Tugas Referat - Penyakit Tiroid Pada Kehamilan
Tugas Referat - Penyakit Tiroid Pada Kehamilan
PENDAHULUAN
Penyakit tiroid adalah kelainan yang mepengaruhi kelenjar tiroid. Terkadang tubuh
memproduksi terlalu banyak hormon tiroid (disebut hipertiroid) atau terlalu sedikit (disebut
hipotiroid). Hormon tiroid mengatur metabolisme dan memengaruhi hampir setiap organ
dalam tubuh. Hormon tiroid memainkan peran penting selama kehamilan baik dalam
perkembangan bayi dan dalam menjaga kesehatan ibu. Kehamilan memiliki efek yang
cukup besar pada fungsi tiroid maternal. Pembesaran tiroid ringan dinilai sebagai komponen
kehamilan yang normal. Peningkatan ukuran mencerminkan perubahan fisiologis yang
disebabkan oleh kehamilan. Berbagai konsekuensi buruk, yang dapat memengaruhi ibu dan
janin, yang berhubungan dengan kelainan hormon tiroid dan autoimunitas tiroid maternal.
Abortus, persalinan prematur, pre-eklampsia, tiroiditis pascapersalinan pada maternal, dan
penurunan IQ pada anak-anak semuanya merupakan sekuele disfungsi tiroid maternal. 1
Sumber : 1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Dampak kehamilan pada fisiologi tiroid ibu cukup besar. perubahan pada
struktur dan fungsi kelenjar kadang menyebabkan kesulitan dalam diagnosis kelainan
tiroid. Perubahan normal kadar hormon dapat dilihat di Apensiks. Konsentrasi
globulin pengikat tiroid diserum ibu meningkat bersamaan dengan kadar hormone
tiroid yang terikat atau total. Tirotropin atau Thyroid-Stimulating Hormone (TSh).
saat ini berperan sentral dalam pemeriksaan penyaring dan diagnosis banyak penyakit
tiroid. Kadar tirotropin serum pada awal kehamilan menurun karena adanya
gonadotropin korion manusia (hCG) yang mempunyai efek stimulasi efek stimulasi
lemah pada lemah pada tiroid. TSH tidak melewati plasenta. pada saat yang sama ,
kadar hCG serum maksimal pada 12 minggu pertama, kadar tiroksin bebas meningkat
untuk menekan ekresi tirotropin hipofisis. oleh karena itu Thyrotropin-releasing
hormone (TSH) tidak terdeteksi di serum ibu. TSH serum janin mulai dapat dideteksi
pada
Insiden kehamilan dengan gejala klinik gejala klinik tirotoksikosis atau hipertiroidisme
adalah 1:20000 kehamilan. Kehamilan normal akan menimbulkan keadaan klinik yang mirip
dengan kelebihan tiroksin (T4), sehingga tirotoksikosis yang ringan mungkin akan sulit
terdiagnosis. Beberapa gejala yang mungki yang mungkin sering ditemuk sering ditemukan
adalah takikard pada kehamilan normal, nadi rata-rata waktu tidur meningkat, tiromegali,
eksoftalmus, dan berat badan tidak bertambah walau makan cukup.
2.3. Diagnosis
2.3. Terapi
Dua obat anti-tiroid yang efektif dan aman untuk mengendalikan hipertiroidisme pada
kehamilan, yaitu propiltiourasil (PTU) dan metimazol. Keduanya menekan sintesis hormon
tiroid dengan cara menghambat organifikasi iodium di dalam kelenjar tiroid. Efek samping
yang pernah dilaporkan adalah aplasia kutis pada janin ibu hamil yang menggunakan
metimazol. Namun secara umum, keduanya aman digunakan pada kehamilan. Pada trimester
I lebih dianjurkan untuk menggunakan PTU karena terdapat risiko kelainan kongenital yang
pernah dilaporkan pada penggunaan metimazol; setelah kehamilan 12 minggu metimazol
dapat digunakan terutama bila khawatir terhadap efek samping hepatotoksik dalam
penggunaan PTU pada ibu. Risiko hipotiroid pada janin akibat kedua obat tidak berbeda.
Dosis awal obat PTU adalah 150-450 mg per hari (dibagi dalam 3 dosis), sedangkan
dosis metimazol 20-40 mg per hari (dibagi dalam 2 dosis). Perbaikan klinis akan tampak
sesudah beberapa minggu terapi, fungsi tiroid akan normal dalam 3-7 minggu. Perbaikan
klinis yang dimaksud adalah kenaikan berat badan dan berkurangnya
takikardi, sehingga dosis obat anti-tiroid dapat diturunkan menjadi separuh. Kehamilan
sendiri sebenarnya mempengaruhi perjalanan penyakit Graves karena peningkatan hormon
progesteron menekan fungsi limfosit, sehingga mengurangi keaktifan autoimun penderita
Graves. Hal itu ditandai dengan penurunan kebutuhan obat anti-tiroid seiring peningkatan
usia kehamilan, namun dapat meningkat kembali setelah 3 bulan pasca melahirkan. Bila
terjadi eksaserbasi atau perburukan klinis, maka dosis obat anti-tiroid dapat dinaikkan
kembali. Kebanyakan pasien tidak membutuhkan pengobatan anti-tiroid lagi setelah
kehamilan di atas 26-28 minggu. Efek samping yang pernah dilaporkan adalah ikterus
kolestatik dan agranulositosis. Pasien dengan gejala hipermetabolik mendapat obat penyekat
beta, seperti atenolol dan propranolol, selama beberapa hari.3-5
Baik PTU maupun metimazol dapat melewati sawar plasenta, jika dalam dosis besar dapat
menyebabkan struma dan hipotiroidisme pada janin. Pada ibu menyusui, obat anti-tiroid
dapat terus diberikan bila dosis PTU <150-200 mg per hari atau metimazol <10 mg per hari.
Bayi juga perlu dipantau kadar TSH-nya agar mengetahui pengaruh obat yang diberikan.3,4
Operasi tiroidektomi perlu dilakukan hanya pada pasien dengan dosis pemberian anti-
tiroid yang sangat besar (PTU >600 mg), alergi obat anti-tiroid, pasien tidak taat berobat, dan
struma sangat besar. Terapi iodium radioaktif merupakan kontraindikasi pada kehamilan
sebab dapat melewati plasenta dengan risiko terapi iodium radioaktif berupa hipotiroidisme
pada bayi dan retardasi mental.3,4
BAB III
KESIMPULAN
Pengelolaan hipertiroidisme pada kehamilan menuntut kerjasama yang baik antara dokter
spesialis penyakit dalam dan kebidanan- kandungan. Berbagai perubahan fisiologis tiroid
pada ibu hamil harus dipahami untuk menentukan suatu kondisi termasuk fisiologis atau
patologis. Pemantauan klinis serta laboratorium (fT4 dan TSH) yang baik serta dosis obat
anti-tiroid yang tepat akan menghasilkan keluaran klinis yang baik bagi ibu, janin, dan
kehamilannya.