Anda di halaman 1dari 25

Strategi Pemberantasan Korupsi

melalui Penguatan Whistleblowing System


dan Perlindungan Hukum Bagi Pelapor
Ditinjau dari Perspektif Hukum

oleh
Gandjar Laksmana Bonaprapta
Anggota Bidang Studi Hukum Pidana
Fakultas Hukum Universitas Indonesia

Disampaikan pada Seminar Jarak Jauh (Webinar)


Penguatan Integritas Agent of Change Kementerian Kesehatan
yang diselenggarakan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan RI
tanggal 20 Mei 2020
Pendahuluan
Maraknya “serangan balik” kepada Pelapor tindak
pidana berpotensi mengganggu proses penegakan
hukum. Serangan balik yang bentuknya beragam itu
membuat orang kehilangan keberanian untuk
melaporkan dugaan tindak pidana yang
diketahuinya.
Beranjak dari fakta banyaknya serangan kepada
Pelapor itu, perlindungan hukum bagi Pelapor
mutlak diperlukan dan diatur dalam peraturan
perundang-undangan secara lebih tegas.
Perlindungan hukum diberikan baik atas
serangan/ancaman serangan fisik maupun serangan
hukum.
Melaporkan Dugaan Tindak Pidana
1. Adalah hak setiap orang yang mengetahui adanya
tindak pidana.
2. Dalam keadaan tertentu dan untuk tindak pidana
tertentu, melaporkan dugaan tindak pidana
adalah kewajiban. Ada ancaman pidana bagi
orang yang tidak memenuhi kewajiban tersebut.
3. Adalah menjalankan kewajiban hukum atau
membela kepentingan hukum karenanya tidak
dapat dipidana.
4. Yang dilaporkan adalah perbuatan atau peristiwa,
bukan orang/pelakunya
5. APH wajib menerima laporan.
Pelapor
1. Adalah siapa saja/setiap orang. Dalam hal tindak
pidana berjenis delik aduan, Pelapor harus korban
atau orang yang secara langsung dirugikan.
2. Tidak mengenal istilah Saksi Pelapor karena Saksi
tidak harus menjadi Pelapor dan Pelapor tidak harus
berkapasitas Saksi terlebih pada delik biasa seperti TP
Korupsi.
3. Mengetahui secara langsung maupun tidak langsung
bahwa telah terjadi tindak pidana.
4. Dimintai keterangan lebih dulu untuk memastikan
bahwa laporannya tidak palsu atau fitnah.
5. Tidak dibebani kewajiban pembuktian apapun
termasuk menyerahkan barang bukti pada saat
membuat laporan.
6. Wajib merahasiakan laporannya.
Perlindungan Hukum bagi Pelapor

Ps. 31 UU No. 31 tahun 1999


(1) Dalam penyidikan den pemeriksaan di sidang
pengadilan, saksi dan orang lain yang bersangkutan
dengan tindak pidana korupsi dilarang menyebut
nama atau alamat pelapor, atau hal-hal lain yang
memberikan kemungkinan dapat diketahuinya
identitas pelapor.
(2) Sebelum perneriksaan dilakukan, larangan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diberitahukan kepada saksi dan orang lain tersebut.
Ps. 24 mengatur ancaman pidana maksimal 3 tahun
penjara dan atau denda Rp. 150 jt bagi pelanggarnya!
Perlindungan Hukum bagi Pelapor

Menurut Ps. 1 angka 4 UU No. 13 tahun 2006 jo.


UU No. 31 tahun 2014 tentang Perubahan atas
UU No. 13 tahun 2006 tentang Perlindungan
Saksi dan Korban:
Pelapor adalah orang yang memberikan
laporan, informasi, atau keterangan kepada
penegak hukum mengenai tindak pidana yang
akan, sedang, atau telah terjadi.
Perlindungan Hukum bagi Pelapor
Ps. 10 UU No. 13 tahun 2006 jo. UU No. 31 tahun 2014
menyatakan:
(1) Saksi, Korban, Saksi Pelaku, dan/atau Pelapor tidak
dapat dituntut secara hukum, baik pidana maupun
perdata atas kesaksian dan/atau laporan yang akan,
sedang, atau telah diberikannya, kecuali kesaksian
atau laporan tersebut diberikan tidak dengan iktikad
baik.
(2) Dalam hal terdapat tuntutan hukum terhadap Saksi,
Korban, Saksi Pelaku, dan/atau Pelapor atas
kesaksian dan/atau laporan yang akan, sedang, atau
telah diberikan, tuntutan hukum tersebut wajib
ditunda hingga kasus yang ia laporkan atau ia
berikan kesaksian telah diputus oleh pengadilan dan
memperoleh kekuatan hukum tetap.
Perlindungan Hukum bagi Pelapor

Ps. 15 huruf a UU No. 30 tahun 2002 jo. UU No.


19tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas UU
No. 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan
Korupsi menyatakan:
a. memberikan perlindungan terhadap saksi atau
pelapor yang menyampaikan laporan ataupun
memberikan keterangan mengenai terjadinya
Tindak Pidana Korupsi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
Peran Serta Masyarakat dalam
Memberantas Korupsi
Dasar hukum:
1. Pasal 41-42 Undang-undang No. 31/1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Masyarakat dapat berperan serta membantu upaya
pencegahan dan pemberantasan korupsi”

2. PP No. 71 tahun 2000 tentang Tata Cara Pelaksanaan


Peranserta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan
dalam Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi.
Setiap orang berhak
- mencari,
- memperoleh, dan
- memberikan informasi
tentang dugaan korupsi serta menyampaikan
saran dan pendapat maupun pengaduan
kepada penegak hukum (polisi, jaksa, hakim,
advokat, atau kepada KPK)
Tata Cara Pengaduan

1. Disampaikan secara bertanggungjawab (tidak


melanggar norma agama, kesopanan, dan
kesusilaan).
2. (sebaiknya) Disampaikan secara tertulis dengan
disertai nama, alamat, dan kopi identitas pelapor,
serta keterangan mengenai dugaan pelaku dan
bukti-bukti permulaan.
3. Materi pengaduan meliputi jenis korupsi,
penyimpangan, kronologis kejadian (dan kerugian
negara yang ditimbulkan).
Perlindungan Hukum bagi Masyarakat
1. Perlindungan hukum yang bertujuan memberikan rasa
aman bagi pelapor pada saat mencari, memperoleh, dan
memberikan informasi terjadinya korupsi, atau pada saat
diminta hadir menjadi saksi (Ps. 41 huruf e UU No. 31/1999
jo UU No. 20.2001).
2. Perlindungan hukum baik mengenai status hukum maupun
rasa aman. Yang dimaksud dengan “status hukum” adalah
status seseorang sebagai pelapor dijamin tetap, tidak akan
diubah menjadi tersangka (Ps. 5 PP No. 71/2000)
3. Penegak hukum dan KPK wajib merahasiakan identitas
pelapor dan isi informasi, saran, pendapat yang
disampaikan. Atas permintaan pelapor, penegak hukum dan
KPK dapat memberikan pengamanan fisik terhadap pelapor
maupun keluarganya (Ps. 6 PP No. 71/2000).
Penghargaan

Masyarakat yang berjasa mengungkap korupsi


berhak mendapat penghargaan berupa piagam dan
atau premi (paling banyak dua per mil dari nilai
kerugian yang dikembalikan).
Piagam diserahkan penegak hukum atau KPK kepada
pelapor pada saat perkara dilimpahkan ke Pengadilan
negeri.
Premi diserahkan oleh Jaksa Agung kepada pelapor
setelah putusan pengadilan yang memidana
terdakwa memperoleh kekuatan hukum
tetap/inkracht.
PP No. 71 tahun 2000 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Peranserta Masyarakat dalam
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi

Pengertian Umum
Peranserta masyarakat adalah peran aktif
perorangan, organisasi masyarakat, atau
lembaga swadaya masyarakat dalam
pencegahan dan pemberantasan tindak pidana
korupsi.
Perlindungan Hukum bagi Masyarakat

Dalam memperoleh perlindungan hukum:


1. Berhak atas perlindungan hukum berupa status
hukum dan rasa aman, kecuali terdapat bukti kuat
keterlibatan pelapor.
2. Perlindungan status hukum tidak diberikan kepada
pelapor atas perkaranya yang lain.
3. Kerahasiaan identitas pelapor.
4. Memperoleh pengamanan fisik terhadap pelapor
maupun keluarganya.
Pemberian Penghargaan

1. Penghargaan dapat berupa piagam atau premi.


2. Tatacara penghargaan diatur dalam Keputusan
Menteri Hukum dan Perundang-undangan
(MenkumHAM, saat ini)
3. Maksimum premi adalah 2%o (dua per mil) dari
nilai kerugian negara yang berhasil dikembalikan.
4. Premi diberikan setelah adanya putusan yang in
kracht.
5. Premi diserahkan oleh Jaksa Agung atau pejabat lain
yang ditunjuk.
Pelapor Diancam Pidana Apabila…
1. Laporannya palsu.
2. Laporannya bersifat fitnah.
3. Mempublikasikan atau menyebarluaskan
secara terbuka laporannya dengan menyebut
nama orang yang dilaporkannya ataupun
nama-nama lain yang ia sebut dalam
pemeriksaan/BAP.
SEMA No. 4 tahun 2011 tentang Perlakuan Bagi
Pelapor Tindak Pidana (WhistleBlower) dan Saksi
Pelaku yang Bekerjasama (Justice Collaborator)
di Dalam Perkara Tindak Piidana Tertentu
SEMA No. 4 tahun 2011
SEMA No. 4 tahun 2011
- Mengatur Whistleblower (Pelapor) dan Justice
Collaborator (Saksi-Pelaku);
- Meminta Hakim memberikan perlakuan khusus jika
menemukan adanya WB dan JC dalam perkara yang
ditanganinya;
- Perkara yang dilaporkan WB harus didahulukan
penanganannya;
- Memberi perlakuan khusus seperti perlindungan
khusus atau meringankan pidananya.
- Menegaskan bahwa tetap memerlukan pengaturan
lebih lanjut.
SEMA No. 4/2011

Whistleblower:
1. Mengetahui adanya tindak pidana;
2. Melaporkan tindak pidana yang diketahuinya
itu;
3. Bukan bagian dari pelaku kejahatan yang
dilaporkannya.
Latar Belakang
Konsep Whistle-Blower

Semakin berkembang dan canggihnya kejahatan


membuat penegak hukum kesulitan dalam
mengungkap kejahatan tersebut, terutama pada
kejahatan kerah putih (white collar crime).
Untuk itu perlu dibuat instrumen hukum baru
agar dapat mengungkap kejahatan tersebut
dengan memberikan reward yang sepadan.
Whistle-Blower

1. Adalah Pelapor tindak pidana.


2. Adalah bagian dari pelaku (utama) tindak pidana
yang dilaporkannya.
3. Berkat laporan dan keterangannya, APH
mendapat kemudahan dalam membuktikan dan
mengembangkan perkara.
4. WB tidak dituntut atas tindak pidana yang ia
laporkan meski ia adalah bagian dari pelaku,
bahkan tidak pula dituntut atas semua tindak
pidana yang pernah ia lakukan.
Rekomendasi
1. Perbuatan mengancam, menyerang, termasuk
perbuatan semacam mutasi, demosi,
melaporkan balik, dll atas diri Pelapor tindak
pidana harus diancam dengan sanksi pidana.
2. Perbuatan menghalang-halangi seseorang yang
akan melaporkan tindak pidana sepatutnya
diancam pidana. Sebaliknya,
3. Perbuatan membuat laporan palsu, fitnah, dan
sejenisnya pun harus diancam dengan sanksi
berat.
Sekian.
Mohon maaf dan terima kasih...

Gandjar Laksmana Bonaprapta


+628164843422
gandjar_elbe@yahoo.com
@gandjar_bondan

Anda mungkin juga menyukai