Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN KASUS

RSUD S. K. LERIK KOTA KUPANG


ABDOMINAL PAIN E.C. APPENDISITIS AKUT

Oleh:
dr. Nania T. D. N. Tampubolon

Pendamping Internsip:
dr. Aisah

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


PERIODE FEBRUARI - MEI 2020
PEMERINTAH KOTA KUPANG
DINAS KESEHATAN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH S. K. LERIK KOTA KUPANG
PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
LEMBAR PENGESAHAN
PORTOFOLIO LAPORAN KASUS

Nama Penyusun : dr. Nania T. D. N. Tampubolon


Judul Portofolio : Abdominal Pain e.c. Appendisitis Akut
Topik : Bedah
Wahana : RSUD S.K. Lerik Kota Kupang

Portofolio Laporan Kasus ini telah dibaca dan disetujui.

Kupang, ..... Agustus 2020


Pendamping

dr. Aisah
NIP. 19770811 201001 2 010
BAB I
PENDAHULUAN

Apendisitis akut adalah suatu peradangan dari apendiks vermiformis yang


timbul secara mendadak pada apendik dan merupakan salah satu kasus akut
abdomen yang paling sering ditemui. Apendisitis akut merupakan radang bakteri
yang dicetuskan berbagai faktor, diantaranya adalah hiperplasia jaringan limfe,
fekalith, tumor apendiks dan cacing ascaris dapat juga menimbulkan
penyumbatan.
 Insiden apendisitis akut lebih tinggi pada negara maju dibandingkan dengan
negara berkembang. Namun dalam tiga sampai empat dasawarsa terakhir menurun
secara bermakna, yaitu 100 kasus tiap 100.000 populasi mejadi 52 tiap 100.000
populasi. Kejadian ini mungkin disebabkan oleh meningkatnya penggunaan
makanan berserat dalam menu sehari-hari.
Prognosis appendicitis akut membaik dengan diagnosis dini sebelum
perforasi terjadi dan dengan antibiotik yang adekuat. Morbiditas meningkat
seiring dengan perforasi dan usia tua. Kematian biasanya akibat dari sepsis,
emboli paru, atau aspirasi. Dengan demikian diperlukan pemahaman yang baik
mengenai appendicitis akut sehingga pasien dapat terdiagnosis dini dan
tertatalaksana dengan baik. Hal inilah yang mendorong dibuatnya laporan kasus
mengenai appendicitis akut sehingga dapat diketahui bagaimana cara
mendiagnosis dan penanganannya.
BAB II
LAPORAN KASUS

A. Identitas
Nama : Nn. YP
Umur : 24 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pendidikan Terakhir : S1
Alamat : Penfui
Agama : Kristen
Pekerjaan : Mahasiswa
Tanggal masuk RSMS : 9 Juni 2020
Tanggal periksa : 9 Juni 2020

B. Anamnesis
1. Keluhan Utama
Nyeri perut kanan bawah
2. Keluhan Tambahan
Nyeri ulu hati, mual, penurunan nafsu makan
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD Rumah Sakit S. K. Lerik datang sendiri
dengan keluhan nyeri perut kanan bawah sejak 3 hari SMRS. Nyeri
dirasakan terus-menerus. Nyeri awalnya dirasakan di ulu hati kemudian
nyeri menjalar ke perut kanan bawah. Mual (+), muntah (-), pernurunan
nafsu makan (+). BAB dan BAK dalam batas normal.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Penyakit Jantung : disangkal
b. Penyakit Paru : disangkal
c. Penyakit Diabetes Melitus : disangkal
d. Penyakit Ginjal : disangkal
e. Penyakit Hipertensi : disangkal
f. Riwayat Alergi : disangkal
g. Riwayat penyakit hati : disangkal
h. Riwayat asma : disangkal
i. Riwayat keluhan yang sama : disangkal
j. Riwayat operasi : disangkal
5. Riwayat Penyakit Keluarga
a. Penyakit Jantung : disangkal
b. Penyakit Paru : disangkal
c. Penyakit Diabetes Melitus : disangkal
d. Penyakit Ginjal : disangkal
e. Penyakit Hipertensi : disangkal
f. Riwayat Alergi : disangkal
g. Riwayat penyakit hati : disangkal
h. Riwayat alergi : disangkal
i. Riwayat asma : disangkal
j. Riwayat keluhan yang sama : disangkal
6. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien merupakan seorang mahasiswa. Pasien tinggal sendiri di
kos-kosan. Kesan sosial ekonomi keluarga adalah golongan menegah.
Pasien menggunakan Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan (BPJS
Non-PBI) dalam pembiayaan perawatan. Sebelum pasien sakit, biasanya
pasien makan 3 kali sehari, konsumsi makanan bergizi seperti ikan dan
sayuran tetapi sesekali juga mengkonsumsi mie instan dan gorengan.
Pasien jarang berolahraga. Riwayat konsumsi obat-obatan disangkal.

C. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Sedang
Kesadaran : GCS E4M6V5 (Compos Mentis)
Vital Sign : Tekanan Darah : 110/80 mmHg,
Nadi : 95 x/menit,
Respiratori Rate : 20 x/menit
Suhu : 37,3ºC
1. Status Generalis
a. Pemeriksaan kepala
Bentuk kepala : Mesocephal, simetris
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, refleks
pupil +/+ normal, isokor, diameter 3/3 mm
Telinga : discharge -/- deformitas -/-
Hidung : discharge -/-, nafas cuping hidung -/-
Mulut : sianosis (-), lidah kotor -/-
b. Pemeriksaan Toraks
1) Paru
Inspeksi : Dada simetris, ketertinggalan gerak (-), retraksi
intercosta (-), pulsasi epigastrium (-), pulsasi parasternal
(-)
Palpasi : Vokal fremitus paru kanan = paru kiri
Ketertinggalan gerak (-)
Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru
Auskultasi : Suara Dasar vesikuler +/+, SuaraTambahan -/-
2) Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tampak SIC V 2 jari medial LMCS
Palpasi : Ictus cordis tampak SIC V 2 jari medial LMCS
Ictus cordis kuat angkat (-)
Perkusi : Batas jantung
Kanan atas SIC II LPSD
Kiri atas SIC II LPSS
Kanan bawah SIC IV LPSD
Kiri bawah SIC V 2 jari medial LMCS
Auskultasi : S1>S2, regular, ST -/-
c. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : datar
Auskultasi : BU (+) Normal, regular
Perkusi : timpani
Palpasi : supel, distensi (-), NT (+) regio epigastrium et iliaca D,
rebound tenderness (+), obturator sign (+), psoas sign (+)
d. Pemeriksaan ekstermitas
Superior : Edema (-/-), jari tabuh (-/-), pucat (-/-), sianosis (-/-)
Inferior : Edema (-/-), jari tabuh (-/-), pucat (-/-), sianosis (-/-)

D. Pemeriksaan Laboratorium
Tabel 2.1. Hasil pemeriksaan Darah Lengkap
JENIS PEMERIKSAAN TANGGAL 22/02/2020
Hemoglobin 14,1
Leukosit 21.300 H
Hematokrit 42,4
Eritrosit 5,70
Trombosit 269.000
Neutrofil 17,5 (82,3%) H
Lymphosit 2,39 (11,2%) L
Monosit 1,09 (5,11%)
Eosinofil 0,12 (0,56%)
Basofil 0,17 (0,82%)

Tabel 2.2. Pemeriksaan Urinalisis

Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan


Kimia Urine
Warna Kuning Kuning
Kekeruhan Jernih Jernih
Berat Jenis 1.010 1.005-1.030
pH 6.5 5.0-8.0
Nitrit Negatif Negatif
Glukosa Negatif Negatif
Keton Negatif Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
Urobilinogen Negatif Negatif
Protein Negatif Negatif
Blood Negatif Negatif
Leukosit Negatif Negatif
Sedimen Urine
Leukosit 3-5 Sel/LPB 0-5 sel/LPB
Eritrosit 0-1 Sel/LPB 0-3 sel/LPB
Epitel 2-3 Sel/LPK 0-5 sel/LPK
Kristal Negatif Negatif
Bakteri Positif (+) Negatif
Silinder Negatif Negatif
HCG Test Negatif

Pemeriksaan USG Abdomen


Kesan:
Tampak tanda-tanda peradangan area Mc. Burney
Organ-organ intraabdominal lainnya yang terscan dalam batas normal

E. Diagnosis
Abdominal pain e.c. appendisitis akut

F. Tatalaksana
1. IVFD RL:D5½NS 2:2 / 24 jam
2. Inj. Ceftriaxon 2x1 gr IV
3. Inj. Ketorolac 3x30 mg IV
4. Inj. Ranitidin 2x50 mg IV
5. Pro appendektomi
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi


Apendiks merupakan organ yang berbentuk tabung dengan panjang kira-
kira 10 cm dan berpangkal pada sekum. Apendiks memiliki lumen sempit
dibagian proximal dan melebar pada bagian distal. Saat lahir, apendiks
pendek dan melebar dipersambungan dengan sekum. Selama anak-anak,
pertumbuhannya biasanya berotasi ke dalam retrocaecal tapi masih dalam
intraperitoneal.
Pada apendiks terdapat 3 tanea coli yang menyatu dipersambungan
caecum dan berguna dalam menandakan tempat untuk mendeteksi apendiks.
Posisi apendiks terbanyak adalah retrocaecal (74%), pelvic (21%), patileal
(5%), paracaecal (2%), subcaecal(1,5%) dan preleal (1%). Apendiks
mendapat vaskularisasi oleh arteri apendicular yang merupakan cabang dari
arteri ileocolica. Arteri apendiks termasuk end arteri. Apendiks memiliki
lebih dari 6 saluran limfe melintangi mesoapendiks menuju ke nodus limfe
ileocaeca.
Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti
a.mesenterika superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis
berasal dari n.torakalis X. Oleh karena itu, nyeri visceral pada apendisitis
bermula disekitar umbilikus.
Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml perhari. Lendir dicurahkan ke
caecum. Jika terjadi hambatan, maka akan terjadi apendisitis akut. GALT
( Gut Assoiated Lymphoid Tisuue) yang terdapat pada apendiks menghasilkan
Ig-A. Namun jika apendiks diangkat, tidak ada mempengaruhi sistem imun
tubuh karena jumlahnya yang sedikit sekali.

B. Definisi dan Epidemiologi


Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermiformis dan merupakan
penyebab abdomen akut paling sering. Insidens apendisitis akut di negara
maju lebih tinggi daripada di negara berkembang, tetapi beberapa tahun
terakhir angka kejadiannya menurun bermakna. Hal ini disebabkan oleh
meningkatnya penggunaan makanan berserat dalam menu sehari-hari.
Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang dari
satu tahun jarang dilaporkan. Insidens tertinggi pada kelompok umur 20-30
tahun, setelah itu menurun. Insidens pada lelaki dan perempuan umumnya
sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun, insidens pada lelaki lebih tinggi.
Meskipun jarang, pernah dilaporkan kasus appendiks neonatal dan prenatal.
Pasien dengan usia yang lebih dari 60 tahun dilaporkan sebanyak 50%
meninggal akibat apendisitis.

C. Etiologi dan Faktor Resiko


Apendisitis akut disebabkan oleh proses radang bakteria yang dicetuskan
oleh beberapa faktor pencetus. Ada beberapa faktor yang mempermudah
terjadinya radang apendiks, diantaranya :
1. Faktor Obstruksi
Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh hyperplasia jaringan
lymphoid submukosa, 35% karena stasis fekal, 4% karena benda asing
dan sebab lainnya 1% diantaranya sumbatan oleh parasit dan cacing.
2. Faktor Bakteri
Infeksi enterogen merupakan faktor patogenesis primer pada
apendisitis akut. Bakteri yang ditemukan biasanya E. coli, Bacteriodes
fragililis, Splanchicus, Lactobacilus, Pseudomonas, Bacteriodes
splanicus.
3. Kecenderungan familiar
Hal ini dihubungkan dengan terdapatnya malformasi yang herediter
dari organ apendiks yang terlalu panjang, vaskularisasi yang tidak baik
dan letaknya yang memudahkan terjadi apendisitis.
4. Faktor ras dan diet
Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola makanan sehari-
hari.

D. Klasifikasi
Ada beberapa jenis apendisitis yang memiliki perubahan yang berbeda
berhubungan dengan apendisitis, sehingga ada perbedaan gejala, pengobatan
dan prognosis. Appendisitis diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Appendisitis akut
a. Appendisitis akut sederhana (Cataral Appendicitis)
Proses peradangan baru terjadi di mukosa dan sub mukosa
disebabkan obstruksi. Sekresi mukosa menumpuk dalam lumen
appendiks dan terjadi peningkatan tekanan dalam lumen yang
mengganggu aliran limfe, mukosa appendiks jadi menebal, edema,
dan kemerahan. Gejala diawali dengan rasa nyeri di daerah
umbilikus, mual, muntah, anoreksia, dan demam ringan. Pada
appendisitis cataral terjadi leukositosis dan appendiks terlihat
normal, hiperemia, edema, dan tidak ada eksudat serosa.
b. Appendisitis akut purulent (Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen terus bertambah disertai edema
menyebabkan terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks
dan menimbulkan trombosis. Keadaan ini memperberat iskemik dan
edema pada apendiks. Mikroorganisme yang ada di usus besar
berinvasi ke dalam dinding appendiks menimbulkan infeksi serosa
sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin.
Pada appendiks dan mesoappendiks terjadi edema, heperemia, dan di
dalam lumen terdapat eksudat fibrinopurulen.
Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri
tekan, nyeri lepas di titik Mc Burney, defans muskuler, dan nyeri
pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi
pada seluruh perut disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum.
c. Appendisitis akut gangrenosa
Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran darah arteri
mulai terganggu sehingga terjadi infark dan gangren. Selain
didapatkan tanda-tanda supuratif, appendiks mengalami gangren
pada bagian tertentu. Dinding appendiks berwarna ungu, hijau
keabuan atau merah kehitaman. Apada appendisitis akut gangrenosa
terdapat mikroperforasi dan kenaikan cairan peritoneal yang purulen.
2. Appendisitis infiltrate
Appendisitis infiltrat adalah proses radang appendiks yang
penyebarannya dapat dibatasi oleh omentum, usus halus, sekum, kolon
dan peritoneum sehingga membentuk gumpalan massa flegmon yang
melekat erat satu dengan yang lainnya.
3. Appendisitis abses
Terjadi bila massa lokal yang terbentuk berisi nanah (pus), biasanya
di fossa iliaka kanan, lateral dari sekum, retrocaecal, sucaecal, dan pelvic.
4. Appendisitis perforasi
Adalah pecahnya appendiks yang sudah gangren yang menyebabkan
pus masuk kedalam rongga perut sehingga terjadi peritonitis umum. Pada
dinding appendiks tampak daerah perforasi dikelilingi oleh jaringan
nekrotik.
5. Appendisitis kronis
Merupakan lanjutan appendisitis akut supuratif sebagai proses
radang yang persisten akibat infeksi mikroorganisme dengan virulensi
rendah, khususnya obstruksi parsial terhadap lumen. Diagnosis
appendisitis kronis baru dapat ditegakkan jika ada riwayat serangan nyeri
berulang di perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik
appendiks secara makroskopik dan mikroskopik. Secara histologi,
dinding appendiks menebal, sub mukosa dan muskularis propia
mengalami fibrosis. Terdapat infiltrat sel radang limfosit dan eosinofil
pada sub mukosa, muskularis propia, dan serosa. Pembuluh darah serosa
tampak dilatasi.

E. Patogenesis dan Patofisiologi


Apendisitis akut merupakan peradangan akut pada apendiks yang
disebabkan oleh bakteria yang dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus.
Obstruksi pada lumen menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa
mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun
elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan
peningkatan intralumen. Tekanan di dalam sekum akan meningkat.
Kombinasi tekanan tinggi di seikum dan peningkatan flora kuman di kolon
mengakibatkan sembelit, hal ini menjadi pencetus radang di mukosa
apendiks. Perkembangan dari apendisitis mukosa menjadi apendisitis komplit
yang meliputi semua lapisan dinding apendiks tentu dipengaruhi oleh
berbagai faktor pencetus setempat yang menghambat pengosongan
lumenapendiks atau mengganggu motilitas normal apendiks.
Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan apendiks
mengalami hipoksia, menghambat aliran limfe, terjadi ulserasi mukosa dan
invasi bakteri. Infeksi menyebabkan pembengkakan apendiks bertambah
(edema) dan semakin iskemik karena terjadi trombosis pembuluh darah
intramural (dinding apendiks). Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal
yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Gangren dan perforasi khas dapat
terjadi dalam 24-36 jam, tapi waktu tersebut dapat berbeda-beda setiap pasien
karena ditentukan banyak faktor.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal
tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri
akan menembus dinding. Peradangan timbul meluas dan mengenai
peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah.
Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut. Bila kemudian arteri
terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangrene.
Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah
rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi
akan membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan
jaringan sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang
diperut kanan bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi
dan dinyatakan mengalami eksaserbasi akut.
Mekanisme terjadinya apendisitis dapat diliat pada bagan di bawah ini.

Penyumbatan
Fekali
secret mukus
t
Mukus
>>
Obstruksi
lumen
appendiks
Gangguan aliran
mucus dari Appendik
- sekum
Bendung
an mukus edema,
Peningkata Gangguan
n tekanan aliran limfe diapedesis
intralumina bakteri, dan
l ulserasi
mukosa
Obstruksi arteri (a. Obstruk
terminalis si vena apendisitis
appendikularis) akut
Edema>
> Nyeri
infark
daerah
dinding
bakteri akan epigastriu
apendiks
menembus m
dinding apendiks.
gangren
Peradanga Appendisitis
n Supuratif
peritoneu akut
apendisitis
m
ganggrenosa Nyeri
perut
kanan
bawah

F. Penegakan Diagnosis
1. Anamnesis
Gambaran klinis pada apendisitis akut yaitu :
a. Tanda awal nyeri di epigastrium atau regio umbilicus disertai mual
dan anorexia. Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5 -
38,5 C. Bila suhu lebih tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi.
b. Nyeri berpindah ke kanan bawah dan menunjukkan tanda rangsangan
peritoneum lokal di titik Mc Burney, nyeri tekan, nyeri lepas dan
adanya defans muskuler.
c. Nyeri rangsangan peritoneum tak langsung nyeri kanan bawah pada
tekanan kiri (Rovsing’s Sign) nyeri kanan bawah bila tekanan di
sebelah kiri dilepaskan (Blumberg’s Sign) batuk atau mengedan
2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
- Tidak ditemukan gambaran spesifik.
- Kembung sering terlihat pada komplikasi perforasi.
- Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada masaa atau abses
periapendikuler.
- Tampak perut kanan bawah tertinggal pada pernafasan
b. Palpasi
- Nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan, bisa disertai nyeri
tekan lepas.
- Defans muscular menunjukkan adanya rangsangan peritoneum
parietale.
- Pada apendisitis retrosekal atau retroileal diperlukan palpasi
dalam untuk menentukan adanya rasa nyeri.
c. Perkusi
- Pekak hati menghilang jika terjadi perforasi usus.
d. Auskultasi
- Biasanya normal.
- Peristaltik dapat hilang karena ileus paralitik pada peritonitis
generalisata akibat apendisitis perforate.
e. Rectal Toucher
- Tonus musculus sfingter ani baik.
- Ampula kolaps.
- Nyeri tekan pada daerah jam 9 dan 12.
- Terdapat massa yang menekan rectum (jika ada abses).
f. Uji Psoas
Dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat hiperekstensi
sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian
paha kanan ditahan. Bila apendiks yang meradang menepel di m. poas
mayor, tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri.

g. Uji Obturator
Digunakan untuk melihat apakah apendiks yang meradang kontak
dengan m. obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil.
Gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang
akan menimbulkan nyeri pada apendisitis pelvika. Pemeriksaan uji
psoas dan uji obturator merupakan pemeriksaan yang lebih ditujukan
untuk mengetahui letak apendiks.

3. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
 Pemeriksaan darah
- Leukositosis pada kebanyakan kasus appendisitis akut
terutama pada kasus dengan komplikasi.
- Pada appendicular infiltrat, LED akan meningkat.
 Pemeriksaan urin untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan
bakteri di dalam urin. Pemeriksaan ini sangat membantu
dalam menyingkirkan diagnosis banding seperti infeksi
saluran kemih atau batu ginjal yang mempunyai gejala klinis
yang hampir sama dengan appendicitis.
b. Radiologis
 Foto polos abdomen
Pada appendicitis akut yang terjadi lambat dan telah terjadi
komplikasi (misalnya peritonitis) tampak :
- Scoliosis ke kanan
- Psoas shadow tak tampak
- Bayangan gas usus kanan bawah tak tampak
- Garis retroperitoneal fat sisi kanan tubuh tak tampak
- 5% dari penderita menunjukkan fecalith radio-opak
 USG
Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan
pemeriksaan USG, terutama pada wanita, juga bila dicurigai
adanya abses. Dengan USG dapat dipakai untuk menyingkirkan
diagnosis banding seperti kehamilan ektopik, adnecitis dan
sebagainya.
 Barium enema
Yaitu suatu pemeriksaan X-Ray dengan memasukkan barium
ke colon melalui anus. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan
komplikasi dari appendicitis pada jaringan sekitarnya dan juga
untuk menyingkirkan diagnosis banding.
 CT-Scan
Dapat menunjukkan tanda-tanda dari appendicitis. Selain itu
juga dapat menunjukkan komplikasi dari appendicitis seperti bila
terjadi abses.
 Laparoscopi
Yaitu suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic
yang dimasukkan dalam abdomen, appendix dapat
divisualisasikan secara langsung. Tehnik ini dilakukan di bawah
pengaruh anestesi umum. Bila pada saat melakukan tindakan ini
didapatkan peradangan pada appendix maka pada saat itu juga
dapat langsung dilakukan pengangkatan appendix
(appendectomy).
4. Alvarado Score
Skor alvarado adalah suatu sistem skoring yang digunakan untuk
mendiagnosis appendisitis akut. Skor ini mempunyai 6 komponen klinik
dan 2 komponen laboratorium dengan total skor poin 10. Skor ini
dikemukakan oleh Alfredo Alvarado dalam laporannya pada tahun 1986.
Characteristic Score
M = Migration of pain to the RLQ 1
A = Anorexia 1
N = Nausea and vomiting 1
T = Tenderness in RLQ 2
R = Rebound pain 1
E = Elevated temperature 1
L = Leukocytosis 2
S = Shift of WBC to the left 1
Total 10
Keterangan Alvarado score:
 Interpretasi dari Modified Alvarado Score :
1–4 sangat mungkin bukan appendicitis akut
5–7 sangat mungkin appendisitis akut
8 – 10 pasti appendicitis akut
 Penanganan berdasarkan skor Alvarado:
1–4 : observasi
5–7 : antibiotik
8 – 10 : operasi dini

G. Tatalaksana
1. Perawatan Kegawatdaruratan
a. Berikan terapi kristaloid untuk pasien dengan tanda-tanda klinis
dehidrasi atau septicemia.
b. Pasien dengan dugaan apendisitis sebaiknya tidak diberikan apapun
melalui mulut.
c. Berikan analgesik dan antiemetik parenteral untuk kenyamanan
pasien.
d. Pertimbangkan adanya kehamilan ektopik pada wanita usia subur,
dan lakukan pengukuran kadar hCG
e. Berikan antibiotik intravena pada pasien dengan tanda-tanda
septicemia dan pasien yang akan dilanjutkan ke laparotomi.
2. Antibiotik Pre-Operatif
a. Pemberian antibiotik pre-operatif telah menunjukkan keberhasilan
dalam menurunkan tingkat luka infeksi pasca bedah.
b. Pemberian antibiotic spektrum luas untuk gram negatif dan anaerob
diindikasikan.
c. Antibiotik preoperative harus diberikan dalam hubungannya
pembedahan.
3. Tindakan Operasi
a. Apendiktomi, pemotongan apendiks. Indikasi appendiktomi :
 Appendisitis akut
 Appendisitis kronik
 Periapendikular infiltrat dalam stadium tenang
 Apendiks terbawa dalam operasi kandung kemih
 Apendisitis perforata
b. Jika apendiks mengalami perforasi,maka abdomen dicuci dengan
garam fisiologis dan antibiotika.
c. Bila terjadi abses apendiks maka terlebih dahulu diobati dengan
antibiotika IV, massanya mungkin mengecil, atau abses mungkin
memerlukan drainase dalam jangka waktu beberapa hari.

H. Komplikasi
Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi. Perforasi
apendiks akan menyebabkan peritonitis purulenta yang ditandai dengan
demam tinggi, nyeri perut yang makin hebat yang meliputi seluruh perut,
perut menjadi tegang dan kembung. Nyeri tekan dan defans muskular terjadi
di seluruh perut, mungkin disertai dengan punctum maksimal di regio iliaka
kanan; peristaltis usus dapat menurun sampai menghilang akibat adanya ileus
paralitik.
Abses rongga peritoneum dapat terjadi bila pus yang menyebar
terlokalisir di suatu tempat paling sring di rongga pelvis dan subdiagfragma.
Adanya massa intraabdomen yang nyeri disertai nyeri harus dicurigai adanya
abses.

I. Prognosis
Mortalitas adalah 0,1% jika appendisitis akut tidak pecah, dan 15% jika
pecah pada orang tua. Kematian biasanya akibat dari sepsis, emboli paru, atau
aspirasi. Prognosis membaik dengan diagnosis dini sebelum perforasi terjadi
dan dengan antibiotik yang adekuat. Morbiditas meningkat seiring dengan
perforasi dan usia tua.
BAB IV
KESMPULAN

1. Apendisitis akut adalah suatu peradangan dari apendiks vermiformis yang


timbul secara mendadak pada apendik dan merupakan salah satu kasus akut
abdomen yang paling sering ditemui..
2. Hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang
dilakukan pada nn. YP mendukung diagnosis appendicitis akut.
3. Pada kasus nn. YP tatalaksana yang dapat dilakukan adalah manajemen rawat
inap, pemberian injeksi antibiotik, dan perencanaan operasi appendiktomi.
DAFTAR PUSTAKA

Brunicardi C, Anderson DK, Billiar T, Duhn DL, Hunter JG, Mathews JB,
Pallock RC. 2010. The Appendix on Chapter 30 in Schwartz’s Principles of
Surgery 9ed ebook. New York: McGraw-Hills.
Chris Tanto, et al. 2014. Kapita selekta kedokteran. Edisi Keempat4. Jakarta :
Media Aesculapius.
Ishikawa Hiroshi. 2003. Diagnosis and Treatment ofAcute Appendicitis. JMAJ. 5:
217–221
Konstantinos M. Konstantinidis and Kornilia A. Anastasakou. 2011.
Laparoscopic Appendectomy. Greece: Department of Surgery, Athens
Medical Center.
Mike Hardin D, JR., M.D. 1999. Acute Appendicitis: Review and Update. Am
Fam Physician. 7:2027-2034
Ohle Robert, O’Reilly Fran, O’Brien Kirsty K, Fahey Tom, Dimitrov Borislav D.
2011. The Alvarado score for predicting acute appendicitis: a systematic
review. BMC Medicine. 9:139
R. Schrock MD, Theodore. 1995. Ilmu Bedah. Edisi Ketujuh. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Syamsuhidayat, R dan de Jong, Wim. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Kedua.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Sabiston. 2002. Textbook of Surgery : The Biological Basis of Modern Surgical
Practice. Edisi 16. USA: W.B Saunders companies.
Tim Revisi PDT Sub Komite Farmasi dan Terapi RSU DR.Soetomo. 2008.
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Bedah RSUD Dr. Soetomo. Surabaya.
Williams Norman S. 2013. Bailey and Love: Short practice of surgery. Edisi 26.
London: CRS Press.

Anda mungkin juga menyukai

  • Alur Penerimaan Pasien RS Darurat Covid-19
    Alur Penerimaan Pasien RS Darurat Covid-19
    Dokumen2 halaman
    Alur Penerimaan Pasien RS Darurat Covid-19
    Tiona Tampubolon Like Enjoy
    Belum ada peringkat
  • LAPORAN KASUS 5b
    LAPORAN KASUS 5b
    Dokumen22 halaman
    LAPORAN KASUS 5b
    Tiona Tampubolon Like Enjoy
    Belum ada peringkat
  • LAPORAN KASUS 2a
    LAPORAN KASUS 2a
    Dokumen27 halaman
    LAPORAN KASUS 2a
    Tiona Tampubolon Like Enjoy
    Belum ada peringkat
  • LAPORAN KASUS 3a
    LAPORAN KASUS 3a
    Dokumen20 halaman
    LAPORAN KASUS 3a
    Tiona Tampubolon Like Enjoy
    Belum ada peringkat
  • Mata Ilyas PDF
    Mata Ilyas PDF
    Dokumen1 halaman
    Mata Ilyas PDF
    Tiona Tampubolon Like Enjoy
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kasus Bangsal
    Laporan Kasus Bangsal
    Dokumen22 halaman
    Laporan Kasus Bangsal
    Tiona Tampubolon Like Enjoy
    Belum ada peringkat
  • TBR Vertigo
    TBR Vertigo
    Dokumen9 halaman
    TBR Vertigo
    Tiona Tampubolon Like Enjoy
    Belum ada peringkat
  • Chapter II PDF
    Chapter II PDF
    Dokumen9 halaman
    Chapter II PDF
    nys
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen21 halaman
    Bab Ii
    bittersweet
    Belum ada peringkat
  • Prescil PSR
    Prescil PSR
    Dokumen28 halaman
    Prescil PSR
    Tiona Tampubolon Like Enjoy
    Belum ada peringkat
  • Presbang Epilepsi
    Presbang Epilepsi
    Dokumen16 halaman
    Presbang Epilepsi
    Tiona Tampubolon Like Enjoy
    Belum ada peringkat
  • Presus Bangsal
    Presus Bangsal
    Dokumen1 halaman
    Presus Bangsal
    Tiona Tampubolon Like Enjoy
    Belum ada peringkat
  • Status Pasien Jantung
    Status Pasien Jantung
    Dokumen15 halaman
    Status Pasien Jantung
    Tiona Tampubolon Like Enjoy
    Belum ada peringkat
  • Bahan Leaflet Kulit
    Bahan Leaflet Kulit
    Dokumen6 halaman
    Bahan Leaflet Kulit
    Tiona Tampubolon Like Enjoy
    Belum ada peringkat
  • Bab 1
    Bab 1
    Dokumen5 halaman
    Bab 1
    Tiona Tampubolon Like Enjoy
    Belum ada peringkat
  • Artikel
    Artikel
    Dokumen10 halaman
    Artikel
    Tiona Tampubolon Like Enjoy
    Belum ada peringkat
  • Bahan Leaflet Kulit
    Bahan Leaflet Kulit
    Dokumen6 halaman
    Bahan Leaflet Kulit
    Tiona Tampubolon Like Enjoy
    Belum ada peringkat
  • Bab 3
    Bab 3
    Dokumen6 halaman
    Bab 3
    Tiona Tampubolon Like Enjoy
    Belum ada peringkat
  • Bab 5
    Bab 5
    Dokumen2 halaman
    Bab 5
    Tiona Tampubolon Like Enjoy
    Belum ada peringkat
  • Tinpus Chronic Kidney Disease - Hilmi
    Tinpus Chronic Kidney Disease - Hilmi
    Dokumen14 halaman
    Tinpus Chronic Kidney Disease - Hilmi
    HilmiPuguhPanuntun
    Belum ada peringkat
  • 3 Kuisioner
    3 Kuisioner
    Dokumen1 halaman
    3 Kuisioner
    Tiona Tampubolon Like Enjoy
    Belum ada peringkat
  • Presus Bangsal - Tinea Incognito
    Presus Bangsal - Tinea Incognito
    Dokumen6 halaman
    Presus Bangsal - Tinea Incognito
    Tiona Tampubolon Like Enjoy
    Belum ada peringkat
  • Kuisioner
    Kuisioner
    Dokumen4 halaman
    Kuisioner
    Tiona Tampubolon Like Enjoy
    Belum ada peringkat
  • Bab 2
    Bab 2
    Dokumen27 halaman
    Bab 2
    Eka Oktafyanti
    Belum ada peringkat
  • Kuisioner
    Kuisioner
    Dokumen4 halaman
    Kuisioner
    Tiona Tampubolon Like Enjoy
    Belum ada peringkat