Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penyakit tiroid adalah kelainan yang mepengaruhi kelenjar tiroid. Terkadang tubuh
memproduksi terlalu banyak hormon tiroid (disebut hipertiroid) atau terlalu sedikit (disebut
hipotiroid). Hormon tiroid mengatur metabolisme dan memengaruhi hampir setiap organ
dalam tubuh. Hormon tiroid memainkan peran penting selama kehamilan baik dalam
perkembangan bayi dan dalam menjaga kesehatan ibu. Kehamilan memiliki efek yang
cukup besar pada fungsi tiroid maternal. Pembesaran tiroid ringan dinilai sebagai komponen
kehamilan yang normal. Peningkatan ukuran mencerminkan perubahan fisiologis yang
disebabkan oleh kehamilan. Berbagai konsekuensi buruk, yang dapat memengaruhi ibu dan
janin, yang berhubungan dengan kelainan hormon tiroid dan autoimunitas tiroid maternal.
Abortus, persalinan prematur, pre-eklampsia, tiroiditis pascapersalinan pada maternal, dan
penurunan IQ pada anak-anak semuanya merupakan sekuele disfungsi tiroid maternal. 1

Selama trimester pertama kehamilan, kadar serum Tyroid Stimulating Hormone


(TSH) maternal secara signifikan lebih rendah daripada tingkat prakehamilan sebagai akibat
dari reaktivitas silang human chorionic gonadotropin (hCG), yang disekresikan oleh
plasenta, ke reseptor TSH pada kelenjar tiroid. Titer autoantibodi tiroid menurun sepanjang
kehamilan sebagai akibat dari penekanan imun yang melekat pada kehamilan. Sebagai akibat
dari perubahan kadar hormon tiroid yang terjadi secara alami selama kehamilan, semua tes
fungsi tiroid pada wanita yang hamil harus ditafsirkan secara berbeda dengan wanita yang
tidak hamil.

Sumber : 1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Fisiologi Tiroid dan Kehamilan

Dampak kehamilan pada fisiologi tiroid ibu cukup besar. perubahan pada
struktur dan fungsi kelenjar kadang menyebabkan kesulitan dalam diagnosis kelainan
tiroid. Perubahan normal kadar hormon dapat dilihat di Apensiks. Konsentrasi
globulin pengikat tiroid diserum ibu meningkat bersamaan dengan kadar hormone
tiroid yang terikat atau total. Tirotropin atau Thyroid-Stimulating Hormone (TSh).
saat ini berperan sentral dalam pemeriksaan penyaring dan diagnosis banyak penyakit
tiroid. Kadar tirotropin serum pada awal kehamilan menurun karena adanya
gonadotropin korion manusia (hCG) yang mempunyai efek stimulasi efek stimulasi
lemah pada lemah pada tiroid. TSH tidak melewati plasenta. pada saat yang sama ,
kadar hCG serum maksimal pada 12 minggu pertama, kadar tiroksin bebas meningkat
untuk menekan ekresi tirotropin hipofisis. oleh karena itu Thyrotropin-releasing
hormone (TSH) tidak terdeteksi di serum ibu. TSH serum janin mulai dapat dideteksi
pada

pertengahan kehamilan tetapi tidak meningkat.

Sepanjang kehamilan, tiroksin ibu disalurkan kejanin. Tiroksin ibu penting


bagi pembentukan pembentukan otak janin, khususnya khususnya sebelum sebelum
kelenjar kelenjar tiroid janin berfungsi. berfungsi. Meskipun kelenjar tiroid janin
sudah mulai memekatkan iodium dan membentuk hormone tiroid setelah 12 minggu,
kontribusi tiroid ibu tetap penting. Pada kenyataannya tiroksin ibu membentuk 30%
dari kadar tiroksin serum pada janin aterm. Gangguan perkembangan yang berkaitan
dengan hipotiroidisme ibu setelah pertengahan pertengahan kehamilan kehamilan
masih belum dipahami dipahami dengan jelas. Perubahan perubahan kadar hormone
tiroid pada saat kehamilan normal terjadi, hal ini berkaitan dengan pengiriman
pengiriman thyroxin ke sel-sel janin, terutama pada sel-sel s syaraf. Kadar T4 yang
optimal sangat penting dalam pembentukan syaraf, T4 ini hanya didapatkan dari ibu,
pada trimester pertama.Plasenta memiliki peranan penting dalam transport T4.
2.2. Hipertiroid

Insiden kehamilan dengan gejala klinik gejala klinik tirotoksikosis atau hipertiroidisme
adalah 1:20000 kehamilan. Kehamilan normal akan menimbulkan keadaan klinik yang mirip
dengan kelebihan tiroksin (T4), sehingga tirotoksikosis yang ringan mungkin akan sulit
terdiagnosis. Beberapa gejala yang mungki yang mungkin sering ditemuk sering ditemukan
adalah takikard pada kehamilan normal, nadi rata-rata waktu tidur meningkat, tiromegali,
eksoftalmus, dan berat badan tidak bertambah walau makan cukup.

2.3. Diagnosis

Diagnosis hipertiroid pada kehamilan sulit ditegakan karena gambaran klinisnya


beragam, misalnya takikardi, goiter, Vasodilatasi perifer. Gejala dilatasi perifer. Gejala
tersebut juga bisa ditemukan pada kehamilan kehamilan normal. Kecemasan yang berlebihan
juga bisa merupakan gambaran klinisnya. Fungsi tiroid harus diperiksa pada wanita-wani
pada wanita-wanitadengan gambaran klinis seperti ini.

2.3. Terapi

Pengobatan hipertiroidisme pada kehamilan penting untuk menghindari komplikasi


ibu, janin, dan neonatus. Tujuan terapi hipertiroidisme pada kehamilan adalah menormalkan
fungsi tiroid dengan dosis obat antitiroid paling minimal. Pengobatan ditargetkan agar kadar
fT4 terdapat pada nilai batas atas normal. Dosis obat yang terlalu tinggi dapat menyebabkan
hipotiroidisme dan struma pada janin. Pemantauan berkala setiap 2 minggu pada awal terapi
dan setiap 4 minggu bila target eutiroid sudah tercapai. Terapi obat anti-tiroid sebaiknya tidak
dihentikan sebelum kehamilan 32 minggu sebab dapat berisiko terjadi relaps.

Dua obat anti-tiroid yang efektif dan aman untuk mengendalikan hipertiroidisme pada
kehamilan, yaitu propiltiourasil (PTU) dan metimazol. Keduanya menekan sintesis hormon
tiroid dengan cara menghambat organifikasi iodium di dalam kelenjar tiroid. Efek samping
yang pernah dilaporkan adalah aplasia kutis pada janin ibu hamil yang menggunakan
metimazol. Namun secara umum, keduanya aman digunakan pada kehamilan. Pada trimester
I lebih dianjurkan untuk menggunakan PTU karena terdapat risiko kelainan kongenital yang
pernah dilaporkan pada penggunaan metimazol; setelah kehamilan 12 minggu metimazol
dapat digunakan terutama bila khawatir terhadap efek samping hepatotoksik dalam
penggunaan PTU pada ibu. Risiko hipotiroid pada janin akibat kedua obat tidak berbeda.

Dosis awal obat PTU adalah 150-450 mg per hari (dibagi dalam 3 dosis), sedangkan
dosis metimazol 20-40 mg per hari (dibagi dalam 2 dosis). Perbaikan klinis akan tampak

sesudah beberapa minggu terapi, fungsi tiroid akan normal dalam 3-7 minggu. Perbaikan
klinis yang dimaksud adalah kenaikan berat badan dan berkurangnya

takikardi, sehingga dosis obat anti-tiroid dapat diturunkan menjadi separuh. Kehamilan
sendiri sebenarnya mempengaruhi perjalanan penyakit Graves karena peningkatan hormon
progesteron menekan fungsi limfosit, sehingga mengurangi keaktifan autoimun penderita
Graves. Hal itu ditandai dengan penurunan kebutuhan obat anti-tiroid seiring peningkatan
usia kehamilan, namun dapat meningkat kembali setelah 3 bulan pasca melahirkan. Bila
terjadi eksaserbasi atau perburukan klinis, maka dosis obat anti-tiroid dapat dinaikkan
kembali. Kebanyakan pasien tidak membutuhkan pengobatan anti-tiroid lagi setelah
kehamilan di atas 26-28 minggu. Efek samping yang pernah dilaporkan adalah ikterus
kolestatik dan agranulositosis. Pasien dengan gejala hipermetabolik mendapat obat penyekat
beta, seperti atenolol dan propranolol, selama beberapa hari.3-5

Baik PTU maupun metimazol dapat melewati sawar plasenta, jika dalam dosis besar dapat
menyebabkan struma dan hipotiroidisme pada janin. Pada ibu menyusui, obat anti-tiroid
dapat terus diberikan bila dosis PTU <150-200 mg per hari atau metimazol <10 mg per hari.
Bayi juga perlu dipantau kadar TSH-nya agar mengetahui pengaruh obat yang diberikan.3,4

Operasi tiroidektomi perlu dilakukan hanya pada pasien dengan dosis pemberian anti-
tiroid yang sangat besar (PTU >600 mg), alergi obat anti-tiroid, pasien tidak taat berobat, dan
struma sangat besar. Terapi iodium radioaktif merupakan kontraindikasi pada kehamilan
sebab dapat melewati plasenta dengan risiko terapi iodium radioaktif berupa hipotiroidisme
pada bayi dan retardasi mental.3,4

Hipertirodisme pada Janin dan NeonatusPada perempuan dengan penyakit Graves


yang sudah mendapat terapi ablasi tiroid, kadar TSI-nya masih tetap tinggi meskipun secara
klinis pasien sudah eutiroid. Selama kehamilan, TSI dapat melewati plasenta dan terikat
dengan reseptor TSH tiroid janin. Kondisi ini dapat merangsang kelenjar tiroid janin dan
menyebabkan hipertiroidisme yang ditandai dengan pertumbuhan janin terhambat dan
takikardia janin. Hipertiroidisme janin diterapi dengan pemberian obat anti-tiroid pada ibu
hamil. Setelah dilahirkan, jarang terjadi hipertirodisme pada neonatus. Kadar TSI yang tinggi
pada kehamilan trimester III dapat menjadi prediktor bagi hipertiroidisme pada janin dan
neonatus.3,4 Kondisi ini diharapkan menjadi perhatian bagi dokter penyakit dalam,
kebidanan-kandungan, dan pediatri yang merawat ibu dan bayi.

BAB III

KESIMPULAN

Pengelolaan hipertiroidisme pada kehamilan menuntut kerjasama yang baik antara dokter
spesialis penyakit dalam dan kebidanan- kandungan. Berbagai perubahan fisiologis tiroid
pada ibu hamil harus dipahami untuk menentukan suatu kondisi termasuk fisiologis atau
patologis. Pemantauan klinis serta laboratorium (fT4 dan TSH) yang baik serta dosis obat
anti-tiroid yang tepat akan menghasilkan keluaran klinis yang baik bagi ibu, janin, dan
kehamilannya.

Anda mungkin juga menyukai