Anda di halaman 1dari 45

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan ekonomi merupakan salah satu upaya dalam rangka

mendukung pelaksanaan salah satu priorotas pembangunan nasional, yaitu

mempercepat pemulihan ekonomi dan memperkuat landasan pembangunan

ekonomi bekelanjutan dan berkeadilan berdasarkan pada masalah dan tantangan

yang dihadapi serta arah kebijakan dalam pembangunan ekomomi dapat dilakukan

melalui kebijakan fiskal baik pembangunan dalam jangka pendek maupun dalam

jangka menengah, apalagi saat ini indonesia sudah memberikan otonomi daerah

kepada beberapa provinsi untuk mempercepat proses pembangunan. Otonomi

daerah dan desentralisasi fiskal mulai hangat dibicarajan sejak bergulirnya era

reformasi pasca runtuhnya tembok kekuasaan pemerintahan orde baru. Sistem

pemerintahan sentralistis yang dapat dianut pemerintahan presiden soeharto

dianggap tidak mampu membawa kesesjahteraan dan kemakmuran bagi

masyarakat luas seshingga memunculkan tututan kewenangan yang telah besar

dari daerah untuk melaksanakan pembangunan. Pada periode undang - undang

nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah, dessemtralisai di tegaskan

sebagai penyerahan wewenag pemerintahanoleh pemerintah daerah otonomi

dalam kerangka NKRI. Pemerintah daerah adalah kepala daerah beserta perangkat

daerah otonom yang tidak lain sebagai eksekutif daerah. Daerah provinsi sekuruh

bidang pemerintahan, kecuali kewenangan dibidang politik luar negeri ,

peertahanan keamanan, peradilan moneter dan fiskal, agama serta kewenangan

1
dibidang lainnya. Kewenangan - kewenangan daerah otonomi lebih luas dan

bertumpu pada tingkat Kabupaten/Kota.

Adanya otonomi daerah yang mulai berlaku pada 1 Januari 2001

membantu pemerintah daerah dalam menyelenggarakan roda pemerintah, Pajak

merupakan sumber penerimaan dana yang potensial sebagai sumber pembiayaan.

yang mana otonomi daerah ini memacu Pemerintahan Daerah untuk dapat

secara mandiri mencari sumber penerimaan daerah yang dapat membiayai

pengeluaran daerah. Kemandirian daerah dalam pelaksanaan otonomi daerah dan

desentralisasi fiskal menjadi issue yang dihadapi oleh setiap Pemerintahan

Daerah, karena kebutuhan daerah (fiscal need) yang tidak seimbang dengan

kapisitas fiskal (fiscal capacity) akan menimbulkan kesenjangan fiskal  (fiscal

gap). 

Pemerintah Daerah harus dapat meningkatkan PAD tanpa harus melanggar

norma-norma dengan cara mengoptimalisasi potensi yang ada. Optimalisasi PAD

dari sisi penerimaan hendaknya diikuti dengan pengelolaan penggunaan anggaran

dari sisi pengeluaran dan dikelola dengan baik dengan prinsip value for

money serta dilakukan secara komprehensif dengan berbagai strategi sesuai

dengan kaidah pengelolaan keuangan daerah dan keuangan negara, dengan

peningkatan prosedur pengendalian dari intern pemerintah daerah agar terpenuhi

prinsif stewardship dan accountability. Dengan diberlakukannya otonomi daerah

Pemerintah menetapkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 mengenai pokok

- pokok pemerintahan daerah yang di dalamnya menjelaskan

2
Sumber - sumber Pendapatan Asli Daerah yang terdiri atas :

1. Pendapatan pajak daerah

2. Pendapatan retribusi daerah

3. Hasil pengelolaan sumber daya yang dipisahkan

4. Lain - lain PAD yang sah

Dalam UU Nomor 31 Tahun 2004 menetapkan bahwa pembiayaan dan

penerimaan daerah bersumber dari tiga kelompok yaitu :

1. Pendapatan asli daerah (PAD),yang berdasarkan peraturan peraturan

perundangan

2. Dana Perimbangan, yaitu dana yang bersumber dari APB yang

dialokasikan kepada daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi

3. Lain - lain pendapatan daerah yang sah

Dari berbagai alternatif sumber penerimaan yang dipungut oleh daerah,

Retribusi dan Pajak daerah menjadi sumber penerimaan yang dapat

dikembangkan di dalam wilayahnya serta diberi kewenangan lebih untuk

menggunakan, mengelola dan menggali potensi yang terdapat di daerahnya guna

menaikkan penerimaan Pendapatan Asli Daerah dengan tujuan tiap-tiap daerah

dapat meminimalisasi ketergantungan terhadap Pemerintah Pusat hingga tiap

daerah diharuskan mampu mengurus rumah tangganya sendiri (Siahaan,

2010: 11).

3
Pendapatan Daerah dapat diperoleh dari pendapatan asli daerahnya

sendiri, pendapatan asli dari pembagian pendapatan asli daerah, pinjaman daerah,

dana perimbangan, dan pendapatan daerah lainnya yang sah (Suparmoko,

2001:55).

Penerimaan pajak daerah yang semakin membaik menggambarkan

semakin tingginya aktivitas kegiatan perekonomian suatu daerah. Pendapatan

Asli Daerah KOTA JAMBI 2010-2019 dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 1. 1
Pendapatan Asli Daerah

  Kab/Kota Anggaran Realisasi

Kab. Batanghari 53,131.2916 70,809,104,650

Kab. Bungo 103,013.8959 107,019,908,939

Kab. Kerinci 40,802.5000 55,550,777,966

Kab. Merangin 47,760.7651 67,200,333,089

Kab. Muaro Jambi 45,756.3500 61,631,058,802

2014 Kab. Sarolangun 34,422.8302 60,959,222,149

Kab. Tanjung Jabung Barat 57,163.2650 75,796,250,362

Kab. Tanjung Jabung Timur 28,936.2000 932,213,423,402

Kab. Tebo 35,178.5333 56,845,780,302

Kota Jambi 175,132.8474 246,427,699,826

Kota Sungai Penuh 25,574.2590 33,199,858,218

2015 Kab. Batanghari 77,416,792,809 68,925,708,044

Kab. Bungo 118,736,601,278 105,277,046,266

Kab. Kerinci 65,000,000,000 70,462,409,629

4
Kab. Merangin 81,827,507,343 76,949,402,914

Kab. Muaro Jambi 59,427,834,400 63,662,790,891

Kab. Sarolangun 64,282,000,247 85,372,961,961

Kab. Tanjung Jabung Barat 83,011,347,972 68,040,011,773

Kab. Tanjung Jabung Timur 35,963,137,798 38,473,606,893

Kab. Tebo 63,435,298,444 62,037,299,487

Kota Jambi 303,486,943,000 263,925,520,119

Kota Sungai Penuh 38,890,906,290 36,246,931,834

Kab. Batanghari 77,416,792,809 68,925,708,044

Kab. Bungo 118,736,601,278 105,277,046,266

Kab. Kerinci 65,000,000,000 70,462,409,629

Kab. Merangin 81,827,507,343 76,949,402,914

Kab. Muaro Jambi 59,427,834,400 63,662,790,891

2016 Kab. Sarolangun 64,282,000,247 85,372,961,961

Kab. Tanjung Jabung Barat 83,011,347,972 68,040,011,773

Kab. Tanjung Jabung Timur 35,963,137,798 38,473,606,893

Kab. Tebo 63,435,298,444 62,037,299,487

Kota Jambi 303,486,943,000 263,925,520,119

Kota Sungai Penuh 38,890,906,290 36,246,931,834

2017 Kab. Batanghari 87,188,800,949 1,172,121,770,423

Kab. Bungo 127,865,952,204 1,281,019,687,622

Kab. Kerinci 74,239,258,425 1,201,362,880,752

Kab. Merangin 87,053,470,000 1,337,425,392,083

Kab. Muaro Jambi 58,752,280,400 1,213,659,732,899

Kab. Sarolangun 75,468,864,273 1,181,993,854,056

5
Kab. Tanjung Jabung Barat 90,348,000,000 1,287,049,668,687

Kab. Tanjung Jabung Timur 41,945,983,890 1,081,024,250,750

Kab. Tebo 74,317,003,867 1,014,817,095,529

Kota Jambi 320,929,773,600 1,500,633,237,947

Kota Sungai Penuh 42,626,159,749 686,197,366,175

Kab. Bungo 137,656,958,127 133,848,451,059

Kab. Kerinci 80,235,000,000 80,481,173,935

Kab. Merangin 85,426,106,974 89,304,559,028

Kab. Muaro Jambi 76,902,527,057 90,305,498,363

Kab. Sarolangun 99,780,471,647 118,828,593,872


2018
Kab. Tanjung Jabung Barat 85,000,000,000 101,773,750,563

Kab. Tanjung Jabung Timur 73,171,211,797 49,607,102,060

Kab. Tebo 72,822,003,867 76,160,028,618

Kota Jambi 328,896,647,550 338,891,882,593

Kota Sungai Penuh 42,626,159,749 34,184,049,669

Target dan Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Sumber : Dirjen Peimbangan Keuangan

Pajak daerah Indonesia diatur dalam Undang - undang Nomor 28 tahun

2009. Tentang pajak daerah yang selanjutnya disebut pajak adalah kontribusi

wajib keapda daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat

meamksa berdasarkan Undang - undang dengan tidak mendapatkan imbalan

6
secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar - besarnya

kemakmuran rakyat.

Pajak daerah terbagi menjadi dua yaitu pajak provinsi dan pajak kabupaten

atau kota. Pajak provinsi terdiri dari pajak kendaraan ermotor dan kendaraaan di

atas air, bea balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air, pajak

bahan bakar kendaraan bermotor dan pajak pengambilan dan pemanfaatan air

bawah tanah dan air permukaan. Pajak kabupaten atau kota terdiri dari pajak

hotel, pajak hiburan, pajak restoran, pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak

pengambilan dan pengolahan bahan galian golongan C dan retribusi parkir

Pajak bagi pemerintah daerah berperan sebagai sumber pendapatan

(budgetary fuction) yang utama dan juga sebagai alat pengatur (regulator

fuction ). Pajak sebagai salah satu sumber pendapatan daerah di gunakan untuk

memmbiayai pengeluaruan - pengeluaran pemerintah, seperti membiayai

adminitrasi pemerintah, membangun dan memperbaiki infrasturktur, menyediakan

fasilitas pendidikan dan kesehatan, membiayai anggota polisi dan membiayai

kegiatan pemerintah daerah dalam menyediakan kebutuhan - kebutuhan yang

tidak dapat di sediakan oleh pihak-pihak swasta yaitu berupa barang - barang

publik. Melihat fenomena tersebut dapat dilihat bahwa pajak bagi suatu daerah

sangat penting dalam menyokong pembangunan daerah itu sendiri.

Pajak Hiburan dan Pajak Restoran merupakan jenis pajak yang menjadi

pos penerimaan Pendapatan Asli Daerah di Kabupten/Kota seprovinsi Jambi .

7
Berikut adalah tabel yang menggambarkan perkembangan penerimaan

daerah dari Pajak Hiburan dan Pajak Restoran.

Target dan Realisasi Pajak Hiburan Kota Jambi tahun 2011-2019


Tabel 1. 2

8
Pajak Hiburan

9
Tahu
Kabupaten/Kota Anggaran Realisasi
n
Kab. Batanghari* 2014 15.000.000 3.250.000
  2015 500.000.000 3.200.000
  2016 496.600.000 8.100.000
  2017 5.250.000 15.259.500
  2018 15.000.000 488.475.300
Kab. Bungo* 2014 373.780.000 399.037.405
  2015 1.382.310.000 40.041.475
  2016 1.860.110.000 422.888.210
  2017 459.500.000 430.503.890
  2018 487.070.000 2.080.169.482
Kab. Kerinci* 2014 2.500.000 tidak ada data
  2015 67.500.000 tidak ada data
  2016 67.500.000 tidak ada data
  2017 5.000.000 700.000
  2018 5.000.000 178.551.415
Kab. Merangin* 2014 180.000.000 250.000
  2015 380.000.000 2.828.000
  2016 800.000.000 8.726.875
  2017 65.500.000 10.977.575
  2018 65.500.000 731.254.740
Kab. Muaro Jambi* 2014 12.360.000 140.410.433
  2015 474.800.000 400.039.047
  2016 651.500.000 364.213.409
  2017 461.500.000 445.378.704
  2018 500.000.000 1.569.666.590
Kab. Sarolangun* 2014 10.000.000 1.200
  2015 5.000.000 tidak ada data
  2016 2.500.000 3.600.000
  2017 2.500.000 5.100.000
  2018 2.500.000 11.850.000
Kab. Tanjung Jabung Barat* 2014 8.200.000 13.295.000
  2015 190.000.000 tidak ada data
  2016 212.000.000 3.130.400
  2017 13.700.000 3.970.000
  2018 20.000.000 311.496.038
Kab. Tanjung Jabung Timur* 2014 10.000.000 tidak ada data
  2015 3.020.000 tidak ada data
  2016 93.020.000 tidak ada data
  2017 3.020.000 1.000.000
  2018 4.350.000 101.377.446

10
Kab. Tebo 2014 13.000.000 tidak ada data
  2015 166.250.000 tidak ada data
  2016 153.000.000 5.050.000
  2017 3.500.000 4.550.000
  2018 5.000.000 359.325.233
Kota Jambi* 2014 4.800.000.000 15.197.124.276
  2015 13.570.000.000 6.119.125.119
  2016 15.060.000.000 6.119.125.119
  2017 9.000.000.000 10.519.180.288
  2018 11.000.000.000 20.723.722.600
Kota Sungai Penuh 2014 7.000.000 tidak ada data
  2015 10.000.000 tidak ada data
  2016 460.000.000 25.461.500
  2017 74.260.120 222.291.373
  2018 74.260.120 300.166.270
Sumber : Dirjen PeimbanganKeuangan

Target dan Realisasi Pajak Restoran Kota Jambi tahun 2011-2019

Tabel 1. 3
Pajak Restoran
Tahu
Kabupaten/Kota Anggaran Realisasi
n

11
Kab. Batanghari* 2014 368.286.114 118.213.005
  2015 368.286.114 514.318.975
  2016 318.920.000 1.248.309.799
  2017 1.095.090.000 1.350.251.314
  2018 2.500.000.000 2.169.073.746
Kab. Bungo* 2014 1.007.000.000 1.686.870.003
  2015 1.186.000.000 327.821.039
  2016 1.436.000.000 1.639.870.810
  2017 1.600.000.000 2.085.843.112
  2018 1.760.000.000 2.476.570.073
Kab. Kerinci* 2014 750.000.000 tidak ada data
  2015 800.000.000 tidak ada data
  2016 800.000.000 325.664.930
  2017 1.100.000.000 1.595.403.526
  2018 1.100.000.000 1.753.125.429
Kab. Merangin* 2014 660.000.000 882.773.754,69
1.365.322.219,1
2015 750.000.000
  0
  2016 1.250.000.000 8.726.875
  2017 1.500.000.000 1.936.835.102
  2018 1.500.000.000 2.229.675.251
Kab. Muaro Jambi* 2014 350.000.000 407.050.688
  2015 355.200.000 270.588.130
  2016 410.000.000 724.918.693
  2017 475.000.000 711.787.382
  2018 500.000.000 713.559.823
Kab. Sarolangun* 2014 920.000.000 tidak ada data
  2015 1.070.000.000 tidak ada data
  2016 1.280.000.000 1.458.114.529
  2017 1.280.000.000 1.399.081.563
  2018 1.280.000.000 1.458.588.465
Kab. Tanjung Jabung Barat* 2014 650.000.000 1.866.235.915
  2015 750.000.000 tidak ada data
  2016 1.490.000.000 2.278.663.890
  2017 1.955.000.000 1.619.556.797
  2018 2.010.000.000 3.279.962.126
Kab. Tanjung Jabung Timur* 2014 820.500.000 1.586.826.390
  2015 1.580.500.000 2.974.380.025
  2016 1.890.500.000 2.197.520.714
  2017 2.320.500.000 3.232.700.491
  2018 2.500.000.000 3.458.343.958
Kab. Tebo 2014 300.000.000 tidak ada data

12
  2015 375.000.000 tidak ada data
  2016 375.000.000 1.063.418.588
  2017 848.000.000 1.392.197.687
  2018 900.000.000 1.590.369.324
13.200.000.00
2014
Kota Jambi* 0 37.106.851.158
  2015 17.500.000.000 16.743.102.485
  2016 19.250.000.000 16.743.102.485
22.200.000.00
2017
  0 25.867.583.862
24.000.000.00
2018 32.551.344.383
  0
Kota Sungai Penuh 2014 700.000.000 tidak ada data
  2015 850.000.000 tidak ada data
  2016 1.248.798.000 1.132.629.158
  2017 2.363.260.672 1.158.328.754
  2018 2.363.260.672 1.242.045.895
Sumber : Dirjen PeimbanganKeuangan

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk meneliti tentang “Analisis

Pajak Hiburan dan Pajak Restoran b es erta p en garu h n ya terhadap

Pendapatan Asli Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Jambi Tahun 2014-

2018”

1.2. Identifikasi Masalah

Dalam penelitian ini penulis menyimpulkan adapun identifikasi dalam penelitian

ini adalah :

1. Tentang seberapa besar pengaruh pajak hiburan terhadap pendapatan asli

daerah

2. Tentang seberapa besar pajak restoran terhadap pendapatan asli daerah.

1.3. Rumusan Masalah

13
Berdasarkan uraian latar belakang dan rumusan masalah di atas,

pertanyaan penelitian ini adalah :

1. Bagaimana Laju Penerimaan Pajak Hiburan dengan Pendapatan Asli


Daerah Kab/Kota di Provinsi Jambi Tahun 2014 - 2018
2. Bagaimana Pengaruh Penerimaan Pajak Restoran dengan Pendapatan
Asli Daerah Kab/Kota di Provinsi Jambi Tahun 2014 - 2018
3. Bagaimana Pengaruh Penerimaan Pajak Hiburan dan Pajak restoran
dengan Pendapatan Asli Daerah Kab/Kota di Provinsi Jambi Tahun
2014 - 2018

1.4. Tujuan Penelitian

Perumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya menyebutkan beberapa

pokok permasalahan yang ingin penulis uraikan dan jawab dalam penelitian ini.

Tujuan dari penlitian ini antara lain : Perumusan masalah yang telah diuraikan

sebelumnya menyebutkan beberapa pokok permasalahan yang ingin penulis

uraikan dan jawab dalam penelitian ini. Tujuan dari penlitian ini antara lain.

1. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh pajak hiburan terhadap

Pendapatan Asli Daerah (PAD).

2. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh Pajak Restoran terhadap

Pendaptan Asli Daerah (PAD)

1.5. Manfaat Penelitian

14
1. Manfaat Akademis

Bermanfaat bagi pengembangan keilmuan, khususnya ilmu ekonomi

yang berkaitan dengan pendapatan asli daerah dan untuk memberikan

informasi dan sumbangan pemikiran dalam menganilis pengembangan

ilmu pengetahuan.

2. Manfaat Praktis

Bermanfaat bagi pemerintahan daerah dan instansi teknis terkait dalam

merumuskan kebijakan-kebijakan yang terakit dengan Pendapatan Asli

Daerah (PAD) Kota Jambi.

3. Manfaat Bagi Peneliti

Penelitian ini merupakan syarat bagi peneliti unntuk mendapatkan

gelar sarjana ekonomi, selain itu penelitian ni juga diharapkan mampu

meanmbah wawasan luas pada umumnya serta penulis pada khususnya

BAB II

15
TINJAUAN PUSTAKA DAN METODE PENELITIAN

2.1. Tinjauan pustaka

2.1.1. Landasan Teori

2.1.1.1.Pendapatan Asli Daerah

Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan sumber

pendapatan daerah yang dapat dijadikan sebagai salah satu tolak

ukur bagi kinerja perekonomian suatu daerah. Berdasarkan

Undang - undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang pemerintahan

daerah dan Undang - undang Nomor 33 tahun 2004 tentang

perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah

daerah, Pendaptan asli daerah (PAD) adalah pendapatan yang

diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah

sesuai dengan peraturan perundang - undangan.

Pendapatan yang dipungut dan bersumber dari pemerintah

daerah disebut dengan Pendapatan Asli Daerah dan bersumber

dari retribusi daerah, pajak daerah, pendapatan asli lainnya

yang sah dan laba dari BUMD (Warsito,2001:128). Menurut

Herlina Rahman, Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan

hasil pengelolaan kekayaan, pajak, distribusi daerah dan lain-

lain. PAD yang sah digunakan untuk mengoptimalkan pendanaan

dalam pelaksanaan kegiatan otonomi yang mana merupakan

perwujudan asas desentralisasi (Herlina Rahman, 2005:38).

16
Pengarahan kebijakan segala kegiatan keuangan daerah

bertujuan meningkatkan penerimaan pendapatan asli sebagai

sumber penting dan utama yang peruntukannya untuk

melaksanakan pemerintahan daerahnya dan pembangunan

daerahnya dengan tujuan akhir memperkecil ketergantungan

terhadap pemerintah pusat. Setiap daerah menghendaki

peningkatan pendapatan daerah yang diperoleh dari pendapatan

asli daerah yang digunakan untuk segala keperluan dan untuk

menjalankan rumah tangganya sendiri tanpa bergantung terlalu

banyak kepada pemerintah pusat (Mamesa, 1995:30).

Pendapatan asli daerah digunakan untuk melihat

kemandirian daerah dalam menjalankan pemerintahannya sesuai

dengan tujuan dari desentralisasi pemerintahan. Untuk melihat

kemampuan pemerintah daerah dalam menjalankan

pemerintahannya dan menjalankan pengelolaan keuangannya,

dapat dilihat melalui komposisi sumber-sumber penerimaan

daerah. Semakin besar penerimaan daerah yang diperoleh maka

tingkat ketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah

pusat akan semakin kecil. Begitu pula sebaliknya, apabila

penerimaan daerah semakin kecil maka tingkat ketergantungan

pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat akan semakin

besar.

17
Pendapat Asli Daerah dibagi berdasarkan jenis pendapatan

dalam struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dibagi ke

dalam 4 (empat) jenis, yaitu :

1. Pajak Daerah

Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi

wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan

yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak

mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk

keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Berdasarkan Undang - Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pajak dibagi menjadi 2 (dua)

yaitu :

2. Retribusi Daerah

Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut Retribusi, adalah

pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin

tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh

Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau Badan.

Retribusi daerah terdiri atas 3 (tiga) jenis, yaitu :

18
a. Retribusi Jasa Umum, yaitu pungutan atas pelayanan yang

disediakan atau diberikan Pemerintah Daerah untuk tujuan

kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh

pribadi atau badan. Retribusi Jasa umum meliputi Retribusi

Pelayanan Kesehatan, Retribusi Persampahan/Kebersihan,

Retribusi KTP dan Akte Capil, Retribusi

Pemakaman/Pengabuan Mayat, Retribusi Parkir di Tepi Jalan

Umum, Pelayanan Pasar, Retribusi Pengujian Kenderaan

Bermotor, Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran,

Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta, Pelayanan Tera/Tera

Ulang, Retribusi Penyedotan Kakus, Retribusi Pengolahan

Limbah Cair, Retribusi Pelayanan Pendidikan, sert Retribusi

Pengendalian Menara Telekomunikasi;

b. Retribusi Jasa Usaha, yaitu pungutan atas pelayanan yang

disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsif

komersial yang meliputi: Pelayanan dengan

menggunakan/memanfaatkan kekayaan Daerah yang belum

dimanfaatkan secara optimal; dan/atau Pelayanan oleh

Pemerintah Daerah sepanjang belum disediakan secara memadai

oleh swasta.

Retribusi Jasa Usaha meliputi Retribusi Pemakaian Kekayaan

Daerah, Retribusi Pasar Grosir/Pertokoan. Retribusi Tempat

Pelelangan, Retribusi Terminal, Retribusi Tempat Khusus

19
Parkir, Retribusi Tempat Penginapan/pesanggrahan/Villa,

Retribusi Rumah Potong Hewan, Retribusi Pelayanan

Kepelabuhan, Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga,

Retribusi Penyeberangan di Air, serta Retribusi Penjualan

Produksi Usaha Daerah.

i. Retribusi Perizinan Tertentu, yaitu pungutan atas pelayanan

perizinan tertentu oleh Pemerintah Daerah kepada orang

pribadi atau Badan yang dimaksudkan untuk pengaturan

dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang,

penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana

dan fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum

dan menjaga kelestarian lingkungan. Retribusi Perizinanan

Tertentu meliputi Retribusi Izin Mendirikan Bangunan,

Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Berakohol,

Retribusi Izin Gangguan, Retribusi Izin Trayek, Retribusi

Izin Usaha Perikanan.

3. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan

Jenis pendapatan yang mencakup bagian laba atas

penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/BUMD,

20
milik pemerintah/BUMN dan perusahaan milik swasta.

Peran BUMD dalam peningkatan pendapatan asli daerah

sangat dibutuhkan sekali dalam menggerakan ekonomi.

Kinerja dari BUMD dari sisi internal, harus mampu

menjadi pemacu utama pertumbuhan dan pengembangan

ekonomi, sedangkan dari sisi eksternal BUMD dituntut

untuk menarik investasi asing maupun domestik agar

perumbuhan ekonomi di daerah memberikan multiplier

effect yang besar. Pendapatan dari jenis ini sesuai dengan

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011

tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam

Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman

Pengelolaan Keuangan Daerah antara lain : Laba Atas

Penyertaan Modal pada BUMD, Laba Atas Penyertaan

Modal pada BUMD dan Laba Atas Penyertaan Modal pada

Perusahaan Patungan/Milik Swasta.

4. Lain - lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah

Jenis pendapatan yang dianggarkan untuk

menampung penerimaan daerah yang tidak termasuk jenis

pajak daerah, retribusi daerah dan hasil pengelolaan

kekayaan daerah yang dipisahkan. Jenis pendapatan ini

seperti : Hasil Penjualan Aset Daerah yang Tidak

21
Dipisahkan, Jasa Giro, Pendapatan Bunga Deposito,

Tuntutan Ganti Kerugian Daerah, Komisi, Potongan dan

Selisih Nilai Tukar, Pendapatan Denda Atas Keterlambatan

Pelaksanaan Pekerjaan, Pendapatan Denda Pajak,

Pendapatan Denda BPHTB, Pendapatan Denda Retribusi,

Pendapatan Hasil Eksekusi Atas Jaminan, Pendapatan dari

Pengembalian, Fasilitas Sosial dan Fasiltas Umum,

Pendapatan dari Penyelenggaraan Pendidikan dan

Pelatihan, Pendapatan dari Angsuran/Cicilan Penjualan dan

Hasil Pengelolaan Dana Bergulir.

Agar tidak terjadi persepsi yang berbeda mengenai

Pendapatan Asli Daerah, harus diketahui mana yang

menjadi kewenangan Pemerintahan Daerah. Semua

Penerimaan Daerah yang berasal dari Pendapatan Asli

Daerah mekanismenya harus berdasarkan Peraturan Daerah

yang telah ditetapkan dan aturan yang ditetapkan tidak

dibenarkan melampaui kewenangan yang telah diatur dalam

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak

Daerah dan Retribusi Daerah serta Peraturan Menteri

Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman

Pengelolaan Keuangan Daerah (dan revisinya yaitu

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007

dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun

22
2011). Perlu dijelaskan, khususnya untuk sektor perikanan,

Pemerintah Daerah hanya dapat melakukan pungutan untuk

PAD pada jenis Retribusi Perizinanan Tertentu yaitu

Retribusi Izin Usaha Perikanan dan Retribusi Jasa Usaha

yaitu Retribusi Tempat Pelelangan dan Retribusi Pelayanan

Kepelabuhan dengan syarat fasilitasnya sudah disediakan

oleh Pemerintah Daerah. Sedangkan dari Dana Bagi Hasil

Perikanan dari Pemerintah Pusat seluruh Kabupaten/Kota

hanya memperoleh alokasi bagi rata yang sama. 

2.1.1.2. Pajak Daerah

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak

Daerah dan Retribusi Daerah, Pajak dibagi menjadi 2 (dua) yaitu :

1. Pajak Provinsi 

a. Pajak Kendaraan Bermotor

b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor

c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor

d. Pajak Air Permukaan

e. Pajak Rokok

dengan persentase yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah


Provinsi dan alokasinya dituangkan dalam Surat Keputusan Kepala
Daerah. Dalam Undang-Undang tersebut terdapat sisi kelemahan
yaitu tidak adanya sanksi yang diberikan oleh Pemerintah Pusat ke

23
Pemerintah Provinsi mengenai keterlambatan penyaluran ke
Kabupaten/Kota. Hal ini diperlukan agar Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota memiliki kepastian untuk memprediksi arus kas
masuk dan dapat digunakan untuk mendukung program kegiatan
yang dianggarkan dalam APBD. Apabila tidak terdapatnya sanksi
tentu Pemerintah Provinsi melakukan penyaluran tidak sesuai
dengan ketentuan sehingga merugikan daerah secara berkelanjutan.
Perubahan regulasi tersebut diperlukan agar Pementah memiliki
kepastian dalam proses penganggaran dan pelaksanaan;

2. Pajak Kabupaten/kota
a. Pajak Kabupaten/Kota meliputi :

i. Pajak Hotel
ii. Pajak Restoran
iii. Pajak Hiburan
iv. Pajak Reklame
v. Pajak Penerangan Jalan
vi. Pajak Parkir
vii. Pajak Mineral Bukan Logam
viii. Pajak Air Tanah
ix. Pajak Sarang Burung Walet
x. PBB Perkotaan dan Perdesaan
xi. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan

11 (sebelas) Objek pajak tersebut dalam pelaksanaan harus

diatur lebih lanjut dengan Peraturan Daerah dan besaran

persentase pengenaan pajak tidak diperkenankan melanggara

aturan tentang Pajak Daerah.

2.1.1.3. Pajak Hiburan

24
1. Objek pajak

Berdasarkan undang-undang nomor 28 tahun 2009 objek pajak

hiburan adalah setiap penyelenggaraan hiburan dengan dipungut

bayaran.adapun yang dimaksud dalam pengertian hiburan adalah

semua jenis pertunjukan berupa :

a. Tontonan film

b. Pagelaran kesenioan,musik,tari,dan busana

c. Kontes kecantikan,binaraga ,dan sejenisnya.

d. Sirkus,akrobat,dan sulap.

e. Pameran

f. Diskotik,karoke,klap malam,dan sejenismya.

g. Permainan nilyar,golf,dan bowling.

h. Pacuan kuda,kendaraan bermotor ,dann permainan

ketangkasan.

i. Panti pijat,refleksi,mandi uap/spa,dan pusat

kebugaran(gitnes center)

j. Pertandingan olahraga

2. Subjek pajak hiburan

Subjek pajak hiburan adalah orang pribadi atau badan

yang menonton dan atau menikmati hiburan. Dengan kata

lain, subjek pajak adalah konsumen yang menikmati

hiburan. Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang

menyelenggakan hiburan. Dengan kata lain, subjek pajak

25
dan wajib pajak pada pajak hiburan tidak sama. Konsumen

yang menikmati hiburan merupakan wajib pajak yang

membayar pajak. Kemudian, penyelenggara hiburan

bertindak sebagai wajib pajak yang diberikan kewenangan

untuk memungut pajak dari konsumen sebagai subjek pajak.

Dasar pengenaan pajak hiburan adalah uang yang

diterima atau yang seharusnya diterima oleh

penyelenggara hiburan. Pengertian yang dimaskud

dalam penjelasan tersebut termasuk potongan harga dan tiket

cuma-cuma yang diberikan kepada penerima jasa hiburan.

Di dalam perkembangannya pajak hiburan telah ikut

memainikan peranan penting bagi penambahan pendapatan

pemerintahan daerah.objek pajak hiburan tidak hanya dari

tontonan saja,akan tetapi telah berkembang pada objek

hiburan lainnya seperti coin game machine (mesin permainan

keping),musik hidup , pertunjukan temporer, klab malam,

diskotek, mandi uap, padang golf.taman hiburan,bioskop dan

sebagaiannya.

3. Tarif dan dasar perhitungan pajak hiburan

26
Tarif pajak hiburan berdasarkan Peraturan Daerah Nomor

3 tahun 2015 adalah sebagai berikut :

a. Tarif pajak untuk pertunjukan film di bioskop ditetapkan

sebesar 10%

b. Tarif pajak untuk pagelaran kesenian, musik, tari dan/atau

busana yang bertaraf lokal/tradisional adalah 0%

c. Tarif pajak untuk pagelaran kesenian, musik, tari dan/atau

busana yang bertaraf nasional sebesar 5%

d. Tarif pajak untuk pagelaran kesenian, musik, tari dan/atau

busana yang bertaraf internasional sebesar 15%

e. Tarif pajak untuk kontes kecantikan untuk taraf

lokal/tradisional adalah 0%

f. Tarif pajak untuk kontes kecantikan yang berkelas

internasional sebesar 15%. Tarif pajak untuk kontes

kecantikan yang berkelas nasional sebesar 5%

g. Tarif pajak untuk kontes kecantikan yang berkelas nasional

sebesar 5%

h. Tarif pajak untuk pameran yang bersifat non komersial

adalah 0%

i. Tarif pajak untuk pameran yang bersifat komersial sebesar

10%

27
j. Tarif pajak untuk bar, diskotik, karaoke, klab malam, pub,

live music, musik dengan disck jockey (DJ), dan sejenisnya

sebesar 25%

k. Tarif pajak untuk akrobat, sirkus, dan sulap yang

bertaraf lokal/tradisional adalah 0%

l. Tarif pajak untuk akrobat, sirkus, dan sulap yang bertaraf

nasional dan internasional sebesar 10%

m. Tarif pajak untuk permainan bowling dan sebesar 10%

n. Tarif pajak untuk pacuan kuda yang berkelas

lokal/tradisional sebesar5%

o. Tarif pajak untuk pacuan kuda yang berkelasnasional dan

internasional sebesar 15%

p. Tarif pajak untuk pacuan kendaraan bermotor sebesar

15%

q. Tarif pajak untuk permainan ketangkasan adalah 10%

r. Tarif pajak untuk panti pijat, sauna, dan spa sebesar

35%

s. Tarif pajak untuk refleksi dan pusat kebugaran/fitness

center sebesar 10%

t. Tarif pajak untuk pertandingan olah raga yang

bertaraf lokal/tradisional adalah 0%

u. Tarif pajak untuk pertandingan olah raga yang

bertaraf nasional sebesar 5%

28
v. Tarif pajak untuk pertandingan olah raga yang bertaraf

internasional sebesar 15%

4. Pengelolaan pemungutan pajak hiburan

Berdasarkan rimcian tugas,wewenang dan tanggung jawab

seksi dan subbagian dilingkungan dinas pendapatan dapat terlihat

bahwa pengelolaan pemungutan masing-masing jenis pajak tidak ada

kekhususan.maksudnya pasal di atas ialah bahwa pelaksanaan tugas

masing-masing seksi adalah didasarkan atas fungsi bukan objek

pajak.demikian juga masing-masing seksi yang berkaitan dengan

pengelolaan dan pemungutan pajak hiburan .

Berdasarkan peraturan daerah tentang penyelenggaraan

hibuiran dan pajak hiburan,pemungutan pajak hiburan dilakukan

untuk tiga jenis penyelenggaraan hiburan yaitu jenis penyelenggaraan

hiburan ruitn yang menggunakan tiket tanda masuk dan

penyelenggaraaan hiburan rutin yang tidak menggunakan tiket tanda

masuk tapi menggunakan bill sebagai bukti pembayaraan

penyelenggaraan hiburan insidental.

2.1.1.3. Pajak Restoran

1. Objek pajak

Dengan nama pajak restoran di pungut pajak atasa setiap

pelayanan yang disediakan di restoran. pelayanan yang di

29
sediakan restoran meliputi pelayanan penjualanan

makan/minuman yang di konsumsi oleh pembeli, baik

dikonsumsi ditempat pelayanan maupun ditempat lain.

Objek pajak adalah setiap pelayanan yang disediakan

dengan pembayaran di restoran.termasuk di dalamnya rumah

makan, warung makan, kafe, bar, pedagang kaki lima, kolam

pancing dan usaha lain yang sejenis yang disertai dengan fsilitas

penyatapannya atau disantap ditempat lain.

2. Pengecualian pajak

Pajak restoran dikecualikan adalah pelayanan yang

disediakan oleh restoran yang dinilai penjualannya tidak melebihi

batas tertentu yang ditetapkan dengan peraturan daerah ,misalnya

ada peraturan daerah yang mengatur sebagai berikut yaitu mereka

mengecualikan :

a. Pelayanan jasa boga/katering

b. Usaha yang peredarannya 1 (satu) tahuuun kurang atau

tdak melebihi dari Rp.10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah)

3. Subjek pajak dan wajib pajak

Subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang

melalkukan pembayaran atas pelayanan penjualanan makanan

dan minuman di restoran.

30
Wajib pajak adalah pengusaha restoran termasuk di

dalamnya pengusaha rumah makan, warung makan, kafe, bar,

pedagang kaki lima , kolam pancing dan usaha laim yang

sejenisnya yang di sertai fasilitas penyantapannya atau di santap

di tempat lain, pengusaha sebagai penanggung pajak restoran

bertanggung jawab sepenuhnya untuk menyetor pajak yang

seharusnya.

4. Tarif ,pemungutan dan perhitungan pajak.

Tarif pajak ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen) dari

dasar pengenaan pajak. tarif pajak dikenakan atas pembayaran

yang dilakukan kepada restoran.

Pemungutan pajak tidak dapat diborongkan dan pajak

dipungut berdasarkan penetapan walikota/bupati atau dibayar

sendiri oleh wajib pajak. yang dimaksud dengan tidak dapat

diborongkan adalah bahwa seluruh proses kegiatan pemungutan

pajak tidak dapat disrahkan kepada pihak ketiga. namun,

dimungkinkan adanya kerja sama dengan pihak ketiga dalam

rangka proses pemungutan pajak, antara lain pencetakan ,

formulir perpajakan, pengiriman surat - surat kepada wajib

pajak, atau penghimpunan data objek dan subjek pajak.

Kegiatan yang tidak dapat dikerjasamakan dengan pihak ketiga

adalah kegiatan perhitungan besarnya pajak yang terutang,

pengawasan penyetoran pajak dan penagihan pajak.

31
Wajib pajak memenhi kewajiban pajak yang di pungut

dengan menggunakan SKPD, atau dokumen lain yang

dipersamakan dan wajib pajak memenuhi kewajiban pajak

sendiri dengan menggunakan SPTPD, SKPDKB dan

SKPDBKT.

Besarnya pajak yang terutang dihitung dengan cara

menggalikan dengan dasar pengenaan pajak. Wajib pajak

diharuskan menggunakan nota penjualanan sebagai bukti atas

pembayaran yang dilakukan kepada pengusaha restoran

termasuk di dalamnya pengusaha rumah makan, warung makan,

kafe, bar, pedagang kaki lima, kolam pancing dan usaha lain

yang sejenis yang disertai dengan fsilitas penyatapannya atau

disantap ditempat lain.

Nota dapat disediakan wajib pajak dan oleh pemerintah

daerah dengan terlebih dahulu di proporsi dan diberi tanda

khusus oleh pemerintah daerah. Apabila wajib pajak

menggunakan mesin cash rester wajib meamsukan program

pengenaan pajka restoran sebesar 10% dan kepada konsumen

diberikan nota cash rester seabgai bukti pembayarannya.

32
2.1.2. Penelitian terdahulu

Dalam peneluitian Indra Widhi Ardiyansyah.(2005)

dengan judul “Analisis kontribusi pajak hotel dan restoran

terhadap Pendapatan asli daerah kabupaten purworwjo”. Data

yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder.Dengan

hasil penelitian yaitu ternyata jumlah hotel dan restoran

berpengaruh positif tidak signifikan dan jumlah wisatawan

nusantara tidak signifikan terhadap realisasi pajak hotel dan

restoran.

Dalam penelitian Dessy fadina lubis dengan judul

“Pengaruh pajak hotel, pajak resotran, pajak reklame, dan Pajak

penerengan jalan tehadap pendapatan asli daerah pada kabupaten

simalungun” hasil penelitian menunjukan bahwa secara bersama-

sama pajak hotel, pajak resotran, pajak reklame, dan Pajak

penerangan jalan berpengaruh signifikan terhadap pendapatan asli

daerah.

Dalam penelitian nabila suha hamid fan herry wahyudi

(2018) menunjukan bahwa pemungutan pajak hotel tidak

33
2.1.3. Kerangka Pemikiran

PAJAK

HIBURAN

PENDAPATAN
ASLI DAERAH

PAJAK

RESTORAN

2.1.3. Hipotesis

Hipotesis merupakan dugaan sementara terhadap suatu masalah

yang kebenarannya harus diuji secara empiris. Berdasarkan penjelasan

penelitian terdahulu dan perumusan masalah pada bab sebelumnya,

penulis akan menjelaskan hubungan sementara antara variabel-variabel

terkait untk dilakukan pengujian ada atau tidaknya pengaruh variabel

bebas terhadap variabel terikat. Hipotesis dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut

H0 : Tidak terdapat pengaruh signifikan Pajak Hiburan

terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Jambi


H1 : Terdapat pengaruh signifikan Pajak Hiburan

terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Jambi


H0 : Tidak terdapat pengaruh signifikan Pajak Restoran

terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Jambi

34
H2 : Terdapat pengaruh signifikan Pajak Restoran

terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Jambi


H0 :
Tidak terdapat pengaruh signifikan Pajak Hiburan dan

Pajak Restoran terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Jambi


H3 :
Terdapat pengaruh signifikan Pajak hiburan dam Pajak

Restoran terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Jambi

35
2.2. Metode Penelitian

2.2.1. Metode Penelitian Yang Di Gunakan

Adapun pendekataan dalam penelitian ini yaitu menggunakan

pendekatan kuantitatif. Penelitian kuantitatif adalah suatu proses

menemukan pengetrahuan yang menggunakan data berupa angka

sebagai alat menganalisis keterangan mengenai apa yang ingin

dilakukan (Kasriman,2008 : 149)

2.2.2. Jenis Dan Sumber Data

Dalam penelitian ini jenis data yang dugunakan aflah data sekunder

antata lain adalah data pajak daerah yaitu Pajak Hiburan dan pajak

Restoran dan Pendapan Asli Daerah. Penelitian ini menggabungkan

antar data runtun time serries dan data silang cross series yang disebut

dengan regresi, mengggunakan data panel.

Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Direktur

Jendral Perimbangan Keuangan RI Dan Badan Pusat Statistik

Kab/Kota di Provinsi Jambi.Pada bidang APBD Periode 2014-2018

2.2.3. Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder,

yaitu data yang diperoleh dari pihak lain. Data sekunder pada

umumnya berupa data atau dokumentasi laporan yang telah tersedia.

Dalam penelitian ini, data diperoleh dari website Direktur Jendral

Perimbangan Keuangan RI Dan website Badan Pusat Statistik kab/kota

36
di provinsi jambi dan data riset kepustakaan untuk memperoleh teori

yang digunakan sebagai penunjang guna mendukung penelitian yang

di lakukan.

3.2.4. Metode Analisis

3.2.4.1. Analisis Kuantitatif

Metode Analisis kuanitatif digunakan untuk menganalisis

data panel yaitu penggabungan data time series dengan cross

section untuk mengetahui besarnya pengaruh pendapatan pajak

hiburan dan pajak restoran serta pengaruhnya terhadap pendapatan

asli daerah kabupaten/kota di provinsi jambi .sesuai dengan data

panel dapat ditarik suatu model regresi sebagai berikut :

Yα=ß1X1it+ß2X2it+€it

Keterangan :

Y : Variabel terikat

α : Intersep

X1-X2 : Variabel Bebas

ß1-ß2 : Parameter

€it : Kesalahan Penganggu

I : cross section (urutan kab/kota)

37
3.2.5. Alat analisis

3.2.5.1. Analisis Regresi data panel

Analisis regresi data panel yaitu penggabungan data time

series dengan data cross section untuk menganalisis pajak

hiburan dan pajak restoran serta pengaruhnya terhadap

pendapatan asli daerah kabupaten/kota di provinsi jambi. sesuai

dengan data panel dapat ditarik suatu model regresi sebagai

berikut ( batalgi,2015 (1)

Ya = a

3.2.5.1.1. Model estimasi data panel

Dalam metode estimasi model regresi dengan

menggunakan data panel dapat di lakukan melaui tiga

pendeaktan.antara lain adalah commin effect Model (CEM),fixed

effect model (FEM) dan random effect model (REM),menurut

basuki dan prawato (2016.275-279) ketiga model tersebut dapat

dijelaskan sebagai berikut.

3.2.5.1.1.1. Common effect model (CEM)

Common effect model merupakan pendekatan model data

panel yang paling sederhana karena hanya mengkombinasikan

data time series dan cross section. pada model ini tidak

diperhatikan dimensi waktu mapun individu, sehingga

diasumsikan bahwa perilaku data perusahaan adalah sama dalam

38
berbagai kurun waktu. Persamaan regresi untuk pendekatan

common effect model adalah sebagai berikut :

Ya = a + Xa β +

3.2.5.1.1.2. Fixed effect model

Model ini mengasumsikan bawha pedbedaan antar individu

dapat diakomendasikan dari perbedaan intersepnya,dimana

setiap individu merupakan parameter yang tidak diketahui . oleh

karena itu,untuk mengestimasi data panel model fixed effect

menggunakan teknik variabel dummy untuk menangkap

perbedaan intersep antar perusahaan persamaan regresi yang

digunakan untuk pendekatan fixed effect model adalah sebagai

berikut :

Yit = α+ x’itβ+wit

3.2.5.1.2. Pengujian Model data panel

Untuk memilih model yang paling tepat yang akan

dipergunakan untuk model regresi dengan menggunakan data

panel,maka terdapat beberapa pengujian yang tepat dilakukan,

antara lain :

3.2.5.1.2.1. Uji chow

Uji ini dilakukan untuk menentukan antara model

common effect dan fixed effect yang paling tepat digunakan

dalam mengestimasi data panel. Pengujian tersebut dilakukan

39
dengan bantuan progran eviews 8 .Hipotesis yang digunakan

dalam uji chow adalah :

H0 : Common Effect Model

H1 : Fixed Effect Model

Jika nilai probalitas F < α = 0.05 artinys H 1 ditolak H0 diterima ,

maka model yang digunakan adalah common effect model.

3.2.5.1.2.2. Uji hausman

Uji ini dilakukan untuk menentukan apakah model fixed

effect atau randpm effect yang paling tepat digunakan untuk

mengestimasi data panel. Pengujian tersebut dilakukan dengan

bantuan program Eviews 8 hipotesis yang digunkan dalam uji

hausman adalah

H0 : random effect model

H1 : fixed effect model

Jika nilai probalitas chi-square < α = 0.05

Artinya H0 ditolak,maka model yang digunakan adalah fixed

effect model.sebaliknya ,jika nilai probalitas chi-square >α =

0.05 artinya H0 Diterima ,maka model yang digunkan adalah

random effect model.

3.2.5.1.3. Koeisien Determinasi (Adjusted R2)

Koeisien Determinasi Adjusted R-squere digunakan untuk

mengukur seberapa besar variabel independen (pengeluaran

pemerintah bidang ekonomi dan bidang pelayanan umum).

40
Apabila Adjusted R-squere semakin mendekati satu maka akan

semakin baik,yang artinya independen (pengeluaran pemerintah

bidang ekonomi dan bidang pelayanan umum) yang digunakan

mampu memberikan semua informasi yang dibutuhkan untuk

memprediksi variabel dependen (pertumbuhan ekonomi)

3.2.5.1.4. Pengujian Hipotesis

3.2.5.1.4.1. Uji F-Statistik

Uji f merupakan pengujian hubungan regresi secara

simultan yang bertujuan untuk mengetahui apakah secara simultan

yang bertujuan untuk mengetahui apakah seluruh variabel

independen (bebas) secara bersama-sama mempunyai pengaruh

yang signifikan terhadap variabel dependen (terikat) hipotesis

yang digunakan dalam pengujian ini adalah jika nilai probabilitas

F<α= 0,05 dengan tingakt keyakinan 95 persen maka H 0

ditolak,artinya variabel independen (bebas) secara bersama-sama

mempengaruhi variabel dependen (terikat).

3.2.5.1.4.2. Uji statistik (Uji parsial )

Uji t merupakam pengujian hubungan regresi secara parsial

yang bertujuan untuk menegtahui apakah variabel parsial yang

bertujuan untuk menegtahui apakah variabel independen (bebas)

secara individual mempunyai pengaruh terhadap variabel

dependen (teriakt). Hitpotesis yang digunakan dalam pengujian

41
ini adlah jika nilai probabilitas t<α=0,1 persen dengan tingakt

keyakinan 90 persen maka H0 ditolak,artimya salah satu variabel

independen (bebas) mempengaruhi variabel dependen (terikat).

3.2.5.1.5. Uji Asumsi Klasik

Selain melihat kriteria statistik sebagai evaluasi hasil

analisi regresi, terdapat juga kriteria regresi ekonomis yang juga

penting untunk diperhatikan yaitu menyangkkut pelanggaran

asumsi klasik. Namun,uji asumsi klasik tidak diperlukan dalam

data panel karena dapat meminimalkan bias yang kemungkinan

besar muncul dalam hasil analisis memberi lebih banyak

informasi,lebih banyak informasi,lebih banyak variasi ,sedikit

kolincaritas,lebih banyak degree of freedom dan lebih efisien

(Gujarati,2012.237)

3.2.6. Operasional Variabel

Untuk keperluan pengukuran dan pengumpulan data dalam

rangka pengujian hipotesis perlu di tetap batasan-batasan

operasional variabel sebagai berikut :

variabel Definisi variabel satuan


Pendapatan asli daerah Realisasai penerimaan Juta rupiah

pendapatan asli daerah

Kab/Kota di Provinsi

42
2014-2018
Pajak hiburan Realisasai penerimaan Juta rupiah

Pajak hiburan Kab/Kota

di Provinsi 2014-2018
Pajak Restoran Realisasai penerimaan Juta rupiah

Pajak

RestoranKab/Kota di

Provinsi 2014-2018

DAFTAR PUSTAKA

43
Arditia, Reza. 2012. Kontribusi dan Efektivitas Pajak Daerah Sebagai
Sumber Pendapatan Asli Daerah Kota Surabaya. Universitas
Negeri Surabaya: Jawa Timur.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan
Praktek.
Azizah, Siti Ni’matul. 2017. Kontribusi Sektor Pariwisata Terhadap
Pendapatan Domestik Regional Bruto di Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta (DIY). Universtias Islam Negeri Sunan Kalijaga:
Yogyakarta.
Badan Pusat Statistik. Jambi Dalam Angka. Jambi.
Bianca Biagi, Maria Giovanna Brandano, Manuela Paulina. 2017.
Tourism Taxation: A Synthetic Control Method For Policy
Evaluation. John Wiley & Sons, Ltd.: Amerika
Christian Rame, I Gusti Putu Nata Wirawan. 2013. Efektivitas, Efisiensi
Penerimaan Pajak Hiburan dan Pengaruhnya terhadap Pendapatan
Asli Daerah di Kabupaten Badung. Universitas Udayana: Bali.
Edogbanya, Adejoh, Ja’afru G. Sule. 2013. Revenue Generation: It’s
Impact on Governemnt Developmental Effort (A Study of Selected
Local Council in Kogi East Senatorial District). Kogi State
University: Nigeria
Fauzi, Luqman Yumna. 2018. Analisis Pengaruh Sektor Pariwisata
terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten dan Kota di Provinsi
Jawa Tengah. Universitas Islam Indonesia: Yogyakarta.
Samudra Aziz, Azhari . 2015.perpajakn di indonesia:keuangan,pajak
dan retribusi daerah.JAKARTA
Hajar, 2017. Kontribusi Pajak Hiburan dalam Peningkatan Pendapatan
Asli Daerah (PAD) Di Kota Tangerang Selatan. Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah: Jakarta.
Halim, Abdul. 2001. Akuntansi Keuangan Daerah. Salemba Empat:
Jakarta. Kepmendagri No. 690.900-327 Tahun 2006 Tentang
Efektivitas dan Kemandirian Keuangan Daerah Otonom Kabupaten
Kota.

Indra Widhi Ardianyah.Analisi kontribusi pajak hotel dan restoran


terhadap pendapatan asli daerah kabupaten puworejo Tahun 1989-
2003.Universitas Islam Indonesia Fakultas Ekonomi
Yogyakarta.2005.

44
45

Anda mungkin juga menyukai