Anda di halaman 1dari 23

TUGAS RESUME

Preeklamsia adalah gangguan multisistem dalam kehamilan, yang mempersulit 3% -


5% dari kehamilan di dunia barat. Ini adalah penyebab utama morbiditas ibu dan mortalitas
di seluruh dunia.1 Gambaran klinis umum yang dijumpai seperti hipertensi dan proteinuria
yang terjadi setelah 20 minggu kehamilan pada wanita yang sebelumnya diketahui tidak
memiliki hipertensi. Tanda-tanda dan gejala lain termasuk edema dan sakit kepala, dan
pada kasus yang berat, kondisi ini berhubungan dengan kejang (eklampsia), disfungsi ginjal
dan hati, serta kelainan pembekuan darah, Sindrom distress Pernapasan pada orang dewasa
dan pertumbuhan janin terhambat (IUGR) (Cunnigham et al, 2014).

Sejumlah biomarker awal yang terkait dengan trofoblast atau desidua dapat
menggambarkan disfungsi plasenta yang merupakan aspek penting dalam patogenesis awal
preeklampsia, sedangkan produk lain yang timbul belakangan lebih mencerminkan respon
sistemik dari sistem maternal terhadap kehamilan yang abnormal sebagai dampak dari
inflamasi ataupun gangguan metabolik.

Biomarker yang cukup penting dalam patogenesis preklampsia adalah faktor


angiogenik yang terdiri dari pro-angiogenik dan anti-angiogenik. Akibat iskemia plasenta,
terjadilah pelepasan faktorfaktor soluble ke dalam sirkulasi maternal yang berperan penting
dalam terjadinya disfungsi endotel yang menjadi ciri khas preeklampsia. (Mikat et al,
2012). Ada 2 protein antiangiogenik yang diproduksi secara berlebihan dan meningkat
dalam sirkulasi maternal sehingga turut bertanggung jawab terhadap fenotipe preeklamsia,
yaitu soluble FMS-like tirosinkinase-1(sFlt-1) dan soluble Endoglin (sEng), sedangkan
faktor-faktor proangiogeniknya adalah Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF),
Placental Growth Factor (PlGF) dan Transforming Growth Factor - β1 (TGFβ-1).
(Lindheimer & Romero, 2007). Disfungsi endotel pada preeklampsia dikaitkan dengan
ketidakseimbangan dari faktor-faktor angiogenik ini. Hal ini ditandai dengan kadar yang
tinggi dari Soluble FMS-Like Tirosinkinase-1 (sFlt-1) dan Soluble endoglin, serta kadar
yang rendah dari faktor pertumbuhan plasenta (PlGF) dan faktor pertumbuhan vaskular
endotel (VEGF). (Eiland et al, 2012).
Secara ringkas dapat kami gambarkan bahwa faktor antiangiogenik yang bersifat
“reseptor soluble” dan beredar dalam sirkulasi maternal ini bisa mengikat faktor-faktor
proangiogenik yang seharusnya terikat ke reseptornya di dinding pembuluh darah.
Akibatnya faktor pro-angiogenik tidak bisa mempertahankan fungsi normal pembuluh
darah tersebut.

Penggunaan kombinasi biokimia dan marker ultrasonografi bisa menunjukkan


prediksi awal preeklampsia lebih baik, apalagi bila memperhitungkan tingkat risiko pasien.
Keterlibatan faktor angiogenik sangat penting, sehingga penggunaannya sebagai biomarker
tetap diperhitungkan dengan berbagai cara, termasuk pada awal kehamilan. (Giguère et al,
2010). Penggunaan marker kombinasi baik pada preeklampsia onset dini dan lanjut telah
diteliti oleh Kuc dkk (2013). Mereka mengemukakan bahwa pemeriksaan MAP, PAPP-A,
ADAM12 dan PlGF pada trimester pertama yang dikombinasi dengan karakteristik
maternal merupakan marker yang cukup menjanjikan dalam menilai resiko preeklampsia,
khususnya preeklampsia onset dini yang disertai dengan bayi kecil masa kehamilan. (Kuc
et al, 2013)

Penelitian mengenai biomarker menunjukkan efektivitas dan efisiensi yang cukup


baik dalam pendeteksian dini PE. Metode yang sudah digunakan untuk mendeteksi PE
yaitu faktor maternal dan riwayat penyakit ibu seperti Uterine Artery Doppler (UAD),
Volume Plasenta dan 3D Power Doppler, dan Blood Pressure and Mean Arterial Pressure
(MAP).

Uterine Artery Doppler (UAD)

Menurut Placensia, peningkatan impedansi aliran darah di arteri rahim dikaitkan


dengan perkembangan PE. Keadaan resistensi yang tinggi dari sirkulasi uteroplasenta dapat
diukur secara non-invasif menggunakan UAD. Pengukuran PE dengan menggunakan UAD
dilakukan pada trimester pertama dan kedua. Akan tetapi, kinerja UAD lebih baik jika
digunakan pada trimester kedua dengan sensitivitas 78% dan spesifisitas 95%, sedangkan
pada trimester pertama tingkat deteksinya hanya 40% dengan positif palsu 5%.
Volume Plasenta dan 3D Power Doppler

Ultrasound tiga-dimensi (3D) dapat memberi peningkatan pencitraan anatomi janin


bila dibandingkan USG dua-dimensi yang konvensional. Dengan kemajuan terbaru dalam
3D USG daya Doppler, evaluasi yang lebih kuat dari vaskularisasi dan aliran darah plasenta
dapat dilakukan. Penelitian yang dilakukan Odeh menyatakan, 3D Power Doppler dari
plasenta pada trimester pertama bisa memprediksi masalah pada kehamilan tetapi tidak
dapat mendeteksi perbedaan indeks aliran darah pada wanita yang mengalami PE dan
volume plasenta tidak sesuai untuk memprediksi PE pada tahap awal.

Blood Pressure and Mean Arterial Pressure (MAP)

Perubahan kecil dalam tekanan darah adalah penanda risiko berkembangnya PE.
Perempuan yang mengalami PE memiliki tekanan darah sistolik yang lebih tinggi dan MAP
sebelum timbulnya penyakit klinis. MAP dihitung dengan membagi jumlah sistolik dan
dua kali tekanan darah diastolik dengan tiga, dan dengan demikian mudah diukur. MAP
lebih prediktif pada wanita PE trimester pertama atau kedua dari bacaan sistolik ataupun
diastolik. Spencer et al., melaporkan bahwa Blood Pressure dan MAP yang diukur antara
usia kehamilan 11 sampai 19 minggu memiliki tingkat positif palsu 10% dengan tingkat
deteksi 74,3%, 62,9%, dan 49,3% pada awal PE, PE prematur, dan jumlah PE. Pada usia
kehamilan 20–24 minggu, tingkat positif palsu tetap 10% dengan tingkat deteksi yang
84,3%, 65,7%, dan 52,5% pada awal PE, PE prematur, dan jumlah PE.

Metode pendeteksian PE

Metode Uterine Artery Doppler (UAD),

Tabel 1 Kelebihan dan Kekurangan Biomarker untuk Deteksi Dini PE

No Biomarker Kelebihan Kekurangan


1. β-HCG (Human Efektif untuk deteksi down Tidak mengalami perubahan
Chorionic syndrome dan kehamilan signifikan terhadap
Gonadotropin) ektopik kemungkinan penyakit PE/tidak
sensitif3
2. Pregnancy- Non-invasif, metode persentase deteksi, spesifik
Associated interpretasi mudah, untuk deteksi down syndrome
Placental Protein kombinasi dengan metode dan fetal growth restriction35
A/ PAPP-A Doppler meningkatkan Persentasi deteksi rendah
persentase deteksi, (14,1%), spesifisitas rendah.
spesifik untuk deteksi Terjadi fluktuasi kadar dalam
down syndrome dan fetal serum sesuai usia kehamilan
growth restriction dapat memungkinkan terjadi
kekeliruan implementasi
(minggu 11–14 turun, minggu
17 turun, minggu 25 dan 33
sama seperti kehamilan normal
3. Placental Growth Spesifik mendeteksi small Pada konsentrasi yang rendah,
Factor (PlGF) gestational age sulit dideteksi secara komersial
menggunakan ELISA kit, kurang
spesifik jika digunakan sebagai
marker tunggal, persentase
deteksi rendah:
35 59% (<34 minggu)
41% (<37 minggu)
29% (<42 minggu)
4. Placental Protein- Banyak terdapat dalam Kurang spesifik (penurunan
13/ PP-13 plasenta, serum PP-13 kadar pada trimester pertama
pada trimester pertama bisa terjadi karena intrauterine
dapat mendeteksi onset growth restriction
awal dari PE13
5. Inhibin A & Terdistribusi luas dalam Bukan biomarker untuk deteksi
Activin A plasenta, pemeriksaan dini, sensitivitas rendah,
mudah dan tepat sasaran persentase deteksi rendah (16–
(langsung pada plasenta), 59%), peningkatan pada
peningkatan pada trimester trimester ketiga
ketiga sangat signifikan mengindikasikan PE berat,
mencapai 10 kali lipat dari kontroversi pada kadar Activin
normal (PE berat) A yang seharusnya meningkat
pada PE namun seringkali tidak
mengalami peningkatan setelah
terjadinya stres oksidatif dan
inflamasi
No Biomarker Kelebihan Kekurangan
6. Cell Free Fetal Non-invasif, spesifisitas Lebih spesifik untuk penentuan
DNA/ cffDNA dan sensitivitas tinggi pada jenis kelamin fetus, pengujian
trimester pertama biomarker dipengaruhi gender
mencapai 100% dari fetus (Y-chromosome
dependent) sehingga dibutuhkan
preparasi serum yang cukup
rumit dengan ekstraksi DNA
melalui reaksi metilasi
7. Soluble Endoglin Prediksi fetal growth Tidak spesifik untuk PE.
(sENG) restriction (FGR) Kombinasi sENG dengan sFlt-
1 dapat menginduksi timbulnya
penyakit lain yang mirip dengan
penyakit PE
8. A-Disintegrin and Non-invasif Tidak efisien dalam prediksi PE
Metalloprotease
12 (ADAM12)
9. P-selectin Dapat dideteksi melalui Tidak menunjukkan perbedaan
pembuluh darah perifer spesifik antara ibu dengan PE
dan ibu normal
10. Kombinasi PAPP- Bermanfaat untuk skrining Dipengaruhi berbagai faktor:
A & PIGF pada usia kehamilan 11– usia kehamilan, berat fetus, ras,
13 minggu kebiasaan merokok, pembuahan
melalui metode IVF, riwayat
penyakit diabetes melitus,
persentase deteksi rendah:
38 60% (<34 minggu)
43% (<37 minggu)
30% (<42 minggu)
11. Kombinasi PAPP- Metode non-invasif Deteksi rendah berkisar 40%
A, inhibin, dan
HCG

Biomarker atau disebut juga biological marker merupakan suatu subkategori dari
penanda medis yang digunakan untuk mengindikasi suatu kondisi medis yang diamati dari
luar tubuh pasien. Biomarker tersebut dapat berupa gen dan protein. Menurut Strimbu dan
Jorge, pengukuran dengan biomarker ini memiliki kelebihan, yaitu sangat spesifik dan
sensitif. Penggunaan biomarker ini sangat bermanfaat sebagai sebuah metode yang yang
aman dan menghasilkan terapi yang lebih efektif dan akurat.

Biomarker yang telah digunakan selama ini untuk pendeteksian PE (Tabel 1) antara
lain Human Chorionic Gonadotropin (β-HCG), Pregnancy-Associated Placental Protein A/
PAPP-A, Placental Growth Factor (PlGF), Placental Protein-13/PP-13, Inhibin A & Activin
A, Cell Free Fetal DNA/cffDNA, Soluble Endoglin (sENG), A-Disintegrin and
Metalloprotease 12 (ADAM12), P-selectin, kombinasi PAPP-A & PlGF, kombinasi PAPP-
A, inhibin, dan HCG. Pada Tabel 1, ditunjukkan berbagai jenis biomarker yang dapat
digunakan dalam mendeteksi dini PE dengan kelebihan dan kekurangan dari setiap
biomarker.
Keakuratan, efektivitas, serta efisiensi menjadi pertimbangan dalam pengembangan
sebuah biomarker deteksi dini PE. Untuk itu, dilakukan pengembangan metode dengan
mempertimbangkan faktor angiogenik dan antigenik yang terjadi selama kehamilan
sehingga diperoleh biomarker potensial (Tabel 2). Penggunaan sebuah biomarker dilakukan
dengan mempertimbangkan faktor angiogenik dan faktor antiangiogenik selama kehamilan.
Selama perkembangan janin, plasenta manusia mengalami peningkatan hingga level
tertinggi pada angiogenesis dan vasculogenesis. Insiasi, maturasi, dan fase vaskular
plasenta menjadi hal yang sangat penting. Kegagalan dalam melakukannya dapat
menyebabkan PE.

Dari semua biomarker potensial yang terdapat pada Tabel 2, placental soluble Fms-
like tyrosine kinase 1 (sFIt-1) merupakan satu-satunya biomarker yang berhubungan
langsung dengan perkembangan janin. Tahapan awal pembangunan jaringan vaskular janin
dimediasi vascular endothelial growth factor (VEGF), yang meliputi placental growth
factor (PIGF) dan placental soluble Fms-like tyrosine kinase 1 (sFIt-1). PIGF ditemukan
pada plasenta dan proagiogenik. Biomarker sFIt-1 mengikat PIGF dan juga dapat
menghambat aktivitasnya. Verlohren et al., menyatakan bahwa angiogenik dan
antiagiogenik sFIt-1 dan PIGF terlibat dalam penyakit yang terjadi pada janin. Pada kasus
PE, penyebab utamanya belum dapat didefinisikan secara spesifik, tetapi beberapa
penelitian menyebutkan bahwa faktor angiogenik seperti placental growth factor (PlGF)
dan soluble Fms-like tyrosine kinase-1 (sFlt-1) memiliki peranan penting dalam
pendeteksian PE.

Angiogenesis adalah proses kunci untuk perkembangan diagnosis kondisi plasenta


yang efektif karena merepresentasikan perkembangan dari janin. Level PlGF bebas dalam
darah ditemukan menurun pada penderita PE, meskipun secara normal, konsentrasinya
meningkat selama 30 minggu awal. Level PlGF dalam urin dapat diukur dengan mudah
karena telah disaring melalui ginjal. Namun, konsentrasi yang rendah dari VEGF pada PE
sulit untuk diukur dengan ELISA kits komersial. Oleh karena itu, penurunan level rasio
PlGF dan sFlt-1/ PlGF yang terlihat selama kehamilan dapat dijadikan sebagai model
deteksi dini untuk memperkirakan perkembangan dari janin.
Apabila kedua faktor tersebut dapat dideteksi secara bersamaan, maka dapat menjadi
suatu sistem deteksi yang efektif. Oleh sebab itu, kombinasi PlGF dan sFlt-1 dapat
direkomendasikan sebagai pendeteksian dini PE. PIGF/sFIt-1 immunoassay dalam
diagnosis dapat dilakukan melalui sebuah tes darah sederhana dengan hasil akurat serta
dapat dijadikan gold standard untuk membantu mengidentifikasi pasien yang berisiko
mengalami PE.13 Biomarker sFIt-1/ PGIF memiliki kemampuan diagnosis yang lebih
tinggi dibandingkan bila hanya menggunakan satu biomarker. Kalkulasi rasio sFIt-1/PGIF
dapat mendeteksi PE dengan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi.

Tabel 2 Biomarker Potensial untuk Deteksi Dini PE

No. Kategori Nama Biomarker


1. Angiogenic markers Pro-angiogenic: VEGF, PlGF
Anti-angiogenic: sFlt-1, sEng
2. Renin Angiotensin System related Auto antibodies against angiotensin II type 1
(AT1) receptor
3. Immunological markers PP-13, PAPP-A
4. Metabolic marker Visfatin
5. Endocrine markers Activin A, Inhibin A
Keterangan: VEGF: Vascular Endothelial Growth Factor, PlGF: Placental Growth Factor, sFlt-1:
Soluble Fms-like Tyrosine Kinase 1, sEng: Soluble Endoglin, PP-13: Placental Protein-13, PAPP-A:
Pregnancy Associated Plasma Protein-A

Soluble Flt-1 (sFlt-1) adalah biomarker antiangiogenik. sFlt-1 beredar bebas di serum
dengan mengikat dan menetralisasi VEGF dan PlGF. Beberapa studi telah menunjukkan
hubungan antara peningkatan sFlt-1 dan PlGF. Level sFlt-1 mulai meningkat mulai dari 5
minggu sebelum timbulnya PE dan kadarnya tetap tinggi hingga onset dari PE. Level sFlt-1
berkorelasi langsung dengan tingkat keparahan penyakit dan berbanding terbalik dengan
waktu onset proteinuria dan hipertensi.

Sebuah metode deteksi PE harus mampu membedakan PE dengan gangguan


hipertensi pada kehamilan lainnya (gestational hypertension dan hipertensi kronik).
Kegunaan klinis konsentrasi serum dari protein antiangiogenik dalam membedakan
gangguan hipertensi pada kehamilan telah dievaluasi, sensitivitas dan spesifisitas
diagnostik dari sFlt-1 untuk diferensiasi PE dari hipertensi gestasional dan hipertensi kronik
adalah 84% dan 95%.13,48 Berdasarkan hal tersebut, sFlt-1 merupakan kandidat biomarker
yang efektif dan akurat untuk dijadikan sarana diagnosis karena dapat digunakan untuk
membedakan PE dengan hipertensi gestasional dan hipertensi kronik.

Pengukuran sFlt-1 dalam plasma menunjukkan sensitivitas sebesar 89% dan


spesifisitas 90% pada PE dini (<34 minggu) dibandingkan persentase pada fase akhir PE
(>34 minggu) dengan sensitivitas 55% dan spesifisitas 58%. Skrining urin dengan
melakukan assay PlGF, diikuti dengan konfirmasi darah dengan memeriksa rasio sFlt-
1/PlGF adalah strategi yang menjanjikan. Mekanisme peredaran sFlt-1 dan PlGF dalam
darah yang dijadikan parameter pemeriksaan rasio dari keduanya adalah sebagai berikut,
telah diketahui bahwa sFlt-1 merupakan faktor kausatif atau penyebab dari PE. sFlt-1
berperan sebagai antagonis dari VEGF dan PlGF dengan berikatan pada molekul-molekul
tersebut dan menurunkan level dari VEGF dan PlGF yang bersirkulasi di dalam darah.
Penurunan PlGF dan VEGF menghasilkan perubahan vasodilatasi yang menyebabkan
hipertensi.

Dari mekanisme tersebut, diketahui bahwa konsentrasi sFlt-1 yang bersirkulasi dalam
darah wanita hamil dengan PE akan ditemukan meningkat, sedangkan konsentrasi PlGF
bebas mengalami penurunan dalam darah. Rasio sFlt-1/PlGF telah diusulkan sebagai indeks
aktivitas antiangiogenik yang mencerminkan perubahan di kedua biomarker dan juga
merupakan cara diagnosis PE yang lebih baik dibandingkan salah satu ukuran saja.
Mengenai efisiensi biomarker serum, sebuah penelitian telah dilakukan dengan penggunaan
alat klinis rasio sFlt-1/ PlGF dalam stratifikasi pasien berisiko PE mungkin mengurangi
biaya (cost-effective) dan sumber daya. Reduksi biaya dibutuhkan dalam pendeteksian
menggunakan metode sFlt-1/PlGF disebabkan tingginya sensitivitas dan spesifisitas dari
metode tersebut sehingga tidak diperlukan metode pengujian tambahan lainnya untuk
memastikan diagnosis dari penyakit PE.
Beberapa penelitian klinis telah merekomendasikan metode sFlt-1/PlGF dalam
penegakan diagnosis PE. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Zeisler, rasio dari
sFlt-1/PlGF dapat digunakan untuk memprediksi dan mendeteksi kemungkinan kejadian PE
secara klinis. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Klein et al., penggunaan sFlt-1/PlGF
sebagai biomarker sangat potensial untuk dikembangkan dalam praktik klinis sehingga
dapat membantu manajemen terapi dan rawat inap pasien dengan gejala PE, eklampsia,
hemolisis, elevated liver enzymes and low platelet count (HELLP) syndrome.

Metode analisis biomarker sFlt-1 dan PlGF (Elecsys assay)

Analisis konsentrasi sFlt-1 dan PlGF dalam serum menggunakan Elecsys® assay.
Elecsys assay otomatis membuat asesmen sFlt-1, PlGF, dan rasio sFlt-1/PlGF, dalam
konteks klinik, secara cepat dan mudah. Metode diagnosis melalui rasio sFlt-1/PlGF
memiliki kemampuan yang sangat baik dibandingkan biomarker tunggal lainnya.
Perhitungan rasio sFlt-1/PlGF dapat memeriksa PE dengan sensitivitas dan spesifisitas
yang tinggi dengan parameter rasio sFlt-1/PlGF dalam prediksi PE dan diagnosis
diferensial untuk pasien dengan PE atipikal, serta hipertensi kronik yang berpeluang untuk
berkembang menjadi PE superimpose.

Implementasi dari hasil analisis dengan menggunakan Elecsys assay adalah


sebagai berikut:

1. Rasio sFlt-1/PlGF <38 menunjukkan bahwa ibu tidak memiliki penyakit PE pada
saat itu dan tidak memiliki kemungkinan terserang PE setidaknya setelah satu
minggu dari tanggal pemeriksaan. Wanita hamil dengan hasil pemeriksaan ini
dikategorikan aman dan tidak perlu mengikuti pemeriksaan lanjutan kecuali terjadi
gejala/kecurigaan terhadap timbulnya penyakit lain.
2. Rasio sFlt-1/PlGF >85 (early-onset PE) atau >110 (late-onset PE). Jika hasil
pemeriksaan menunjukkan angka yang tertera seperti di atas, maka wanita tersebut
berkemungkinan besar terkena PE atau penyakit lain yang berkaitan dengan
kelainan plasenta dan membutuhkan perawatan sesuai dengan penatalaksanaan
PE. Pengukuran ulang rasio sFlt-1/PlGF dapat membantu untuk menentukan
tingkat keparahan PE berada pada tingkat PE sedang, tinggi atau sangat tinggi yang
dapat bermanifestasi menjadi komplikasi pada kehamilan. Pemeriksaan ulang
dilakukan setelah 2–4 hari tergantung dari tingkat keparahan. Untuk wanita dengan
hasil pemeriksaan yang stabil setelah pemeriksaan ulang, dapat melakukan
pemeriksaan kembali untuk penjagaan setelah 2 minggu dari pemeriksaan pertama.
3. Rasio sFlt-1/PlGF 38–85 (early-onset PE) atau 38–110 (late-onset PE). Wanita
dengan hasil pengukuran tertera seperti di atas, tidak memiliki PE pada waktu
pemeriksaan, meskipun mayoritas tidak akan mengalami perkembangan menjadi
PE, namun masih terdapat risiko PE dalam 4 minggu, oleh karena itu diperlukan
monitoring.

Implementasi hasil pengukuran dengan metode Elecsys assay cukup mudah dan
sederhana. Melalui rasio kadar sFlt-1 dan PlGF dalam serum, dapat diketahui ada atau
tidaknya risiko wanita hamil terkena PE, sebagai cara diagnosis sederhana yang akurat dan
efisien, menentukan tingkat keparahan dan onset dari PE yang tengah dialami oleh wanita
hamil tersebut, membantu untuk menentukan penatalaksanaan yang perlu dilakukan
terhadap PE, serta sebagai metode penjagaan atau monitoring PE bagi pasien.

Dengan tingkat sensitivitas dan spesifisitasnya yang tinggi, biomarker sFIt-1/PGIF


dapat dijadikan rekomendasi bagi pemegang kebijakan sebagai salah satu upaya
penanggulangan kejadian PE yang efektif sehingga dapat menurunkan angka kematian ibu
dengan meningkatkan survival rate. Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada trimester
pertama ataupun trimester kedua kehamilan.
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia, Juni 2017 Tersedia online pada:
Vol. 6 No. 2, hlm 123–134 http://ijcp.or.id
ISSN: 2252–6218 DOI: 10.15416/ijcp.2017.6.2.123
Artikel Review

Biomarker PlGF/sFlt-1 sebagai Pendeteksi Dini Preeklampsia

Rano K. Sinuraya1, Hidayatun Nisa2, Trifena Lokajaya2, Tri N. S. Puri2


Departemen Farmakologi dan Farmasi Klinik, Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran,
1

Sumedang, Indonesia, 2Program Studi Sarjana, Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran,


Sumedang, Indonesia

Abstrak
Program Millenium Development Goals (MDGs) yang dilakukan sejak tahun 2003 belum berhasil mencapai
tujuannya, termasuk untuk meningkatkan kesehatan ibu dengan target menurunkan Angka Kematian Ibu
(AKI) sebesar tiga perempatnya antara tahun 1990 sampai 2015. Program ini kemudian dilanjutkan
menjadi Sustainable Development Goals (SDGs) dengan salah satu fokusnya yaitu menurunkan AKI
hingga di bawah 70 per 100.000 kelahiran hidup serta mengurangi sepertiga kematian bayi prematur
akibat penyakit tidak menular. Angka kematian ibu di Indonesia cukup tinggi apabila dibandingkan
dengan negara-negara lainnya di wilayah Asia Tenggara. Pada umumnya penyebab utama kematian ibu
adalah pendarahan (28%), preeklampsia (PE)/eklampsia (24%), infeksi (11%), komplikasi persalinan
(5%) dan abortus (5%). Preeklampsia (PE) merupakan penyakit hipertensi yang disertai dengan
proteinuria yang terjadi pada saat usia kehamilan mencapai 20 minggu (trimester kedua). Penyakit ini
umumnya tidak terdiagnosis namun terlihat setelah berdampak pada gangguan ibu dan janin dan apabila
tidak ditangani dengan segera, maka dapat menyebabkan kematian bagi ibu pada proses persalinan.
Dilaporkan bahwa rata-rata insiden kejadia PE di seluruh dunia adalah 2–10%. Berbagai upaya terus
dilakukan untuk menurunkan angka kematian Ibu, salah satunya adalah dengan pencarian metode deteksi
dini. Tujuan penulisan review ini adalah untuk mengkaji metode deteksi dini apa yang paling efektif dan
efisien untuk mengatasi PE. Metode dalam review ini adalah penelusuran data berbasis Pubmed, Scopus
dan Google Scholar dan tanpa pembatasan index factor dengan menggunakan kata kunci “biomarker,
preeclampsia”, “early detection, preeclampsia”. Hasil review menunjukkan bahwa biomarker placental
growth gactor (PlGF) dan soluble Fms-like tyrosine kinase 1 (sFlt-1) merupakan biomarker spesifik
dengan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi dalam pendeteksian PE.

Kata kunci: Biomarker PlGF/sFlt-1, deteksi dini, preeklampsia

PlGF/sFlt-1 as Early Detection Biomarker for Preeclampsia

Abstract
Millennium Development Goals (MDGs) had been conducted since 2003 with uncomplished outcome
target, particularly improving maternal health and lowering maternal mortality until one-fourth of
population from 1990 until 2015. Then, this program was continued through Sustainable Development
Goals (SDGs) in 2015 with lowering maternal mortality below 70 per 100,000 live births and reducing
premature mortality due to one-third because of uncommunicable diseases. Maternal mortality in
Indonesia is quite high compared with the other countries in the Southeast Asia. Generally, the main
causes of maternal death are haemorrhage (28%), preeclampsia (PE)/eclampsia (24%), infection (11%),
complications from birth delivery (5%), and unsafe abortion (5%). Preeclampsia (PE) is a hypertension
disease accompanied with proteinuria that occuring in 20 weeks of pregnancy (second trimester). The
disease is commonly unvisible and underdiagnosed until clinical manifestations were presented (e.g.
maternal and fetal disorders). However, it can lead to maternal death during childbirth if this problem not
addressed seriously. It was reported that the average incidence of PE reached 2–10% worldwide. Various
efforts have been undertaken to lowering maternal mortality that is early detection of PE. The purpose of
this review was to analyze the most effective early detection method to overcome PE based on literaure
review. The methods of this review were data-based searching based on Pubmed, Scopus and Google
Scholar, without limitation of index factor by using the keyword “biomarkers, preeclampsia”, “early
detection, preeclampsia.” The results of the review showed that placental growth factor biomarkers
(PlGF) and soluble Fms-like tyrosine kinase 1 (sFlt-1) is the specific biomarkers with high sensitivity
and specificity in detection of PE.

Keywords: Biomarker PlGF/sFlt-1, early detection, preeclampsia


Korespondensi: Rano K. Sinuraya, Apt., MKM, Departemen Farmakologi dan Farmasi Klinik, Fakultas Farmasi
Universitas Padjadjaran, Sumedang, Jawa Barat 45363, Indonesia, email: r.k.sinuraya@unpad.ac.id
Naskah diterima: 27 Februari 2017, Diterima untuk diterbitkan: 1 Mei 2017, Diterbitkan: 1 Juni 2017

123
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 6, Nomor 2, Juni 2017

Pendahuluan infeksi dapat diturunkan secara signifikan.


Sebaliknya pada penderita PE, dikarenakan
Sejak program Millenium Development Goals ketidaktahuan dan keterlambatan mencari
(MDGs) pada tahun 2003, kesehatan ibu pertolongan setelah adanya gejala klinis, PE
dan anak merupakan salah satu fokus setiap berkembang menjadi PE berat dengan segala
negara di dunia dengan target penurunan komplikasinya sehingga angka kematian ibu
Angka Kematian Ibu (AKI) sebesar tiga hamil mencapai 30–40%.7-9 PE dan eklampsia
perempatnya antara tahun 1990 sampai merupakan salah satu komplikasi kehamilan
2015.1 Setelah MDGs berakhir pada tahun yang disebabkan langsung oleh kehamilan
2015 dan digantikan dengan Sustainable itu sendiri. PE adalah timbulnya hipertensi
Development Goals (SDGs), penurunan AKI disertai proteinuria akibat kehamilan setelah
juga masih menjadi salah satu fokus SDGs umur kehamilan 20 minggu (trimester
dengan target pada tahun 2030 penurunan kedua). Sedangkan eklampsia merupakan
angka kematian ibu hingga di bawah 70 per manifestasi klinis dari PE dengan disertai
100.000 kelahiran hidup serta mengurangi kejang yang dapat menyebabkan kematian
sepertiga kematian bayi prematur akibat ibu dan anak.9–11
penyakit tidak menular melalui pencegahan Berbagai upaya telah dilakukan untuk
dan perawatan, serta mendorong kesehatan menurunkan angka kematian ibu, salah
dan kesejahteraan mental.2,3 satunya dengan cara melakukan pendeteksian
AKI merupakan salah satu indikator untuk terhadap PE, tetapi pendeteksian PE saat ini
melihat derajat kesehatan dari suatu negara. masih terbatas, antara lain dengan memeriksa
WHO memperkirakan di seluruh dunia setiap faktor‑faktor pada masa kehamilan.12 Metode
harinya sekitar 800 perempuan meninggal tersebut masih tergolong kurang dalam hal
dunia akibat komplikasi selama kehamilan, mendukung peningkatan survival rate dari
pascakehamilan dan pascapersalinan.2,4 Salah pasien PE. Namun dengan perkembangan
satu penyebab kematian pada wanita hamil ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat,
adalah preeklampsia (PE). Sekitar 76.000 penemuan cara deteksi dini merupakan
wanita hamil meninggal dunia setiap tahun suatu langkah preventif yang efektif dalam
karena PE dan jumlah bayi yang meninggal menanggulangi masalah kematian ibu yang
dunia karena gangguan ini sekitar 500.000 disebabkan oleh PE-eklampsia. Deteksi
per tahun. Komplikasi utama sebesar 80% dini dapat dilakukan dengan pemeriksaan
disebabkan oleh pendarahan, infeksi, PE/ serum darah menggunakan penanda biologi
eklampsia, dan tindakan aborsi yang tidak (biomarker).13 Penelitian mengenai biomarker
aman. Angka kematian ibu hampir 99% terjadi menunjukkan efektivitas dan efisiensi yang
di negara berkembang termasuk Indonesia.2,5 cukup baik dalam pendeteksian dini PE.
Di Indonesia, AKI masih sangat tinggi Oleh karena itu, tujuan penulisan review
dibandingkan dengan negara-negara di Asia ini adalah mengulas perkembangan metode
Tenggara yang lain. Rasio kematian ibu di pendeteksian dini PE dengan biomarker dan
Indonesia adalah 240 per 100.000 kelahiran mencari biomarker yang efektif berdasarkan
hidup dibandingkan dengan negara maju penelitian yang telah dipublikasikan.
yaitu 16 per 100.000 kelahiran hidup.6 Berkat
kemajuan dalam bidang anestesi, teknik Metode
operasi, pemberian cairan infus, transfusi, dan
peranan antibiotik yang semakin meningkat, Metode yang digunakan dalam review ini
penyebab kematian ibu akibat pendarahan dan adalah penelusuran data penelitian-penelitian

124
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 6, Nomor 2, Juni 2017

yang berkaitan dengan penggunaan yang sudah digunakan untuk mendeteksi PE


biomarker dalam pendeteksian PE berbasis yaitu faktor maternal dan riwayat penyakit
Pubmed, Scopus dan Google Scholar dengan ibu seperti Uterine Artery Doppler (UAD),
kata kunci “biomarker, preeclampsia”, “early Volume Plasenta dan 3D Power Doppler, dan
detection, dan preeclampsia”. Referensi yang Blood Pressure and Mean Arterial Pressure
diperoleh berupa laporan WHO, Laporan (MAP).12,18 Poon19 melaporkan bahwa
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia pendeteksian dengan menggunakan faktor
(Kemenkes RI), dan artikel penelitan. maternal dan riwayat penyakit untuk deteksi
Artikel yang digunakan adalah artikel yang PE memiliki false positive hingga 64,1%
menggunakan Bahasa Indonesia dan Bahasa dengan tingkat deteksi 89,2% untuk PE awal,
Inggris. Jumlah referensi yang diperoleh 93,0% untuk akhir PE, dan jika berdasarkan
sejumlah 57 referensi, 51 (89%) diantaranya analisis multivariat didapatkan hasil lebih
adalah artikel jurnal dan 6 (11%) merupakan baik dengan false positive 5% akan tetapi
referensi penunjang berupa laporan WHO dan tingkat deteksinya 37% untuk PE awal dan
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 29% untuk PE akhir.
Penelusuran referensi tanpa pembatasan
index factor, pada free journal sekitar 92% Uterine Artery Doppler (UAD)
(47 dari 51) maupun jurnal berbayar sekitar Menurut Placensia,20 peningkatan impedansi
8% (4 dari 51). aliran darah di arteri rahim dikaitkan dengan
perkembangan PE. Keadaan resistensi yang
Hasil dan Pembahasan tinggi dari sirkulasi uteroplasenta dapat
diukur secara non-invasif menggunakan
Metode pendeteksian penyakit pada kehamilan UAD.19 Pengukuran PE dengan menggunakan
Berbagai faktor demografi dan sosiokultural UAD dilakukan pada trimester pertama dan
menjadi faktor risiko kematian ibu pada masa kedua.21 Akan tetapi, kinerja UAD lebih baik
kehamilan, khususnya di Indonesia. Terdapat jika digunakan pada trimester kedua dengan
beberapa faktor yang dapat meningkatkan sensitivitas 78% dan spesifisitas 95%,
risiko kematian tersebut, antara lain kurangnya sedangkan pada trimester pertama tingkat
kesadaran masyarakat untuk memeriksakan deteksinya hanya 40% dengan positif palsu
kehamilan secara berkala, fasilitas kesehatan 5%.22–24
untuk pemeriksaan kehamilan yang kurang
memadai dan tidak tersebar merata di seluruh Volume Plasenta dan 3D Power Doppler
daerah, tingkat pendidikan masyarakat yang Ultrasound tiga-dimensi (3D) dapat memberi
masih rendah, dan keadaan sosial-ekonomi peningkatan pencitraan anatomi janin bila
masyarakat.9,14,15 Insiden atau kejadian PE dibandingkan USG dua-dimensi yang
berkisar antara 2% dan 10% dari kehamilan konvensional. Dengan kemajuan terbaru
dan insiden dari PE awal cukup bervariasi dalam 3D USG daya Doppler, evaluasi yang
di seluruh dunia. World Health Organization lebih kuat dari vaskularisasi dan aliran darah
(WHO) mengestimasi insiden PE hingga plasenta dapat dilakukan.25 Penelitian yang
tujuh kali lebih tinggi di negara-negara dilakukan Odeh26 menyatakan, 3D Power
berkembang (2,8% dari kelahiran hidup) Doppler dari plasenta pada trimester pertama
dibandingkan dengan negara maju (0,4%).16,17 bisa memprediksi masalah pada kehamilan
Selama ini terdapat berbagai metode tetapi tidak dapat mendeteksi perbedaan
yang dapat digunakan untuk mendeteksi indeks aliran darah pada wanita yang
penyakit pada masa kehamilan. Metode mengalami PE dan volume plasenta tidak

125
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 6, Nomor 2, Juni 2017

sesuai untuk memprediksi PE pada tahap awal. sistolik ataupun diastolik.27 Spencer et al.,21
melaporkan bahwa Blood Pressure dan MAP
Blood Pressure and Mean Arterial Pressure yang diukur antara usia kehamilan 11 sampai
(MAP) 19 minggu memiliki tingkat positif palsu
Perubahan kecil dalam tekanan darah 10% dengan tingkat deteksi 74,3%, 62,9%,
adalah penanda risiko berkembangnya PE. dan 49,3% pada awal PE, PE prematur, dan
Perempuan yang mengalami PE memiliki jumlah PE. Pada usia kehamilan 20–24
tekanan darah sistolik yang lebih tinggi dan minggu, tingkat positif palsu tetap 10%
MAP sebelum timbulnya penyakit klinis.10 dengan tingkat deteksi yang 84,3%, 65,7%,
MAP dihitung dengan membagi jumlah dan 52,5% pada awal PE, PE prematur, dan
sistolik dan dua kali tekanan darah diastolik jumlah PE.28
dengan tiga, dan dengan demikian mudah
diukur. MAP lebih prediktif pada wanita PE Metode pendeteksian PE
trimester pertama atau kedua dari bacaan Metode Uterine Artery Doppler (UAD),
Tabel 1 Kelebihan dan Kekurangan Biomarker untuk Deteksi Dini PE
No. Biomarker Kelebihan Kekurangan
1 β-HCG (Human Efektif untuk deteksi down Tidak mengalami perubahan signifikan
Chorionic Gonadotropin) syndrome dan kehamilan terhadap kemungkinan penyakit PE/tidak
ektopik35 sensitif35
2 Pregnancy-Associated Non-invasif, metode interpretasi Persentasi deteksi rendah (14,1%),
Placental Protein A/ mudah, kombinasi dengan spesifisitas rendah. Terjadi fluktuasi
PAPP-A metode Doppler meningkatkan kadar dalam serum sesuai usia kehamilan
persentase deteksi, spesifik dapat memungkinkan terjadi kekeliruan
untuk deteksi down syndrome implementasi (minggu 11–14 turun,
dan fetal growth restriction35 minggu 17 turun, minggu 25 dan 33 sama
seperti kehamilan normal35

3 Placental Growth Factor Spesifik mendeteksi small Pada konsentrasi yang rendah, sulit
(PlGF) gestational age35 dideteksi secara komersial menggunakan
ELISA kit, kurang spesifik jika digunakan
sebagai marker tunggal, persentase
deteksi rendah:35
59% (<34 minggu)
41% (<37 minggu)
29% (<42 minggu)
4 Placental Protein-13/ Banyak terdapat dalam Kurang spesifik (penurunan kadar pada
PP-13 plasenta, serum PP-13 pada trimester pertama bisa terjadi karena
trimester pertama dapat intrauterine growth restriction13
mendeteksi onset awal dari PE13

5 Inhibin A & Activin A Terdistribusi luas dalam Bukan biomarker untuk deteksi dini,
plasenta, pemeriksaan mudah sensitivitas rendah, persentase deteksi
dan tepat sasaran (langsung rendah (16–59%), peningkatan pada
pada plasenta), peningkatan trimester ketiga mengindikasikan PE
pada trimester ketiga sangat berat, kontroversi pada kadar Activin
signifikan mencapai 10 kali A yang seharusnya meningkat pada
lipat dari normal (PE berat)13 PE namun seringkali tidak mengalami
peningkatan setelah terjadinya stres
oksidatif dan inflamasi13

126
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 6, Nomor 2, Juni 2017

Lanjutan Tabel 1 Kelebihan dan Kekurangan Biomarker untuk Deteksi Dini PE


No. Biomarker Kelebihan Kekurangan
6 Cell Free Fetal DNA/ Non-invasif, spesifisitas Lebih spesifik untuk penentuan jenis kelamin
cffDNA dan sensitivitas tinggi pada fetus, pengujian biomarker dipengaruhi
trimester pertama mencapai gender dari fetus (Y-chromosome dependent)
100%36 sehingga dibutuhkan preparasi serum yang
cukup rumit dengan ekstraksi DNA melalui
reaksi metilasi36
7 Soluble Endoglin Prediksi fetal growth restriction Tidak spesifik untuk PE. Kombinasi sENG
(sENG) (FGR)37 dengan sFlt-1 dapat menginduksi timbulnya
penyakit lain yang mirip dengan penyakit
PE12
8 A-Disintegrin and Non-invasif12 Tidak efisien dalam prediksi PE12
Metalloprotease 12
(ADAM12)
9 P-selectin Dapat dideteksi melalui Tidak menunjukkan perbedaan spesifik
pembuluh darah perifer12 antara ibu dengan PE dan ibu normal12
10 Kombinasi PAPP-A & Bermanfaat untuk skrining pada Dipengaruhi berbagai faktor: usia kehamilan,
PIGF usia kehamilan 11–13 minggu38 berat fetus, ras, kebiasaan merokok,
pembuahan melalui metode IVF, riwayat
penyakit diabetes melitus, persentase deteksi
rendah:38
60% (<34 minggu)
43% (<37 minggu)
30% (<42 minggu)
11 Kombinasi PAPP-A, Metode non-invasif39 Deteksi rendah berkisar 40%39
inhibin, dan HCG

Volume Plasenta dan 3D Power Doppler, menghasilkan terapi yang lebih efektif dan
Blood Pressure and Mean Arterial Pressure akurat.31,33,34
(MAP) memiliki false positive yang tinggi, Biomarker yang telah digunakan selama
sensitivitas dan spesifisitas yang rendah, ini untuk pendeteksian PE (Tabel 1) antara lain
tingkat deteksi yang masih rendah serta biaya Human Chorionic Gonadotropin (β-HCG),
yang dikeluarkan sangat mahal.29 Oleh karena Pregnancy-Associated Placental Protein A/
itu, dibutuhkan metode lain yang lebih efisien PAPP-A, Placental Growth Factor (PlGF),
dan mutakhir, salah satu metode yang dapat Placental Protein-13/PP-13, Inhibin A &
digunakan adalah biomarker. Biomarker atau Activin A, Cell Free Fetal DNA/cffDNA,
disebut juga biological marker merupakan Soluble Endoglin (sENG), A-Disintegrin and
suatu subkategori dari penanda medis yang Metalloprotease 12 (ADAM12), P-selectin,
digunakan untuk mengindikasi suatu kondisi kombinasi PAPP-A & PlGF, kombinasi
medis yang diamati dari luar tubuh pasien. PAPP-A, inhibin, dan HCG. Pada Tabel 1,
Biomarker tersebut dapat berupa gen dan ditunjukkan berbagai jenis biomarker yang
protein.30,31 Menurut Strimbu dan Jorge,32 dapat digunakan dalam mendeteksi dini PE
pengukuran dengan biomarker ini memiliki dengan kelebihan dan kekurangan dari setiap
kelebihan, yaitu sangat spesifik dan sensitif. biomarker.
Penggunaan biomarker ini sangat bermanfaat Keakuratan, efektivitas, serta efisiensi
sebagai sebuah metode yang yang aman dan menjadi pertimbangan dalam pengembangan

127
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 6, Nomor 2, Juni 2017

sebuah biomarker deteksi dini PE. Untuk itu, faktor angiogenik seperti placental growth
dilakukan pengembangan metode dengan factor (PlGF) dan soluble Fms-like tyrosine
mempertimbangkan faktor angiogenik dan kinase-1 (sFlt-1) memiliki peranan penting
antigenik yang terjadi selama kehamilan dalam pendeteksian PE.
sehingga diperoleh biomarker potensial Angiogenesis adalah proses kunci untuk
(Tabel 2). perkembangan diagnosis kondisi plasenta
Penggunaan sebuah biomarker dilakukan yang efektif karena merepresentasikan
dengan mempertimbangkan faktor perkembangan dari janin. Level PlGF bebas
angiogenik dan faktor antiangiogenik selama dalam darah ditemukan menurun pada
kehamilan. Selama perkembangan janin, penderita PE, meskipun secara normal,
plasenta manusia mengalami peningkatan konsentrasinya meningkat selama 30 minggu
hingga level tertinggi pada angiogenesis dan awal.43,44 Level PlGF dalam urin dapat
vasculogenesis.40 Insiasi, maturasi, dan fase diukur dengan mudah karena telah disaring
vaskular plasenta menjadi hal yang sangat melalui ginjal. Namun, konsentrasi yang
penting. Kegagalan dalam melakukannya rendah dari VEGF pada PE sulit untuk diukur
dapat menyebabkan PE.41 Dari semua dengan ELISA kits komersial.45 Oleh karena
biomarker potensial yang terdapat pada itu, penurunan level rasio PlGF dan sFlt-1/
Tabel 2, placental soluble Fms-like tyrosine PlGF yang terlihat selama kehamilan dapat
kinase 1 (sFIt-1) merupakan satu-satunya dijadikan sebagai model deteksi dini untuk
biomarker yang berhubungan langsung memperkirakan perkembangan dari janin.46
dengan perkembangan janin. Tahapan Apabila kedua faktor tersebut dapat
awal pembangunan jaringan vaskular janin dideteksi secara bersamaan, maka dapat
dimediasi vascular endothelial growth menjadi suatu sistem deteksi yang efektif.
factor (VEGF), yang meliputi placental Oleh sebab itu, kombinasi PlGF dan sFlt-1
growth factor (PIGF) dan placental soluble dapat direkomendasikan sebagai pendeteksian
Fms-like tyrosine kinase 1 (sFIt-1). PIGF dini PE. PIGF/sFIt-1 immunoassay dalam
ditemukan pada plasenta dan proagiogenik. diagnosis dapat dilakukan melalui sebuah
Biomarker sFIt-1 mengikat PIGF dan juga tes darah sederhana dengan hasil akurat
dapat menghambat aktivitasnya. Verlohren serta dapat dijadikan gold standard untuk
et al.,42 menyatakan bahwa angiogenik membantu mengidentifikasi pasien yang
dan antiagiogenik sFIt-1 dan PIGF terlibat berisiko mengalami PE.13 Biomarker sFIt‑1/
dalam penyakit yang terjadi pada janin. PGIF memiliki kemampuan diagnosis
Pada kasus PE, penyebab utamanya belum yang lebih tinggi dibandingkan bila hanya
dapat didefinisikan secara spesifik, tetapi menggunakan satu biomarker. Kalkulasi rasio
beberapa penelitian menyebutkan bahwa sFIt-1/PGIF dapat mendeteksi PE dengan

Tabel 2 Biomarker Potensial untuk Deteksi Dini PE13


No. Kategori Nama Biomarker
1 Angiogenic markers Pro-angiogenic: VEGF, PlGF
Anti-angiogenic: sFlt-1, sEng
2 Renin Angiotensin System related Auto antibodies against angiotensin II type 1 (AT1) receptor
3 Immunological markers PP-13, PAPP-A
4 Metabolic marker Visfatin
5 Endocrine markers Activin A, Inhibin A
Keterangan: VEGF: Vascular Endothelial Growth Factor, PlGF: Placental Growth Factor, sFlt-1: Soluble Fms-like Tyrosine
Kinase 1, sEng: Soluble Endoglin, PP-13: Placental Protein-13, PAPP-A: Pregnancy Associated Plasma Protein-A

128
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 6, Nomor 2, Juni 2017

sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi. tersebut dan menurunkan level dari VEGF
Soluble Flt-1 (sFlt-1) adalah biomarker dan PlGF yang bersirkulasi di dalam darah.
antiangiogenik. sFlt-1 beredar bebas di serum Penurunan PlGF dan VEGF menghasilkan
dengan mengikat dan menetralisasi VEGF perubahan vasodilatasi yang menyebabkan
dan PlGF. Beberapa studi telah menunjukkan hipertensi.29,34,51
hubungan antara peningkatan sFlt-1 dan Dari mekanisme tersebut, diketahui
PlGF.47,48 Level sFlt-1 mulai meningkat mulai bahwa konsentrasi sFlt-1 yang bersirkulasi
dari 5 minggu sebelum timbulnya PE dan dalam darah wanita hamil dengan PE akan
kadarnya tetap tinggi hingga onset dari PE.49 ditemukan meningkat, sedangkan konsentrasi
Level sFlt-1 berkorelasi langsung dengan PlGF bebas mengalami penurunan dalam
tingkat keparahan penyakit dan berbanding darah.49 Rasio sFlt-1/PlGF telah diusulkan
terbalik dengan waktu onset proteinuria dan sebagai indeks aktivitas antiangiogenik
hipertensi.50 yang mencerminkan perubahan di kedua
Sebuah metode deteksi PE harus mampu biomarker dan juga merupakan cara diagnosis
membedakan PE dengan gangguan hipertensi PE yang lebih baik dibandingkan salah satu
pada kehamilan lainnya (gestational ukuran saja.46 Mengenai efisiensi biomarker
hypertension dan hipertensi kronik). serum, sebuah penelitian telah dilakukan
Kegunaan klinis konsentrasi serum dari dengan penggunaan alat klinis rasio sFlt-1/
protein antiangiogenik dalam membedakan PlGF dalam stratifikasi pasien berisiko PE
gangguan hipertensi pada kehamilan telah mungkin mengurangi biaya (cost-effective)
dievaluasi, sensitivitas dan spesifisitas dan sumber daya.52 Reduksi biaya dibutuhkan
diagnostik dari sFlt-1 untuk diferensiasi PE dalam pendeteksian menggunakan metode
dari hipertensi gestasional dan hipertensi sFlt-1/PlGF disebabkan tingginya sensitivitas
kronik adalah 84% dan 95%.13,48 Berdasarkan dan spesifisitas dari metode tersebut sehingga
hal tersebut, sFlt-1 merupakan kandidat tidak diperlukan metode pengujian tambahan
biomarker yang efektif dan akurat untuk lainnya untuk memastikan diagnosis dari
dijadikan sarana diagnosis karena dapat penyakit PE.53
digunakan untuk membedakan PE dengan Beberapa penelitian klinis telah
hipertensi gestasional dan hipertensi kronik. merekomendasikan metode sFlt-1/PlGF
Pengukuran sFlt-1 dalam plasma dalam penegakan diagnosis PE. Berdasarkan
menunjukkan sensitivitas sebesar 89% dan penelitian yang dilakukan oleh Zeisler,54
spesifisitas 90% pada PE dini (<34 minggu) rasio dari sFlt-1/PlGF dapat digunakan untuk
dibandingkan persentase pada fase akhir memprediksi dan mendeteksi kemungkinan
PE (>34 minggu) dengan sensitivitas 55% kejadian PE secara klinis. Hal yang sama juga
dan spesifisitas 58%. Skrining urin dengan dikemukakan oleh Klein et al., penggunaan
melakukan assay PlGF, diikuti dengan sFlt-1/PlGF sebagai biomarker sangat
konfirmasi darah dengan memeriksa rasio potensial untuk dikembangkan dalam praktik
sFlt-1/PlGF adalah strategi yang menjanjikan. klinis sehingga dapat membantu manajemen
Mekanisme peredaran sFlt‑1 dan PlGF dalam terapi dan rawat inap pasien dengan gejala PE,
darah yang dijadikan parameter pemeriksaan eklampsia, hemolisis, elevated liver enzymes
rasio dari keduanya adalah sebagai berikut, and low platelet count (HELLP) syndrome.55
telah diketahui bahwa sFlt‑1 merupakan
faktor kausatif atau penyebab dari PE. sFlt‑1 Metode analisis biomarker sFlt-1 dan PlGF
berperan sebagai antagonis dari VEGF dan (Elecsys assay)
PlGF dengan berikatan pada molekul‑molekul Analisis konsentrasi sFlt-1 dan PlGF dalam

129
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 6, Nomor 2, Juni 2017

serum menggunakan Elecsys® assay. Elecsys dapat melakukan pemeriksaan kembali


assay otomatis membuat asesmen sFlt-1, untuk penjagaan setelah 2 minggu dari
PlGF, dan rasio sFlt-1/PlGF, dalam konteks pemeriksaan pertama.
klinik, secara cepat dan mudah. Metode 3. Rasio sFlt-1/PlGF 38–85 (early-onset
diagnosis melalui rasio sFlt-1/PlGF memiliki PE) atau 38–110 (late-onset PE). Wanita
kemampuan yang sangat baik dibandingkan dengan hasil pengukuran tertera seperti
biomarker tunggal lainnya. Perhitungan rasio di atas, tidak memiliki PE pada waktu
sFlt-1/PlGF dapat memeriksa PE dengan pemeriksaan, meskipun mayoritas tidak
sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi akan mengalami perkembangan menjadi
dengan parameter rasio sFlt-1/PlGF dalam PE, namun masih terdapat risiko PE dalam
prediksi PE dan diagnosis diferensial untuk 4 minggu, oleh karena itu diperlukan
pasien dengan PE atipikal, serta hipertensi monitoring.
kronik yang berpeluang untuk berkembang Implementasi hasil pengukuran dengan
menjadi PE superimpose.42, 56 metode Elecsys assay cukup mudah dan
Implementasi dari hasil analisis dengan sederhana. Melalui rasio kadar sFlt-1 dan
menggunakan Elecsys assay adalah sebagai PlGF dalam serum, dapat diketahui ada atau
berikut:57 tidaknya risiko wanita hamil terkena PE,
1. Rasio sFlt-1/PlGF <38 menunjukkan sebagai cara diagnosis sederhana yang akurat
bahwa ibu tidak memiliki penyakit dan efisien, menentukan tingkat keparahan
PE pada saat itu dan tidak memiliki dan onset dari PE yang tengah dialami oleh
kemungkinan terserang PE setidaknya wanita hamil tersebut, membantu untuk
setelah satu minggu dari tanggal menentukan penatalaksanaan yang perlu
pemeriksaan. Wanita hamil dengan hasil dilakukan terhadap PE, serta sebagai metode
pemeriksaan ini dikategorikan aman penjagaan atau monitoring PE bagi pasien.
dan tidak perlu mengikuti pemeriksaan Dengan tingkat sensitivitas dan
lanjutan kecuali terjadi gejala/kecurigaan spesifisitasnya yang tinggi, biomarker
terhadap timbulnya penyakit lain. sFIt‑1/PGIF dapat dijadikan rekomendasi
2. Rasio sFlt-1/PlGF >85 (early-onset bagi pemegang kebijakan sebagai salah satu
PE) atau >110 (late-onset PE). Jika upaya penanggulangan kejadian PE yang
hasil pemeriksaan menunjukkan angka efektif sehingga dapat menurunkan angka
yang tertera seperti di atas, maka kematian ibu dengan meningkatkan survival
wanita tersebut berkemungkinan besar rate. Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada
terkena PE atau penyakit lain yang trimester pertama ataupun trimester kedua
berkaitan dengan kelainan plasenta dan kehamilan.
membutuhkan perawatan sesuai dengan
penatalaksanaan PE. Pengukuran ulang Simpulan
rasio sFlt-1/PlGF dapat membantu untuk
menentukan tingkat keparahan PE berada Biomarker sFlt-1/PIGF adalah biomarker
pada tingkat PE sedang, tinggi atau yang spesifik dengan sensitivitas dan
sangat tinggi yang dapat bermanifestasi spesifisitas yang tinggi sebagai pendeteksi
menjadi komplikasi pada kehamilan. dini PE.
Pemeriksaan ulang dilakukan setelah 2–4
hari tergantung dari tingkat keparahan. Pendanaan
Untuk wanita dengan hasil pemeriksaan
yang stabil setelah pemeriksaan ulang, Penulisan artikel review ini tidak menerima

130
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 6, Nomor 2, Juni 2017

bantuan dana dari pihak manapun. Kajian_Kesehatan_REV.pdf.


7. Roeshardi R. Upaya menurunkan angka
Konflik Kepentingan kesakitan dan angka kematian ibu pada
penderita preeklampsia dan eklampsia.
Para penulis menyatakan bahwa tidak Indones J Obstetrics Gynecology. 2007;
terdapat konflik kepentingan dalam penulisan 31(3):123–33.
artikel ini. 8. Cerdeira AS, Karumanchi SA.
Angiogenic factors in preeclampsia and
Daftar Pustaka related disorders. Cold Spring Harb
Perspect Med. 2012;2(11): a006585. doi:
1. Bappenas. Laporan pencapaian tujuan 10.1101/cshperspect.a006585
pembangunan milenium di Indonesia. 9. Aeni N. Faktor risiko kematian ibu.
2012 [diunduh Januari 2017]. Tersedia National Public Health J. 2013;7(10):453
dari: http://www.bappenas.go.id/files/191 –9.
3/5229/9628/laporan-pencapaian-tujuan 10. Lindheimer MD, Taler SJ, Cunningham
-pembangunan-milenium-di-indonesia-2 FG. Hypertension in pregnancy. J Am Soc
011__20130517105523__ 3790__0.pdf. Hypertens. 2008;2(6):484–94. doi: 10. 10
2. World Health Organization. Maternal 16/j.jash.2008.10.001.
deaths fell 44% since 1990–UN: Report 11. Uzan J, Carbonnel M, Piconne O,
from WHO, UNICEF, UNFPA, World Asmar R, Ayoubi JM. Pre-eclampsia:
Bank Group and the United Nations Pathophysiology, diagnosis, and
Population Division highlights progress. management. Vasc Health Risk Manag.
2015 [diunduh Januari 2017]. Tersedia 2011;7:467–74. doi: 10.2147/VHRM.S2
dari: http://www.who.int/mediacentre/ne 0181
ws/releases/2015/maternal-mortality/en/. 12. Park HJ, Shim SS, Cha DH. Combined
3. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. screening for early detection of pre-
Laporan Dirjen Bina Gizi KIA: Kesehatan eclampsia. Int J Mol Sci. 2015;16(8):179
dalam kerangka SDGs. In: Anak DJBGKId, 52–74. doi: 10.3390/ijms160817952
editor. Jakarta: Kementerian Kesehatan 13. Kar M. Role of biomarkers in early
Republik Indonesia; 2015. detection of preeclampsia. J Clin Diagn
4. Faiqoh E, Hendrati LY. Hubungan Res. 2014;8(4):Be01–4. doi: 10.7860/JC
karakteristik ibu, ANC, dan kepatuhn DR/2014/7969.4261
perawatan ibu hamil dengan terjadinya 14. Departemen Kesehatan RI. Pedoman
pereklampsia. Jurnal Berkala Epidemiologi. pelayanan antenatal. In: Dasar DBPM.
2014;2(2):216–26. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Pelayanan
5. Kahnamouei-aghdam F, Amani F, Medik Dasar, Departemen Kesehatan
Hamidimoghaddam S. Prevalence of pre- Republik Indonesia; 2007.
eclampsia and eclampsia risk factors 15. Mauri EM, Nespoli A, Persico G, Zobbi
among pregnant women, 2011–2013. Int VF. Domestic violence during pregnancy:
J Adv Med. 2015;2(2):128–32. doi: 10.5 Midwives’ experiences. Midwifery. 2015;
455/2349-3933.ijam20150510 31(5):498–504. doi: 10.1016/j.midw.201
6. UNICEF. Ringkasan kajian: Kesehatan 5.02.002
ibu dan anak, 2012 [diunduh 2017 16. Osungbade KO, Ige OK. Public health
Januari]. Tersedia dari: https://www.unic perspectives of preeclampsia in developing
ef.org/indonesia/id/A5_-_B_Ringkasan_ countries: Implication for health system

131
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 6, Nomor 2, Juni 2017

strengthening. Journal of Pregnancy. 2011; PI, Herníndez-García JM, Herraiz MA,


2011:6. doi: 10.1155/2011/481095 Galindo A. Predictive value of sequential
17. UNICEF. The situation of children and models of uterine artery Doppler in
women in Indonesia 2000–2010 (working pregnancies at high risk for pre-eclampsia.
towards progress with equity under Ultrasound Obstet Gynecol. 2012;40(1):
decentralisation). 2011 [diunduh Januari 68–74. doi: 10.1002/uog.10147
2017]. Tersedia dari: https://www.unicef. 25. Hata T, Tanaka H, Noguchi J, Hata K.
org/sitan/files/Indonesia_SitAn_2010.pdf. Three-dimensional ultrasound evaluation
18. Petla LT, Chikkala R, Ratnakar K, of the placenta. Placenta. 2011;32(2):105–
Kodati V, Sritharan V. Biomarkers for the 15. doi: 10.1016/j.placenta.2010.11.001
management of pre-eclampsia in pregnant 26. Odeh M, Ophir E, Maximovsky O,
women. Indian J Med Res. 2013;138(1): Grinin V, Bornstein J. Placental volume
60–7. and three-dimensional power Doppler
19. Poon LCY, Akolekar R, Lachmann R, analysis in prediction of pre-eclampsia
Beta J, Nicolaides KH. Hypertensive and small for gestational age between
disorders in pregnancy: Screening by week 11 and 13 weeks and 6 days of
biophysical and biochemical markers at gestation. Prenat Diagn. 2011;31(4):367–
11–13 weeks. Ultrasound Obstet Gynecol. 71. doi: 10.1002/pd.2697
2010;35(6):662–70. doi: 10.1002/uog.76 27. Cnossen JS, Vollebregt KC, Vrieze Nd,
28 Riet Gt, Mol BWJ, Franx A, et al. Accuracy
20. Plasencia W, Maiz N, Bonino S, Kaihura of mean arterial pressure and blood
C, Nicolaides KH. Uterine artery Doppler pressure measurements in predicting pre-
at 11+0 to 13+6 weeks in the prediction of eclampsia: systematic review and meta-
pre-eclampsia. Ultrasound Obstet Gynecol. analysis. BMJ. 2008;336(7653):1117–20.
2007;30(5):742–9. doi: 10.1002/uog.5157 doi: 10.1136/bmj.39540.522049.BE.
21. Spencer K, Cowans NJ, Chefetz I, Tal J, 28. Gallo D, Poon LC, Fernandez M,
Meiri H. First-trimester maternal serum Wright D, Nicolaides KH. Prediction of
PP-13, PAPP-A and second-trimester preeclampsia by mean arterial pressure at
uterine artery Doppler pulsatility index 11–13 and 20–24 weeks’ gestation. Fetal
as markers of pre-eclampsia. Ultrasound Diagn Ther. 2014;36(1):28–37. doi: 10.1
Obstet Gynecol. 2007;29(2):128–34. doi: 159/000360287.
10.1002/uog.3876 29. Scazzocchio E, Figueras F. Contemporary
22. Poon LC, Nicolaides KH. Early prediction prediction of preeclampsia. Current
of preeclampsia. Obstet Gynecol Int. Opinion in Obstetrics and Gynecology.
2014;2014:1–11. doi: 10. 1155/2014/297 2011;23(2):65–71.
397 30. Nolen BM, Langmead CJ, Choi S,
23. Cnossen JS, Morris RK, ter Riet G, Mol Lomakin A, Marrangoni A, Bigbee WL, et
BWJ, van der Post JAM, Coomarasamy al. Serum biomarker profiles as diagnostic
A, et al. Use of uterine artery Doppler tools in lung cancer. Cancer Biomark.
ultrasonography to predict pre-eclampsia 2011;10(1):3–12. doi: 10.3233/CBM-201
and intrauterine growth restriction: A 2-0229.
systematic review and bivariable meta- 31. Kharb S. Serum markers in pre-eclampsia.
analysis. Can Med Assoc J. 2008;178(6): Biomarkers. 2009;14(6):395–400. doi: 10.
701–11. doi: 10.1503/cmaj.070430. 1080/13547500903033415
24. Herraiz I, Escribano D, Gómez-Arriaga 32. Strimbu K, Tavel JA. What are biomarkers?

132
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 6, Nomor 2, Juni 2017

Curr Opin HIV AIDS. 2010;5(6):463–6. 41. Gram M, Anderson UD, Johansson
doi: 10.1097/COH.0b013e32833ed177 ME, Edström-Hägerwall A, Larsson I,
33. Carty DM, Delles C, Dominiczak AF. Novel Jälmby M, et al. The human endogenous
biomarkers for predicting preeclampsia. protection system against cell-gree
Trends Cardiovasc Med. 2008;18(5–24): hemoglobin and heme is overwhelmed
186–94. doi: 10.1016/j.tcm.2008.07.002 in preeclampsia and provides potential
34. Akolekar R, Syngelaki A, Beta J, biomarkers and clinical indicators. PLoS
Kocylowski R, Nicolaides KH. Maternal ONE. 2015;10(9):e0138111. doi: 10.1371
serum placental protein 13 at 11–13 weeks /jou rnal.pone.0138111
of gestation in preeclampsia. Prenat Diagn. 42. Verlohren S, Galindo A, Schlembach D,
2009;29(12):1103–8. doi: 10.1002/pd.23 Zeisler H, Herraiz I, Moertl MG, et al. An
75. automated method for the determination
35. Spencer K, Yu CKH, Cowans NJ, Otigbah of the sFlt-1/PIGF ratio in the assessment
C, Nicolaides KH. Prediction of pregnancy of preeclampsia. Am J Obstet Gynecol.
complications by first-trimester maternal 2010;202(2):161.e1–.e11. doi: 10.1016/j.
serum PAPP-A and free β-hCG and with ajog.2009.09.016.
second-trimester uterine artery Doppler. 43. Robinson CJ, Johnson DD. Soluble
Prenat Diagn. 2005;25(10):949–53. doi: endoglin as a second-trimester marker
10.1002/pd.1251 for preeclampsia. Am J Obstet Gynecol.
36. Papantoniou N, Bagiokos V, 2007;197(2):174.e1–.e5.
Agiannitopoulos K, Kolialexi A, 44. Levine RJ, Maynard SE, Qian C,
Destouni A, Tounta G, et al. RASSF1A in Lim K-H, England LJ, Yu KF, et al.
maternal plasma as a molecular marker of Circulating angiogenic factors and the
preeclampsia. Prenat Diagn. 2013;33(7): risk of preeclampsia. N Engl J Med. 2004;
682 –7. doi: 10.1002/pd.4093 350(7):672–83. doi: 10.1056/NEJ Moa03
37. Costa FdS, Murthi P, Keogh R, Woodrow 1884
N. Early screening for preeclampsia. Rev 45. Hagmann H, Thadhani R, Benzing T,
Bras Ginecol Obstet. 2011;33(11):367– Karumanchi SA, Stepan H. The promise
75. doi: 10.1590/S0100-72032011001100 of angiogenic markers for the early
008 diagnosis and prediction of preeclampsia.
38. Poon LC, Nicolaides KH. First-trimester Clin Chem. 2012;58(5):837–45. doi: 10.
maternal factors and biomarker screening 1373/clinchem.2011.169094
for preeclampsia. Prenat Diagn. 2014;34 46. Mutter WP, Karumanchi SA. Molecular
(7):618–27. doi: 10.1002/pd.4397 mechanism of preeclampsia. Microvasc
39. Krantz D, Hallahan T, Janik D, Carmichael Res. 2008;75(1):1–8. doi: 10.1016/j.mvr.
J. Maternal serum screening markers and 2007.04.009
adverse outcome: A new perspective. J 47. Rajakumar A, Michael HM, Rajakumar
Clin Med. 2014;3(3):693–712. doi: 10.3 PA, Shibata E, Hubel CA, Karumanchi
390/jcm3030693 SA, et al. Extra-placental expression
40. Phillips JK, Janowiak M, Badger GJ, of vascular endothelial growth factor
Bernstein IM. Evidence for distinct receptor-1, (Flt-1) and soluble Flt-1 (sFlt-
preterm and term phenotypes of 1), by peripheral blood Mmononuclear
preeclampsia. J Matern Fetal Neonatal cells (PBMCs) in normotensive and
Med. 2010;23(7):622–6. doi: 10.3109/14 preeclamptic pregnant women. Placenta.
767050903258746. 2005;26(7):563–73. doi: 10.1016/j.place

133
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 6, Nomor 2, Juni 2017

nta.2004.09.001 PLGF) in the prediction and diagnosis of


48. Salahuddin S, Lee Y, Vadnais M, Sachs placental dysfunction: An approach for
BP, Karumanchi SA, Lim K-H. Diagnostic clinical integration. Int J Mol Sci. 2015;
utility of soluble fms-like tyrosine kinase 16(8):19009–26. doi: 10.3390/ijms1608
1 and soluble endoglin in hypertensive 19009.
diseases of pregnancy. Am J Obstet Gynecol. 54. Zeisler H, Llurba E, Chantraine F, Vatish M,
2007;197(1):28.e1–.e6. doi: 10.1016/j.aj Staff AC, Sennström M, et al. Predictive
og.2007.04.010 value of the sFlt-1:PlGF ratio in women
49. Levine RJ, Lam C, Qian C, Yu KF, Maynard with suspected preeclampsia. N Engl J
SE, Sachs BP, et al. Soluble endoglin and Med. 2016;374:13–22. doi: 10.1056/ NE
other circulating antiangiogenic factors JMoa1414838
in preeclampsia. N Engl J Med 2006;355 55. Klein E, Schlembach D, Ramoni A,
(10):992–1005. doi: 10.1056/NEJM oa05 Langer E, Bahlmann F, Grill S, et al.
5352 Influence of the sFlt-1/PlGF ratio on
50. Karumanchi SA, Lindheimer MD. clinical decision-making in women with
Preeclampsia pathogenesis: “triple a suspected preeclampsia. PLoS ONE. 2016;
rating”–autoantibodies and antiangiogenic 11(5):e0156013. doi: 10.1371/journal.po
factors. 2008;51(4):991–2. doi: 10.1161/ ne.0156013
HYPERTENSIONAHA.107.100735 56. Schiettecatte J, Russcher H, Anckaert
51. Harrington K. Early screening for pre- E, Mees M, Leeser B, Tirelli AS, et
eclampsia and intrauterine growth al. Multicenter evaluation of the first
restriction. Ultrasound Obstet Gynecol. automated Elecsys sFlt-1 and PlGF assays
2011;37(5):623–4. doi: 10.1002/uog.9018 in normal pregnancies and preeclampsia.
52. Schnettler WT, Dukhovny D, Wenger J, Clin Biochem. 2010;43(9):768–70. doi:
Salahuddin S, Ralston SJ, Rana S. Cost 10.1016/j.clinbiochem.2010.02.010
and resource implications with serum 57. Stepan H, Herraiz I, Schlembach D,
angiogenic factor estimation in the triage Verlohren S, Brennecke S, Chantraine
of preeclampsia. BJOG. 2013;120(10): F, et al. Implementation of the sFlt-1/
1224–32. doi: 10.1111/1471-052 8.1 2259 PlGF ratio for prediction and diagnosis
53. Herraiz I, Simón E, Gómez-Arriaga of pre-eclampsia in singleton pregnancy:
PI, Martínez-Moratalla JM, García- Implications for clinical practice. Ultrasound
Burguillo A, López Jiménez EA, et al. Obstet Gynecol. 2015; 45(3):241 –6. doi:
Angiogenesis-related biomarkers (sFlt-1/ 10.1002/uog.14799

© 2017 Sinuraya et al. The full terms of this license incorporate the Creative Common Attribution-Non Commercial License (https://creative
commons.org/licenses/by-nc/4.0/). By accessing the work you hereby accept the terms. Non-commercial use of the work are permitted without
any further permission, provided the work is properly attributed.

134

Anda mungkin juga menyukai