Anda di halaman 1dari 22

GASTROENTERITIS ( GE )

A. Definisi
Gastroenteritis adalah kehilangan cairan dalam elektrolit secara berlebihan karena
frekuensi satu kali atau lebih buang air besar dengan bentuk tinja yang cair (Yuliani, 2001)
Gastroenteritis adalah defekasi encer lebih dari 3x sehari dengan atau tanpa darah dan
lendir dalam tinja, terjadi secara mendadak dan berlangsung kurang dari 7 hari pada bayi dan
anak yang sebelumnya sehat (Mansjoer Arif, 2000)
Gastroenteritis adalah peradangan pada lambung, usus kecil dan usus besar dengan
berbagai kondisi patologis dari saluran gastrointestinal dengan manifestasi diare, dengan atau
tanpa disertai muntah, serta ketidaknyamanan abdomen (Arif Muttaqin, 2011).
Jadi dari pengertian diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa gastroenteritis adalah
peradangan yang terjadi pada lambung dan usus yang memberikan gejala diare dengan
frekuensi lebih banyak dari biasanya yang disebabkan oleh bakteri,virus dan parasit yang
patogen.
B. Anatomi dan Fisiologi Sistem Pencernaan
Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut sampai anus) adalah
sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima makanan, mencernanya menjadi
zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran darah serta membuang bagian
makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan sisa proses tersebut dari tubuh. Saluran
pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring), kerongkongan, lambung, usus halus, usus
besar, rektum dan anus. Sistem pencernaan juga meliputi organ-organ yang terletak diluar
saluran pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung empedu.
1. Mulut
Mulut adalah suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air pada hewan
dan manusia. Mulut biasanya terletak di kepala dan umumnya merupakan bagian awal dari
sistem pencernaan lengkap yang berakhir di anus. Mulut merupakan jalan masuk untuk
sistem pencernaan. Bagian dalam dari mulut dilapisi oleh selaput lendir. Pengecapan
dirasakan oleh organ perasa yang terdapat di permukaan lidah. Pengecapan relatif
sederhana, terdiri dari manis, asam, asin dan pahit. Sedangkan penciuman dirasakan oleh
saraf olfaktorius di hidung dan teriri dari berbagai macam bau.
Makanan dipotong-potong oleh gigi depan (incisivus) dan di kunyah oleh gigi
belakang (molar, geraham) menjadi bagian-bagian kecil yang lebih mudah dicerna. Ludah
dari kelenjar ludah akan membungkus bagian-bagian dari makanan tersebut dengan
enzim-enzim pencernaan dan mulai mencernanya. Ludah juga mengandung antibodi dan
enzim (misalnya lisozim), yang memecah protein dan menyerang bakteri secara langsung.
Proses menelan dimulai secara sadar dan berlanjut secara otomatis.
2. Tenggorokan ( Faring)
Tenggorokan adalah penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan. Berasal
dari bahasa yunani yaitu Pharynk. Didalam lengkung faring terdapat tonsil ( amandel )
yaitu kelenjar limfe yang banyak mengandung kelenjar limfosit dan merupakan
pertahanan terhadap infeksi, disini terletak persimpangan antara jalan nafas dan jalan
makanan, letaknya dibelakang rongga mulut dan rongga hidung, didepan ruas tulang
belakang. Keatas bagian depan berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantaraan
lubang bernama koana, keadaan tekak berhubungan dengan rongga mulut dengan
perantaraan lubang yang disebut ismus fausium. Tekak terdiri dari; Bagian superior =
bagian yang sangat tinggi dengan hidung, bagian media = bagian yang sama tinggi dengan
mulut dan bagian inferior = bagian yang sama tinggi dengan laring.
Bagian superior disebut nasofaring, pada nasofaring bermuara tuba yang
menghubungkan tekak dengan ruang gendang telinga, Bagian media disebut orofaring,
bagian ini berbatas kedepan sampai diakar lidah. Bagian inferior disebut laring gofaring
yang menghubungkan orofaring dengan laring
3. Kerongkongan (Esofagus)
Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang dilalui sewaktu
makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung. Makanan berjalan melalui
kerongkongan dengan menggunakan proses peristaltik. Sering juga disebut esofagus(dari
bahasa Yunani: οiσω, oeso – “membawa”, dan έ´φαγον, phagus – “memakan”).
Esofagus bertemu dengan faring pada ruas ke-6 tulang belakang.
Menurut histology Esofagus dibagi menjadi tiga bagian: bagian superior (sebagian
besar adalah otot rangka), bagian tengah (campuran otot rangka dan otot halus), serta
bagian inferior (terutama terdiri dari otot halus).
4. Lambung
Lambung adalah organ otot berongga yang besar dan berbentuk seperti kandang
keledai. Terdiri dari 3 bagian yaitu Kardia, Fundus, Antrum. Makanan masuk ke dalam
lambung dari kerongkongan melalui otot berbentuk cincin (sfinter), yang bisa membuka
dan menutup. Dalam keadaan normal, sfinter menghalangi masuknya kembali isi lambung
ke dalam kerongkongan. Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi
secara ritmik untuk mencampur makanan dengan enzim-enzim.
Sel-sel yang melapisi lambung menghasilkan 3 zat penting :
1) Lendir
Lendir melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam lambung. Setiap
kelainan pada lapisan lendir ini, bisa menyebabkan kerusakan yang mengarah kepada
terbentuknya tukak lambung
2) Asam klorida (HCl)
Asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam, yang diperlukan oleh pepsin
guna memecah protein. Keasaman lambung yang tinggi juga berperan sebagai
penghalang terhadap infeksi dengan cara membunuh berbagai bakteri.
3) Prekursor pepsin (enzim yang memecahkan protein)
5. Usus halus (usus kecil)
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di
antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang
mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan
lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan
makanan yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang
mencerna protein, gula dan lemak. Lapisan usus halus ; lapisan mukosa ( sebelah dalam ),
lapisan otot melingkar ( M sirkuler ), lapisan otot memanjang (M Longitidinal) dan lapisan
serosa ( Sebelah Luar ).
Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus kosong
(jejunum), dan usus penyerapan (ileum).
1) Usus dua belas jari (Duodenum)
Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang terletak setelah
lambung dan menghubungkannya ke usus kosong (jejunum). Bagian usus dua belas
jari merupakan bagian terpendek dari usus halus, dimulai dari bulbo duodenale dan
berakhir di ligamentum Treitz. Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal,
yang tidak terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari
yang normal berkisar pada derajat sembilan. Pada usus dua belas jari terdapat dua
muara saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu. Nama duodenum berasal dari
bahasa Latin duodenum digitorum, yang berarti dua belas jari. Lambung melepaskan
makanan ke dalam usus dua belas jari (duodenum), yang merupakan bagian pertama
dari usus halus. Makanan masuk ke dalam duodenum melalui sfingter pilorus dalam
jumlah yang bisa di cerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan megirimkan
sinyal kepada lambung untuk berhenti mengalirkan makanan.
2) Usus Kosong (jejenum)
Usus kosong atau jejunum (terkadang sering ditulis yeyunum) adalah bagian kedua
dari usus halus, di antara usus dua belas jari (duodenum) dan usus penyerapan
(ileum). Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1-2 meter
adalah bagian usus kosong. Usus kosong dan usus penyerapan digantungkan dalam
tubuh dengan mesenterium. Permukaan dalam usus kosong berupa membran mukus
dan terdapat jonjot usus (vili), yang memperluas permukaan dari usus. Secara
histologis dapat dibedakan dengan usus dua belas jari, yakni berkurangnya kelenjar
Brunner.
Secara hitologis pula dapat dibedakan dengan usus penyerapan, yakni sedikitnya sel
goblet dan plak Peyeri. Sedikit sulit untuk membedakan usus kosong dan usus
penyerapan secara makroskopis. Jejunum diturunkan dari kata sifat jejune yang
berarti “lapar” dalam bahasa Inggris modern. Arti aslinya berasal dari bahasa Laton,
jejunus, yang berarti “kosong”.
3) Usus Penyerapan (illeum)
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada sistem
pencernaan manusia, ) ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan terletak setelah
duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki pH antara 7
dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam-
garam empedu.
6. Usus Besar (Kolon)
Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus buntu dan
rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses. Usus besar terdiri dari :
Kolon asendens (kanan), Kolon transversum, Kolon desendens (kiri), Kolon sigmoid
(berhubungan dengan rektum).
Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna beberapa
bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi. Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi
membuat zat-zat penting, seperti vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari
usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri
didalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya
lendir dan air, dan terjadilah diare.
7. Usus Buntu (sekum)
Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin: caecus, “buta”) dalam istilah anatomi adalah
suatu kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta bagian kolon menanjak dari
usus besar. Organ ini ditemukan pada mamalia, burung, dan beberapa jenis reptil.
Sebagian besar herbivora memiliki sekum yang besar, sedangkan karnivora eksklusif
memiliki sekum yang kecil, yang sebagian atau seluruhnya digantikan oleh umbai cacing.
8. Umbai Cacing (Appendix)
Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu. Infeksi pada
organ ini disebut apendisitis atau radang umbai cacing. Apendisitis yang parah dapat
menyebabkan apendiks pecah dan membentuk nanah di dalam rongga abdomen atau
peritonitis (infeksi rongga abdomen). Dalam anatomi manusia, umbai cacing atau dalam
bahasa Inggris, vermiform appendix (atau hanya appendix) adalah hujung buntu tabung
yang menyambung dengan caecum. Umbai cacing terbentuk dari caecum pada tahap
embrio. Dalam orang dewasa, Umbai cacing berukuran sekitar 10 cm tetapi bisa bervariasi
dari 2 sampai 20 cm. Walaupun lokasi apendiks selalu tetap, lokasi ujung umbai cacing
bisa berbeda – bisa di retrocaecal atau di pinggang (pelvis) yang jelas tetap terletak di
peritoneum. Banyak orang percaya umbai cacing tidak berguna dan organ vestigial
(sisihan), sebagian yang lain percaya bahwa apendiks mempunyai fungsi dalam sistem
limfatik. Operasi membuang umbai cacing dikenal sebagai appendektomi.
9. Rektum dan anus
Rektum (Bahasa Latin: regere, “meluruskan, mengatur”) adalah sebuah ruangan yang
berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini
berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses. Biasanya rektum ini kosong
karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon
desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang
air besar (BAB).
Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material di dalam rektum akan
memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi. Jika
defekasi tidak terjadi, sering kali material akan dikembalikan ke usus besar, di mana
penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk periode yang
lama, konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi.
Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar
dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lainnya
dari usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot sphinkter. Feses dibuang dari
tubuh melalui proses defekasi (buang air besar – BAB), yang merupakan fungsi utama
anus.
C. Klasifikasi
Gastroenteritis (diare) dapat di klasifikasi berdasarkan beberapa faktor :
1) Menurut perjalanan penyakit jenis diare antara lain :
a. Akut : jika < 1 minggu
b. Berkepanjangan : antara 7 – 14 hari
c. Kronis : > 14 hari, disebabkan oleh non infeksi
d. Persisten : > 14 hari, disebabkan oleh infeksi
2) Berdasarkan mekanisme patofisiologik
a. Osmotik, peningkatan osmolaritas intraluminer
b. Sekretorik, peningkatan sekresi cairan dan elektrolit
3) Berdasarkan derajatnya
a. Diare tanpa dehidrasi
b. Diare dengan dehidrasi ringan/sedang
c. Diare dengan dehidrasi berat
Klasifikasi dehidrasi
1) Derajat dehidrasi berdasarkan kehilangan berat badan

Derajat dehidrasi Penurunan berat badan (%)


Tidak dehidrasi <2
Dehidrasi ringan 2–5
Dehidrasi sedang 5-8
Dehidrasi berat 8-10

2) Derajat dehidrasi berdasarkan gejala klinis

Penilaian A B C
Keadaan umum Baik, sadar Gelisah, rewel Lesu, tidak sadar
Mata Normal Cekung Sangat cekung
Air mata Ada Tidak ada Tidak ada
Mulut, lidah Basah Kering Sangat kering
Rasa haus Minum seperti Haus, ingin Malas minum, tidak
biasa minum banyak bisa minum
Periksa: Turgor kulit Baik (kembali Kurang-buruk Sangat buruk
cepat) (kembali lambat) (kembali sangat
lambat)
Hasil pemeriksaan Tanpa dehidrasi Dehidrasi ringan/ Dehidrasi berat
sedang Bila ada 1 Bila ada 1 tanda
tanda ditambah ditambah 1/lebih
1/lebih tanda lain tanda lain

4) Berdasarkan penyebab infeksi atau tidak


a. Infektif
b. Non infeksif
5) Berdasarkan penyebab organik atau tidak
a. Organik adalah bila ditemukan penyebab anatomik, bakteriologik, hormonal,
atau toksikologik.
b. Fungsional merupakan bila tidak ditemukan penyebab organik.
D. Etiologi
a. Faktor Infeksi
1) Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare
pada anak meliputi :
 Infeksi bakteri : Vibrio, E. Coli, salmonella, shigella, compylobacter yersinia,
aeromonas, dan sebagainya.
 Infeksi virus : Eterovirus (Virus echo, coxsaekie, poliomyelitis), Adenovirus,
rotavirus, astrovirus dan lain-lain.
 Infeksi parasit : Cacing (ascaris, thrichiuris, oxyuris, strongyloides protozoa
(entamoeba hystolytica, giardia lamblia, trichomonas hominis), jamur (candida
albicans).
2) Infeksi parenteral yaitu infeksi dibagian tubuh lain di luar alat pencernaan, seperti Otitis
Media Akut (OMA), tonsilofaringitis, bronkopneumonia, ensefalitis dan sebagainya.
Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur di bawah 2 tahun.

b. Faktor Malabsorbsi
 Malabsorbsi karbohidrat : Disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa).
Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering ialah intoleransi laktosa.
 Malabsorbsi lemak
 Malabsorbsi protein
c. Faktor makanan : Makanan basi, beracun, elergi terhadap makanan.
d. Faktor psikologis, rasa takut dan cemas (jarang tapi dapat terjadi pada anak yang lebih
besar)
E. Manifestasi klinik
1. Mula-mula klien cengeng gelisah, suhu tubuh mungkin meningkat, nafsu makan
berkurang.
2. Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer, kadang disertai lendir dan
darah
3. Warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena bercampur empedu.
4. Anus dan sekitarnya lecet karena seringnya defekasi dan tinja menjadi lebih asam akibat
banyaknya asam laktat.
5. Terdapat tanda dan gejala dehidrasi, turgor kulit jelas (elistitas kulit menurun), ubun-
ubun dan mata cekung membran mukosa kering dan disertai penurunan berat badan.
6. Perubahan tanda-tanda vital, nadi dan respirasi cepat tekan darah turun, denyut jantung
cepat, pasien sangat lemas, kesadaran menurun (apatis, samnolen, sopora komatus)
sebagai akibat hipovokanik.
F. Patofisiologi
Gastroenteritis adalah peningkatan keenceran dan frekuensi tinja. Gastroenteritis dapat
terjadi akibat adanya zat terlarut yang tidak dapat diserap dalam tinja, yang disebut diare
osmotik, atau karena iritasi saluran cerna. Penyebab tersesring iritasi adalah infeksi virus
atau bakteri di usus halus distala atau usus besar.
Gastroenteritis dapat ditularkan melalui rute rektal oral dari orang ke orang beberapa
fasilitas keperawatan harian juga meningkatkan resiko diare. Transport aktif akibat rangsang
toksin bakteri terhadap elektrolit kedalam usus halus, sel mukosa intesinal mengalami iritasi
dan meningkatkan sekresi cairan dan elektrolit. Mikroorganisme yang masuk akan merusak
sel mukosa intestinal sehingga menurunkan area permukaan intestinal.
Iritasi usus oeh suatu patogen mempengaruhi lapisan mukosa usus, sehingga terjadi
peningkatan produk-produk sekretorik, termasuk mukus. Iritasi oleh mikroba juga
mempengaruhi lapisan otot sehingga terjadi peningkatan motilitas. Peningkatan motilitas
menyebabkan banyak air dan elektrolit terbuang karena waktu yang tersedia untuk
penyerapan zat-zat tersebut dikolon berkurang. Individu yang mengalami diare berat dapat
meninggal akibat syok hipovolemik dan kelainan elektrolit. Toksin colera yang ditularkan
melalui bakteri kolera adalah contoh dari bahan yang sangat merangsang motilitas dan
secara langsung dapat menyebabkan sekresi air dan elektrolit ke dalam usus besar sehingga
unsur-unsur plasma yang penting ini terbuang dalam jumlah yang besar.
Gangguan absorpsi cairandan elektrolit dapat menyebabkan peradangan dan
menurunkan kemampuan intestinal untuk mengabsorpsi cairan dan elektrolit. Hal ini terjadi
karena sindrom malabsorpsi meningkatkan motilitas usus intestinal. Meningkatnya motilitas
dan cepatnya pengosongan pada intestinal merupakan gangguan dari absorpsi dan sekresi
cairan elektrolit yang berlebihan. Cairan sodium potasium dan bikarbonat berpindah dari
rongga ekstra seluler ke dalam tinja sehingga menyebabkan dehidrasi, kekurang elektrolit
dapat mengakibatkan asidosis metabolik.
Gastroenteritis akut dapat ditandai dengan muntah dan diare terkait kehilangan cairan
dan elektrolit yang menimbulkan dehidrasi dan gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit. Penyebab utama diare adalah virus (Adenivirus enterik dan robavirus) serta
parasit (biardia lambiachristopodium) patogen ini menimbulkan penyakit dengan
menginfeksi sel-sel menghasilkan enterotoksin atau kristotoksin yang melekat pada dinding
usus. Alat pencernaan yang terganggu pada pasien yang mengalami gastroenteritis akut
adalah usus halus (Corwin,2002:520).
G. Pathway

H. Komplikasi
Akibat diare, kehilangan cairan & elektrolit secara mendadak dapat terjadi berbagai
komplikasi, sbb :
1) Dehidrasi
2) Renjatan hipovolemik
3) Hipoglikemi
4) Intoleransi sekunder akibat kerusakan filimukosa usus dan defisiensi enzim laktase
5) Hipokalemia
6) Kejang, terjadi akibat dehidrasi hipertonik
7) Malnutrisi energi protein
I. Penatalaksanaan
Dasar pengobatan diare antara lain :
a. Pengobatan dietetik
ASI atau susu formula yang mengandung rendah laktosa dan asam lemak. Beri
makanan tinggi kalium ; misalnya jeruk, pisang, air kelapa
b. Obat – obatan
 Obat anti sekresi
 Klorpormazin ; dosis 0,5 – 1 mg/ kg BB/ hari
 Antibiotik ; umumnya tidak diberikan jika tdk ada penyebab yang jelas.
Bila penyebabnya kolera, diberikan Tetrasiklin 25 – 50 mg / kg BB/ hari.
c. Pemberian cairan
1) Belum terjadi dehidrasi
Cairan rumah tangga (seperti air tajin, air teh manis, dsb) sepuasnya dengan
perkiraan 40 ml/kg BB/ setiap kali BAB
2) Dehidrasi Ringan
Beri cairan oralit 30 ml / kg BB dalam 3 jam pertama, selanjutnya 10 ml / kg BB
atau sepuasnya setiap kali BAB
3) Dehidrasi Sedang
Beri cairan oralit 100 ml / kg BB dalam 3 jam pertama, selanjutnya 10 ml / kg
BB atau sepuasnya setiap kali BAB
4) Dehidrasi Berat
 0 – 2 th : RL 70 ml / kg BB dalam 3 jam pertama, bila dehidrasi beri cairan
oralit 40 ml / kg BB, seterusnya 10 ml / kg BB setiap BAB
 > 2 th : RL 110 ml / kg BB dalam 3 jam pertama, bila syok guyurkan sampai
nadi teraba. Bila masih dehidrasi beri cairan oralit 200 – 300 ml / kg BB tiap
jam. Seterusnya cairan oralit 10 ml / kg BB
J. Pemeriksaan Diagnostik Dan Penunjang
Pemeriksaan fisik
1. Inspeksi :
a. muka pucat
b. lidah kering
c. nafas cepat
d. mata cowong
e. sianosis pada ujung extremitas
2. Palpasi :
a. turgor kulit menurun
b. denyut nadi meningkat
c. keringat dingin
d. demam
3. Auskultasi :
a. suara bising usus meningkat
b. tekanan darah menurun
c. suara serak
d. gerakan peristaltik meningkat
4. Perkusi :
a. suara perut timpani
Pemeriksaan diagnostik
a. Pemeriksaan Tinja
 Makroskopis dan mikroskopis
 PH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet clinitest, bila diduga
terdapat intoleransi gula.
 Bila perlu lakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi.
b. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah dengan menentukan PH
dan cadangan alkali atau lebih tepat lagi dengan pemeriksaan analisa gas darah menurut
Astrup (bila memungkinkan).
c. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.
d. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar natrium, kalium, kalsium dan fosfor dalam serum
(terutama pada penderita yang disertai kejang).
e. Pemeriksaan intubasi secara kualitas dan kuantitatif, terutama dilakukan pada penderita
diare kronik. (Dr. Rusepto Hassan, 2005).
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN GASTROENTERITIS

A. PENGKAJIAN
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, nomor register,
diagnosa medis, dan tanggal MRS.
2. Keluhan utama
Klien mengeluh BAB cair lebih dari 3 kali (diare) yang mendadak dan berlangsung
singkat dalam beberapa jam kadang disertai muntah.
3. Riwayat penyakit sekarang
Pada umumnya didapatkan keluhan utama pada penderita, yaitu peningkatan frekuensi
BAB dari biasanya dengan konsistensi cair, naurea, muntah, nyeri perut sampai kejang
perut , demam, lidah kering, turgor kulit menurun serta suara menjadi serah, bisa
disebabkan oleh terapi obat terakhir, masukan diit, atau adanya masalah psikologis (rasa
takut dan cemas).
4. Riwayat penyakit dahulu
Biasanya dikaitkan dengan riwayat medis lalu berhubungan dengan : perjalanan kearea
geogratis lain.
5. Riwayat kesehatan keluarga
Meliputi susunan keluarga penyakit keturunan atau menular yang pernah di derita
anggota keluarga.
6. Pola-pola fungsi kesehatan
a. Pola Eliminasi urin.
Biasanya pada diare ringan fliminasnya normal, sedang (oliguri), berat (anuria).
b. Pola Eliminasi Alvi.
Pada klien dengan diare akut biasanya BAB cair lebih banyak atau sering dari
kebiasaan sebelumnya.
c. Pola Natrisi dan metabolisme.
Pada klien diare akut terjadi peningkatan bising usus dan peristaltik usus yang
menyebabkan terganggunya absorbsi makanan akibat adanya gangguan mobilitas
usus. Sehingga menimbulkan gejala seperti rasa kram pada perut, perut terasa mual
atau tidak enak dan malas makan, maka kebutuhan nutrisi menjadi terganggunya
karena asupan yang kurang.

d. Pola istirahat tidur.


Pada umumnya pola istirahat menjadi terganggu akibat gejala yang ditimbulkan
seperti : mendadak diare, muntah, nyeri perut, sehingga Kx sering terjaga.
7. Pemeriksaan fisik.
1) Keadaan umum
Kesadaran (baik, gelisah, Apatis/koma), GCS, Vital sign, BB dan TB.
2) Kulit, rambut, kuku
Turgor kulit (biasa – buruk), rambut tidak ada gangguan, kuku bisa sampai pucat.
3) Kepala dan leher
4) Mata
Biasanya mulai agak cowong sampai cowong sekali.
5) Telinga, hidung, tenggorokan dan mulut
THT tidak ada gangguan tapi mulutnya (biasa – kering).
6) Thorak dan abdomen
Tidak didapatkan adanya sesak, abdomen biasanya nyeri, dan bila di Auskulkasi akan
ada bising usus dan peristaltik usus sehingga meningkat.
7) Sistem respirasi
Biasanya fungsi pernafasan lebih cepat dan dalam (pernafasan kusmaul).
8) Sistem kordovaskuler
Pada kasus ini bila terjadi renjatan hipovolemik berat denyut nadi cepat (lebih dari
120x/menit).
9) Sistem genitourinaria
Pada kasus ini bisa terjadi kekurangan kalium menyebabkan perfusi ginjal dapat
menurun sehingga timbul anuria.
10) Sistem gastro intestinal
Yang dikaji adalah keadaan bising usus, peristaltik ususnya terjadi mual dan muntah
atau tidak, perut kembung atau tidak.
11) Sistem
muskuloskeletal Tidak
ada gangguan.
12) Sistem persarafan
Pada kasus ini biasanya kesadaran gelisah, apatis / koma.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Dari hasil analisa data diatas dirumuskan suatu diagnosa keperawatan berdasarkan
prioritas masalah yaitu :
1. Diare berhubungan dengan infeksi, malabsobsi, makanan, psikologis (Carpenito,
2001:104)
2. Defisit volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan output yang berlebihan
(Doengoes,2000).
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan tidak adekuatnya
absorbsi usus terhadap zat gizi (Carpenito, 2000:259).
4. Hipertermia berhubungan dengan penurunan sirkulasi sekunder dehidrasi
(Doengoes,2000)
5. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan iritasi lingkungan sekunder terhadap
kelembaban (engram, 1999)
6. Gangguan rasa nyaman/nyeri berhubungan dengan kram abdomen sekunder akibat
gastroentritis (doengoes, 2000)
7. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang perawatan
anak (Doengoes,2000)
8. Cemas pada anak/orang tua berhubungan dengan hospitalisasi dan kondisi sakit

C. INTERVENSI
Pada perencanaan ini disusun berdasarkan tujuan prioritas masalah sebagai berikut :
adanya ancaman kehidupan dan kesehatan dan sumber daya yang tersedia, perasaan
penderita, prinsip alamiah dan praktek.
1. Diare berhubungan dengan infeksi, malabsobsi, makanan, psikologis (Carpenito,
2001:104)
Tujuan : eliminasi BAB kembali normal (1x sehari) setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 6x24 jam diare dapat teratasi dengan kriteria hasil :BAB 1x sehari,
konsistensi lembek, BAB tidak ada lendir darah
Intervensi :
1) Kaji penyebab diare
Rasional : mencari tahu penyebab diare untuk memberikan terapi
2) Ajarkan pada pasien penggunaan obat-obatan anti diare yang tepat
Rasional : penggunaan obat secar tepat membantu menurunkan
diare
3) Beri minum oralit setiap kali kali BAB
Rasional : larutan oralit barguna untuk mengganti cairan
4) Kolaborasi pemberian antibiotik
Rasional : mencegah diare yang disebabkan oleh infeksi
2. Defisit volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan output yang berlebihan
(Doengoes,2000).
Tujuan :volume cairan seimbang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
dengan kriteria hasil : tidak terjadi/tidak ada tanda-tanda dehidrasi, turgor kulit baik,
mukosa bibir lembab, BAB kembali normal (1x sehari)
Intervensi:
1) Kaji intake dan output cairan
Rasional : menentukan derajat dehidrasi
2) Berikan oralit/LGG tiap habis BAB
Rasional : mengganti cairan tubuh yang keluar bersama feses
3) Kaji tanda-tanda dehidrasi
Rasional : mengtahui derajat dehidrasi dan mencegah syok
4) Pertahankan cairan parenteral dengan
elektrolit Rasional : pengganti bila obat oral
tidak masuk
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan tidak adekuatnya absorbsi
usus terhadap zat gizi (Carpenito, 2000:259).
Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
6x24jam, dengan kriteria hasil : tidak ada tanda-tanda malnutrisi, BB kembali ideal,
mukos bibir lembab, turgor kulit baik, porsi diit yang disajikan dihabiskan
Intervensi :
1) Kaji kebutuhan nutrisi
Rasional : menentukan intervensi selanjutnya
2) Beri diit yang tidak merangsang
Rasional :Membantu memperbaiki absorbsi usus
3) Timbang BB tiap hari
Rasional ;Mengetahui ad tidaknya penurunan BB
4) Kolaborasi dengan ahli gizi pemberian diit TKTP, tinggi mineral, rendah serat
4. Hipertermia berhubungan dengan penurunan sirkulasi sekunder dehidrasi (Doengoes,2000)
Tujuan : hipertermi tidak terjadi setelah dilakukan tindakan selama 3x24jam dengan
kriteria hasil : suhu dalam batas normal (36,3-37,40C), tidak muntah, BAB 1x tidak ad
lendir darah, nadi 75x/menit.
Intervensi:
1) Observasi vital sign (suhu)
Rasional : mengetahui apakah ada peningkatan atau penurunan suhu tubuh
2) Ajarkan paada keluarga pentingnya pertahanan masukan yang
adekuat Rasional : membantu memulihkan energi dan cegah dehidrasi
3) Monitor intake dan output cairan
Rasional : mengetahui pemasukan dan pengeluaran urine
4) Pertahankan cairan parenteral dan elektrolit
Rasional : membantu/mempertahankan masukan yang adekuat
5. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan iritasi lingkungan sekunder terhadap
kelembaban (engram, 1999)
Tujuan : gangguan integritas kulit tidak terjadi setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3x24jam dengan kriteria hasil : daerah anal klien tidak gatal, tidak terjadi iritasi
leukosit cel normal, turgor kulit baik, elastisitas kulit baik
Intervensi :
1) Pantau hidrasi kulit dan membran mukosa
Rasional : mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi berlebihan yang mempengaruhi
sirkulasi dan integritas kulit atau jaringan pada tingkat seluler
2) Pertahankan linen
Rasional : menurunkan iritasi dermal dan resiko kerusakan kulit
3) Berikan steak laken di atas perlak klien
Rasional : mencegah gesekan tiba-tiba pada bokong
4) Gunaka pakaian longgar
Rasional : memudahkan bebas bergerak
6. Gangguan rasa nyaman/nyeri berhubungan dengan kram abdomen sekunder akibat
gastroentritis (doengoes, 2000)
Tujuan : nyeri berkurang/hilang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24jam
dengan kriteria hasil : orang tua mengatakan sudah tidak rewel,
Intervensi :
1) Kaji karakteristik, intensitas dan letak nyeri
Rasional : menentukan intervensi
selanjutnya
2) Beri kompres hangat diperut
Rasional :Memberi rasa nyaman
3) Ubah posisi yang nyaman bagi pasien
Rasional : membantu mengurangi nyeri
7. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang perawatan anak
(Doengoes,2000)
Tujuan : keluarga mengetahui tentang penyakit, perawatan dan pengobatan pada anak
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x20 menit dengan kriteria hasil : keluarga
sudah paham tentang penyakit, perawatan dan pengobatan anak
Intervensi :
1) Kaji tingkat pemahaman orang tua
Rasional : mengetahui tingkat pengetahuan orang tua tentang diare
2) Ajarkan pada orang tua tentang pentingnya kebersihan, cuci tangan untuk
menghindari kontaminasi
Rasional : mencegah diare tambah berat dan memungkinkan tidak terulang kembali
dirumah
3) Jelaskan tentang penyakit, perawatan dan pengobatan
Rasional : meningkatkan pengetahuan keluarga
4) Kolaborasi dengan ahli gizi tentang prinsip diit yang tepat
Rasional : membantu mengurangi diare
8. Cemas pada anak/orang tua berhubungan dengan hospitalisasi dan kondisi sakit
Tujuan : cemas berkurang sampai dengan hilang setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 1x20 menit dengan kriteria hasil : orang tua tidak cemas dan tenang
Intervensi :
1) Gunakan komunikasi terapuetik; kontak mata, sikap tubuh dan
sentuhan Rasional : dapat memperkuat rasa saling percaya
2) Jelaskan setiap prosedur yang akan dilakukan pada anak dan orang tua
Rasional : persepsi yang menyimpang dari situasi mungkin dapat memperbesar
perasaan
3) Libatkan orang tua dalam perawatan anak
Rasional : memantapkan hubungan dan membantu orang tua untuk realisasi dan
pengobatan yang diberikan
4) Jelaskan kondisi anak, alasan pegobatan dan perawatan.
Rasional : memberikan jaminan bahwa perawat bersedia untuk mendukung dan
membantu

D. IMPLEMENTASI
Setelah menyusun rencana asuhan keperawatan, maka tugas perawat adalah menerapkan
rencana asuhan keperawatan tersebut dalam tindakan yang nyata.

E. EVALUASI
Merupakan tahap akhir dalam proses keperawatan, gunanya untuk mengukur tingkat
pencapaian tujuan yang telah ditetapkan, sejauh mana masalah dapat dipecahkan dari
tindakan keperawatan yang telah dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2001. B uku Saku Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC

Capernito, Lynda Juall. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC
Corwin ,E,S. 2.000. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC

Doengoes, M.E.2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta : EGC

Mansjoer, Arief. 1999. Kapita Selekta Kedokteran edisi 3. Jakarta : EGC

Mansjoer, Arif. 2007. Kapita Selekta Kedokteran. FKUI : Media Aesculapius

Muttaqin, Arif. 2011.Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi asuhan keperawatan Medikal

Bedah.Jakata : Salemba Medika.

Nanda Internasional. 2011. Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2009-2011.

Jakarta : EGC.

Potter & Perry. 2005. Fundamental Keperawatan 1. Jakarta : EGC.

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal Bedah volume 1. Jakarta : EGC

Sodikin.2011Asuhan Keperawatan Anak : Gangguan Sistem Gastrointestinal

dan

Hepatobilier. Jakarta : Salemba Medika.

Suriadi dan Yuliani, Rita.2010.Asuhan Keperawatan Pada Anak.Edisi 2.Jakarta : Sagung

Seto.

Anda mungkin juga menyukai