Anda di halaman 1dari 36

COVID-19 Update & Pulmonary

Embolism Management

Erlina Burhan
Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi
FK UI - RSUP Persahabatan
Ketua PDPI DKI Jakarta
Satgas COVID-19 PB IDI
Pendahuluan
• COVID-19 menular sehingga dibutuhkan kedisiplinan semua pihak untuk
menjalani protokol pencegahan
• Obat spesifik dan vaksin untuk COVID-19 belum ada

Transmisi
LANGSUNG TIDAK LANGSUNG
▪ Droplet → tumpah ke
▪ Droplet → permukaan benda
Percikan langsung
▪ Kemudian kita
▪ Jarak 1-2 meter menyentuh dengan
dari orang yang tangan, tangan
batuk/bersin tanpa menyentuh wajah
ditutup (mata, hidung, mulut)
tanpa cuci tangan
Transmisi via airborne?
 Morawska dan Milton didukung oleh 239 ilmuwan di 32 negara di
dunia, mendesak tenaga kesehatan dan otoritas kesehatan publik
untuk mempertimbangkan potensi penularan melalui udara dalam
commentary ‘It is time to address airborne transmission of COVID-19’
dalam jurnal Clinical Infectious Disease, 2020

 Respon WHO pada 7 Juli 2020:


 Kemungkinan transmisi airborne di setting publik, terutama pada
kondisi padat, tertutup, dan berventilasi buruk
 WHO terbuka dengan bukti-bukti yang ada dan mempertimbangkan
kewaspadaan yang perlu diterapkan terkait dengan implikasi cara
penularan tersebut

Morawska, L. & Milton, D. Clin. Infect. Dis. https://doi.org/10.1093/cid/ciaa939 (2020).


Gejala COVID-19 Gejala Pada Organ Lain
1. Demam (87.9%)
2. Batuk (kering [67.7%]; berdahak Otak • Stroke, kejang, inflamasi otak
[33.4%], darah [0.9%])
Mata • Konjungtivitis, inflamasi kornea
3. Gangguan pernapasan (kesulitan
bernapas) [18.6%] Hidung • Anosmia

4. Nyeri tenggorokan (13.9%) Kardiovaskular


• Pembekuan darah, vasokonstriksi pembuluh
darah
5. Nyeri Kepala (13.6%)
6. Nyeri otot (14.8%) Hati • Peningkatan enzim hati

7. Gangguan penciuman Intestinal • Diare


8. Penurunan pengecapan Ginjal • AKI, proteinuria
9. Mual/ muntah/ nyeri perut • GBS, ensefalitis, kejang, halusinasi, gangguan
Neurologis
(5.0%) kesadaran
10.Diarrhea (3.7%)
11.Lemas (38.1%)
Report of the WHO-China Joint Mission on Coronavirus Disease 2019 (COVID-19). WHO. 2020. who-china-joint-mission-on-covid-19---final-report-1100hr-28feb2020-11mar-update.pdf. (Accessed 6 June 2020)
Koagulopati dan trombosis pada COVID-19

Peningkatan kadar D-dimer di dalam


darah merupakan penanda yang
signifikan untuk resiko koagulopati
intravaskular paru dan perburukan
prognosis pada pasien dengan
COVID-19
The Lancet Rheumatology 2020; 2: e437–45
Pemeriksaan Penunjang
 Darah Perifer Lengkap/Darah Rutin  Bilirubin total, direk, indirek
 Leukopenia/normal, limfopenia, monositosis  Kultur MO dengan resistensi
 LED  Anti HIV
 Gula darah  Pencitraan:
 Ur, Cr  Rontgen toraks AP/PA:
 SGOT, SGPT menunjukkan gambaran pneumonia
 Na, K, Cl  CT Scan toraks : menunjukkan
gambaran opasitas ground-glass
 Analisis gas darah (GGO)
 Prokalsitonin  EKG (pasien dengan hipertensi &
 PT, APTT, D-Dimer takikardi)
RT-PCR: Diagnosis Pasti COVID-19 (Gold
 Waktu perdarahan Standard)
7

Perbedaan profil
lab pada DIC dan
PIC akibat
COVID-19

The Lancet Rheumatology 2020; 2:


e437–45 Copyright PT Sysmex Indonesia
Interpretasi
Definisi Kasus
SUSPEK PROBABLE TERKONFIRMASI

• Individu dengan ISPA dan • Kasus suspek dengan • Pasien dengan atau
riwayat perjalanan ke daerah ISPA tanpa gejala DAN hasil
transmisi lokal Berat/ARDS/Meninggal PCR POSITIF
• Individu dengan gejala ISPA dengan gambaran klinis .

DAN sesuai COVID19 DAN


• Riwayat kontak dengan kasus • Tidak ada hasil
konfirmasi pemeriksaan PCR dengan
• Individu dengan ISPA Berat/ alasan apapun
Pneumonia Berat tanpa
diketahui penyebabnya
.

Istilah OTG diganti dengan Kasus


Istilah PDP diganti dengan Suspek Konfirmasi tanpa gejala (asimtomatik)
Klasifikasi Derajat Keparahan Gejala
RINGAN
Demam > 38C,
SEDANG
Batuk,
Demam >38c,
BERAT
Nyeri tenggorokan,
Sesak napas,
Hidung tersumbat, Pasien remaja / dewasa,
Batuk persisten/menetap dengan :
Malaise dan sakit tenggorokan
▪ Demam ATAU gejala Pasien Anak
(tanpa pneumonia, tanpa Pada pasien anak : batuk ISPA disertai salah satu Batuk ATAU kesulitan
komorbid) dengan takipnea (frekuensi dari : bernapas, disertai salah satu
napas berdasarkan usia) ▪ RR > 30x/menit dari :
1. Sianosis sentral ATAU
▪ Distres napas berat
SpO2 <90% pada udara
▪ SpO2 <90% pada kamar
udara kamar 2. Distres napas berat
3. Tanda pneumonia berat
Tatalaksana:
Pasien Terkonfirmasi (Positif) COVID-19
1. Tanpa Gejala
 Isolasi mandiri di rumah selama 14 hari
 Diberi edukasi apa yang harus dilakukan (diberikan leaflet untuk dibawa ke rumah)
 Vitamin C 3 x 1 tab (untuk 14 hari)*
 Pasien mengukur suhu tubuh 2 kali sehari, pagi dan malam hari
 Pasien dipantau melalui telepon oleh petugas FKTP
 Kontrol di FKTP setelah 14 hari untuk pemantauan klinis

Protokol Tatalaksana COVID-19 (PDPI, PERKI, PAPDI, PERDATIN, IDAI) April 2020
Tatalaksana:
Pasien Terkonfirmasi (Positif) COVID-19
2. Gejala Ringan
 Isolasi mandiri di rumah selama 14 hari
 Diberi edukasi apa yang harus dilakukan (leaflet untuk dibawa ke rumah)
 Vitamin C, 3 x 1 tablet (untuk 14 hari)*
 Klorokuin fosfat, 2 x 500 mg (untuk 5 hari) ATAU Hidroksiklorokuin,1x 400 mg (untuk 5 hari) ATAU
 Azitromisin, 1 x 500 mg (untuk 5 hari) dengan alternatif Levofloxacin 1x 750 mg (untuk 5 hari)
 Simtomatis (Parasetamol dan lain-lain)
 Bila diperlukan dapat diberikan Antivirus : Oseltamivir, 2 x 75 mg ATAU Favipiravir (Avigan), 2 x 600
mg (untuk 5 hari)
 Kontrol di FKTP setelah 14 hari untuk pemantauan klinis
Protokol Tatalaksana COVID-19 (PDPI, PERKI, PAPDI, PERDATIN, IDAI) April 2020
Tatalaksana:
Pasien Terkonfirmasi (Positif) COVID-19
3. Gejala Sedang
 Rujuk dan isolasi ke Rumah Sakit/Rumah Sakit Darurat, seperti Wisma Atlet selama 14 hari
 Vitamin C diberikan 200-400 mg/8 jam dalam 100 cc NaCl 0.9 % habis dalam 1 jam secara
Intravena (IV) selama perawatan
 Klorokuin fosfat, 2 x 500 mg (untuk 5 hari) ATAU Hidroksiklorokuin dosis 1x 400 mg (untuk 5 hari)
 Azitromisin, 1 x 500 mg (untuk 5-7 hari) dengan alternatif Levofloxacin 750 mg/24 jam per IV atau
oral (untuk 5-7 hari)
 Antivirus: Oseltamivir, 2 x 75 mg ATAU Favipiravir (Avigan) loading dose 2 x 1600 mg hari ke-1 dan
selanjutnya 2 x 600 mg (hari ke 2-5)
 Simtomatis (Parasetamol dan lain-lain)

Protokol Tatalaksana COVID-19 (PDPI, PERKI, PAPDI, PERDATIN, IDAI) April 2020
Tatalaksana:
Pasien Terkonfirmasi (Positif) COVID-19
4. Gejala Berat
 Isolasi di ruang isolasi Rumah Sakit Rujukan
 Diberikan obat-obatan rejimen COVID-19 :
 Klorokuin fosfat, 2 x 500 mg perhari (hari ke 1-3) dilanjutkan 2 x 250 mg (hari ke 4 -10) ATAU
Hidroksiklorokuin dosis 1x 400 mg (untuk 5 hari)
 Azitromisin, 1 x 500 mg (untuk 5 hari)
 Antivirus : Oseltamivir, 2 x 75 mg ATAU Favipiravir (Avigan) loading dose 2 x 1600 mg hari ke-1 dan
selanjutnya 2 x 600 mg (hari ke 2-5)
 Vitamin C diberikan secara Intravena (IV) selama perawatan
 Diberikan obat suportif lainnya dan pengobatan komorbid yang ada
 Monitor yang ketat agar tidak jatuh ke gagal napas yang memerlukan ventilator mekanik

Protokol Tatalaksana COVID-19 (PDPI, PERKI, PAPDI, PERDATIN, IDAI) April 2020
Keterangan
 EKG sebelum pemberian dan serial pada pemberian Azitromisin dan Klorokuin fosfat /
Hidroksiklorokuin secara bersamaan (beberapa kasus memperpanjang QTc interval)

 Pemberian Klorokuin fosfat / Hidroksiklorokuin:


 Tidak dianjurkan kepada pasien yang berusia > 50 tahun
 Tidak diberikan pada pasien kritis yang masih dalam keadaan syok dan aritmia
 Pemantauan dan pertimbangan khusus pada pasien anak dengan kondisi berat-kritis
 Tidak diberikan kepada pasien rawat jalan

 Untuk gejala ringan, bila terdapat komorbid terutama yang terkait jantung sebaiknya pasien
dirawat

Semua Suspek yang dirawat (gejala sedang dan berat) diperlakukan sama dengan Kasus
Terkonfirmasi sampai terbukti bukan COVID-19
Protokol Tatalaksana COVID-19 (PDPI, PERKI, PAPDI, PERDATIN, IDAI) April 2020
Perkembangan Terapi COVID-19
Beberapa pilihan terapi lain
 Terdapat beberapa opsi untuk terapi : (Host Modifiers/Immune-Based
 Azitromisin Therapy):
 Klorokuin fosfat / Hidroksiklorokuin
• Stem cell therapy
 Antivirus : • Plasma convalescent therapy
 Oseltamivir • Inhibitor IL-6 (Tocilizumab,
 Favipiravir Sarilumab, Siltuximab)
• Inhibitor IL-1 (Anakinra)
 Kombinasi Lopinavir + Ritonavir, • Interferon
 Remdesivir • Human immunoglobulin
• Imunomodulator lainnya
• Steroid

Therapeutic Options Under Investigation [Internet]. 2020 [cited 24 July 2020]. Available from: https://www.covid19treatmentguidelines.nih.gov/therapeutic-options-under-investigation/
Sembuh Pulang
 Memenuhi kriteria selesai isolasi dan  Perbaikan klinis menyeluruh (gambaran
dikeluarkan surat pernyataan selesai radiologis dan pemeriksaan darah) yang
pemantauan berdasarkan penilaian dokter di dinilai oleh DPJP, pasien dinyatakan boleh
fasyankes atau oleh DPJP pulang
 Pasien konfirmasi dengan gejala berat/kritis  Tidak ada tindakan/perawatan yang
mungkin memiliki hasil pemeriksaan follow dibutuhkan oleh pasien, baik terkait COVID-
up RT-PCR persisten positif 19 ataupun masalah kesehatan lain yang
 Karena pemeriksaan RT-PCR masih dapat dialami pasien
mendeteksi bagian tubuh virus walaupun  Pasien Konfirmasi dengan gejala berat/kritis
virus sudah tidak aktif yang sudah dipulangkan tetap melakukan
 Penentuan sembuh berdasarkan hasil isolasi mandiri minimal 7 hari sebagai
assessmen yang dilakukan oleh DPJP pemulihan dan kewaspadaan terhadap
munculnya gejala COVID-19
Kementrian Kesehatan RI. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Coronavirus Disease (COVID-19) Revisi Ke-5. Juli 2020.
Selesai Isolasi
 Kasus Konfirmasi Asimptomatik yang tidak dilakukan pemeriksaan follow up
RT-PCR dihitung 10 hari isolasi mandiri sejak diagnosis konfirmasi

 Kasus Probable/Kasus Konfirmasi Simptomatik yang tidak dilakukan


pemeriksaan follow up RT-PCR dihitung 10 hari sejak onset ditambah minimal
3 hari tidak bergejala (demam, gangguan pernapasan)

 Kasus Probable/Kasus Simptomatik dengan follow up RT-PCR 1 kali NEGATIF,


ditambah minimal 3 hari setelah tidak bergejala (demam, gangguan
pernapasan)

Kementrian Kesehatan RI. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Coronavirus Disease (COVID-19) Revisi Ke-5. Juli 2020.
Ringkasan alur pemeriksaan laboratorium pada COVID-19

Copyright PT Sysmex Indonesia 19


Emboli Paru
Definisi Etiologi
 Emboli paru terjadi ketika emboli yang  Emboli paru seringkali terjadi dari
berasal dari trombus vena berpindah ke trombus yang berasal dari sistem
aliran darah dan menyebabkan obstruksi vena dalam di ekstremitas bawah
pada percabangan vaskularisasi pulmonalis
 Ultrasonografi vena menunjukkan
kejadian trombosis vena dalam
Epidemiologi pada 30%–50% pasien dengan
emboli paru akut, dan trombosis
• Emboli paru merupakan kondisi yang sering ditemukan di vena dalam ditemukan melalui
populasi umum
venografi pada 70% pasien yang
• Insidensi tromboemboli vena, yaitu gabungan dari emboli paru
dan trombosis vena dalam, adalah 100–200 per 100.000 terbukti mengalami emboli paru
penduduk
• Insidensi dari emboli paru akut sulit untuk diperoleh karena
manifestasi klinis pasien yang bervariasi, dari temuan insidental
yang asimtomatik hingga kematian mendadak

Respiratory Medicine, 5th ed. 2019. Poland: Elsevier.p.191-6.


Faktor Predisposisi Terjadinya
Tromboemboli Vena

 Emboli paru ‘dapat dipicu’ jika faktor risiko yang bersifat sementara dialami dalam kurun waktu 3
bulan sebelum awitan
 Hal ini penting untuk diidentifikasi karena dapat mempengaruhi durasi pemberian antikoagulan
 Pada emboli paru akut, 30% kasus tidak ditemukan faktor risiko yang dapat diidentifikasi
Respiratory Medicine, 5th ed. 2019. Poland: Elsevier.p.191-6.
Manifestasi Klinis
 Bervariasi, dari asimtomatik hingga kematian mendadak
 Gejala-gejala yang umum dijumpai meliputi:
 Nyeri dada pleuritik awitan mendadak
 Sesak napas
 Hemoptisis
 Sinkop atau presinkop
 Tanda-tanda dari trombosis vena dalam di ekstremitas bawah: bengkak
atau nyeri pada betis
 Hipotensi dan tanda-tanda syok jarang ditemukan
 Tetapi mengindikasikan instabilitas hemodinamik pada emboli paru akut
 Perlu segera diidentifikasi dan ditangani

Respiratory Medicine, 5th ed. 2019. Poland: Elsevier.p.191-6.


Pemeriksaan
Rontgen toraks
• Tidak sensitif maupun spesifik untuk mendiagnosis emboli paru, dapat digunakan untuk
mengeksklusi kelainan lain (pneumotoraks)
• Sering tidak ditemukan kelainan pada rontgen toraks
• Abnormalitas yang dapat ditemukan: pembesaran arteri pulmonalis dan opasitas ruang
udara berbentuk baji (wedge-shaped) di perifer, menandakan terjadinya infark paru

Analisis Gas Darah


• Untuk menilai terjadinya hipoksia relatif → dapat dievaluasi melalui gradien A-a
(alveolus-arteri)

Elektrokardiogram (EKG)
• Abnormalitas yang paling sering didapatkan yaitu sinus takikardia
• Pada kasus berat, dapat ditemukan tanda-tanda regangan ventrikel kanan (inversi
gelombang T pada V1-4 dan sadapan inferior serta adanya blok cabang berkas kanan
(RBBB)
• Gambaran klasik EKG pada emboli paru yaitu S1-Q3-T3, jarang ditemukan dalam
praktik klinik sehari-hari
• Takikardia atrial, khususnya fibrilasi atrial, berkaitan dengan emboli paru
Respiratory Medicine, 5th ed. 2019. Poland: Elsevier.p.191-6.
Pemeriksaan
Pemeriksaan D-dimer
• Hanya dilakukan ketika kemungkinan terjadinya emboli paru kecil
(ditentukan secara klinis → Wells Score)
• Peningkatan D-dimer dapat terjadi pada infeksi, gagal ginjal, dan pasca
pembedahan
• Hasil D-dimer negatif menandakan kecil kemungkinan terjadi edema
paru akut pada individu dengan probabilitas rendah, tetapi tidak
mengeksklusi emboli paru pada pasien berisiko tinggi

Computed tomography pulmonary angiogram (CTPA)


• Pencitraan langsung pada bekuan darah sehingga dapat dilakukan
penilaian yang akurat dari ukuran bekuan darah, jumlah, dan lokasi
• CTPA merupakan metode terpilih untuk diagnosis pencitraan

Respiratory Medicine, 5th ed. 2019. Poland: Elsevier.p.191-6.


Pemeriksaan
Pemindaian Ventilasi
• Perfusi (V/Q) radioisotop menunjukkan area paru yang
terventilasi dan defek pengisian pada pemindaian perfusi
• Bermanfaat pada pasien yang tidak dapat menggunakan kontras,
(gagal ginjal, alergi terhadap kontras, ibu hamil)
• Kurang membantu diagnosis jika pada rontgen toraks didapatkan
abnormalitas

Ekokardiografi
• Bermanfaat dalam keadaan akut untuk mengevaluasi terjadinya
gagal ventrikel kanan akut
• Membantu mengarahkan keputusan trombolisis jika kondisi klinis
pasien tidak memungkinkan untuk dilakukan CTPA

Respiratory Medicine, 5th ed. 2019. Poland: Elsevier.p.191-6.


Diagnosis
 Pemeriksaan awal: EKG dan rontgen toraks
 Jika rontgen toraks awal menunjukkan abnormalitas dan curiga emboli paru, perlu dilakukan CTPA
 Jika hasil rontgen toraks normal, dapat dilakukan CTPA atau pemindaian perfusi (Q) dosis rendah
 Keuntungan dari CTPA: ketersediaan yang mudah dan kemampuannya dalam mendiagnosis
patologi alternatif
 CTPA memiliki risiko paparan radiasi yang tinggi pada jaringan payudara ibu hamil sehingga
meningkatkan risiko kanker payudara

 Kadar D-dimer akan meningkat karena kehamilan sehingga tidak dapat dilakukan sebagai uji
diagnostik
 Ultrasonografi Doppler ekstremitas bawah harus dilakukan jika dicurigai terjadi trombosis vena dalam
 Jika ditemukan bekuan darah maka tata laksana segera perlu dilakukan tanpa perlu pemeriksaan
lebih lanjut

Respiratory Medicine, 5th ed. 2019. Poland: Elsevier.p.191-6.


Algoritma Diagnosis Pada Pasien Stabil

Respiratory Medicine, 5th ed. 2019. Poland: Elsevier.p.191-6.


Tata Laksana
Low-molecular-weight heparin (LMWH)
• Pilihan terapi yang aman pada kehamilan karena tidak melewati sawar darah-plasenta
• Dosis pemberian terapi disesuaikan dengan berat badan ibu dalam tatalaksana emboli
paru nonmasif

Warfarin
• Bersifat teratogenik, sehingga tidak digunakan selama kehamilan

Trombolisis sistemik
• Diberikan untuk emboli paru massif
• Pada pasien dengan risiko tinggi harus dipertimbangkan tata laksana lain bila tersedia
• Bedah embolektomi dan trombolisis terpandu kateter dosis rendah (lower-dose
catheter-directed thrombolysis).

Respiratory Medicine, 5th ed. 2019. Poland: Elsevier.p.191-6.


Tata Laksana Emboli Paru Akut
Evaluasi apakah pasien dalam kondisi syok kardiogenik sekunder akibat emboli paru?

Pasien syok/hipotensi
 Didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik <90 mmHg atau penurunan >40
mmHg yang menetap setelah 15 menit pemberian resusitasi cairan yang adekuat
tanpa adanya penyebab alternatif lain, seperti sepsis.
 Jika pasien dalam kondisi syok, dapat diindikasikan trombolisis dengan tissue-
type plasminogen activator (tPA), seperti alteplase
 Setelah mengevaluasi tidak adanya kontraindikasi: perdarahan intrakranial,
kecurigaan diseksi aorta atau stroke iskemik dalam 3 bulan terakhir

Respiratory Medicine, 5th ed. 2019. Poland: Elsevier.p.191-6.


Tata Laksana Emboli Paru Akut
Pasien stabil
 Prinsip pengobatan: pemberian antikoagulan dan tatalaksana suportif (oksigen
dan analgesik)
 LMWH atau heparin tak terfraksinasi/unfractioned heparin (UFH) diberikan secara
subkutis atau infus intravena
 UFH digunakan pada pasien dengan risiko perdarahan tinggi atau dalam kondisi gagal ginjal
yang berat
 Jika pemindaian untuk diagnostik belum dapat dilakukan (>4 jam), antikoagulan
harus mulai diberikan sambil menunggu konfirmasi diagnosis
 Setelah terkonfirmasi, pemberian antagonis vitamin K (warfarin) atau antikoagulan
oral langsung dapat diinisiasi dan pengobatan harus dilanjutkan selama minimal
3 bulan

Respiratory Medicine, 5th ed. 2019. Poland: Elsevier.p.191-6.


Tata Laksana Emboli Paru Akut
Pasien stabil
 Pemeriksaan menyeluruh, termasuk pemeriksaan payudara pada perempuan, dan
urin dipstik, harus dilakukan untuk menilai keganasan sebagai faktor
predisposisi
 Pemeriksaan lebih lanjut dapat dilakukan tergantung pada temuan yang ada
 Terapi antikoagulan dapat diperpanjang hingga seumur hidup apabila pasien
mengalami kejadian emboli multipel atau tanpa penyebab reversibel lain yang
dapat diidentifikasi
 Evaluasi untuk tromboemboli vena di poliklinik biasanya dilakukan setiap 3
bulan

Respiratory Medicine, 5th ed. 2019. Poland: Elsevier.p.191-6.


Pemberian Antikoagulan Pada
Tromboemboli Vena

Respiratory Medicine, 5th ed. 2019. Poland: Elsevier.p.191-6.


Stratifikasi Risiko
 Skor indeks keparahan emboli paru dapat digunakan setelah kejadian emboli
paru akut
 Untuk memprediksi prognosis dengan menilai dari faktor-faktor risiko pada
pasien
 Usia >80 tahun, riwayat medis sebelumnya dan faktor klinis saat datang ke klinik
 Jika pasien memiliki skor 1 atau lebih, maka risiko mortalitas dalam 30 hari
adalah 10,9%

Respiratory Medicine, 5th ed. 2019. Poland: Elsevier.p.191-6.


Pencegahan
 Pasien rawat inap memiliki risiko tinggi untuk mengalami tromboemboli vena
 Semua pasien rawat inap di rumah sakit harus dinilai risiko kejadian
tromboemboli vena menggunakan formulir tromboemboli vena saat admisi
 Beberapa metode untuk menurunkan risiko tromboemboli vena:
 Mobilisasi dini setelah pembedahan
 Penggunaan stoking ketat dan elastis (stoking TED)
 Pemberian profilaksis antikoagulan pada pasien rawat inap dengan risiko terjadinya
tromboemboli vena

Respiratory Medicine, 5th ed. 2019. Poland: Elsevier.p.191-6.


s

Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai