Anda di halaman 1dari 5

NAMA : Tri Anggara

NIM : 05101181823003
KELAS : Praktikum Pengelolaan Lahan Rawa B

1. Pintu klep adalah salah satu pintu air yang pengoperasiannya dilakukan secara otomatis
dengan membuka dan menutupnya pintu pada setiap perubahan muka air baik diudik/hulu
maupun dihilir.
Adapun Fungsi dan Manfaat Pintu Klep :
a) Menahan intrusi salinitas
b) Mampu bekerja pada tinggi muka air (head) yang rendah.
c) Menunjang system tata air satu arah.
d) Pembuatan dan control mutu (pabrikasi, pemasangan, operasional, dan
pemeliharaan yang praktis/efisien.
Prinsip kerja dari pintu klep tersebut pada dasarnya pada perioda AB dapat membuka dan
menutup secara otomatis karena MA di udik/hulu pintu lebih tinggi dari muka air di hilir
pintu, tetapi hal ini tidak akan terjadi tepat pada titik A, disebabkan adanya gesekan pada
pintu dan besarnya komponen berat sendiri dari pintu. Pintu klep akan menutup secara
otomatis pada titik B , pada saat air di hilir pintu lebih tinggi dari muka air di udik pintu.
Pengoperasian pintu ini dilakukan secara otomatis dengan memanfaatkan tinggi tekan yang
ada. Beda tekan yang ada dibagian hulu dan hilir pintu atau menggerakkan pintu, sehingga
terjadi aliran air melalui pintu. Apabila tinggi muka air di muara lebih tinggi, sehingga
tinggi tekan di hilir pintu akan menyebabkan pintu akan tertutup sehingga air dibagian hilir
tidak akan mengalir. Demikian pula sebaliknya, apabila tinggi MA di bagian hulu pintu
lebih tinggi, sehingga tinggi tekan di bagian hulu pintu akan lebih tinggi daripada dibagian
hilir pintu yang meyebabkan pintu akan terbuka dan air dari bagian hulu pintu akan
mengalir keluar. pada umumnya fiber resin mempunyai sifat abrasi yang tidak tinggi dan
tidak tahan terhadap pengaruh sinar ultra violet, bahan pintu terbuat dari fiberglass sangat
ringan dan tahan terhadap korosi, sehingga dapat meningkatkan umur ekonomis dari pintu
tersebut. Pintu dengan bahan dari fiber glass ini pemasangannya sesuai ditempatkan di
daerah yang tidak mengandung angkutan sediment yang keras yaitu di daerah pertanian
rawa pasang surut dengan kondisi tanah yang lemebek dan lingkungan yang masam, serta
mudah didalam pemasangan serta pengoperasian dan pemeliharaannya.

2. Pintu sorong ini termasuk dalam pintu pembilas bawah, yang mempunyai beberapa
keunggulan antara lain tinggi muka air hulu dapat dikontrol dengan tepat, struktur kuat dan
sederhana, serta sedimen yang diangkut oleh saluran hulu dapat melewati pintu bilas.
Selain beberapa keunggulan tersebut, ada beberapa kelemahan dalam pelaksanaan operasi
jaringan irigasi, yaitu kebanyakan benda– benda hanyut dapat tersangkut di pintu, dan yang
paling utama kehilangan energi di hilir cukup besar, hal ini cukup berpengaruh besar dalam
pemberian air irigasi. Pintu skot balok yang termasuk pintu dengan aliran atas, yang
kehilangan energinya cukup kecil juga memiliki beberapa kelemahan, diantaranya
pemasangan dan pemindahan balok memerlukan banyak waktu serta ada kemungkinan
dicuri orang atau dioperasikan oleh orang yang tidak berwenang.

3. Pintu air leher angsa bangunan aliran atas (overflow), untuk ini tinggi energi hulu lebih
kecil dari panjang mercu. Karena pola aliran di atas alat ukur ambang lebar dapat ditangani
dengan teori hidrolika yang sudah ada sekarang, maka bangunan ini bisa mempunyai
bentuk yang berbeda-beda, sementara debitnya tetap serupa.

4. Proses utama yang terjadi bila tanah sulfat masam teroksidasi adalah oksidasi pirit.
Reklamasi lahan rawa melalui pembuatan saluran drainase mengakibatkan perubahan
kimia di dalam tanah sulfat masam. Pirit yang semula tidak berbahaya pada kondisi
tergenang, secara perlahan berubah menjadi unsur beracun dan merupakan sumber
kemasaman tanah bila kondisi tanah berubah menjadi oksidatif. Perbedaan yang besar
antara pasang surutnya air laut serta musim kemarau yang panjang menyebabkan pirit
teroksidasi secara alami. Reaksi oksidasi pirit dengan oksigen pada tanah sulfat masam
berlangsung dalam beberapa tahapan, meliputi reaksi-reaksi kimia dan biologis (Dent,
1986). Pada tahap awal, oksigen terlarut secara lambat bereaksi dengan pirit menghasilkan
4 molekul H+ per molekul pirit yang dioksidasi :
a) Pada nilai pH kurang dari 3,5 reaksi oksidasi kimia ini berjalan sangat lambat
dengan waktu paruh 1.000 hari. Kecepatan oksidasi pirit oleh Fe3+ sangat
dipengaruhi oleh pH, karena Fe3+ hanya larut pada nilai pH di bawah 4 dan
Thiobacillus ferrooxidans tidak tumbuh pada pH yang tinggi. Besi oksida dan pirit
di dalam tanah mungkin secara fisik berada pada tempat yang berdekatan, namun
ada tidaknya reaksi di antara mereka sangat dipengaruhi oleh kelarutan Fe3+.
b) Kecepatan oksidasi pirit cenderung bertambah dengan menurunnya pH tanah. Pada
pH di bawah 4, proses oksidasi terhambat oleh suplai O2. Kecepatan penurunan pH
akibat oksidasi pirit tergantung pada : (1) jumlah pirit; (2) kecepatan oksidasi; (3)
kecepatan perubahan bahan hasil oksidasi; dan (4) kapasitas netralisasi. Kalsium
karbonat dan basa dapat ditukar merupakan bahan penetralisir kemasaman dimana
reaksinya dengan asam sulfat berjalan cepat.
Di dalam tanah, berbagai tingkatan oksidasi yang berlangsung tidak terjadi pada titik yang
sama. Pengujian secara mikro-morfologi menunjukkan bahwa ada perbedaan/batas yang
nyata antara lokasi beradanya pirit dan bahan hasil oksidasinya seperti jarosit, besi oksida,
dan gipsum. Pirit biasanya terdapat di dalam inti dari ped, sedangkan jarosit, besi oksida,
dan gipsum terdapat pada permukaan ped dan ruang pori. van Breemen (1976) menduga
bahwa oksigen bereaksi dengan Fe2+ terlarut membentuk Fe3+ terlebih dahulu sebelum
bertemu dengan pirit. Oksidasi pirit oleh Fe3+ menghasilkan ion (H+) yang kemudian
sebagian digunakan lagi untuk mengoksidasi Fe2+ menjadi Fe3+. Hasil akhir dari oksidasi
pirit adalah hidroksida Fe3+. Pada pH > 4, oksida dan hidroksida Fe3+ akan mengendap,
misalnya dalam bentuk goetit yang lambat laun akan berubah menjadi hematit. Jarosit
[KFe3(SO4)2(OH)6] merupakan endapan berwarna kuning pucat hasil oksidasi pirit pada
kondisi yang sangat masam, yaitu pada Eh diatas 400 mV dan pH kurang dari 3,7. Reaksi
pembentukannya sebagai berikut :
1. Pada pH di atas 4, jarosit tidak stabil dan mudah berubah menjadi goetit dan terhidrolisa
menjadi oksida besi. Hasil pengujian mikroskopi terhadap irisan tipis dan difraksi sinar
X menunjukkan bahwa bercak kuning yang merupakan karakteristik tanah sulfat
masam didominasi oleh jarosit dan goetit. Bercak merah dan coklat pada sulfat masam
adalah goetit yang kadang-kadang berasosiasi dengan jarosit dan hematit (van
Breemen, 1976). Sulfat merupakan salah satu hasil oksidasi pirit yang sangat sedikit
dijerap oleh profil tanah. Sebagian besar dari sulfur terlarut hilang bersama air drainase
atau berdifusi ke lapisan di bawahnya yang kemudian akan direduksi kembali menjadi
sulfida. Sebagian kecil tertahan dalam bentuk jarosit atau gipsum. Gipsum terbentuk
pada tanah sulfat masam melalui reaksi netralisasi kemasaman oleh kalsium karbonat :
Ion hidrogen (proton) yang dihasilkan dari oksidasi pirit menyebabkan kondisi tanah
yang sangat masam. pH yang sangat rendah menyebabkan penghancuran kisi-kisi
mineral liat sehingga silikat dan Al3+ terlepas. Di lapangan, nilai pH tanah sulfat
masam berkisar antara 3,2 hingga 3,8 (Dent, 1986). Meningkatnya kandungan silika
dan Al3+ terlarut mempengaruhi karakteristik tanah dan air tanah. Aktivitas Al3+
terlarut berkorelasi secara langsung dengan pH, bila pH meningkat maka aluminium
akan mengendap sebagai hidroksida atau basic sulfate (van Breemen, 1973).
2. Beberapa unsur mikro seperti Ni dan Co ikut terakumulasi di dalam sedimen karena
mensubstitusi Fe dalam pirit atau unsur Cu, Zn, Pb yang menggantikan sulfida (Deer
et al., 1965 dalam van Breemen, 1993). Unsur-unsur tersebut akan terlepas kembali
saat pirit teroksidasi. Satawathananont (1986 dalam van Breemen, 1993) menunjukkan
bahwa konsentrasi unsur Cu, Zn, Mo, Cd, Pb, Ni, dan As terdapat dalam jumlah yang
lebih tinggi pada tanah berpirit yang aerasinya baik (pH 2,9) dibandingkan pada tanah
sulfat masam yang sudah berkembang (pH 3,9-4,5) dan tanah marin yang tidak masam
(pH 4,9) di Bangkok. Lebih lanjut ia mengamati tanah yang diinkubasi pada nilai
potensial redoks dan pH yang terkontrol dalam suasana masam yang oksidatif selama
dua minggu, logam berat yang larut air lebih tinggi pada tanah berpirit dibandingkan
tanah lanjut/tua.
3. Selain unsur mikro, masih banyak unsur lain seperti gas SO2, Fe2+, H2S, Al3+ dan
asam-asam organik yang dilepaskan sebagai akibat teroksidasinya pirit. Keluarnya
unsur-unsur beracun tersebut dari tanah melalui air drainase ke perairan umum dapat
menyebabkan polusi dan mengancam kehidupan biota sungai/laut.
4. Kandungan pirit di tanah sulfat masam temyata di kemudian hari menjadi permasalahan
utama yang berat, atau sangat sulit diatasi, apabila tanah sulfat masam dibuka untuk
pertanian. Masalahnya dimulai pada saat direklamasi, yaitu dengan penggalian saluran-
saluran drainase besar, seperti saluran primer, sekunder, dan tersier, dengan tujuan
untuk mengeringkan wilayah agar tanah sulfat masam yang semula basah atau
tergenang menjadi tanah yang relatif lebih kering yang siap digunakan sebagai lahan
pertanian. Akibat adanya saluran-saluran drainase tersebut, permukaan air tanah
menjadi turun, dan tanah bagian atas menjadi kering dan terbuka. Akibat adanya
oksigen di udara, maka tanah bagian atas ini mengalami oksidasi, sementara tanah
bagian bawah masih tetap berada di lingkungan air tanah, yaitu tetap dalam kondisi
tereduksi. Pirit yang terbentuk dalam suasana reduksi dalam endapan laut di dekat
pantai dengan kandungan bahan organik tinggi, berasal dari vegetasi pantai seperti api-
api dan bakau/mangrove.

5. Pengelolaan air merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan pengembangan


pertanian di lahan pasang surut dalam kaitannya dengan optimalisasi pendayagunaan
dan pelestarian sumberdaya lahannya. Pengaturan tata air ini bukan hanya untuk
mengurangi atau menambah ketersediaan air permukaan, melainkan juga untuk
mengurangi kemasaman tanah, mencegah pemasaman tanah akibat teroksidasinya
lapisan pirit, mencegah bahaya salinitas, bahaya banjir, dan mencuci senyawa beracun
yang terakumulasi di zona perakaran tanaman Strategi pengendalian muka air ditujukan
kepada aspek upaya penahanan muka air tanah agar selalu di atas lapisan pirit dan
pencucian Strategi pengendalian muka air ditujukan kepada aspek upaya penahanan
muka air tanah agar selalu di atas lapisan pirit dan pencucian

Anda mungkin juga menyukai