6.1 Kalsium
Jika ransum ternak pada masa pertumbuhan defisien Ca maka pembentukan
tulang menjadi kurang sempurna dan akan mengakibatkan gejala penyakit tulang.
Gejala penyakit tulang diantaranya adalah wajah keriput, pembesaran tulang
sendi, tulang tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Sedangkan pada ransum
ternak dewasa yang mengalami defisien Ca akan menyebabkan osteomalacia
(Piliang, 2002). Ca air susu cukup stabil walaupun defisiensi Ca, namun produksi
susu akan turun. Ransum yang memiliki kadar Ca yang rendah akan mengganggu
pertumbuhan dan perkembangan janin (Foley et al. 1972). Kadar kalsium darah
yang rendah dapat menyebabkan tetani atau kejang.
6.2 Magnesium
Perubahan konsentrasi Mg dari keadaan normal selama 2-18 hari dapat
menyebabkan hipomagnesemia (Toharmat dan Sutardi, 1985). Sekitar 30-50%
Mg dari rata-rata konsumsi harian ternak akan diserap di usus halus. Penyerapan
ini dipengaruhi oleh protein, laktosa, vitamin D, hormon pertumbuhan dan
antibiotik (Ensminger et al., 1990). Magnesium sangat penting peranannya dalam
metabolisme karbohidrat dan lemak. Defisiensi Mg dapat meningkatkan
iritabilitas urat daging dan apabila iritabilitas tersebut parah akan menyebabkan
tetany (Linder, 1992). Defisiensi Mg pada sapi laktasi dapat menyebabkan
hypomagnesemic tetany atau grass tetany. Keadaan ini disebabkan tidak cukupnya
Mg dalam cairan ekstracellular, yaitu plasma dan cairan interstitial (National
Research Council, 1989).
6.3 Fosfor
Gejala defisiensi P yang parah dapat menyebabkan persendian kaku dan otot
menjadi lembek. Ransum yang rendah kandungan P-nya dapat menurunkan
kesuburan (produktivitas), indung telur tidak berfungsi normal, depresi dan estrus
tidak teratur. Pada ternak ruminansia mineral P yang dikonsumsi, sekitar 70%
akan diserap, kemudian menuju plasma darah dan 30% akan keluar melalui feses.
Fosfor merupakan bagian dari asam nukleat DNA dan RNA. Sebagai
fosfolipid, fosfor merupakan komponen structural dinding sel. Sebagai fosfat
organic, fosfor berperan dalam reaksi yang berkaitan dengan penyimpanan atau
pelepasan energi dalam bentuk Adenin Trifosfat (ATP). Kekurangan fosfor bisa
terjadi karena menggunakan obat antacid untuk menetralkan asam lambung, yang
dapat mengikat fosfor sehingga tidak dapat diabsorpsi. Kekurangan fosfor juga
terjadi pada penderita yang kehilangan banyak cairan melalui urin. Kekurangan
fosfor mengakibatkan kerusakan tulang dengan gejala lelah, kurang nafsu makan
dan kerusakan tulang.Bila kadar fosfor darah terlalu tinggi, ion fosfat akan
mengikat kalsium sehingga dapat menimbulkan kejang.
6.4 Sulfur
Sulfur merupakan bagian dari zat-zat gizi esensial, seperti vitamin tiamnin
dan biotin serta asam amino metionin dan sistein.Rantai samping molekul sistein
yang mengandung sulfur berkaitan satu sama lain sehingga membentuk jembatan
disulfide yang berperan dalam menstabilkan molekul protein. Kecukupan sehari
sulfur tidak ditetapkan dan hingga sekarang belum diketahui adanya kekurangan
sulfur bila makanan yang kita konsumsi cukup mengandung protein. Dampak
kekurangan sulfur bisa terjadi jika kekurangan protein.
6.5 Natrium
Natrium merupakan kation utama dalam cairan ekstraseluler. 35-40 %
terdapat dalam kerangka tubuh. Cairan saluran cerna, sama seperti cairan empedu
dan pancreas mengandung banyak natrium. Kekurangan natrium menyebabkan
kejang, apatis dan kehilangan nafsu makan yang dapat terjadi setelah muntah,
diare, dan keringat berlebihan, ternak kehilangan bobot badan, anoreksia, makan
tanah.
6.6 Klorida
Klor merupakan anion utama cairan ekstraselular. Konsentrasi klor tertinggi
adalah dalam cairan serebrospinal (otak dan sumsum tulang belakang), lambung
dan pancreas. Kekurangan klor terjadi pada muntah-muntah, diare kronis, dan
keringat berlebihan. Dan jika kelebihan juga bisa membuat muntah. Defisiensi
Klor dapat menyebabkan menurunkan nafsu makan, dan kadar Cl dalam darah
menurun.
6.7 Kalium
Kalium merupakan ion yang bermuatan positif dan terdapat di dalam sel dan
cairan intraseluler. Kekurangan kalium dapat terjadi karena kebanyakan
kehilangan melalui saluran cerna atau ginjal. Kehilangan banyak melalui saluran
cerna dapat terjadi karena muntah-muntah, diare kronis atau kebanyakan
menggunakan obat pencuci perut.
Unsur mineral sangat penting dalam proses fisiologis hewan. Unsur mineral
esensial makro seperti Ca, Mg, Na, K, dan P diperlukan untuk menyusun struktur
tubuh seperti tulang dan gigi, sedangkan unsur mikro seperti Fe, Cu, Zn, Mo, dan
I berfungsi untuk aktivitas sistem enzim dan hormon dalam tubuh. Kasus penyakit
defisiensi unsur mineral esensial pada ternak telah dilaporkan baik di Jawa
(Sutrisno et al. 1983) maupun luar Jawa (Darmono dan Stoltz 1988; Darmono dan
Bahri 1989). Iklim dan kondisi lingkungan juga sangat berpengaruh terhadap
ketersediaan mineral dalam pakan hijauan. Di daerah yang kering dengan curah
hujan rendah, kandungan mineral dalam pakan ternak pada musim kemarau lebih
rendah dibandingkan pada musim hujan (Prabowo et al. 1984). Pengaruh dari
kondisi tanah yang asam atau berpasir akan melarutkan unsur mineral masuk ke
dalam lapisan tanah yang lebih dalam, sehingga tanah menjadi miskin unsur hara
termasuk mineral. Akibatnya, kandungan mineral pada tanaman pakan ternak
ruminansia yang tumbuh di daerah tersebut juga rendah. Bila hijauan tersebut
dikonsumsi oleh ternak ruminansia (sapi, kerbau, kambing, dan domba) maka
ternak akan mengalami penyakit yang disebut penyakit defisiensi mineral.
Penyakit ini dapat mengakibatkan penurunan bobot badan, kekurusan, serta
penurunan daya produksi dan reproduksi.
Church, D. C. 1988. Livestock Feed and Feeding. Third Edition. Prentice Hall.
International Edition. Rhoma, Italy.
Church, D.C. 2003. The Ruminal Animal: Digestive, Physiology and Nutrition.
Prentice Hall, New Jersey.
Foley, T. P., Owings, J., Hayford, J. T., and Blizzard, R. M. (1972). Serum
thyrotropin responses to synthetic thyrotropin-releasing hormone in
normal children and hypopituitary patients. J'ournal of Clinical
Investigation, 51, 431.
McDonald, P.; Edwards, R.A.; Greenhalgh, J. F. D., 2002. Animal Nutrition. 6th
Edition. Longman, London and New York. 543 pp
NRC. 1989. National Research Council Nutrient Requirement of Dairy Cattle. 7th
Edition. Natl. Acad. Sci., Washington, D. C.
Prabowo, A., J.E. Van Eys, I.W. Matheus, M. Rangkuti, and W.L. Johnson. 1984.
Studies on the mineral nutrition on sheep in West Java. Balai Penelitian
Ternak, Bogor.
Sutrisno, C.I., T. Sutardi, dan H.S. Sulistyono. 1983. Status mineral sapi potong
di Jawa Tengah. Prosiding Pertemuan Ilmiah Ruminansia Besar.
Toharmat, T & T. Sutardi. 1985. Kebutuhan mineral makro untuk produksi Susu
pada sapi perah laktasi Dihubungkan dengan kondisi faalnya. Karya
Ilmiah. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor.