwayat Obstetri
(1) Riwayat Menstruasi

Data yang diperoleh sebagai gambaran

tentang keadaan dasar dari organ reproduksinya.

Menarche (pertama kali haid), siklus (jarak antara

menstruasi yang dialami dengan menstruasi

berikutnya), lamanya menstruasi, banyaknya darah,

bau, warna, konsistensi, ada dismenorhe dan flour albus

atau tidak, keluhan (keluhan yang dirasakan ketika

mengalami menstruasi) (Sulistyawati, 2009).

(2) Riwayat kehamilan, Persalinan dan Nifas yang lalu

Tanggal kelahiran, usia kehamilan aterm atau

tidak, bentuk persalinan (spontan, SC, forcep atau

vakum), penolong, tempat, masalah obstetri dalam

kehamilan (preeklamsi, ketuban pecah dini, dll ), dalam

persalinan (malpresentasi, drip oksitosin, dll), dalam

nifas (perdarahan, infeksi kandungan, dll), jenis

kelamin bayi (laki-laki/perempuan), berat badan bayi,

adakah kelainan kongenital, kondisi anak sekarang

(Hani, 2011).

(3) Riwayat Kehamilan Sekarang

(a) HPHT

Untuk mengetahui usia kehamilan (Hani, 2011)


(b) HPL

Untuk mengetahui perkiraan kelahiran (Nursalam,

2009).

(c) ANC (Antenatal Care)

Untuk mengetahui periksa teratur atau

tidak, tempat ANC dimana (Prawirohardjo, 2010).

Pergerakan janin dirasakan pertama kali pada usia

kehamilan berapa minggu, dalam 24 jam berapa

kali, dalam 10 menit berapa kali, TT berapa kali,

Obat-obat yang di konsumsi selama kehamilan,

kebiasaan negatif ibu terhadap kehamilannya

(merokok, narkoba, alkohol, minum jamu), keluhan

(Janah, 2011).

(4) Riwayat KB

Kontrasepsi yang pernah dipakai, lamanya

pemakaian kontrasepsi, alasan berhenti, rencana yang

akan datang (Janah, 2011).

g) Pola kebutuhan sehari-hari

(1) Pola Nutrisi

Penting untuk diketahui supaya kita

mendapatkan gambaran bagaimana pasien mencukupi

asupan gizinya selama hamil (Sulistyawati, 2009).


Makanan : Frekuensi, banyaknya, jumlah, pantangan,

keluhan.

Minuman : Frekuensi, banyaknya, jenis minuman,

keluhan.

(2) Pola Eliminasi

Untuk memastikan keadaan kesehatan

keluarga (Sulistyawati, 2009). Dikaji BAB berapa

kali/hari, BAK berapa kali /hari, keluhan.

(3) Pola Istirahat

Untuk mengetahui hambatan yang mungkin

muncul jika didapatkan data yang senjang tentang

pemenuhan kebutuhan istirahat (Sulistyawati, 2009).

Dikaji tidur siang dan tidur malam berapa jam, keluhan.

(4) Pola Aktivitas

Memberikan gambaran tentang seberapa

berat aktivitas yang dilakukan di rumah (Sulistyawati,

2009). Dikaji pekerjaan dirumah atau pekerjaan yang

dikerjakan sehari-hari.

(5) Personal Hygiene

Data yang mempengaruhi kesehatan pasien

dan bayinya (Sulistyawati, 2009). Dikaji mandi berapa

kali/hari, keramas berapa kali/minggu, ganti baju

berapa kali/hari, ganti celana dalam berapa kali/hari,


sikat gigi berapa kali/hari, potong kuku berapa

kali/minggu.

(6) Aktivitas Seksual

Untuk mengetahui keluhan dalam aktivitas

seksual yang mengganggu (Sulistyawati, 2009). Dikaji

frekuensi, keluhan.

(7) Psikososial Spiritual

Perlu dikaji untuk kenyamanan psikologis

ibu (Sulistyawati, 2009). Dikaji respon terhadap

kehamilan ini senang atau tidak, respon suami terhadap

kehamilan ini mendukung atau tidak, respon keluarga

terhadap kehamilan ini, adat istiadat.

2) Data Obyektif

Pencatatan dilakukan dari hasil pemeriksaan fisik,

pemeriksaan khusus kebidanan, data penunjang yang

dilakukan sesuai dengan beratnya masalah (Hidayat, 2009).

a) Pemeriksaan umum

Bertujuan untuk menilai keadaan umum pasien,

status gizi, tingkat kesadaran, serta ada tidaknya kelainan

bentuk badan (Hidayat & Uliyah, 2008).

b) Kesadaran

Pemeriksaan yang bertujuan menilai status

kesadaran pasien (Hidayat & Uliyah, 2008).


c) Tanda vital sign

(1) Tekanan darah : Untuk menilai sistem

kardiovaskuler berkaitan dengan

hipertensi (Kusmiyati, 2007).

Hipertensi dalam kehamilan dengan

kenaikan ≥ 140/90 mmHg (Mitayani,

2009).

(2) Nadi : Untuk menentukan masalah

sirkulasi tungkai (Takikaedi)

(Mitayani, 2009). Frekuensi normal

60-90X/ menit (Kusmiyati, 2007).

(3) Suhu : Untuk mengetahui suhu tubuh

pasien normal atau tidak (Kusmiyati,

2007). Peningkatan suhu

menandakan terjadi infeksi, Suhu

normal adalah 36,5-37,6oC

(Mitayani, 2009).

(4) Pernafasan : Untuk mengetahui sistem fungsi

pernafasan (Kusmiyati, 2007).

Frekuensi normal 16-24X/menit

(Mitayani, 2009).
(5) Berat Badan : Untuk mengetahui faktor obesitas,

selama kehamilan berat badan naik

9-12 kg (Mufdlilah, 2009).

(6) Tinggi Badan : Untuk menentukan kemungkinan

adanya panggul sempit (terutama

pada yang pendek) tinggi badan

normal ≥ 145 cm (Mufdlilah, 2009).

(7) LILA : Untuk mengetahui adanya faktor

kurang gizi bila kurang dari 23,5 cm

(Mufdlilah, 2009).

d) Pemeriksaan fisik

Merupakan salah satu cara untuk mengetahui

gejala atau masalah kesehatan yang dialami oleh pasien

(Hidayat & Uliyah, 2008: 140). Berikut pemeriksaan head

to toe menurut Janah, 2011).

(1) Kepala : Bagaimana bentuk kepala,

warna rambut hitam atau

tidak, bersih atau tidak,

adakah ketombe dan rambut

rontok.

(2) Muka : Pucat atau tidak.

(3) Mata : Adakah gangguan

penglihatan, konjungtiva
anemis atau tidak, sklera

ikterik atau tidak).

(4) Telinga : Bersih atau tidak, adakah

gangguan pendengaran,

adakah masa didalam

telinga.

(5) Hidung : Bersih atau tidak, adakah

pernafasan cuping hidung,

adakah polip.

(6) Mulut dan gigi : Mulut, lidah dan gigi bersih

atau tidak, adakah caries

gigi, adakah perdarahan

gusi, bibir stomatitis atau

tidak.

(7) Leher : Adakah pembesaran

kelenjar tyroid, adakah

pembesaran vena jugularis,

adakah pembesaran getah

bening.

(8) Dada : Adakah retraksi dada, denyut

jantung teratur atau tidak,

adakah whezzing paru-paru.


(9) Ekstremitas atas : Ujung jari pucat atau tidak,

turgor ikterik atau tidak

tangan dan kuku bersih atau

tidak.

(10) Ekstremitas bawah :Turgor baik atau tidak,

adakah oedem, bagaimana

reflek patella.

(11) Anus : Adakah varises, adakah

tanda chadwick, adakah

hemoroid.

e) Pemeriksaan khusus

(1) Inspeksi

Proses pengamatan atau observasi untuk

mendeteksi masalah kesehatan pasien (Hidayat &

Uliyah, 2008).

(a) Muka : Adakah oedem, kloasma

gravidarum.

(b) Payudara : Bagaimana pembesaran payudara,

puting susu menonjol atau tidak,

terjadi hiperpigmentasi aerola atau

tidak.
(c) Abdomen : Adakah bekas luka operasi, adakah

striae gravidarum, adakah linea

nigra.

(d) Genetalia : Adakah pengeluaran per vagina

lendir darah, air ketuban, darah dll)

(Janah, 2011). Pada kasus cairan

keluar dari jalan lahir (Nogroho,

2011).

(2) Palpasi

Digunakan untuk menentukan besarnya

rahim, dengan menentukan usia kehamilan serta

menentukan letak janin dalam rahim (Hidayat &

Uliyah, 2008).

(a) Payudara : Adakah benjolan abnormal, adakah

rasa nyeri, adakah pengeluaran

kolostrum (Janah, 2011).

(b) Abdomen :

Leopold I : Digunakan untuk menentukan usia

kehamilan dan bagian apa janin

yang ada dalam fundus.

Leopold II : Digunakan untuk menetukan letak

punggung anak dan letak bagian

kecil pada anak.


Leopold III : Digunakan untuk menentukan

bagian apa yang terdapat dibagian

bawah dan apakah bagian bawah

anak sudah masuk atau belum ke

PAP.

Leopold IV : Digunakan untuk menentukan apa

yang menjadi bagian bawah dan

seberapa masuknya bagian bawah

tersebut ke dalam rongga panggul

(Hidayat & Uliyah, 2008).

(c) TFU (Tinggi Fundus Uteri)

(d) TBJ (Tafsiran Berat Janin)

Jika belum masuk Panggul (TFU-12) X 155

Jika sudah masuk Panggul (TFU-11) X 155 (Janah,

2011).

(3) Auskultasi

Digunakan untuk mendengarkan bunyi

jantung janin, bising tali pusat, bising usus. Dalam

keadaan sehat bunyi jantung janin 120-140 X/menit

(Hidayat & Uliyah, 2008).

(4) Pemeriksaan dalam

Untuk mengetahui keadaan vagina, porsio

(tebal atau tipis), pembukaan, ketuban (utuh atau tidak),


penurunan kepala (bidang Hodge berapa), ubun-ubun

kecil, dan untuk mendeteksi kesan panggul (Nursalam,

2007). Pada kasus selaput ketuban sudah tidak teraba,

dinding vagina teraba lebih hangat, adanya cairan di

sarung tangan (Varney, 2006)

f) Pemeriksan Penunjang

(1) Pemeriksaan laboratorium

Uji Ferning : dengan hasil positif disebabkan karena

pada kaca objek mikroskop terdapat natrium klorida

dan protein dalam cairan amnion (Varney, 2008).

(2) tes Nitrazin (tes kertas lakmus) merah menjadi biru.

(3) Pemeriksaan USG

Dapat mengidentifikasi pada janin mengenai ukuran,

bentuk dan posisi. Pada kasus untuk pemeriksaan

oligohidramnion atau pengurangan cairan ketuban

(Varney, 2008).

b. Langkah II (Kedua) : Intepretasi Data

Pada langkah ini dilakukan identifikasi yang benar

terhadap diagnosis atau masalah dan kebutuhan klien berdasarkan

interpretasi yang benar atas data-data yang telah dikumpulkan.

Data dasar yang sudah dikumpulkan dinterpretasikan sehingga

ditemukan masalah atau diagnosis yang spesifik (Arsinah, 2010).

1) Diagnosa Kebidanan
Diagnosis yang ditegakkan bidan dalam lingkup

praktek kebidanan dan memenuhi standar nomenklatur (tata

nama) diagnosa kebidanan (Purwandari, 2008).

Diagnosa : Ny X G...P...A... umur ... tahun, hamil ... minggu,

janin ... hidup intra uteri, letak ... puka/puki, divergen/

konvergen dengan ketuban pecah dini.

Data subjektif

a) Ibu mnengatakan berusia berapa tahun

b) Ibu mengatakan hamil ke .. keguguran ...kali

c) Ibu mengatakan sudah mengeluaran cairan sejak tanggal ..

jam ...

d) Ibu mengatakan cemas dengan keadaan bayinya karena ibu

belum merasakan kenceng-kenceng

Data objektif

a) TTV (TD, N, S, RR), BB, TB, LILA.

b) Pemeriksaan palpasi abdomen LI, LII, LIII, LIV

c) Tampak cairan keluar dari jalan lahir

d) Pembukaan.....cm

e) Belum merasa kenceng-kenceng

f) Pemeriksaan tes Nitrazin (tes lakmus).

2) Masalah

Adalah kesenjangan yang diharapkan dengan fakta

atau kenyataan (Sari, 2012).


Masalah yang dialami oleh pasien dengan ketuban

pecah dini adalah cemas dan gelisah dalam menghadapi

persalinan.

3) Kebutuhan.

Dalam bagian ini bidan menentukan kebutuhan

pasien berdasarkan keadaan dan masalahnya (Sulistyawati,

2009).

Kebutuhan pasien bersalin dengan ketuban pecah

dini adalah pemberian dukungan moral dan informasi berkaitan

dengan persalinan dengan ketuban pecah dini.

c. Langkah III (Ketiga) : Mengidentifikasi Diagnosis atau Masalah

Potensial.

Pada langkah ini Kita mengidentifikasi masalah atau

diagnosis potensial lain berdasarkan rangkaian masalah dan

diagnosis yang sudah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan

antisispasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan (Arsinah

dkk. 2010). Pada langkah ini penting sekali untuk melakukan

asuhan yang aman (Sari, 2012).

Pada kasus persalinan dengan ketuban pecah dini

berpotensi terjadi korioamnionitis, malpresentasi, prolaps tali

pusat, partus lama, perdarahan post partum, endometritis pasca

persalinan, prematuritas, sindrom gawat nafas.


d. Langkah IV (Keempat) : Mengidentifikasi dan Menetapkan

Kebutuhan yang Memerlukan Penanganan Segera

Tahap ini dilakukan oleh bidan dengan melakukan

identifikasi dan menetapkan beberapa kebutuhan setelah diagnosa

dan masalah ditegakkan. Kegiatan bidan pada tahap ini adalah

konsultasi, kolaborasi, dan melakukan rujukan (Sari, 2012).

Langkah keempat mencerminkan kesinambungan dari

proses manajemen kebidanan. Jadi manajemen kebidanan bukan

hanya selama asuhan primer periodik atau kunjungan prenatal saja,

tetapi juga selama perempuan tersebut bersama bidan terus-

menerus (Arsinah dkk. 2010).

Antisipasi ketuban pecah dini :

1) Rawat di Rumah Sakit

2) Berikan antibiotik

3) Oksitosin drip

4) Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotik dosis tinggi dan

akhiri persalinan

e. Langkah V (Kelima) : Merencanakan Asuhan yang Menyeluruh

Setelah beberapa kebutuhan pasien ditetapkan,

diperlukan perencanaan secara menyeluruh terhadap masalah dan

diagnosa yang ada (Sari, 2012).

Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi

apa yang sudah teridentifikasi dari kondisi klien, atau dari setiap
masalah yang berkaitan, tetapi juga dari kerangka pedoman

antisipasi terhadap perempuan tersebut (Arsinah dkk. 2010).

Semua keputusan yang dikembangkan dalam asuhan menyeluruh

ini harus rasional dan benar-benar valid berdasarkan pengetahuan

dan teori yang up to date serta sesuai dengan asumsi tentang apa

yang akan atau tidak dilakukan oleh klien (Sari, 2012).

Rencana asuhan kebidanan pada ketuban pecah dini

menurut (Saifuddin, 2008) :

1) Rawat di Rumah Sakit

2) Berikan antibiotik (Ampisilin 4 x 500 mg dan metronidazol 2 x

500 mg selama 7 hari.

3) Lakukan perawatan selama air ketuban masih keluar.

4) Lakukan tes busa negatif : beri dekametason, observasi tanda-

tanda infeksi, dan kesejahteraan janin jika belum in partu dan

tidak ada infeksi.

5) Berikan tokolitik (salbutamol), dekametason, dan induksi

sesudah 24 jam jika sudah in partu dan tidak ada tanda infeksi.

6) Beri antibiotik dan lakukan induksi jika ada infeksi.

7) Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, lekosit, tanda-tanda infeksi

intrauterin).

8) Berikan steroid untuk memacu kematangan paru.


f. Langkah VI ( Keenam ) : Melaksanakan Perencanan

Pada langkah keenam ini rencana asuhan menyeluruh

seperti yang telah diuraikan pada langkah ke 5 dilaksanakan secara

efiensi dan aman (Arsinah dkk. 2010). Pelaksaan ini dapat

dilakukan oleh bidan secara mandiri maupun berkolaborasi dengan

tim kesehatan lainnya. Jika bidan tidak melakukannya sendiri, ia

tetap memikul tanggunga jawab untuk mengarahkan

pelaksanaannya (Sari, 2012).

Implentasi pada kasus ketuban pecah dini :

1) Merawat di Rumah Sakit

2) Memberikan antibiotik (Ampisilin 4 x 500 mg dan

metronidazol 2 x 500 mg) selama 7 hari.

3) Melakukan perawatan selama air ketuban masih keluar.

4) Melakukan tes busa negatif : memberi dekametason,

mengobservasi tanda-tanda infeksi, dan kesejahteraan janin

jika belum in partu dan tidak ada infeksi.

5) Memberikan tokolitik (salbutamol), dekametason, dan induksi

sesudah 24 jam jika sudah in partu dan tidak ada tanda infeksi.

6) Memberikan antibiotik dan melakukan induksi jika ada infeksi.

7) Menilai tanda-tanda infeksi (suhu, lekosit, tanda-tanda infeksi

intrauterin).

8) Memberikan steroid untuk memacu kematangan paru.

g. Langkah VII (tujuh) : Evaluasi


Pada langkah ke 7 ini dilakukan evaluasi efektivitas dari

asuhan yang telah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan

bantuan telah apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai dengan

apa yang telah diidentifikasi dalam masalah dan diagnosis.

Rencana tersebut bisa dianggap efektif jika memang benar efektif

dalam pelaksanaanya. Ada kemungkinan bahwa sebagian rencana

tersebut telah efektif sedang sebagian belum efektif (Arsinah dkk.

2010).

Evaluasi dari pelaksanaan asuhan kebidanan pada pasien

ketuban pecah dini menurut (Varney, 2006) :

1) Persalinan berjalan normal dan bayi lahir normal

2) Tidak terjadi infeksi

3) Ibu dan bayi dalam keadaan baik.

4. Data Perkembangan

Menurut Mufdlilah (2009) Metode SOAP merupakan

catatan yang bersifat sederhana, jelas, logis dan singkat. Prinsisp dari

metode SOAP ini merupakan proses pemikiran penatalaksanaan

manajemen kebidanan.

a. S (Data Subyektif)

Merupakan pendokumentasian manajemen kebidanan

menurut Halen Varney langkah pertama (pengkajian data),

terutama data yang diperoleh melalui anamnesa. Data subyektif ini

berhubungan dengan masalah dari sudut pandangan pasien. Data


subyektif ini nantinya akan menguatkan diagnosis yang akan

disusun.

b. O (Data Objektif)

Merupakan pendokumentasian manajemen kebidanan

menurut Halen Varney pertama (pengkajian data), terutama yang

diperoleh melalui hasil observasi yang jujur dari pemeriksaan fisik

pasien, pemeriksaan laboratorium/pemeriksaan diagnostik lain.

c. A (Assessment)

A (Analysis/Assessment) merupakan pendokumentasian

manajemen kebidanan menurut Halen Varney langkah kedua,

ketiga dan keempat sehingga mencakup hal-hal berikut ini :

diagnosis/masalah kebidanan, diagnosis/masalah potensial serta

perlunya mengidentifikasi kebutuhan tindakan segera untuk

antisipasi diagnosis/masalah potensial dan kebutuhan tindakan

segera harus diidentifikasi manurut kewenangan bidan meliputi :

tindakan mandiri, tindakan kolaborasi dan tindakan merujuk klien.

d. P (Planning)

Planning/ perencanaan adalah membuat rencana asuhan

saat ini dan yang akan datang. Rencana asuhan disusun

berdasarkan hasil analisis dan intepretasi data.

Menurut Halen Varney langkah kelima, keenam, dan

ketujuh. Pendokumentasien P dalam SOAP ini adalah pelaksanan


asuhan sesuai rencana yang telah disusun sesuai dengan keadaan

dan dalam rangka mengatasi masalah pasien.

Dalam planning juga harus mencantumkan

evaluation/evaluasi yaitu tafsiran dari efek tindakan yang telah

diambil untuk menilai efektivitas asuhan/ hasil pelaksanaan

tindakan. Untuk mendokumentasikan proses evaluasi ini,

diperlukan sebuah catatan perkembangan, dengan tetap mengacu

pada metode SOAP.

E. Hukum Kewenangan Bidan

Landasan hukum yang mendasari bidan di dalam melakukan

asuhan kebidanan pada klien dengan ketuban pecah dini merupakan

keputusan permenkes No.1464/Menkes/Per/X/2010 tentang izin dan

penyelenggaraan praktek bidan.

Pasal 9

Bidan dalam menjalankan praktik, berwenang untuk

memberikan pelayanan yang meliputi :

a. Pelayanan kesehatan ibu

b. Pelayanan kesehatan anak dan

c. Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana.


Pasal 10

(1) Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 huruf a

diberikan pada masa pra hamil, kehamilan, masa persalinan, masa

nifas, masa menyusui, dan masa antara dua kehamilan.

(2) Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliput:

a. Pelayanan konseling pada masa pra hamil

b. Pelayanan antenatal pada kehamilan normal

c. Pelayanan persalinan normal

d. Pelayanan ibu nifas normal

e. Pelayanan ibu menyusui dan

f. Pelayanan konseling pada masa antara dua kehamilan.

(3) Bidan dalam memberikan pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat

(2) berwenang untuk :

a. Episiotomi

b. Penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II

c. Penanganan kegawatdaruratan, dilanjutkan dengan perujukan

d. Pemberian tablet Fe pada ibu hamil

e. Pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas

f. Fasilitas/bimbingan inisiasi menyusui dini dan promosi air susu ibu

eksklusif

g. Pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala tiga dan

postpartum

h. Penyuluhan dan konseling


i. Bimbingan pada kelompok ibu hamil

j. Pemberian surat keterangan kematian dan

k. Pemberian surat keterangan cuti bersalin

Pasal 11

(1) Pelayanan kesehatan anak sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 huruf

b diberikan pada bayi baru lahir, bayi, anak balita, dan anak pra

sekolah.

(2) Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan anak sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) berwenang untuk :

a. Melakukan asuhan bayi baru lahir normal termasuk resusitasi,

pencegahan hipotermi, inisiasi menyusui dini, injeksi vitamin K 1,

perawatan bayi baru lahir pada masa neonatal (0-28 hari), dan

perawatan tali pusat.

b. Penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan segera merujuk

c. Penanganan kegawatdaruratan, dilanjutkan dengan perujukan

d. Pemberian imunisasi rutin sesuai program pemerintah

e. Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita dan anak pra

sekolah

f. Pemberian konseling dan penyuluhan

g. Pemberian surat keterangan kelahiran dan

h. Pemberian surat keterangan kematian.

Anda mungkin juga menyukai