Anda di halaman 1dari 46

sektor hulu kita

Senin, 29 Juni 2015

SIMULASI PENANGGULANGAN WELL KICK DENGAN METODE


(WAIT AND WEIGHT)
PT.PERTAMINA DRILLING SERVICES INDONESIA (PT.PDSI)
ONSHORE DRILLING AREA SUMBAGSEL

TUGAS AKHIR

Dibuat untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Diploma III


pada program studi Teknik Ekplorasi Produksi Migas
Politeknik Akamigas Palembang

Oleh :
Muhammad Dicky Noverwan       NPM.0803035

PROGRAM STUDITEKNIK EKPLORASI PRODUKSI MIGAS


JURUSAN TEKNIK PERMINYAKAN
POLITEKNIK AKAMIGAS PALEMBANG
2011
LEMBAR PENGESAHAN
TUGAS AKHIR

SIMULASI PENANGGULANGAN WELL KICK DENGAN METODE


ENGINEER (WAIT AND WEIGHT)
PT. PERTAMINA DRILLING SERVICE INDONESIA (PT.PDSI)
ONSHORE DRILLING AREA SUMBAGSEL

Dibuat untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Diploma III


pada program studi Teknik Ekplorasi Produksi Migas
Politeknik Akamigas Palembang

Oleh :
Muhammad Dicky Noverwan       NPM.0803035

Palembang,
Pembimbing Utama                                              Pembantu pembimbing

Kemas Moh. Ade Isnaeni, ST                              Evin K. Prasetia Adi ST.

Ketua Program Studi                                            Direktur


Tek.Eksplorasi Produksi Migas                           Politeknik Akamigas Palembang

Ana Asmina, ST.                                                 H.Muchtar Luthfie,SH.,MM.


HALAMAN PENGESAHAN
Judul Tugas Akhir
Nama Mahasiswa/NPM
Program Studi
Telah diuji dan lulus pada
Hari
Tanggal
Tim Penguji
Nama                                                Jabatan                             Tanda tangan
1.K. Moh Ade Isnaeni, ST               Ketua
2.Evin K. Prasetya Adi, ST              Sekretaris
3.Budhi Kuswan Susilo, ST, MT     Anggota I
4.Agusmanjaya, ST                          Anggota II
5.Ir. Rusman Syafriadi                      Anggota III

Palembang, September 2011


Ketua Program Studi
Politeknik Akamigas Palembang

Ana Asmina, ST
Pengendalian sumur (well control) dan pencegahan semburan liar (blow-out prevention)adalah
merupakan maslah penting yang harus dipahami dengan baik oleh personil yang terlibat dalam
kegiatan operasi pemboran. Jika pengendalian sumur mengalami kegagalan, maka harus cepat
diambil tindaan untuk mencegah terjadinya blow out. Maka dari itu perlu dipahami dasar-dasar
pengendalian sumur dan prosedur yang digunakan ketika semburan liar tersebut terjadi. Pada
prinsipnya, pada operasi pemboran yang normal, ita harus menjaga tekanan hidrostatik lumpur
pemboran agar senantiasa lebih besar dari tekanan formasi, sehingga mengalirnya fluida formasi
kedalam lubang bor dapat dicegah. Didalam proses mematikan sumur, ada beberapa macam
metode yang sering digunakan untuk mematikan sumur, salah satunya metode engineer (wait and
weight), diana metode pematian sumur dengan satu kali sirkulasi yang mengluarkan kick dengan
memompakan lumpur baru. Konsep yang digunakan yaitu menjaga tekanan sumur konstan atau
sedikit lebih besar dari tekanan formasi. Metode wait and weight biasanya dianggap lebih baik
karena lebih aman, sederhana dan cepat. Tetapi kerugiannya adalah memerlukan waktu unttuk
mempersiapkan lumpur berat, sehingga menimbulkan gelembung-gelembung gas bermigrasi.
Kata kunci :
Tekanan hidrostatik, tekanan formasi, tekanan lebih, kick, blow out, influx, mematikan
sumur      
Well control and blow out prevention are some of the important thing hat must be known well by
all of the crew in drilling operation. If the well control gets fail we have control when the blow
out happen and the procedure to handle it. Basically in normal drilling operation we have to keep
hydrostatic pressure of drilling mud value bigger than formation pressure so we can prevent the
formation fluid come into the well. In killing well process there are smoe methods that usually
use to killing well process, one of method is engineer (wait and weight) where the killing well
process do with one circulation that throw out the kick by pumping the new mud. The method
using in this way is keeping the well pressure constant or little bit bigger than formation
pressure. Wait and weight method usually consider as a better method than the others. But there
is need a longer time to prepare the heeavy mud that use to move the gas’s bubble.
Keyword :
Hydrostatic pressures, formation pressure, overbalance pressure, kick, blowout, influx, killing
well           
MOTTO :
  Kesempatan sekecil apapun itu masih menunjukan adanya harapan
Jangan berkecil hati ... !!!
Jangan menyerah ...!!!
Teruslah berusaha dan berdoa ...!!!
Ingatlah dicky bahwa kamu memang dilahirkan untuk menjadi seorang pemenang
One day I’ll make you proud, I promise (MUHAMMAD DICKY NOVERWAN)
 Semangat adalah salah satu mesin terkuat kesuksesan, ketika kau melakukan sesuatu,
lakukan dengan sekuat tenaga. Curahkan seluruh jiwamu. Tandal dengan kepribadianmu
sendiri. Jadilah aktif, energik, jadilah bersemangat dan setia, dan kau akan mencapai
tujuanmu. Tak ada hal beesar yang dicapai tanpa semangat.
Ralph Waldo Emerson
Kupersembahkan Untuk :
      Kedua Orang Tuaku Tercinta, Terima Kasih Engkau Telah Membesarkanku Dengan Doa, Cinta
Dan Kasih Sayang
      Kakak Dan Adiku
      Teman-Teman Seperjuangan yang Telah Memberi Semangat dan Motivasi
      Almamater
KATA PENGANTAR

            Puji dan syukur penulis panjatan kehadirat allah SWT atas rahmat dan karunia-nya jualah
penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan judul “Penanggulangan Well Kick Dengan
Metode Engineer (Wait and Weight)” yang disusunguna memenuhi syarat untuk
menyelesaikan program diploma III pada program studi Teknik Ekplorasi Produksi Migas
Politeknik Akamigas Palembang.
            Didalam penyusunan tugas akhir ini, penulis menyadari sepenuhnya masih jauh dari
sempurna, maka dari itu penulis menyadari kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan tugas akhir ini.
            Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimah kasih yang sebenar-benarnya kepada :
1.      H.Muchtar Luthfie, SH.MM, selaku Direktu Politeknik Akamigas Palembang.
2.      Ana Asmina, ST , selaku Ketua Program Studi Teknik Eksplorasi Produksi Migas di Politeknik
Akamigas Palembang
3.      Kemas Moh. Ade I snaeni, ST selaku pembimbing utama penulisan tugas akhir pada program
studi teknik eksplorasi produksi migas di politeknik akamigas palembang
4.      Evin K. Prasetya adi, ST selaku pembimbing pembantu penulisan tugas akhir pada program
studi teknik eksplorasi produksi migas di politeknik akamigas palembang.
5.      Papa dan mama ku tercinta, terimash kasih atas semua cinta, kasih sayang yang telah engkau
berikan hingga aku bisa jadi yang seperti yang sekarang ini.
6.      Bapak Y. Andjar Setyadi selaku Manager PT. Pertamina Driling Services Indonesia Onshore
Driling Area Sumbagsel –Prabumulih.
7.      Bapak MAR. Hakim, Pak Satrio dan Pak Agusmanjaya, selaku pembimbing tempat mengadakan
praktek di PT. PDSI.
8.      Bapak dan Ibu Staf Dosen Pada Program Studi Teknik Eksplorasi Produksi Migas, Politeknik
Akamigas Palembang.     
9.      Seluruh staf dan karyawan PT. Pertamina Driling Services Indonesia Onshore Driling Area
Sumbagsel.
10.  Seluruh pekerja di Rig. H40D/29 dan N80B-1 Pertamina Driling Service Indonesia Onshore
Driling Area Sumbagsel.
11.  Untuk saudaraku Andi dan Nia, terima kasih atas doa dan semangat yang telah diberikan.
12.  Rekan-rekan mahasiswa program studi teknik eksplorasi migas di Politeknis Akamigas
Palembang.
13.  Seluruh teman-temanku sekalian yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas
semangat, motivasi dan telah menemani dalam suka duka.
14.  Dan pihak-pihak yang telah membantu untuk menyelesaikan laporan, praktek, kerja lapangan ini.

Akhir kata, semoga amal baik yang diberikan mendapatkan imbalan yang sesuai dari
Allah SWT. Semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri dan bagi mahasiswa
Politeknik Akamigas Palembang, khususnya bagu Program Studi Eksplorasi Produksi Migas
Politeknik Akamigas Palembang
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................         i   
LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR ..........................................        ii
HALAMAN PERSETUJUAN ...................................................................       iii
ABSTRAK...................................................................................................       iv
ABSTRACT................................................................................................        v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN..............................................................       vi
KATA PENGANTAR..................................................................................      vii
DAFTAR ISI...............................................................................................       ix
DAFTAR TABEL.......................................................................................       xi
DAFTAR GAMBAR...................................................................................     xii
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................    xiii

BAB I      PENDAHULUAN
1.1.   Latar Belakang.......................................................................       1
1.2.   Batasan Masalah ..................................................................        3
1.3.   Tujuan  .................................................................................        3
1.4.   Manfaat ................................................................................        3
BAB II    DASAR TEORI
2.1.Definisi Tekanan......................................................................       5
2.1.1.    Tekanan Formasi......................................................         7
2.1.2.    Konsep Bejana Berhubungan dan Pipa “U”...............         8    
2.2.   Well Control .......................................................................        11
2.2.1.      Primary Well Control ..............................................       11
2.2.2.      Secondary Well Control  ......................................... ..       15
2.3.   Kick.......................................................................................       23
2.3.1.    Tanda-Tanda Adanya Kick .......................................        24
2.4.   Metoda-Metoda Untuk Mematikan Sumur..............................      26
2.5.   Perhitungan Kill Sheet Menggunakan Metode Engineer..........      28
2.5.1.        Data Infomasi Awal...................................................      28
2.5.2.        Perhitungan Untuk Menentukan Tekanan Maksima........  32
2.6.   Peralatan BOP........................................................................      36
2.6.1.    Annular Preventer.................................................       37
2.6.2.    Ram Type Preventer .............................................       38
2.6.3.    Drilling Spool .......................................................        39
2.6.4.    Casing Head ..........................................................       40
2.6.5.    Diverter System......................................................      40
2.6.6.    Choke Line dan Kill Line .......................................       41
2.6.7.    Choke Manifold .....................................................      41
2.6.8.    Choke Devide ........................................................      41
2.6.9.    Hydraulic Power Package ....................................       42

BAB III   METODOLOGI PENELITIAN


3.1.   Metode  Pengumpulan Data ...................................................      44
3.2.   Proses Pengumpulan Data .......................................................     45
BAB IV   HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.   Simulasi Penanggulangan Well Kick di Sumur PMB-15.................. 48
4.2.   Teknis dan Mekanisme Pelaksanaan Engineer Method (Wait and
Weight) .................................................................................                      50
4.3.   Perhitungan Data Untuk Mematikan Well Kick Menggunakan Engineer
Method..................................................................                         51
4.4.   Proses Pengeluaran Influx dengan Engineer Method............       57
4.5.   Peralatan Untuk Menjaga Tekanan SICP dan SIDP ..............      62

BAB V    PENUTUP
5.1.   Kesimpulan...........................................................................      64
5.2.   Saran ...................................................................................      65

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Kapasitas Pompa Rig N80B-1 Pada Operasi Di Sumur PMB-


15.............................................................................................                          51
Tabel 4.2 Hasil perhitungan Schedule Tekanan tiap Kenaikan 1000
Stroke.....................................................................................                            56
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Prinsip Bejana Berhubungan...................................................       9
Gambar 2.2 Konsep Pipa “U” pada Pemboran ...........................................     10
Gambar 2.3 Aliran Penutupan Sumur ........................................................      16
Gambar 2.4 Tekanan Hidrostatik dan Tekanan Formasi ..............................     23
Gambar 2.5 Anuular Preventer ...............................................................       37
Gambar 2.6 Elemen-elemen dari BOP tipe ram............................................    38
Gambar 2.7 Bagian-Bagian dari Ram tipe Preventer ...................................     39
Gambar 2.8 Drilling Spool.......................................................................       39
Gambar 2.9 Casing Head .........................................................................      40
Gambar 2.10 Accumulator .......................................................................     42
Gambar 3.1 Flowchart Perumusan Masalah  dan Pengambilan Data ............... 46
Gambar 4.1 Super Choke .........................................................................     42
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1. Profil Sumur PMB-15 ............................................................         1
Lampiran 2. Well Data PMB-15 .................................................................        2
Lampiran 3. Qui Handika Survey Report pada Trayek 12 ¼ .......................        4
Lampiran 4. Qui Handika Survey Report padaTrayek 8 ½ ..........................        6
Lampiran 5. Work Kill Sheet .....................................................................        8
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.   Latar Belakang
Semburan liar masih sering terjadi pada operasi pemboran, operasi workover,dan
operasi well service, terutama pada kegiatan pemboran eksplorasi. Maka dari itu diperlukan
pengetahuan serta penangan khusus agar semburan liar (blow out) dapat dicegah. Sehingga tidak
menimbulkan kerugian yang diakibatkan dari well kick.
Kerugian-kerugian yang ditimbulkan akibat terjadina blow kick adalah meliputi beberapa
hal sebagai berikut:
1.      Hilangnya nyawa manusia
2.      Hilangnya rig beserta peralatannya
3.      Hilangnya fluida reservoir
4.      Kerusakan lingkungan
5.      Diperlukan biaya yang sangat besar untuk penanggulangan.
Dengan alasan tersebut diatas, maka perlu dipahami dasar-dasar pengendalian sumur dan
prosedur yang digunankan untuk mencegah terjadinya semburan liar. Setiap perusahaan
mempunyai kebijakan sehubungan dengan masalah pengendalian tekanan. Kebijaksanaan
tersebut meliput: pelatihan bagi kru pemboran, uji rutin peralatan BOP (Blow Out Preventer), uji
BOP dalam pelaksanaan pemboran sesuai dengan prosedur yang baku. Well
control (pengendalian sumur) adalh suatu aktivitas pekerjaan pada suatu calon sumur
(pemboran) atau pada suatu sumur produksi yang bertujuan untuk mrnjaga agar tidak terjadi
aliran fluida dari formasi ke dalam lubang sumur (kick) selanjutnya ke permukaan sumur dan
atau suatu aktivitas pekerjaan mengendalikan dan mematikan aliran fluida formasi (kick) yang
tanpa disadari sudah terjadi ke dalam sumur atau calon sumur migas sehingga semburan liar
(blow kick) tidak terjadi.
Pada prinsipnya pengendalian sumur ada dua, yaitu kontrol primer dan sekunder. Fluida
oemboran berfungsi sebagai pengendali primer dan BOP sebagai pengendalian sekunder.
Kontrol primer bertujuan untuk mencegah masuknya fluida formasi ke dalam lubang bor
dengan cara menjaga tekanan hidrostatik kolom fluida atau sumur. Tekanan hidrostatik diatur
agar selalu besar daripada tekanan dari formasi. Pengaturan tekanan dapat dilakukan dengan cara
mengatur berat lumpur. Kontrol sekunder baru berfungsi apabila kontrol primer suda tidak dapat
lagi mengontrol tekanan formasi. Tujuan dari kontrol sekunder ini adalah untuk mencegah agar
tidak terjadi semburan liar di permukaan karena adanyan fluida yang masuk ke dalam sumur.
Caranya adalah menutup sumur dengan BOP dan mensirkulasikan lumpur yang lebih berat ke
dalam lubang bor.
Mematikan sumur (killing well) adalah memberikan tekanan lawan ke dalam sumur agar
tekanan dari dalam sumur tidak menyembur ke permukaan. Pemberian tekanan lawan adalah
dengan memompakan cairan pemati yang dipompakan akan menahan tekanan dalam sumur
unutk menyembur ke permukaan.
Atas dasar di atas, di dalam proses mematikan sumur, ada beberapa metode yang sering
digunakan untuk proses mematikan sumur demi menjaga keamanan kerja, salah satunya adalah
metode wait and weight yang akan dibahas pada tugas akhir ini.          

1.2.   Batasan Masalah
Pembahasan pada tugas akhir ini terbatas hanya menitikberatkan mengenai secondary well
control tepatnya mekanisme penutupan sumur pada saat pemboran berlangsung dan perhitungan
dengan menggunakan kill sheet untuk penanggulanganwell kick  memakai engineer
method  (wait and weight).

1.3.   Tujuan
Adapun tujuan akhir ini diantaranya:
1.      Mengetahui data-data yang perlu digunakan untuk proses pematian sumur menggunakan
metode wait and weight.
2.      Mengetahui prosedur mekanisme penutupan sumur meliputi prosedur dan teknik pelaksanaan
cara mengantisipasi well kick dengan menggunakan wait and weight.

1.4.   Manfaat
Adapun manfaat tugas akhir ini diantaranya
1.      Meningkatkan pengetahuan dan pemahanan untuk mencegah semburan liar (blow out) dengan
selamat.
2.      Meningkatkan pengetahuan tentang keselamatan, terutama pada operasi di unit rig.
3.      Mempunyai pengetahuan tentang pengendalian tekanan.
4.      Melatih dalam pembuatan karya ilmiah serta pemecahan permasalahan yang sedang diamati.
BAB II
DASAR TEORI
Pengendalian sumur (well control) dan pencegahan semburan liar (blow-out prevention)
adalah merupakan masalah penting yang harus dipahami dengan baik oleh setiap personil yang
terlibat dalam kegiatan operasi pemboran. Jika pengendalian sumur mengalami kegagalan, maka
harus cepat diambil tindakan untuk mencegah terjadinya blow out.
2.1.   Definisi Tekanan
Tekanan adalah gaya yang bekerja pada satu satuan luas. Di dalam teknik pemboran,
tekanan formasi diimbangi dengan suatu zat cair yang  dengan lumpur bor.         
Berat lumpur bor ini bisa diatur sedemikian rupa, sehingga keseimbangan antar tekanan
yang ditimbulkan oleh lumpur bor ini bisa mengimbangi tekanan formasi. Pengaturan berat
inilah yang disebut dengan kontrol tekanan atau pressure control.
Sidat dari zat cair itu adalah menekan ke segalah arah. Tekanan pada suatu bidang oleh
ketinggian 1 feet disebut gradien tekanan. Diketahui bahwa tekanan hidrostatis disebabkan oleh
zat cair. Menurut ilmu bumi, 70% dari permukaan bumi ini ditutupi oleh air asin dan air tawar.
Hal ini sangat besar pengaruhnya terhadap tekanan bawah tanah, dimana setiap lapisan normal
yang terbentuk akan sama tekanannya dengan tekanan yang sebebkan oleh air yang ada
disekitarnya, tekanan normal sangat bergantung pada tekanan yang disebabkan oleh air tawar.
Jika berat suatu zat cair diketahui, maka gradien dari zat cair tersebut bisa dicari.
Rumus yang dipakai untuk itu adalah :
.................................  (2.1)
Sumber: Well Control Engineering, 1990
Berat air tawar adalah 62,44 pound per cubic feet.
Maka gradient air  
Di daerah lepas pantai, tekanan normal diambil dari tekanan yang disebabkan oleh air
asin. Berat air laut itu adalah 66 pund per cubic feet.
Maka gradien asin 
Tekanan yang ditimbulkan oleh suatu ketinggian fluida (air, minyak, gas, atau lumpur)
pada dasar tabung atau lubang, disebut tekanan hidrostatik. Dimana tekanan hidrostatik ini
berfungsi untuk mengimbangi tekanan yang ditimbulkan dari dalam formasi.
Jadi dapat diartikan bahwa :
1.      Tekanan hidrostatik tergantung dari ketinggian zat cair yang mengisi kolom tempat za cair dan
berat jenis dari zat cair tersebut.
2.      Besarnya tekanan hidrostatik tidak dipengaruhi oleh bentuk tempat, volume zat cair dan letak
kemiringan dari tempat zat cair tersebut.
Rumus untuk menghitung tekanan hidrostatik :
PH = 0,052 x MW X TVD .............................................................................. (2.2)
Sumber: Well Control Engineering, 1990
Dimana:          PH       = tekanan hidrostatik (psi)
                        MW     = berat lumpur (ppg)
                        TVD    = kedalaman tegak (ft)

2.1.1.         Tekanan Formasi
Pembentukan tekanan formasi disebabkan oleh tekanan fluida dalam pori batuan akibat
pembebanan dari proses sedimentasi atau overburden. Tekanan formasi akan dianggap normal
apabila gradien-nya antara 0.433 – 0.465 psi/ft atau 1-1.06 ksc/meter.
Tekanan formasi digolongkan menjadi tiga :
1.      Tekanan Formasi Subnormal
                   Setiap formasi yang mempunyai gradient lebih kecil dari 0.433 psi/ft disebut formasi
yang lemah, karena tidak bisa menahan tekanan hidrostatik dari air tawar. Keadaan formasi yang
demikian sangat menyulitkan dalam mealkukan pengeboran, karena lumpur bos bisa habis
masuk ke dalam formasi dan akan menimbulkan masalah waktu meneruskan pengeboran.
Tindakan awal yang harus diambil adalh sebagai berikut:
a.       Pakai campuran penyumbat di dalam lumpur (loss circulation material)
b.      Menyumbat dengan cement (cement plug)
c.       Memasang pipa selubung sebelum meneruskan pemboran

2.       Tekanan Formasi Normal


              Setiap gradien dari formasi yang derada antara .433 – 0.465 psi/ft atau1 – 106 ksc/meter
disebut tekanan normal. Umumnya, gradien dari lumpur akan lebih besae dari gradient normal
setelah dimasukkan zat-zat kimia ke dalam campuran lumpur tersebut. Pemboran di daerah ini
biasanya tidak ada masalah bawah tanah.

3.      Tekanan Formasi Abnormal


              Formasi abnormal adalah formasi yang mempunyai gradien lebih besar dari 0.465
psi/feet. Sebagaimana diketahui bahwa salah satu fungsi lumpur pemboran di dalam lubang bir
adalah melawan tekanan formasi, maka dalam hal ini berat jenis lumur harus lebih besar sedikit
dari tekanan formasi.
              Selisih tekanan formasi dengan tekanan hidrostatis disebut tekanan lebih
atauoverbalance pressure. Kalau tekanan hidrostatik lebih kecil dari tekanan formasi maka
terjadilah pemasukan fluida formasi ke dalam lubang pemboran, ini biasa disebut kick.
Proses kick yang tidak bisa dikendalikan (uncontrolled) akan mengakibatkan semburan liar
atau blow out.

2.1.2.         Konsep Bejana Berhububungan dan Pipa “U”


1.      Bejana Berhubungan
            Bejana berhubungan adalah rangkaian beberapa bejana yang bagian atasnya terbuka dan
bagian bawahnya dihubungkan satu sama lain. Jika ke dalam bejana itu diisi air makan akan
terlihat bahwa permukaan air dalam bejana yang diam selalu terletak pada bidang datar. Begitu
pula bila bejana dimiringkan, permukaan airnya akan tetap dalam satu bidang datar.
            Tekanan dasar pada semua bejana yang berhubungan adalah sama dan besarnya sama
dengan jumlah tekanan hidrostatik cairan ditambah dengan tekanan gas atau udara diatasnya.
Gambar dibawah menunjukkan bahwa tekanan pada dasar lumbang pada semua kolom sama.
PBH1 = PBH2 = PBH3 = PBH4 = 0.052 X D X W1 ..................................(2.3)
PBH5 = 0.052 X (D1 X W1 + D2 X W2) ...................................................(2.4)
PBH6 = 0.052 X D3 X W1 + Pgas..........................................................(2.5)
Sumber: Haneka Yoma Priyangga, 2009
Dimana :          PBH    = tekanan pada dasar lubang
                        D         = kedalaman kolom cairan
                        W        = berat jenis cairan
Gambar 2.1 Prinsip Bejana Berhubungan
2.      Pipa “U”
              Pipa U merupalan salah satu bentuk dari bejana berhubungan. Tekanan dasar pada kaki
kiri dan kaki kanan sama besar. Konsep tersebut sama dengan prinsip lubang bor. Di dalam
lubang bor ada drill string dengan pahat dujjung bawah, dan ruangaannullus diantara drill
string dengan dinding lubang bor atau casing. Dua ruangan ini berhubungan di ujung bawah, dan
dapat digambarkan sebagai pipa U.
              Tekanan dalam sistem tertutup dapat dibandingkan dengan bentuk sebuah tabung U.
Salah satu lengan tabung U menggambarkan drillstring, sedangkan lengan lainnya
menggambarkan annulus.
Gambar 2.2 Konsep Pipa “U” pada Pemboran
Perubahan tekanan pada satu lengan akan mempengaruhi tekanan pada lengan yang
lain, karena untuk menjaga keseimbangan. Dalam drillsting terdapat tekanan hidrostatik lumpur,
sedangkan dalam annulus terisi lumpur dan influx (fluida formasi yang masuk ke dalam lubang
bor). Tekanan tutup drillpipe dan annulus dapat diinterprtasikan sebagai berikut :
Drill String      : BHP  + HPMud + SIDP
Annulus           : BHP + HPMud + HPInflux + SICP
Karena berat lumpur dalam drillpipe dapat diketahu, maka SIDP dapat meberikan
indikasi tekanan dasar lubang bor (yaitu pembacaan tekanan tutup drillpipe (berlaku sebagai
pembacaan tekanan dasar lubang bor). Prosedur well control untuk influx fluida formasi
berikutnya harus dicegah. Dengan demikian, maka HPMud (hydrostatic pressure mud) dan SIDP
(shutu in drill pipe) harus tetap sama dengan atau sedikit lebih besar dari BHP.
2.2.   Well Control
Pada prinsipnya ada dua macam pengendalian sumur, yaitu :
1.      Primary well control, bertujuan untuk mencegah influx dari fluida formasi dengan cara menjada
tekanan hidrostatik yang cukup di dalam lubang bor.
2.      Secondary well control, digunakan jika primary control gagal, sehingga fluida formasi masuk
ke dalam lubang bor. Tujuan dari secondary well control adalah mengeluarkan influx tersebut ke
permukaan secara aman. Hal ini dilakukan dengan menutup sumur dengan BOP dan
mensirkulasikan lumpur yang lebih berat ke dalam lubang bor. Secondary well control biasanyan
hanya diperlukan dalam pemboran eksplorasi, dimana tekanan formasi secara pasti belum
diketahui.

2.2.1.    Primary Well Control


Ada dua penyebab kegagalan primary control, yaitu
1.      Berat lumpur terlalu kecil.
2.      Ketinggian kolom lumpur berkurang.
Kedua problem tersebut dapat terjadi selama operasi pemboran berlangsung, maka
diperlukan pemantauan (monitoring) secara cermat.

1.      Berat Lumpur Terlalu Rendah


Berat lumpur terlalu rendah disebabkan oleh beberapa hal, yaitu:
a.       Pemboran menembus zona bertekanan tinggi, perlu lumpur dengan densitas lebih besar dari
kondisi normal.
b.      Pengukuran densitas yang kurang teliti.
c.       Pengenceran lumpur yang berlebihan.
d.      Masuknya gas ke dalam lumpur (gas cut mud).
Dalam praktek biasanya overbalance nilainya berkisar antara 200-300
psi.Overbalance yang terlalu besar dapat menurunkan laju pemboran (ROP), sehingga pemboran
menjadi kurang ekonomis. Jika berat lumpur berkurang, maka overbalance juga akan turun dan
dan kemungkinan terbentuknya kick menjadi lebih besar.
Berikut adalh faktor-faktor yang dapat mempengaruhi berat lumpur:
a.       Gas Cutting
Rembesan gas dari formasi ke dalam sistem sirkulasi lumpur dapat menyebabkan
turunnya densitas lumpur ke permukaan secara drastis. Gas dapat berkespansi ke dalam annulus,
sehingga menurunkan tekanan hidrostatik lumpur. Meskipun berat lumpur di permukaan dapat
turun secara drastis, tetapi pengaruh tekanan di dasar lubang bos tidak terlalu besar. Hal ini
disebabkan karena pada kenyataannya bhawa pada umumnya ekspansi gas terjadi mendekati
permukaan.

b.      Pemisahan padatan (solid removal)


Untuk mencapai efisiensi pemboran, maka serbuk bor harus dipisahkan setelah lumpur
sampai permukaan. Jika saringan yang sangat halus digunakan pada shale shaker, maka sejumlah
besar bahan-bahan pemberat (barite) juga akan terpisahkan. Untuk itu, saringan harus dipilih
agar shale shaker hanya memisahkan partikel-partikel yang lebih besar, sedangkan bahan-bahan
yang lebih halus dipisahkan pada sand trap.

c.       Pengenceran (dilution)
Pada saat lumpu dikondisikan untuk memperbaiki sifat fisik (misal ; viskositas), maka
langkah pertama adalah melakukan pengenceran (water-back) agar presentasi padatan berkurang.
Air juga dapat ditambahkan pada saat melakukan operasi pemboran sumur dalam
dimana terjadi proses penguapan. Selama operasi tersebut berat lumpur harus dimonitor secara
cermat.

2.      Berkurangnya Ketinggian Kolom Lumpur


Berkurangnya ketinggian kolom lumpur di dalam lubang bor dapat disebabkan oleh
beberapa hal sebagai berikut:
a.       Lubang Bor Tidak Dijaga Penuh
Kalau kita melakukan trip dengan pipa pemboran, seharusnya bagian dari besi yang
dicabut itu diganti dengan lumpur bor. Banyaknya lumpur yang diisikan harus sama dengan
volume dari besi yang dicabut. Harus dipastikan bahwa waktu mencabut tidak ada bagian dari
lumpur itu terbawa melalui bagian dalam pipa bor (wet). Sebelum kita cabut, kita harus mengisi
rangkaian pipa bor dengan lumpur yang lebih berat dari lumpur yang kita pergunakan sewaktu
pengeboran (mud slug).
Banyaknya lumpur yang diperlukan untuk mengisi volume pipa yang dicabut apabila
berisi lumpur :
BL = (VB + Cap. DP) X L ....................................................................(2.6)
Sumber ; Well Controlling Engineering, 1990
Dimana       : BL                 = banya lumpur, bbls
                     VB                = volume besi, bbl/ft
                     Cap. DP        = kapasitas dari DP, bbl/ft
                     L                    = panjang DP yang dicabut, ft

b.      Terjadinya Swabbing Effect Sewatu Mencabut Pipa Bor


Kick bisa terjadi akibat adanya daya hisapan (swabbing effect) oleh mara bor terhadap
formasi, karena mata bor atau bagian dari batang bor diangkat terlalu cepat. Hal ini mirip dengan
asi dari piston apabila kekentalan dari lumpur terlalu tinggi.
Apabila penurunan tekanan hidrostatik akibat swabbing sampai lebih rendah dari
tekanan formasi, maka fluida formasi akan masuk ke dalam lubang bor. Dengan masuknya fluida
formasi (minyak, gas, dan air asin) yang umunya lebih ringan dari lumpur, maka tekanan
hidrostatik dari lumpur itu akan menurun. Kalau peristiwa itu terjadi terus-menerus, maka
volume fluida formasi ini akan semakin besar dan penurunan tekanan hidrostatik pun menjadi
semakin besar akibatnya terjadilah kick.
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya swabbing :
1)      Terlalu cepat mencabut rangkaian pipa bor
2)      Terjadi ball up pada bit dan rangkaian pipa bor (bottom hole assembly)
3)      Viskositas lumpur terlalu tinggi.
Umumnya swabbing terjadi pada saat melakukan trip pada lubang yang baru tembus
karena pada bagian ini lebih besar kemungkinan terbentuknya kerak lumpur atau mud cake.
Tidak jarang swabbing terjadi pada lubang yang menyempit (tight hole).
c.       Hilang Lumpur (Lost Circulation)
Hilang lumpur dapat terjadi pada saat pemboroan menembus formasi yang rekah
(fractrued formation). Hilangnya lumpur ke dalam rongga batuan akan menurunkan ketinggan
kolom lumpur ke lubang bor. Hilang lumpur juga dapat terjadi jika berat lumpur yang digunakan
terlalu besar dan melebihi besarnya gradient rekah informasi. Akibat dari hilangnya lumpur
tersebut dapat menyebabkan terjadinya kick yang cukup berbahaya, karena influx masuk ke
dalam lubang bor dan menaikkan level lumpur dimud pit.
Hilang lumpur ke dalam formasi dapat dikurangi dengan cara :
1)      Gunakan berat lumpur yang paling rendah tapi aman
2)      Hindari tekanan kejut (pressure gauge) pada saat menurunkan pipa ke dalam lubang bor
3)      Hindari clearance annulus yang terlalu kecil antara drillstring dan lubang bor.

2.2.2.           Secondary Well Control


Dengan terdeteksinya kick dan pertambahan volume lumpur pada pit (pit gain) di
permukaan, maka primary control pada suatu sumur telah mengalami kegagalan. Jika
terjadi kick  sumur harus segera dii tutup dan dilakukan tindakan yang tepat secepatnya.
Penutupan sumur dilakukan dengan menutup BOP, kemudian menutup annulusdi
permukaan, biasanya hanya cukup dengan annular preventer saja, tetapi pipe ramjuga dapat
digunakan sebagai cadangan jika diperlukan (lihat gambar 2.3). ketika sumur
ditutup, choke  harus dibuka penuh dan selanjutnya di tutup sedikit demi sedikit untuk mencegah
tekanan kejut (sudden pressure surge. Tekanan permukaan pada drillpipe  danannulus harus
dimonitor secara cermat, karena data tekanan tersebut dapat digunakan untuk
mengidentifikasikan sifat-sifat dari influx dan menghitung berat lumpur yang diperlukan untuk
mematikan sumur.

Gambar 2.3 Aliran Penutupan Sumur

1.      Prosedur Untuk Operasi Mematikan Sumur (Shut In)


Begitu tanda-tanda terjadi kick diketahui, maka lubang bor harus ditutup secepatnya
dengan prosedur yang benar dan tepat.
Fungsi penutupan ini adalah untuk :
a.       Menahan fluida formasi jangan masuk lagi ke dalam lubang bor.
b.      Menghalangi semburan ke arah lantai bor
c.       Mengusahakan tekanan di annulus serendah mungkin bagi operasi mematikan sumur. Dengan
cepatnya kita menurup lubang, setelah kick terjadi, maka jumlah fluida yang masuk akan dapat
dibatasi sekecil mungkin. Dengan demikian, pressure di annulus juga akan relatif rendah.
d.      Mendapatkan kesempatan untuk melakukan kalkulasi unutk mematikan lubang.
Prosedur Penutupan Sumur Untuk Mematikan
a.       Penutupan sumur pada saat pengeboran berjalan
Kalau gejala kick sudah diketahui dengan pasti, maka prosedur penutupan sumur harus
dilakukan.
1)      Mematikan meja puta dan angkat kelly sampai tool joint berada di atas meja putar. Stop pompa
lumpur.
2)      Periksa aliran, buka kerangan pada choke line
3)      Tutup annular blow out preventer. Hati-hati, jang menutup pada sambungan (took join) pipa
bor.
4)      Tutup choke line, perhatikan dan catat tekanan pada pipa selubunga (SICP)
5)      Catat tekanan pada pipa bor (SIDP)
6)      Catat pertambahan volume lumpur di tangki dan periksa kalai ada kebocoran
7)      Catat berat lumpur dan keadaannya
8)      Catat perubahan tekanan pada pipa bor dan pipa selubung

b.      Penutupan sumur pada saat cabut-masuk (trip)


1)      Kalau tanda kick diketahui saat cabut masuk, dudukan pipa bor pada slip
2)      Pasang safety valve dab periksa aliran. Kalau ada aliran, pasang kelly
3)      Buka kerangan ke choke manifold, dan tutup annular blow out preventer
4)      Tutup kerangan sesudah choke manifold
5)      Catat tekanan pada pipa bor (SIDP) dan pipa sebung (SICP). Buat tabel dari perubahan tekanan
tersebut.
6)      Catat pertambahan lumpur di tangki
7)      Periksa kalau ada kebocoran
8)      Ambil data-data lumpur sewaktu kick
9)      Persiapkan untuk mematikan lumpur secara stripping  atau mematikan secara off bottom
c.       Penutupan sumur pada saat tidak ada pipa pengeboran di dalam lubang.
Keadaan ini bisa terjadi bila gejala kick terlihat pada saat:
1)      Logging
2)      Mengganti mata bor
3)      Saat akan memasukkan pipa selubung
Hal-hal yang harus dilakukan:
1)      Periksa aliran. Kalau ada, buka kerangan ke choke line
2)      Tutup blind ram
3)      Tutup kerangan sesudah choke manifold, catat tekanan pipa selubung, dan catat pertambahan
lumpur.
4)      Periksa kebocoran dan siapkan langkah berikut
a.       Memompakan lumpur agar gas kembali ke formasi
b.      Volumetric system
c.       Stripping dan snubbing
d.      Penutupan sumur ketika sedang mencabut pipa pemberat (DC)
Apabila pertanda kick terlihat pada saat mencabut pipa pemberat, situasi ini dianggap dalam
keadaan kritis:
1)      Kalau pipa pemberat hanya tinggal beberapa batang lagi, usahakan untuk mencabut semanya
2)      Sediakan safety valve yang sesuai dengan ulir pipa pemberat
3)      Kalau keadaan tidak memungkinkan untuk melakukan langkah-langkah diatas, pipa ini dapat
dilepas dan dijatuhkan ke dalam lubang bor.

2.      Cara Mengetahui Jenis Influx Setelah Terjadi Kick


Mengetahui jenis influx ini sangat peru sekali untuk menentukan langkah apa yang akan diambil.
Perbedaan yangn besar hanya terjadi antara fluida air asin atau minyak dengan gas. Kalau fluida
ini air asin, maka kemungkinan akan merusak kondisi lumpur. Kalau fluida ini adalah gas, maka
persiapan untuk itu akan berbeda dari pada air asin.
Rumus untuk menetukan jenis fluida ini adalah sebagai berikut :
..............................(2.7)
Sumber ; Well Controlling Engineering, 1990
Dimana: gradient fluida= gradient fluida formasi yang masuk ke lubang bor
                    SICP               = tekanan pada pipa selubung
                    SIDP               = tekanan pada pipa bor
...................................................(2.8)
Sumber ; Well Controlling Engineering, 1990
Perhitungan gradient fluida formasi adalah sebagai berikut:
Gas                  : 0.075 – 0.150 psi/ft
Minyak            : 0.3 -. 0.4 psi/ft
Air asin            : 0.470 -0.520 psi/ft
Jika gradient fluida besarya sekitar 0.25 hal ini menunjukkan bahwa influx tersebut
adalah berupa campuran antara gas dan minyak. Jika sifat-sifat influx tersebut tidak dapat
diketahu, biasanya dianggap gas, karena gas merupakan jenis influx yang sering menyebabkan
ternjadinya kick.
3.      Mengontrol Tekanan Sumur Pada Saat Sumur di Tutup
Adakalanya keadaan tidak memungkinkan untuk langsung memulai melakukan sirkulasi
untuk mematikan sumur. Ada waktu tunggu karena reparasi peralatan, persiapan menurunkan
batang bor ke dalam lubang, mengaduk lumpur dan lain-lain. Dan selama waktu tunggu itulah
gas yang masuk ke dalam lubang akan bermigrasi ke atas dan sumur tetap ditutup maka tekanan
di casing  dan di drillpipe akan naik dan dengan demikian tekanan di dalam lubang akan naik
pula. Hal ini dapat berakbibat rusaknya peralatan BOP, pecah casing dan pecah formasi.
Untuk mencegah terjadinya kenaikan tekanan di permukaan dan di dalamdrillpipei yang
berlebihan, perlu diambil tindakan pengamanan dengan membuang tekanan/lumpur dengan tetap
menjada tekanan di dasar lubang konstan sama atau sedikit lebih besar dan tekanan formasi.
Adapun cara yang harus ditempuh tergantung dari kedudukan atau letak bit:
a.       Apabila bit di dasar lubang
Pelihara tekanan tutup pipa bor (SIDP) tetap sebesar SIDP awal, dengan jalan membuang
tekanan lumpur setiap terjadi kenaikan tekanan di pipa bor, melalui choke. Dengan menjaga
tekanan pada pipa bor tetap, maka tekanan dasar lubang akan tetap sama dengan tekanan
formasi.
b.      Apabila bit tidak sama dengan tekanan formasi
Untuk menjaga tekanan di dasar lubnag tetap sama atau sedikit lebih besar dari tekanan formasi
adalah dengan mempergunakan metode passive volumetric.

4.      Slow Pump Rate


Kecepatan rendah pemompaan ini disebut Slow Pump Rate (SPR) atau Kill Pump
Rate  (KPR), sedangkan tekanan yang terjadi pada kecepatan sirkulasi ini disebutKill Rate
Pressure (KRP). Kecepatan pemompaan dan tekanan sirkulasi untuk pematian sumur, harus
ditentukan sebelum kick terjadi.
Cara terbaik untuk mengetahui tekanan sirkulasi pompa pada kedalaman daai itu adalah
dengan menjalankan pompa pada kecepatan “middle”. Jumlah stroke dan tekanan sirkulasi di
panel pada saat itu harus dicatat pada lembar isian informasi awal disebut Slow Pump
Rate  (SPR).
Cara lain yang dilakukan sementara untuk mendapatkan data slow pum rateadalah
dengn menurunkan kecepatan pompa sampai separuh dari kecepatan normal pada saat pemboran.
Kalau kecepatan normal pompa waktu pemboran 12 spm, maka data tekanan sirkulasi diambil
pada kecepatan 60 spm. Jadi jumlah stroke dari SPR adalah setengah kecepatan normal dan
tekanan sirkulasinya adalah sama dengan yang diambil saat itu.
Pengetesan slow pump rate harus dilakukan pada setiap pompa lumpur yang dipakai
untuk pengeboran. Tekanan SPR harus dilihat dari manometer yang terdapat pada
panel choke karena pada saat sumur dimatikan, seluruh data tekanan yang diambil harus dari
panel choke.
Data slow pump rate harus terus-menerus diambil terutama pada keadaan-keadaan
sebagai berikut:
a.       Setelah pertukaran crew pengeboran
b.      Setelah melakukan trip untuk mengganti mata bor atau rangkaian pengeboran dan/atau setelah
mengganti bit mozzle
c.       Setelah mengebor lubang baru sedalam 500 feet
d.      Setelah memperbaiki atau mengganti liner pompa lumpur
e.       Setelah mengadakan perubahan pada berat lumpur
f.       Bila diperkirakan akan terjadi kick
Pengambilan SPR yang paling baik adalah sesudah melakukan sirkulasi bottom
updimana kekentalan lumpur telah kembali normal dan stabil.
Tujuan dari pengambilan SPR dan pemakiananya pada pematian sumur:
a.       Mengambil data tekanan yang paling rendah dari pompa lumpur supaya jangan mengakibatkan
tingginya tekanan pada saat mematikan sumur
b.      Memberik kesempatan untuk menambah berat lumpur
c.       Mengurangi kemungkinan terjadina kerusakan pada pompa lumpur
d.      Memberikan kesempatan untuk berfikir kalau terjadi suatu kelainan
e.       Ada kesempatan untuk mengatu choke yang sesuai dengan tekanan
f.       Mengurangi keausan pada diniding sumur akibat sapuan oleh aliran lumpur

2.3.   Kick
Pada prinsipnya, pada operasi pemboran yang normal, kita harus menjaga tekanan
hidrostati lumpur pemboran agar senantiasa lebih besar dari tekanan formasi, sehingga
mengalirkan fluida formasi masuk ke dalam lubang bor atau kick dapat dicegah.
Dalam hal ini Hp harus lebih besar dari Fp
Hp  = hydrostatic pressure
Fp   = formation pressure

Gambar2.4  Tekanan Hidrostatik dan Tekanan Formasi


Walaupun demikian, pada kenyataan well kickmasih saja terjadi. Hal ini disebabkan
oleh menurunnya tekanan hidrostatik lumpur bor dan naiknya tekanan formasi yang tidak
normal. Kick yang tidak ditangani secara serius akan menjadi blow out(semburan liar).
2.3.1.      Tanda-Tanda Adanya Kick
1.      Sewaktu pemboran berlangsung, kick dapat diketahui dari beberapa tanda dibawah ini:
a.      Mengalirnya lumpur dari dalam lubang ketika pompa mati
Ini terjadi karena masuknya fluida formasi ke dalam lubang. Lumpur akan terdorong keluar
sebanyak fluida formasi yang masuk ke dalam wellbore. Kalau masuknya terus menerus, maka
akan terlihat aliran pada talang lumpur, walaupun pompa lumpur sudah dimatikan.
b.      Pertambahan volume lumpur di dalam tangki lumpur (pit gain)
Pertambahan aliran ini akan menyebabkan bertambah banyaknya volume di dalam tangki
lumpur. Hal ini dapat dilihat dari naiknya ketinggian permukaan lumpur pada bak lumpur yang
menunjukkan bahwa lumpur itu bertambah banyak. Alat pengeboran umumnya dilengkapi
dengan Pit Volume Totalize (PVT) yang dihubungkan dengan sirine (alarm) yang berfungsi
untuk memperingatkan pegawai pemboran bahwa ada pertambahan lumpur di tangki lumpur.
c.      Menurunnya tekanan pompa dan/atau perubahan berat pada weight indicator
Karena dorongan fluida dari formasi, maka seolah pekerjaan pompa mendorong lumpur keluar
dibantu oleh dorongan formasi. Ini akan mengakibatkan turunnya tanda bacaan tekanan pompa
di stand pipe. Hal ini harus diperhatikan betul-betul, karena terjadinya wash out  juga akan
menunjukkan hal yang sama weight indicator juga akan menunjukkan angka yang rendah karena
ada bantuan formasi untuk menyangga berat rangkaian pengeboran.
d.     Perubahan kecepatan pemboran (drilling break)
Laju pemboran akan lebih cepat karena kenaikan tekanan dan rongga formasi yang berpori
bagus. Teanan formasi ikut membantu pekerjaan mata bor, dan rongga-rongga pada formasi juga
akan mengakibatkan lapisan formasi itu mudah dipecahkan dan dihancurkan oleh mata bor. Hal
ini akan menyebabkan laju pemberona menjadi lebih cepat.
e.      Tanda-tanda lainnya yang juga bisa dilihat adalah naiknya kadar choloride, temperatue dan
ukuran serbuk bor.

2.      Gejala kick pada saat mencabut rangkaian pipa bor


a.      Volume pengisian lubang tidak sesuai dengan volume besi yang dicabut. Hal ini akan dapat
diketahu kalau kita memakai ttip tank.
b.      Lubang bor tetap penuh ketika mencabut rangkaian pipa bor. Kalu ini terjadi, batang bor harus
dimasukkan kemabli ke dasar lubang dan lakukan sirkulasi lumpur sampai bersih.

3.      Gejala kick  pada saat memasukkan rangkaian pipa bor


a.       Lumpur yang keluar lebih banyak dari volume besi yang dimasukkan
b.      Lumpur bor tidak berhenti mengalirr pada saat penyambungan pipa berikutnya.

4.      Gejala kick pada saat rangkaian pipa bor tidak berada dalam lubang.


Kick  terjadi misalnya pada waktu logging dan/atau mengganti mata bor. Ini dapat disebabkan
oleh swabbing yang terjadi sewaktu mencabut pipa bor dan terlambat diketahui. Kalau ini terjadi,
yang bisa dilakukan adalah menutup annular preventer, atau memotong kabel logging dan
menutup pipe rams.
5.      Gejala kick  pada saat memasukkan pipa selubung
Gejala-gejala pada kondisi ini sama dengan gejala-gejala kick pada waktu memasukkan
rangkaian batang bor.

2.4.   Metoda-Metoda Untuk Mematikan Sumur


                 Ada bermacam-macam metode untuk mematikan sumur, namun yang paling umum
dipergunakan sekarang adalah yang mempergunakan konsep menjada tekanan dasar sumur
konstan sama atau sedikit lebih besar dari tekanan formasi.
                 Tujuannya adalah untuk menjaga agar fluida formasi tidak masuklagi ke dalam lubang
bor.
Metoda-metoda yang memakai konsep diatas dan biasa digunkanan, antara lain:
1.      Engineer Method (Metoda ahli rekayasa)
Metoda in meliputi pengeluaran influz dengan cara mensirkulaskan lumpur berat
secara bersamaan. Kecepatan pompa dijaga konstan dan choke diatur untuk mencegah
masuknya influx berikutnya ke dalam lubang bor.
2.      Driller Method  (metoda ahli bor)
Metoda ini disebut juga metoda dua sirkulasi, karena mempergunakan cara dua kali
sirkulasi. Sirkulasi pertama dengan memakai lumpur semula untuk mengeluarkan influz (fluida
formasi) yang telah masuk ke dalam lubang bor. Dan sirkulasi yang kedua dengan memakai
lumpur yang telah diperberat sesuai dengan perhitungan yang memakai sumur. Metode ini sangat
baik jika barite (bahan penambah berat lumpur) tidak cukup tersedia di area pemboran. Sambil
menunggu barite, influx(fluida formasi) yang telah berada di dalam lubang bor bisa dikeluarkan.
Selain itu, dengan dikeluarkannya influxi  berarti juga mengurangi kemungkinan terjadinya
peningkatan yang tinggi pada tekanan pipa seubung akibat dari migrasi influx ke permukaan
secara todak terkontrol.
3.      Concurrent Method (metoda bersamaan)
Sistem ini disebut metoda bersamaan karena lumpur dipompakan ke dalam lubang
melalui pipa bor sambil dinaikkan berat jenisnya. Hal ini dilakukan setelah diketahui dengan
pasti bahwa sumur tersebut terjadi kick dan sumur ditutup sesudai prosedur. Dengan metode in,
sangat sulut untuk mengetahui posisi lumpur berat yang telah dipompakan di dalam sumur.
Tekanan pipa bor akan menurun secara bertahap sesuai dengan bertambahnya volume
lumpur berat sampai mencapai mata bor. Karena posisi lumpur bor mempengaruhi tekanan pada
pipa bor, maka laju turunyya tekanan tersebut tidak konsisten, dibandingkan dengan metode
yang lain.
4.      Volumetric Method (metode volumetrik)
Metoda ini adalah suatu cara mematikamn sumur yang sedang terjadi kick, baik ada
ataupun tidak ada rangkaian pipa bor dalam sumur. Prinsip perhitunganna adalah
memperrtimbangkan pengaruh tekanan yang ditimbulkan oleh sejumlah volume lumpur.
Metode ini mempergunakan sidfat dari fluida formasi yang mana akan merambat naik
(migrasi) dan akan menimbulkan pertambhan tekanan. Setiap pertambahan tekanan akan
diturunkan dengan cara membuang sebagian dari lumpur yang terdapat di dalam sumur.

2.5.   Data dan Perhitungan Kill Sheet Menggunakan Metode Engineer


2.5.1.         Data Informasi Awal (Prerecoreded Information Sheet)
                               Pada keadaan saat melakukan peemboran, atau sebelum terjadi kick, beberapa
data dari sumur harus dicatat. Pencatatan data sangat penting untuk dipakai sebagai pedoman
perhitungan untuk mematikan sumur kalau terjadi kick. Formulir isian harus diisi pada keadaan-
keadaan sebagai berikut:
a.      Pada saat setelah pergantan crew
b.      sesudah mendudukan pipa selubung, sebelum melanjutkan pemboran
c.      Sesudah melakukan penambahan rangkaian pipa pemberat, atau sesudah pergantian ukuran dari
pipa pemboran
d.     Setelah mengadakan perbaikan pada pompa (pergantian linier)
e.      Setelah melakukan pengetesab pada sepatu pipa selubung

1.      Berat Jenis Lumpur Unutk Mengimbangi (balance) Kick


Seperti kita ketahui bahwa tekanan dasar sumur harus selalu dijga agar tetap sama
dengan tekanan formasi selama operasi pemboran berlangsung.
Pada saat terjadi kick adalah sama dengan tekanan hidrostatik lumpur bor
pada  kedalaman tersebut. Sedangkan tekanan dasar sumur setelah terjadi kick adalah sama
dengan tekanan hidrostatik lumpur ditambhan dengan tekanan SIDP. Tekanan inilah yang harus
(dianggap) sama dengan tekanan formasi. Dengan kata lain,tekanan hidrostatik lumpur yang
diperlukan untuk mengimbangi tekanan formasi adalah sama dengan tekanan hidrostatik lumpur
sebelum terjadi kick ditambah SIDP.

2.      Data Pompa Lumpur


Yang dimaksud data pompa lumpur disini adalah pompa lumpu yang dipakai untuk sistem
sirkulasi.
Data yang perlu dicatat diantaranya
a.       Stroke length dan ukuran linier
b.      SPM dan SPP
c.       Dan pump output
Kapasitas (output) dari triplex pump  dapat dihitung dengan rumus:
................................................................................(2.9)
Sumber ; Well Controlling Engineering, 1990
Dimana            : PO     = Pump Output (bbl/stroke)
                           SL    = Stroke Length (inch)
                           DL    = Diameter Liner (inch)
3.      Kapasitas Drill Pipe dan Annulus
Yang dimaksud dengan kapasitas drill pipe adalah jumlah kapasitas cairan yang
dibutuhkan untuk mengisi bagian dalam dari drill pipe, yang dibatasi oleh diameter dalam
dari drill pipe.
Sedangkan yang dimaksudkan dengan kapasitas annulus adalah jumlah cairan yang
dibutuhkan untuk mengisi bagian luar dari pipa (drill pipe), yang dibatasi oleh dinding dalam
dari pipa selubung (annulus antara rangkaian bor dengan pipa selubung). Untuk mencari jumlah
cairan ini, harus diketahui ukuran dalam dan ukurusan luar daridrill pipe dan casing.
Kapasitas dalam dari pipa bor dapat dihitung dengan rumus        :
Cap pipa bor = 0.0009714 x (d2).................................................................(2.10)
Sumber ; Well Controlling Engineering, 1990
Dimana       : d = ukuran dalam (ID) dari pipa bbor (inch)

Untuk kapasitas dalam dari pipa selubung dapat digunakan rumus:


Ann.C = (D2-d2) x 0.0009714...............................................................(2.11) Sumber ; Well
Controlling Engineering, 1990
Dimana       : D = ukuran dalam (ID) dari pipa selubung (inch)
                          d = ukuran diamter dari pipa bor (inch)

4.      Shut In Drill Pipe Pressure (SIDP) dan Shut In Casing Pressure (SICP)


Tekanan pipa bor atau shut in drill pipe pressure (SIDP adalah tekanan yang terbaca
pada stand pipe pada saat terjadi kick. Kalau pipa bor memakai float valve, tekanan SIDP nya
akan 0 (nol) karena tidak ada hubungan antara tekanan formasi dengan bagian dalam pipa bor.
Kalau tida ada float valve, maka tekanan yang terbaca adalah selisish dari tekanan formasi dan
tekanan hidrostatik dari lumpur bor. Umumnya bagian dalam pipa bor akan penuh oleh lumpur
karena pada saat kick terjadi pompa lumpur masih hidup.
Tekanan pipa selubung adalah tekanan yang terbaca pada permukaan pipa selubung
pada saat terjadi kick. Tekanan di pipa selubung tidak akan sama dengan tekanan pada pipa bor
karena umumnya fluida formasi, disebut influx, pada saat terjadinya kick, masuk ke arah annulus
dari lubang bor. Biasanyan tekanan padaannulus ini biasanya lebih besar dari tekanan di pipa
bor, karena ketinggian lumpur diannulus yang menyebabkan tekanan hidrostatki menjadi lebih
kecil, akibat sebagianannulus terisi oleh fluida formasi.
Tekanan pipa bor (SIDP)  = tekanan formasi – tekanan hidrostatik lumpur
bung (SICP)      = tekanan formasi – (tekanan hidrostatik lumpur + tekanan hidrostatik fluida formasi)
Tujuan menjaga tekanan dasar sumur tetap konstan adalah untuk menghindari
masuknya fluida baru ke dalam lubang bor, yaitu dengan menjaga tekanan SIDP tetap sebesar
tekanan SICP saat tekanan formasi mulai sama dengan tekanan dasar lubang bor.

5.      Dalam Sumur (Measured Depth,  MD) dan KE dalam Tegak Lurus (True Vertical
Depth,  TVD)
Dalam sumur adalah kedalaman dari sumur tersebut sesuai dengan ukuran panjang
dari seluruh rangkaian pipa bor.
Kedalamaan tegak lurus adalah vertikal dari lubang tersebut yang dihitung dari
kemiringan lubang (terutama pada pemboran berarah)

6.      Tehnik Melakukan Test Sampai Formasi Retak (Leak Off Test)


Tujuan dari test ini adalah untuk mengetahui kekuatan dari formasi di bawah
sepatu casing. Karena bagain terlemah dari formasi umumnya terjadi di bawah sepatucasing.
Untuk mngetahui berapa kekuatan formasi di bawah sepatu casing, formasi harus di bor antara
5-10 ft dan kemudian dilakukan test tekanan dengan memakai pompa lumpur.
Caranya adalah sebagai berikut:
a.       Bor sepatu casing sampai menembus formasi baru sedalam 10 ft
b.      Sirkulasi dengan lumpur dan angkat bit sampai berada di atas sepatu casing
c.       Isi lubang dan tutup BOP
d.      Mulai pemompaan dengan pompa debit kecil tekanan tinggi
e.       Pompakan secara bertahap setiap  bbl, dan distop secara berkala sampai tekanan stbi. Catat
jumlah volume lumpur yang telah dipompakan, dan tekanan akhir  pompa di dalam statistik
f.       Pompakan terus sampai tanda formasi mulai retak, dan catat tekanan pompa.

2.5.2.         Perhitungan Untuk Menentukan Tekanan Maksimal (Calculation For Maximum


Allowable Pressure)
Perhitungan untuk menentukan tekanan maksimal merupakan perhitungan yang
digunakan untuk mematikan kick menggunakan data informasi awal yang dijadikan dasar
perhitungan serta pencatatan SIDP dan SICP.

1.      Berat Lumpur Baru (Kill Mud Weight, KMW)


Sebelumnya telah dibahas bahwa tekanan formasi harus diimbangi oleh tekanan
hidrostatik menggunakan lumpur yang disirkulasikan di dalam lubang. Sebelum terjadi kick,
berat lumpur lama (OMW) dapat mengimbangi tekanan formasi. Setelah terjadi kick, akan
terlihat bahwa tekanan hidrostatik lumpur yang ditimbulkan oleh berat lumpur lama (OMW)
tidak dapat lagi diimbangi tekanan formasi; diketahui dari terbentuknya tambahan tekanan pada
pipa bor (SIDP). Atau dengan perkataan lain, tekanan formasi itu adalah sebesar tekanan
hidrostatik yang ditimbulkan oleh berat lumpur lama (OMW) di tambah tekanan yang terbaca
pada ujung pipa bor (SIDP). Dengan demikian, untuk bisa mengimbangi tekanan formasi yang
sebesar ini, diperlukan tekanan hidrostati yang lebih besar pula, yaitu dengan menambahkan
lumpur.
Berat lumpur baru (KMW) dapat dihitung dengan persamaan berikut
KMW = SIDP : TVD : 0.052 + OMW .......................................................(2.12)
Dimana:      KMW  = Kill Mud Weigght (ppg)
                   SIDP   = Shut In Drill Pipe Pressure (psi)
                   TVD    = Trus Vertical Depth (ft)
                   OMW  = Original Mud Weight (ppg)
Setelah berat lumpur dinaikkan, tekanan hidrostatik lumpu yang menjadi tekanan dasar
sumur akan benar-benar seimbang dengan tekanan formasi. Untuk mengurangi kemungkinan
yang terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, misalnya terjadinya penurunan tekanan hidrostatik
pada saat melakukan cabut pipa, maka biasanya berat lumpur ditambhankan sedikit di atas berat
lumpur akhit. Tambahan berat ini disebut trip margin.
   
2.      Tekanan Sirkulasi Awal (Initial Circulating Pressure, ICP)
Pada dasarnya teknik mematikan kick yang normal ialahdengan mengantikan lumpur
lama dan influz yang berada di dalam lubang dengan lumpur baru yang lebih berat dari lumpur
sebelumnya. Selama proses pergantian lumpur tersebut harus selalu dijaga tekanan dasar lubang
tetap sama atau sedikit lebih besar dari tekanan formasi.
Untuk sirkulasi awal atau sirkulasli dengan kondisi di dalam pipa bor masih berisi
lumpur lama/ringan adalah
a.       Tekanan  pompa sirkulasi awal atau initial circulating pressur (ICP) sama dengankill rate
pressure (KPR) ditambah dengan SIDP.
ICP = KRP + SIDP...............................................................................(2.13)
Sumber ; Well Controlling Engineering, 1990
Dimana :          ICP      = Initial Circulating Pressure
                                    KRP    = Kill Rate Pressure
                                    SIDP   = Shut In Drill Pipe
b.      Tekanan balik di annulus  atau  back pressure di annulus saat di mulai\ sirkulasi sama
dengan shut in   casing pressure. pada kondisi awal sirkulasi, influz  dianggap masih tetap atau
relatif belum berppindah.

3.      Tekanan Sirkulasi Akhir (Final Circulating Pressure, FCP)


Yang dimaksud dengan tekanan sirkulasi akhir adalah pompa saat lumpur berat
(dengan berat jenih membunuh kick) telah mulai keluar dari bit.
Lumpur baru, bila dibandingkan dengan lumpur lama, memiliki tambahan berat jenis
yang ditujukan untuk menggantikan back pressure untuk mengimbangi tekanan formasi.
Sehingga tekanan tutup  drill pipe baru, setelah seluruh string terisi oleh lumpur baru akan sama
dengan nol.
....................................................................................(2.14)
Sumber ; Well Controlling Engineering, 1990
FCP                 = Final Circulating Pressure
KMW  = Kill Mud Weight
OMW  = Original Mud Weight
KRP    = Kill Rate Pressure
4.      Perhitungan Langkah Pompa Untuk Sirkulasi
Langkah pompa untuk sirkulasi dari permukaan sampai ke bit adalah
jumlahstroke yang diperlukan untuk mensirkulasikan lumpur berat, misalnya dari permukaan
hingga lumpur mencapat bit.
Perhitungan ini penting untuk menjadi dasar pengaturan pengurangan tekanan pompa
(back pressure pada drill pipe)saat lumpur mulai masuk ke dalam drill pipedengan ICP yang
kemudian secara bertahap harus diturunkan mencapai final circulating pressure saat lumpur
berat sampai di bit.
Untuk perhitungan ini dianggap kapasitas drill collar sama dengan drill pipe,
meskipun kenyataannya diamete dalam (ID) dalam drill collar lebih kecil dari pada drill pipe.
Surface to Bit Stroke (STB), stroke
          = DP Cap (bbl/ft) x Bit MD (ft) ÷ PO (bbl/strk) .................................(2.15)
Sumber: Well Control Kill Sheet PT.PDSI
Bit to Surface  (Bottom Up) stroke, stroke
                 =Ann. Cap (bbl/ft) x Bit MD (ft) ÷ PO (bbl/strk) ................................(2.16)
Sumber: Well Control Kill Sheet PT.PDSI
Total Stroke For One Circulation
            = STB (strk) + BTS (strk) ....................................................................(2.17)
Sumber: Well Control Kill Sheet PT.PDSI

5.      Maximum Allowable Surface Pressure (MASP) dan Maximum Allwable Mud


Weight (MAMW)
Parameter lainnya yang harus dihitung adalah maximum alloable surface
pressure (MASP) dan Maximum Allowable Mud Weight (MAMW). Ini ditujukan menngetahui
berat jenis dan tekanan maksimum yang diperbolehkan agar formasi tidak pecah.
Biasanya titik terlemah dalam suatu pemboran sumur adalah titil tertinggi pada lubang
terbuka (casing shoe). Selama operasi pengendalian sumur (well control)hal ini sangat penting
karena tekanan tidak akan melebihi gradien rekah formasi pada titik terlemah tersebut. Informasi
ini diperoleh dari hasil leak of test yang dilakukan setelahcasinf  dipasang dan disemen.
Perhitungan untuk menentukan MAMW:
Maximum Allowable Mud Weight (Max. AMW), lb/gal
                   = Surface TP ÷ Shoe TCD ÷ 0.052 + Leak of MW .................(2.18)
Sumber: Well Control Kill Sheet PT.PDSI

Perhitungan untuk menentukan MASP:


Max Allowable Surface Pressure (Formation Limit*)
            = Max AMW – OMW ) x Shoe TVD x 0.052 .....................................(2.19)
Sumber: Well Control Kill Sheet PT.PDSI

2.6.    Peralatam BOP
Peralatan BOP biasanya mengacu pada peralatan mekanis yang digunakan pada
peralatan penutupan sumur di permukaan dan peralatan bantu yang diperlukan untuk
mensirkulasikan kick keluar dari sumur. Peralatan BOP pada prinsipnya dibagi menjadi dua tipe,
yaitu Annualr (bag type) dan Ram type.
Kombinasi dari kedua tipe tersebut akan membentuk sebuah BOP stack.Berdasarkan
besarnya tekanan kerja (pressure rating), maka peralatan BOP dirancang dalam berbagai macam
bentuk dan ukuruan. Susunan BOP stack dirancang khusus sesuai dengan kondisi lingkungan
yang cukup kompleks.
2.6.1.         Annular Preventer
Oada umumnya annular preventer terdiri dari packing unit yang berupa lingkarang
karet dengan tensile strenght yang tinggi. Karet tersebut dicetak dan diperkuat dengan metal
disekelilingnya. Packing unti daoat ditekan ke arah dalam yang dioperasikan menggunakan
piston dengan tenaga hidrolik. Elemen packing tersebut akan mampu menutup sumur dengan
segala bentuk dan ukuran pipa maupun dalan kondisi tidak ada pipa. Rubber packing element ini
harus dilakukan inspeksi secara rutin agar aman dalam pengoprasikannya dan mudah diganti.
Annular preventer memberikan effective low pressure seal (5000 psi) dan biasanya
digunakan dalam penutupan sumur pada tahap pertama.
Gambar 2.5. Annular Preventer
2.6.2.         Ram Type Preventer
Ada tiga jenis ram preventer yang tersedia, yaitu
1.      Blind ram dapat menutup sumur pada saat pipa tidak ada di dalam lubang
2.      Pipe ram, dapat menutup pipa dengan ukuran tertentu (menutup annulus)
3.      Shear ram, bentuknya sama dengan bilnd ram tetapi dapat memotong drill pipe pada kondisi
darurat.
Kontruksi sealing element dibuat dari karet yang mempunyai tensile strenghttinggi
dan dirancang tahan terhadap tekanan yang sangat tinggi. Elemen-elemen tersebut ditujukan
pada gambar 2.6 yang dengan mudah dapat diganti dan kontruksi secara lengkap dapat dilihat
pada gambar 2.7. elemen pipe ram harus diubah ukurannya sesuai dengan ukuran pipa yang ada
didalam lubang bor.   Ram disisipkan di dalam bodi dan unutk mengurangi ukuran
BOP stack dua buah  ram dapat dipasang dalam sebuah single body. Berat rangkaian pipa bor
dapat digantung dari pipe ram dalam keadaan tertutup jika diperlukan.

Gambar 2.6 Elemen-elemen dati BOP tipe ram


Gambar 2.7 bagian-bagian dari ram tipe preventer

2.6.3          Drilling Spool


Driling spool adalah merupakan sambungan yang memungkinkan choke line dan kill linedapat
terpasang pada BOP stack. Spool harus mempunyai diameter paling sedikit sama dengan
diameter maksimum casing head badian atas. Spool juga harus mampu menahan tekanan sebesar
yang diderita oleh BOP stack.
Gambar 2.8 Driling Spool

2.6.4  Casing Head
Casing head biasanya merupakan komponen pertama yang dipasang
setellahcasing  diset. Elemen berikutnya adalah BOP stack yang dipasang di atas casing headdan
dihubungkan dengan fleanged, dengan cara pengelasan atau sambungan ulir.Casing head harus
dirancang agar mampu menahan tekanan sebesar yang diderita oleh BOP stack.
Gambar 2.9 Casing Head

2.6.5  Diverting System
Tipe BOP ini biasanya digunakan pada saat pemboran lubang permukaan. Jika sumur
terjadi blow-out pada sumur dangkal maka BOP stack tidak dapat digunakan karena gradien
tekanan formasi terlalu rendah. Tujuan penggunaan diverter ini adalah untuk mengendalikan
sumur dengan aman, dimana kick harus dibuang jauh dari rig. Tekanan yang rendah (500 psi),
tetapi volumenya besar, maka diverter harus mempunyai outletyang besar dengan sebuah valve
yang dapat dibuka lebih. Discharge line harus dibuat selurus mungkin.
2.6.6     Choke Line and Kill Line

Dalam persirkulasian kick harus dibuang keluar dari lubang bor, maka lumpur berat dipompakan
ke dalam sumur melalui sumur melalaui drillstring dan kelauar melaluiannulus ke permukaan,
karena sumur biasanya ditutup pada annular preventer, maka jalan keluar lainnya harus dibuat di
bawah titik yang memungkinkan fluida formasi meninggalkan annulus. Choke line mengalirkan
lumpur dan fluida kick dari BOP stack ke choke manifold. Kill dan choke line dapat digunakan
untuk memompakan langsung ke annulus.
2.6.7  Choke Manifold
Choke manifold merupakan susunan valva-valve, pipa, dan choke yang dirancang untuk
mengontrol aliran dari annulus, dan alat ini harus mampu:
1.      Mongontrol tekanan dengan menggunakan choke
2.      Mengarahkan aliran ke burning pii, flare atau mud pits
3.      Mempunyai back up line yang cukup pada setipe bagian jika manifold rusak.
4.      Tekanan kerja sama dengan BOP stack
Karena selama terjadi gas kick, maka akan terjadi efek vibrasi, sehingga
tekanandrillpipe dan tekanan annulus harus dimonitor pada choke manifold.
2.6.8     Choke Device
Choke adalah sebuah peralatan yang memberikan tahan terhadap aliran. Tahanan
tersebut akan menghasilkan tekanan balik (back pressure) yang digunakan untuk mengontrol
tekanan formasi selama operasi pemboran berlangsung. Ada 2 jenis choke (lihat gambar ...),
yaitu:
1.      Positive (fixed orifice) choke
2.      Adjustable choke (rubber or steel element)

Pembukaan choke  dapat diatur dengan menggunakan posisi relatif dari dua


buah tungsten orifice, atau disain lainnya dengan menggunakan rod atau silinder. Chokedapat
dioperasikan secara hidrolilk maupun mekanik.

2.6.9    Hydraulic Power Package


Pembukaan dan penutupan BOP dikontrol di lantai bor. Control paneldihubungkan
ke accumulator system yang mensuplai energi yang dipeerlukan oleh seluruh elemen BOP.
Gambar 2.10 Accumulator
Minyak hidrolik disimpan dalam tabung yang berisi nitrogen. Jika BOP akan ditutup, maka
minyak hidrolik dikeluarkan (sistem dirancang untuk pengoprasian kukrang dari 5 menit).
Pompa hidrolik menenkan accumulator dengan sejulah fluida yang sama untuk
menggerakkan preventer. Accumulator harus dilengkapi dengan pengatur tekanan karena
perbedaan kebutuhan elemen-elemen BOP tekanan penutupan juga berbeda (yaitu annulus
preventer memerlukan 1500 psi sementara pipe ram memerlukan 3000 psi). Fungsi lain
dari accumulator system adalah untuk menjaga agar tekanan konstan pada saar pipa sedang
diturunkan (stripped) melalui BOP. Accumulator system harus dicek fungsi kerjanya secara
teratur untuk menjamin efisiensi kerjanya.
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
Pelaksanaan penelitian untuk pembuata tugas akhir ini dilaksanak pada 1 April – 3 Mei
2011 berlokasi di Rig N80B-1, sumur PMB-15 PT. PERTAMINA DRILLING SERVICE
INDONESIA (PT.PDSI) Onshore Drilling Area Sumbagsel.

3.1 Metode Pengumpulasn Data


Metode yang digunakan dalam penelitian ini didasarkan pada metode pendekatan deskriktif yang
bertujuan untuk memecahkan masalah yang dihadapi pada waktu sekarang.
Teknik pengumpulan data ditempuh dengan prosedur penelitian yang mencakup beberapa hal,
yaitu :
1.      Melakukan Studi Literatur
Tahap studi literatur yang dilakukan dengan pengumpulan sumber informasi yang berkaitan
dengan kegiatan penelitian yang berasal dari referensi yang berhubungan dengan masakah yang
dihadapi. Sehingga data yang ada dapat mempertegas teori dan keperluan analisa
2.      Melakukan Pengamatan Lapangan
Pengamatan lapangan dilakukan untuk memperoleh data-data secar langsung di lapangan yaitu
pengambilan data yang dlakukan penulis dengan mendatangi data. Pengambilan data dilakukan
di PT.Pertamina Drilling Service Indonesia pada Rig H40D/29 Sopa dan Rig N80B-1/27
Prabumulih.
3.      Diskusi dan Analisis
Teknik pengambilan data dengan mengadakan komunikasi langsung dengan pembimbing
lapangan dan para pekerja di Rig H40D/29 Sopa dan Rig N80B-1/27 Prabumulih. Diskusi yang
dilakukan meliputi pengolahn data lapangan dan analisa hasil pengolahn. Dengan demikian
peneliti dapat mengetahui secara pasti mengenai permasalahan yang ada untuk kemudian dicari
solusi pemecahannya.
4.      Pengumpulan Data Tertulis
5.      Dengan melihat dan mengutip catatan atau dokumen serta buku yang berhubungan dengan objek
penelitian. Data yang diperoleh nantnya akan digunakan sebagai data penunjang.

3.2 Proses Pengumpulan Data


Untuk data pembahasan ini, penulis menggunakan data trayek dan penampang sumur
lokasi PMB-P2 Prabumulih di Rig N80B1. Data dari pembahasan ini tidak penuh sesungguhnya
menggunakan data real di lapangan dikarenakan pada sumur ini tidak terjadi kick.
Untuk data SIDP, SICP serta Pit Gain (influx) dibuat secara fiksi oleh penulis. Hal ini
dilakukan guna menunjang data laporan untuk perhitungan cara mematikan well kick.
Kick diasumsikan terjadi pada saat melakukan pemboran  pada trayek  8 ‘ di kedalaman
2450 Mtr menggunakan rangkaian 5”. MOT dikedalaman 1404 Mtr,SG saat itu 1.1 dan pressure
surface 1000 psi. Data SIDP diasumsikan 150 psi dan SICP 300 psi, dengan influx sebanyak 5
bbl.
PERMASALAHAN
Cara menanggulangi well kick pada sumur PMB-15 dengan menggunakan metode engineer
(wait adn weight
ANALISA
Mengetahui secara pasti mengenai permasalahan yang terjadi dan solusi untuk mengatasinya
KESIMPULAN
Dapat ditarik beberapa kesimpulan untuk proses dalam pematian sumur PMB-15 setelah
melakukan proses penelitian
HASIL
Setelah dilakukan analisa data maka akan didapatkan data perhitungan untuk mematikan sumur
agar tidak terjadi blowout seperti berat lumpur baru dan pum schedule pressure
LITERATUR DAN KEPUSTAKAAN
Pencarian referensi yang berkaitan dengan masalah yang dihadapi yang dijadikan sebagai acuan.
DATA PENELITIAN
Pengambilan data penelitian dilakukan secara langsung maupun berdasarkan asumsi di lokasi
sumur PMB-15 Rig N80B-1
  
Gambar 3.1 Flowchart Tentang Perumusan Masalah Dan Pengambilan Data
            Pompa yang digunakan pada Rig N80B1/27 ketiganya menggunakan pompa triplex pump
dengan merk national 9P100/1000Hp. Pada saat mematikan kick hanya diganakan 1. Pompa 2
dan 3 hanya sebagai cadangan apabila terjadi kerusakan pompa. Pemilihan pompa 1 dikarenakan
pompa 1 memiliki SPR paing rendah, pemilihan pompa yang paling rendah dari pompa lumpur
supaya jangan mengakibatkan tingginya tekana saat mematikan lumpur. Jadi pematian sumur
dapat diselesaikan dengan efektif dan selamat, maka sirkulasi harus dilakukan sumur
pengeboran, berat dan kekentalan lumpur, dsb.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.Stimulasi Penaggulangan Well Kick di Sumur PMB-15


Pada proses simulasi kick kita harus mengetahui terlebih dahulu tanda-tanda
terjadinya kick.Adapun tanda-tanda yang dapat dilihat untuk menhetahui gejala yang ditimbulkan
apabila terjadi kick pada saat pemboran berlangsung yaitu:
1.      Berkurangnya tekanan pompa yang terbaca pada weight indicator
Berkurangnya tekanan pada pompa disebabkan oleh tekanan formasi tersebut membantu kerja
pompa untuk mendorong lumpur pemboran.
2.      Bertambahnya volume lumpur di tangki lumpur
Umumnya pada saat melaksanakan pemboran volume lumpur pada tangki lumpur akan
berkurang seiring dengan bertambahnya kedalaman pada saat melakukan pemboran. Apabila
terjadi penambahan volume lumpur maka terindikasi bahwa adanya fluida formasi yang masuk
ke dalam lubang bor.
3.      Adanya aliran pada lubang bor pada saat sumur pompa dimatikan
Hal ini dikarenakan lumpur akan terdorong keluar dengan masuknya fluida formasi pada lubang
bor.
4.      Kecepatan pemboran meningkat
Laju pemboran akan lebih cepat karena kenaikan tekanan dan rongga formasi yang berpori
bagus. Tekanan formasi ikut membantu pekerjaan mata bor, dan rongga-rongga pada formasi
juga akan mengakibatkan lapisan formasi itu mudah dipecahkan dan dihancurkan oleh mata bor.
Hal ini aka menyebabkan laju pemboran menjadi lebih cepat.
5.      Membesarnya ukuran cutting yang terangkat membesar
Ini disebabkan karena pemboran menembus lapisan yang abnormal dan temperatur lumpur
meningkat.

Setelah terindikasi adanya kick maka pekerja/crew pemboran harus mengecek keadaan di


lubang bor. Apabila kick telah dipastikan terjadi maka primary well controltelah gagal dan harus
dilakukan secondary well control dengan cara segera melakukan penutupan sumur menggunakan
BOP. Hal ini dilakukan untuk mencegah keluarnya fluida formasi ke permukaan yang
mengakibatkan blow-out.
Prosedur umum yang akan dilakukan untuk proses penutupan sumur ketika
terjadikick pada saat pemboran berlangsung yaitu
1.      Matikan meja putar dan angkat kelly sampai tool joint berada di atas meja putar. Stop pompa
lumpur.
2.      Periksa aliran, buka kerangan pada choke line
3.      Tutup annular blow out preventer. Tutup choke line, perhatikan dan catat tekanan pada pipa
selubung (SICP)
4.      Catat tekanan di pipa bor (SIDP)
5.      Catat pertambahan volume lumpur di tangki dan periksa kalau ada kebocoran
6.      Catat berat lumpur dan keadaannya
7.      Catat perubahan tekanan pada piap bor dan pipa selubung
Pada proses simulasi penanggulangan well kick pada sumur PMB-15, kickdiasumsikan
terjadi pada saat melakukan pemboran pada trayek 8 ’ di kedalaman 2450 Mtr menggunakan
rangakian DP 5”, MOT di kedalaman 1406 Mtr, SG saat itu 1.1 dan pressure surface 1000 psi.
Data SIDP diasumsikan 150 psi dan SICP 300 psi, dengan influz sebanyak 5 bbl.

4.2.   Teknik dan Mekanisme Pelaksanaan Engineer Method (Wait and Weight)


Simulasi penangguangan well kick ini penulis melakukan proses pematian sumur dengan
menggunakan metode engineer, dimana metode ini melakukan pembunuhan kickmenggunakan
satu kali sirkulasi dengan menjaga tekanan dasar sumur konstan agar fluida tidak masuk lagi ke
dalam lubang bor pada saat well killing berlangsung.
Wait and weight method biasanya dianggap lebih baik, karena lebih aman lebih
sederhanan dan lebih cepat. Tetapi kerugiannya adalah memerlukan waktu untuk mempersiapkan
lumpur berat, sehingga memungkinkan gelelembung-gelembung gas bermigrasi.
Secara sederhanan, prosedur pematian sumur dengan metode ini adalah sebagai berikut:
1.           Kalau terjadi kick, tutup lubang sesuai prosedur yang berlaku
2.           Kerjakan kertas isian untuk engineer’s method. Naikan berat lumpur sesuai dengan perhitungan
3.           Buka choke, jalankan pompa sampai mencapai kecepatan untuk mematikan (SPR) sambil
menjaga tekanan pipa selubung tetap konstan dengan mengatur bukaan padachoke. Setelah
kecepatan pompa mencapai SPR, atur tekanan drillpipe sesuai dengan tekanan sirkulasi awal
(KPR).
4.           Teruskan pemompaan sambil menyetel bukaan choke agar penurunan tekanan di drill
pipe sesuai dengan perhitungan daftar isian sampai lumpur baru mencapai mata bor.
5.           Setelah lumpur baru mencapai mata bor, teruskan pemom[aan sambil mempertahakan tekanan
akhir pada drill pipe dan kecepatan pompa teteap konstan, sesuai denganstroke yang telah
dihitung, sampai semua fluida formasi keluar dari lubang dan berat lumpur yang telah keluar
telah sama dengan berat lumpur yang dipompakan (lumpur baru telah mencapai permukaan).

4.3    Perhitungan Data Untuk Mematikan Well Kick menggunakan Metode Engineer

1.      Data informasi awal (prerecorded information sheet)

Terdapat tiga pompa pada Rig N80B-1 dengan masing-masing tiap pompa memiliki stroke = 9 ’
dan liner 6’ dengan efisiensi 98%. Kapasitas masing-masing pompa dapat dilihat pada tabel 4.1.
Dimana pompa yang digunakan pada saat melakukan well killing menggunakan pompa 1.

Tabel 4.1 Kapasitas Pompa Rig N80B-1 Pada Operasi di Sumur PMB-15

POMPA SPM SPP


Pompa I 53 171
Pompa II 52 168
Pompa III 57 191
Sumber : Field ADM. Rig N80B-1
Kick terjadi saat bor trayek 8 ” di kedalaman 2440.95 Mtr, SPR di 2400 m
SIDP               = 150 psi
SICP               = 300 psi
Gain                = 5 barrel
Mud Of Test di 1406 Mtr, SG saat itu 1.1
P. Surface        = 1000 psi
DP 5” ID         = 4.2671”
Casing 9 ” ID= 224.4 mm = 8.8346”

2.      Input data :
a.       (OMW) Original Mud Weight            :           9.16 lb/gal
OMW  = SG x 8.33
                        = 1.1 x 8.33 = 9.16 lb/gal
b.      (KRP) Kill Rate Pressure :
Pump I             :           171 psi at          53 SPM
Pump I I           :           168 psi at          52 SPM
Pump I II         :           191 psi at          57 SPM
c.       (PO) Pump Output      :           0.08087 bbl/strk
Efisiensi pompa 98% x 0.08087
= 0.07925 bbl/strk
d.      (DPC) Drill Pipe Capacity      : 0.01769 bbl/ft
= 0.0009714 x d2
= 0.0009714 x 4.26712
= 0.01769 bbl/ft
e.       (AnC) Annullus Capacity       : 0.05153 bbl/ft
= (D2-d2) x 0.0009714
= (8.83462 – 52) X 0.0009714
= 0.05153bbl/ft
f.       (TVD) True Vertical Depth     : 2378.36 m     = 7803.4 ft
g.      (MD) Measured Depth            : 2440.95 m     = 8008.76 ft
h.      Casing Shoe TVD                   : 1391.00 m     = 4563.87 ft
i.        Casing Shoe MD                     :1400.25 m      = 4594.22 ft
j.        Surface Test Pressure (Surface TP)     : 1000 psi
k.      Leak Of Mud Density             : 9.16 ppg
l.        Casing Burst (Internal Yield 70%)     : 55000 psi
Casing 9  “ = 3944 x 70% = 2760.8 psi
m.    BOP Staact Rating                  : 5000 psi

3.      Perhitungan Tekanan Maksimal Yang Diperbolehkan (Calculation For Maximum


Allowable Pressure)

a.       Kill Mud Weight, lb/gal


= SIDP ÷ Bit TVD ÷ 0.052 +OMW
= 150 psi ÷ 7803.4 ft ÷ 0.052 + 9.16 ppg
= 9.53 ppg

b.      Initial CirculationPressure (ICP), psi


ICP = KRP + SIDP
Pompa 1  171 psi + 150 psi = 321 psi
Pompa 2  168 psi + 150 psi = 318 psi
Pompa 3  191 psi + 150 psi = 341 psi
c.       Final Circulation Pressure (FCP), psi
FCP = KRP x KMW ÷ OMW
Pompa 1  171 psi x 9.52966 ppg ÷ 9.16 ppg = 177.90 psi
Pompa 2  168 psi x 9.52966 ppg ÷ 9.16 ppg = 174.78 psi
Pompa 3  191 psi x 9.52966 ppg ÷ 9.16 ppg = 198.71 psi
d.      Srface to Bit Stroke (STB), stroke
= DP Cap x Bit MD ÷ PO (Pump Output)
= 0.01769 bbl/ft x 8008.7 ft ÷ 0.07925 bbl/stroke
= 1787 stroke
e.       Bit to Surface (Bottom Up) stroke, stroke
= Ann. Cap x Bit MD ÷ PO (Pump Output)
0.05153 bbl/ft x 808.76 ft ÷ 0.07925 bbl/stroke
= 5207 stroke
f.       Total Stroke For One Circulation
= STB + BTS
= 1787 stroke +5207 stroke
= 6994 stroke
g.      Maximum Allowable MW (Max. AMW), lb/gal
= Surface TP ÷ Shoe TVD ÷ 0.052 + Leak of MW
= 100 psi ÷ 4563.87 ft ÷ 0.052 + 9.16 ppg
= 13.37 lb.gal
h.      Max Allowable Surface Pressure (Formation Limit*)
= (Max AMW – OMW) x shoe TVD x 0.052
= (13.37 lb/gal – 9.16 lb/gal) x 4563.87 ft x 0.052
= 1000 psi
i.        Maximum Allowable Surface Pressure (Casing Limit*)
= Casing (Burst)
= 38500 psi
j.        Maximum Allowable Surface Pressure (BOP Stack Rating*)
= 5000 psi
k.      Bit to Shoe Stroke
= (Bit MD – Shoe MD) xAnn. C ÷ PO
= (8008.76 ft – 4594.22 ft) x 0.05153 bbl/ft ÷ 0.07925 bbl/stroke
= 2220.22 stroke

4.      Pump Pressure Schedule


N = merupakan interval stroke dimana untuk mengecek tekanan dari drill pipe
Pressure drop (2P) per 100 stroke
= (ICP – FCP) ÷ STB x N
= (321 psi – 177.901 psi x 1781.34 strk x 100
= 8.006252577 psi/ 100 stroke

Pressure = ICP – (2P)


Time = jumlah stroke ÷ SPM
Setelah dilakukan perhitungan diberlukan tabel schedule pengurangan tekanan pompa
dan waktu yang dibutuhkan untuk melakukan sirkulasi daari mulai permukaan hingga sampai
mata bor. Yang dapat dilihat pada tabel 4.2. Hal ini dilakukan untuk menjaga tekanan bawah
lubang bor konstan agar tidak terjadi secondary kick pada saat pematian sumur.

Tabel 4.2 Hasil Perhitungan Schedule Tekanan Tiap Kenaikan 100 Stroke

Stroke Pressure Minute


0 321 0
100 313 1.53
200 305 3.46
300 297 5.30
400 289 7.32
500 281 9.25
600 273 11.19
700 265 13.12
800 257 15.56
900 249 16.58
1000 241 18.51
1100 233 20.45
1200 225 22.38
1300 217 24.31
1400 209 26.24
1500 201 28.18
1600 193 30.10
1700 185 32.43
1787 178 33.43
  Untuk data  grafik hasil perhitungan dapat dilihat di lampiran.

4.4    Proses Pengeluaran Influx dengan Engineer Method (Wait anda Weigt)


Metode ini meliputi pengeluaran influx dengan cara mensirkulasikan lumpur berat secara
bersamaan. Kecepatan pompa dijaga konstan dan choke diatur untuk mencegah
masuknya influx berikutnya ke lubang bor.
Jika kick telah terdeteksi, maka sumur harus segera ditutup. Selanjutnya dilkakukan
pencatatan-pencatatan data untuk melakukan perhitungan data killling well. Data yang dicatat
pada sumur PMB-15 yaitu kick terjadi pada kedalaman 2450 mtr, dengan SIDP 150 psi dan SICP
300 psi. Data tersebut didapat setelah melakukan penutupan sumur dan dapat dilihat pada
indikator di manifold standpipe. Setelha sebelumnya diketahui positif telah terjadi kick, dimana
tanda-tanda kick dapat diketahui dengan cara antara lain sebagai berikut:
1.      Volume lumpur di tangki bertambah
2.      Laju aliran bertambah
3.      Ukuran dari serbuk cutting berubah
4.      Rotary torque nak
Dengan terjadinya suatu kick berarti berat lumpur lama sudah tidak mampu untuk
menahan tekanan formasi. Maka dari itu diperlukan berat lumpur baru untuk mengimbangi
tekanan formasi. Untuk perhitungan berat lumpur baru tersebut dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan sebelumnya yang telah dijelaskan. Maka didapat perubahan berat
lumpur dari berat lumpur lama sebesar 9.16 lb/gal  menjadi 9.53 lb/gal. Perubahan berat lumpur
merupakan barite sebagai bahan utama untuk menambah berat dan properties dari lumpur. Yang
perlu diperhatikan juga bahwa dalam menaikkan densitas lumpur adalah tidak boleh melebihi
gradien rekah. Sementara pada waktu mempersiapkan berat lumpur baru, dalam waktu yang
bersamaan dapat dilakukan perhitungan-perhitungan. Hal ini merupakan cara yang sangat efektif
yang mana perhitungan dilakukan dengan menggunakan blangko isian lembar kerja (work kill
sheet_ seperti yang ditunjukkan di lampiran.
Informasi-informasi lainnya juga harus perlu dicatat, yaitu kapasitas pipa danannulus,
berat lumpur lama dan output pompa. Di dalam pengukuran kapasitas pipa kapasitas drill
collar dianggap sama dengan kapasitas drill pipe, meskipun kenyataannya diameter dalam (ID)
dalam drill collar lebih kecil dari drill pipe. Pada saat melaksanakan pemboran ukuran drill
pipe 5”dengan ID 4.2671”, sehingga di dapat kapasitas pipa (drill string) 0.01769 bbl.ft sesuai
dengan perhitungan. Untuk kapasitas dari casing, digunakan datacasing pada kedalaman terakhir
yaitu casing 9 5/8” dengan ID 8.8346”. dengan perhitungan sebelumnya maka didapat
kapasitas annulus/casing sebesar 0.05153 bbl/ft. Selain itu juga data casing burst pressure untuk
mengetahui kekuatan dari pipa selubung dalam menahan tekanan dari luar (collapse pressure)
dan tekanan dari dalam (internal yield pressure). besarnya kekuatan dari pipa selubung dapat
dilihat pada tabel pipa selubung.Casing burst (70%) pada casing 9 5/8” K55 adalah 38500 psi.
Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui kekuatan pada setiap casing, perhitungan juga tidak
dibuat 100%, dikarenakan setiap casing belum tentu semuanya dalam kondisi baik yang bisa
diakibatkan oleh korosif atau terjadi penipisan pada dinding casing  akibat terkena tekanan yang
sangat tinggi oleh fluida.
Dara pendukung lain yang perlu dicatat adalah kedalaman
terakhir bit ataupuncasing baik itu kedalaman ukur atau panjang keseluruhan dari piap selubung
maupun kedalaman tegak lurus dari pipa selubung yang dihitung berdasarkan sudut
kemiringannya, diukut dalam satuan kaki. Kedalaman ukur (measured depth) dipakai untuk
memperhitungkan volume dari lubang bor dan banyak langkah dari pompa. Untuk
memperhitungkan tekanan hidrostatis yang disebabkan tinggi fluida di dalam sumur, dipakai
kedalaman tegaknya.
Perlu dicatat juga bahwa work kill sheet juga memerlukan data pompa, laju pemompaan
yang sangat tinggi akan menghasilkan kehilangan tekanan yang lebih tinggi karena adanya gaya
gesekan. Laju pemompaan yang rendah harus dilakukan untuk meminimalisir resiko pecah
formasi, terutama pada bagian casing shoe yang paling rentan terhadap tekanan tinggi. Maka dari
itu pada saat pematian sumur dilakukan sirkulasi dengan menjalankan pompa pada kecepatan
menengah atau SPR (slow pump rate), dimana pada saat pematian sumur menggunakan pompa I
dengan kill rate pressure (KPR) 171 psi dan SPR sebesar 53 spm.
Setelah semua data awal telah diisi, selanjutnya dilakukan perhitungan untuk maksimal
tekanan yang diperbolehkan untuk mengganti lumpur lama dan nflux di dalam lubang bor dengan
lumpur baru yang lebih berat dari lumpur sebelumnya. Maka dari itu diperlukan perhitungan-
perhitungan untuk mengeluarkan influx secara aman. Diantaranya yaitu menghitung berat lumpur
maksimal yang diperbolehkan, tekanan maksimal yang boleh diterima oleh formasi dan casing.
Berat lumpur maksimal yang diperoleh dari hasil perhitungan ialah 13.37 lb/gal, jadi
tidak terjadi kendala dalam hal menaikkan berat jenis dari lumpur dikarenakan berat lumpur
yang didapat tidak melebihi berat lumpur maksimal, diman berat lumpur yang digunakan 9.53
lb/gal, jadi berat lumpur baru yang digunakan masih dibawah berat lumpur maksimal yang
diperbolehkan.
Dari hasil perhitungan yang didapat, antara lain ICP 321 psi, FCP 179 psi dan
schedule/jadwal langkah pompa dan penurunan/ kehilangan tekanan di drillpipe setiap menit.
Perhitungan-perhitungan tersebut sangatla penting dilakukan untuk dijadikan dasar pengaturan
penurunan tekanan poma saat lumpur mulai masuk ke dalam drill pipe dengan OCP sebesar 321
psi hingga FCP mencapai 178 psi saat lumpur berat benar-benar mencapai di bit. Hal inilah yang
menentukan profil bagaimana variasi tekanan standpipe terhadap waktu selama proses mematika
sumur. Selama tahapan ini choke diatur untuk menjada tekanan standpipe konstan sesuai dengan
perhitungan yang didapat. Hal ini dilakukan guna menghindari tekanan yang terlalu besar di
BHP (Bottom Hole Pressure).  Pada saat lumpur berat samapi di pahat, maka tekanan SIDOP
seharusnya berkurang hingga 0.
Metoda satu sirkulasi dapat dibagi menjadi 4 tahap yang akan dijelaskan secara teerpisah.
Jika sirkulasi melalui choke, maka akan terjadi kehilangan tekanan pada choke (pressure choke).
Kehilangan tekanan melalui choke ditambah hydrostatic hand di dalamannulus harus sama
dengan tekanan formasi. Maka pressure choke adalah sama dengan SICP jika sirkulasi
melalui choke.
1.      Fase I (Pendesakan Lumpur Berat Di Dalam Drillstring)
Jika driller menghidupakan poma, maka lumpur berat akan masuk ke
dalamdrillstring melalui choke. Choke harus diatur agar tekanan standpipe berkurang. Pada
kenyataannya tekanan berkurang bert hap dengan menjaga tekanan standpipe konstan pada
periode waktu tertentu. Drill string sudah terisi penuh lumpur berat, maka
tekananstandpipe seharusnya menjadi sama dengan pressure choke. Tekanan pada annulus
biasanya naik karena adanya pengurangan tekanan hidrostatik yang disebabkan oleh ekspansi gas
di dalam annulus.
2.      Fase II (Pemompaan Lumpur Berat Ke Dalam Annulus Hingga Influx MencapaiChoke)
Selama tahap ini choke diatur untuk menjaga agar tekanan standpipe konstan
(tekanan standpipe = tekanan choke). Tekanan annulus akan bervariasi lebih signifikan
dibandingkan dengan fase-I karena adanya dua efek, yaitu
a.       Naiknya hidrostatik head karena lumpur berat cenderung mengurangi SICP
b.      Jika influx berupa gas, ekspansi gas akan cenderung menaikkan SICP karena berkurangnya
hidrostatik head.
3.      Fase III (Waktu Yang Diperlukan Untuk Mengeluarkan Influx Dari Annulus)
Dengan keluarnya influx maka tekanan hidrostatil dalam annulus akan naik karena
dipompakan lumpur berat melalui pahat untuk mendesak influx. Oleh karena itu SICP akan
berkurang secara signifikan. Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa tekanan standpipe harus tetap
dijaga konstan.

4.      Fase IV (Tahap Antara Saat Pengeluaran Influx dan Lumpur Berat Mencapai


Permukaan)
Selama fase ini seluruh lumpur lama akan disirkulasikan keluar dari annulus dan
digantikan dengan lumpur baru sampai penuh. Tekanan annulus akan berkurang sampai 0 (nol),
dan choke harus terbuka penuh. Tekanan standpipe harus dama dengan tekanan
padachoke. untuk mengecek bahwa sumur telah benar-benar mati (aman), maka poma dimatikan
dan choke ditutup. Tekanan drill pipe dan annulus harus 0 (nol) jika tidak berat masih
terdapat influx. Jika sumur dalam keadaan mati maka annular preventer dibuka sirkulasikan dan
kondisikan lumpur sebelum pemboran dilanjutkan. (Trip Margin biasanya diambil antara 0.2 –
0.3 ppg).

4.5.  Peralatan Untuk Menjaga Tekanan SICP dan SIDP


Alat yang digunakan untuk menjaga tekanan casing dan drillpipe selama proses pematian
sumur adalah superchoke. Hal ini dilakukan agar kita bisa mengatur dan menjaga tekanan
tersebut sesuai dengan schedule yang didapat pada waktu kita melaksanakan perhitungan.
Choke ini merupakan salah satu jenis hydrauloc adjustable choke yang dapat menutup
penih sehingga dapat dipakai untuk menutup sumur.tekanan kerja dari choke ini 10.000 psi dan
telah dicoba tahan selama operasi pada tekanan tinggi.
Choke memiliki mekanisme dua plate bulat dengan lingkaran lubang hmpir setengah
lingkaran dan equivalent dengan 1 ½” lingkaran. Satu dari plate ini digerakkan berputar dengan
tenaga hydraulic untuk menutup atau membuka choke.
Gambar 4.1 Super Choke

Sangat kecil kemungkinak choke tersumbat atau aus setelah dipakai dalam waktu yang
lama, tetapi apabila tersumbat dapat dengan mudah dibersihkan dengan
membukachoke. pembangkit tenaga hidrolik dapat menggunakan udara atau pompa tangan
hidrolik sebagai cadangan kalau saluran hidrolik dan consule rusak
sampai choke, maka chokedioperasikan langsung dengan manual yaitu diputar memakai tongkat
besi.
BAB V
PENUTUP
5.1.   KESIMPULAN
Setelah penulis melakukan pengambilan data lapangan, melakukan pengamatan dan
menguraikan hasil dari pembahasan. Selanjutnya penulisa dapat menarik beberapa kesimpulan,
diantaranya adalah sebagai berikut:
1.  Pengendalian sumur (well control) dan pencegahan semburan liar (blow-out prevention) adalah
merupakan masalah penting yang harus pihamai dengan baik oleh setiap personil yang terlibat
dalam kegiatan operasi pemboran. Jika pengembalian sumur mengalami kegagalan, maka harus
cepat diambil tindakan untuk mencegah terjadinyablow-out.
2.  Perhitungan well killing digunakan untuk mengetahui berat lumpur baru yang digunakan, setelah
dilakukan perhitungan untuk well killing pada sumur PMB-15 pada kedalaman 2440.95 mtr
MMD dengan metode engineer didapatkan berat lumpur baru yang digunakan untuk
mengatasi kick yaitu sebesar 9.53 ppgl
3.  Langkah pompa (schedule) untuk sirkulasi dari permukaan sampai ke bit dalam hal ini jumlah
stroke yang diperlukan untuk mensirkulasikan lumpur berat. Wakyu yang dibutuhkam untuk
mensirkulasikan lumpur baru hingga mencapai bit yaitu selama 33.43 menit dan pressure
drop sebesar 178 psi dan langkahkerja pompa yang dibutuhkan 1787 stroke.
4.  Perhitungan ini penting untuk menjadi dasar pengaturan pengurangan tekanan pompa (back
pressure pada drill pipe) saat lumpur mulai masuk ke dalam drill pipe dengan ICP yang kemudia
secara bertahap harus diturunkan mencapai final circulation pressure saat lumpur berat sampai
di bit, dimana data yang digunakan untuk mematikan kick menggunakan data informasi awal
yang dijadikan dasar perhitungan serta pencatatan SIDP dan SICP.
5.  Perubahan berat lumpur menggunakan barite sebagai bahan utama untuk menambah berat dan
properties dari lumpur. Yang perlu diperhatikan juga bahwa dalam menaikkan densitas lumpur
adalah tidak boleh melebihi gradient rekah. Laju pemompaan yang rendah harus dilakukan juga
untuk meminimalisir risiko pecah formasi, terutama pada bagian cashing shoe yang paling rentan
terhadap tekanan yang tinggi.

5.2.   Saran
Setelah menguraikan hasil dari pembahasan selama penelitian ada beberapa saran yang
dapat disampaikan, diantaranya ialah:
1.      Apabila terjadi kick pada saat pemboran berlangsung, pembunuhan well kick dengan
metode engineer hanya dapat dilakukan apabila tersedia barite yang cukup barite, yang
digunakan untuk membuat lumpur baru yang lebih berat.
DAFTAR PUSTAKA

Pertamina Ubeb Limau. 2007. “Sertifikasi Penguasaan Tentang Sumur”. Prabumulih


Pertamina. 2011. “Well Data PMB 21 / PMB-P15, Prabumulih”. Pertamina EP Area Sumbagsel.
Pertamina. 2011. “Well Profile PMB 21 / PMB-P15, Prabumulih”. Pertamina EP Area Sumbagsel.
Priyangga, Heneka Yoma. 2009. “Well Control I ”. PT. Pertamina Drilling Service Indonesia. “Kertas
Kerja Wajib tidak diterbitkan”.
Priyangga, Heneka Yoma. 2009. “Well Control II”. PT. Pertamina Drilling Service Indonesia. “Kertas
Kerja Wajib tidak diterbitkan”.
PT. Caltrex Pacific Indonesia. 1990. Basic Drilling Practice “Well Control Engineering”.
PT. Caltrex Pacific Indonesia. Duri Training Center. “Well Control Cource”.
Qui Handika. 2011. “Survey Report PMB-P15,Prabumulih”. Pertamina EP Area Sumbagsel.

Diposting oleh Unknown di 07.24 2 komentar: 


Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Postingan Lebih BaruBeranda


Langganan: Postingan (Atom)
Mengenai Saya
Unknown
Lihat profil lengkapku
Arsip Blog
 ▼  2015 (1)
o ▼  Juni (1)
 <!--[if !mso]>v\:* {behavior:url(#default#VML);}o...
Tema Perjalanan. Gambar tema oleh centauria. Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai