NIM : 05101181823003
KIMIA TANAH
Koloid Tanah adalah Bahan mineral dan bahan organik tanah yang sangat halus sehingga
mempunyai luas permukaan yang sangat tinggi persatuan berat (massa).
Koloid berasal dari kata Yunani yang berarti seperti lem (glue like). Termasuk
koloid tanah adalah liat (koloid anorganik) dan humus (koloid organik).
Menurut Brady (1974) koloid berukuran kurang dari 1 μ, sehingga tidak semua fraksi liat
(kurang dari 2 μ) termasuk koloid. Koloid tanah merupakan bagian tanah yang sangat aktif dalam
reaksi-reaksi fisikokimia di dalam tanah.
Partikel-partikel koloid yang sangat halus yang disebut micell (mikro cell) umumnya
bermuatan negatif. Karena itu ion-ion bermuatan positif (kation) tertarik pada koloid tersebut
sehingga terbentuk lapisan ganda ion (ionic double layer). Bagian dalam dari lapisan dalam
lapisan ganda ion ini terdiri dari partikel koloid yang bermuatan negatif (anion) sedangkan
bagian luar merupakan kerumunan kation yang tertarik oleh partikel-partikel tersebut.
Terdapat dua macam koloid dalam tanah yaitu koloid anorganik ( liat ) dan koloid organic
( humus ). Keduanya sangatlah diperlukan dalam pertumbuhan tanaman khususnya dalam proses
kapasitas tukar kation ( KTK ).
1. Koloid Anorganik ( Liat )
Fraksi liat yang berukuran kurang dari 1 mikron bersifat koloid. Koloid liat tersusun dari
mineral –mineral liat silikat dan bukan silikat yang yang mengkristal secara amorf. Sifat dan ciri
masing-masing mineral liat akan menentukan sifat dan ciri koloid liat. Mineral liat merupakan
mineral baru hasil pengkristalan dari berbagai senjawa hasil penguraian mineral primer. Liat
ini terbentuk dari senyawa SiO2, Al2O3 dan air, adakalanya magnesium, besi, dan kalium.
Fraksi liat merupakan koloid tanah yang dapat menyelaputi atau bersifat perekat/semen
dari butir – butir primer tanah sehingga dapat membentuk agregat mikro yang dapat menjerap
atau mengikat unsur hara bagi tanaman. Dengan demikian kompleks koloid tanah ini
dapat mempengaruhi sifat fisika dan kimia atau kesuburan tanah.
Koloid Anorganik terdiri-dari:
Mineral liat Al-silikat mempunyai bentuk kristal yang baik misalnya kaolinit, haolisit,
montmorilonit, ilit. Kaolinit dan haolisit banyak ditemukan pada tanah-tanah merah (coklat)
yaitu tanah-tanah yang umumnya berdrainase baik, sedangkan montmorilonit ditemukan pada
tanah-tanah yang mudang mengembang dan mengerut serta pecah-pecah pada musim kering
misalnya tanah vertisol. Ilit ditemukan pada tanah-tanah berasal dari bahan induk yang banyak
mengandung mika dan belum mengalami pelapukan lanjut.
Adanya muatan negatif pada mineral liat disebabkan oleh beberapa hal yaitu :
(1) Kelebihan muatan negatif pada ujung-ujung patahan kristal baik pada Si-tetrahedron maupun
Al-oktahedron
(2) Disosiasi H+ dari gugus OH yang terdapat pada tepi atau ujung Kristal
Pada mineral liat Kaolinit masing-masing unit melekat dengan unit lain dengan kuat (oleh
ikatan H) sehingga mineral ini tidak mudah mengembang dan mengerut bila basah dan kering
bergantian. Substitusi isomorfik sedikit atau tidak ada sehingga kandungan muatan negatif atau
KTK rendah. Muatan negatif hanya pada patahan-patahan kristal atau akibat disosiasi H bila pH
naik. Karena itu, muatan negatif mineral ini meningkat bila pH naik (muatan tergantung pH).
Keadaan ini berbeda dengan mineral liat Montmorilonit dimana masing-masing unit
dihubungkan dengan unit lain oleh ikatan yang lemah (oksigen ke oksigen) sehingga mudah
mengembang (bila basah) dan mengerut (bila kering). Hal ini karena air (dan kation-kation) dan
masuk pada ruang-ruang antar unit tersebut. Dalam proses pembentukan montmorilonit banyak
Al3+ dalam Al-oktahedron yang disubstitusi oleh Mg2+ sehingga banyak menghasilkan kelebihan
muatan negatif. Kecuali itu ruang-ruang antar unit yang mudah dimasuki air internal surface
yang aktif disamping sisi-sisi luar (external surace) dan ujung-ujung patahan. Karena itu
montmorilonit mempunyai muatan negatif yang tinggi (KTK tinggi). Mineral ini pada pH kurang
dari 6,0 hanya mengandung muatan tetap hasil substitusi isomorfik, tetapi bila pH lebih dari 6,0
maka terjadi muatan tergantung pH.
Illit umumnya terbentuk langsung dari mika melalui proses alterasi. Mineral ini dapat
menfiksasi K yang diberikan atau yang ada dalam larutan tanah. Adanya substitusi Si 4+ dari Si-
tetrahedron oleh Al3+ menyebabkan muatan negatif mineral ini cukup tinggi.
Pada mineral lempung, ada beberapa sifat kembang kerut mineral lempung seperti :
Terjadi jika air masuk ke dalam lapisan clay mineral sehingga bertambah beberapa
nanometer; akan meningkatkan volume dari clay.
Swelling artinya (1) pada interlayer memungkinkan proses seperti KPK, penyerapan air.
(2) clay akan mengembang sehingga luas permukaan lebih besar per unit berat terhadap
larutan tanah sehingga lebih rekatif secara kimia.
Swelling tergantung pada tipe mineral, unit-layer charge of the clay* dan sifat alami dari
cation interlayer.
Mineral 1:1
Satu permukaan adalah oksigen (dari tetrahedra), satu permukaan adalah hydroxyl (dari
oktahedra)
Terjadi ikatan hidrogen (kalau tunggal lemah, tetapi banyak akan sangat kuat) yang
mencegah mineral 1:1 untuk berkembang kerut
Mineral 2:1
Pada mineral 2:1 unsubstitute, lapisan yang berdekatan akan saring menarik karena
adanya gaya van der Waals yang lemah
Pada mineral 2:1 substitute, layer yang berdekatan saling menarik karena adanya tarikan
pada kation interlayer dan gaya van der Waals
Swelling akan sangat tergantung pada ikatan antar 2 lapisan yang berdekatan. Pada
mineral 2:1 unsubstitute ikatan tersebut lemah sehingga air tidak masuk ke interlayer.
Mineral 2:1 unsubtitute secara alami bersifat hidrofobic (water repelling). Karena tidak
ada kation di interlayer yang menjadi subyek untuk terhidrasi maka sifat hidrofilik-nya
(water-loving) terletak pada >SiOH (hasil dari ketidakteraturan kristal)
Pada mineral 2:1 substitute, affinitas tergantung dari tarikan muatan negatif (pada 2 sisi)
dengan kation interlayer. Derajad ikatan merupakan fungsi dari banyaknya isomorphous
substitution dan ukuran kation interlayer terhidrasi
Jika affinitas layer ke kation interlayer kuat, akan terjadi air tidak dapat masuk ke
interlayer, menghidrasi kation interlayer dan mengikat bagian hidrofilik. Jika affinitas
lemah, air akan masuk dan terjadi swelling karena meningkatnya hidrasi kation interlayer
dan pembasahan bagian hidrofilik. Hidrofilik pada interlayer berupa
penarikan/pengikatan air oleh kation sebagai hidrasi air dan adanya >SiOH
Mika
Besarnya unit-layer charge menyebabkan kation terikat kuat, air tidak dapat masuk
sehingga tidak terjadi swelling dan kation tidak dapat tertukar (non exchangeable)
(kecuali ada pelapukan)
Smectites atau Montmorilonit
Mempunyai unit-layer charge rendah (0.5-0.9) sehingga kekuatan penarikan lebih rendah
dari illit, vermikulit dan mika
Kation akan terikat lemah dalam interlayer sehingga semua kation akan mudah tertukar
Unit-layer charge rendah (1.0-1.5) sehingga bersifat hanya mengikat kation ukuran
tertentu saja dengan sangat kuat, air tidak masuk dan mencegah swelling.
K+ dan NH4+ karena ukuran hidrasi kecil maka dapat masuk “hole” (hole merupakan
hasil dari ring pattern pada tetrahedron dalam lembar terahedral). Karena itu, kation akan
dekat dengan sumber muatan negatif, jarak antar layer akan dekat sehingga
pengikatannya sangat kuat.
Ca+ dan Mg+ karena ukuran hidrasinya besar maka tidak dapat masuk ke “hole”. Selain
itu akan menyebabkan jarak antar layer jauh sehingga penarikan kation rendah, air dapat
masuk dan terjadi swelling. Kation akan dapat terukar.
Illit ditemukan dalam tanah umumnya mengikat K+ sehingga mineral ini tidak berswelling.
Vermiculite sangat banyak mengandung Ca+ dan Mg+ sehingga mineral ini berswelling.
Vermikulit tidak berswelling kalau kationnya tertukar oleh K.
Dalam keadaan masam, H+ dipegang kuat dalam gugusan karboksil atau phenol, tetapi
iktan tersebut menjadi kurang kekuatannya bila pH menjadi lebih tinggi. Akibatnya disosiasi H+
meningkat dengan naiknya pH, sehingga muatan negatif dalam koloid humus yang dihasilkan
juga meningkat. Berdasar atas kelarutannya dalam asam dan alkali, humus diperkirakan disusun
oleh tiga jenis bagian utama, yaitu asam fulvik, asam humik dan humin. Humus menyusun 90%
bagian bahan organik tanah (Thompson & Troeh, 1978).
Koloid liat dan humus dapat melakukan pertukaran ion, yaitu pertukaran kation-
kation yang terjerap dengan kation kation yang terdapat bebas didalam air tanah . Urutan
pertukarannya dari yang paling sukar ke yang paling mudah ditukar adalah : H, Al, Ba, Ca, Mg,
K, NH4 dan Na. Untuk memudahkan memahami koloid liat dan koloid humus maka dapat
dilihat dari perbedaan kedua koloid tersebut pada tabel berikut ini :
Tabel 1. Perbedaan Antara Koloid Humus dan Koloid Liat
5. Sifat koloid Labil, mudah dibentuk dan Lebih stabil, terbentuk lebih
mudah diuraikan oleh
lama dan sukar terurai
mikroba tanah
Sumber : Setjamidjaja, 1994
KTK merupakan jumlah total kation yang dapat dipertukarkan (cation exchangable) pada
permukaan koloid yang bermuatan negatif. Satuan hasil pengukuran KTK adalah milliequivalen
kation dalam 100 gram tanah atau me kation per 100 g tanah.
Kapasitas tukar kation (KTK) menunjukkan ukuran kemampuan tanah dalam menjerap
dan dan mempertukarkan sejumlah kation. Makin tinggi KTK, makin banyak kation yang dapat
ditariknya. Tinggi rendahnya KTK tanah ditentukan oleh kandungan liat dan bahan organik
dalam tanah itu. Tanah yang memiliki KTK yang tinggi akan menyebabkan lambatnya
perubahan pH tanah. Berdasarkan pada jenis permukaan koloid yang bermuatan negatif, KTK
dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: