Kelompok 2:
1.Antoni
2.Bertari Simamora
3.Evelyn Aulia Simamora
4.Mahanta Julio Sinukaban
5.Mian Sianipar
6.Nurul Fadhilah Harahap
7.Tia Ramadani
BAB II : PEMBAHASAN...................................................................................................2
2.1 Pengertian luka...............................................................................................2
2.2 Penyebab luka.................................................................................................2
2.3 Klasifikasi luka...............................................................................................2
2.4 Fase penyembuhan luka..................................................................................5
2.5 Implementasi...................................................................................................7
BAB II : PENUTUP.............................................................................................................9
3.1 Simpulan.........................................................................................................9
3.2 Saran...............................................................................................................9
Daftar Pustaka....................................................................................................................10
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Luka merupakan rusak atau hilangnya sebagian dari jaringan tubuh. Penyebab
keadaan ini dapat terjadi karena adanya trauma benda tajam atau tumpul, perubahan
suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik maupun gigitan hewan (Pusponegoro, 2005).
Adapun klasifikasi luka berdasarkan penyebab dasar dari luka adalah luka terbuka dan
tertutup. Jenis luka yang dikategorikan sebagai luka terbuka yaitu luka insisi, luka
laserasi, abrasi atau luka dangkal, luka tusuk, luka penetrasi, dan luka tembak (Nagori
and Solanki, 2011).
Luka dapat dibagi menjadi 2, yaitu luka akut dan kronik. Luka dikatakan akut apabila
penyembuhan luka terjadi antara 2-3 minggu, sedangkan luka kronis adalah luka yang
tidak ada tanda-tanda untuk sembuh dalam jangka waktu lebih dari 4-6 minggu. Luka
insisi bisa dikategorikan luka akut jika proses penyembuhan berlangsung sesuai dengan
kaidah penyembuhan normal tetapi bisa juga dikatakan luka kronis jika mengalami
keterlambatan penyembuhan (delayed healing) atau menunjukkan tanda-tanda infeksi
(Agustina, 2009).
Proses penyembuhan luka pada umumnya terdiri dari 3 fase yaitu fase inflamasi, fase
proliferasi, dan fase maturasi (remodelling) (Nagori and Solanki, 2011). Pada fase
inflamasi, terjadi hemostasis dimana pembuluh darah yang terputus pada luka akan
dihentikan dengan terjadinya reaksi vasokonstriksi untuk memulihkan aliran darah serta
inflamasi untuk membuang jaringan rusak dan mencegah infeksi yang disebabkan oleh
bakteri. Pada fase intermediate, terjadi proliferasi sel mesenkim, epitelisasi dan
angiogenesis. Selain itu, terjadi kontraksi luka dan sintesis kolagen. 2 Sedangkan untuk
fase akhir, terjadi pembentukan luka/remodeling (Lawrence, 2002).
1.3 Tujuan
a. Untuk mengetahui apa itu luka
b. Untuk mengetahui klasifikasi luka
c. Untuk mengetahui cara penyembuhan dan jenis balutan luka
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Luka
Luka didefinisikan sebagai suatu kerusakan integritas epithel dari kulit atau
terputusnya kesatuan struktur anatomi normal dari suatu jaringan akibat suatu
trauma. Definisi lain menyebutkan luka sebagai hilang atau rusaknya sebagian
jaringan tubuh.
Ada beberapa cara untuk membuat klasifikasi luka. Namun yang umum luka
dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Berdasarkan sifat luka yaitu :
a. Aberasi
Aberasi adalah luka dimana lapisan terluar dari kulit tergores. Luka tersebut akan
sangat nyeri dan mempunyai resiko tinggi terhadap infeksi, karena benda asing dapat
masuk ke lapisan kulit yang lebih dalam dan dalam jaringan subkutan.
Perdarahan biasanya sedikit.
b. Punktur (Luka Tusuk)
Luka tusuk merupakan cedera penetrasi. Penyebabnya berkisar dari paku sampai
pisau atau peluru. Walaupun perdarahan nyata seringkali sedikit, kerusakan jaringan
internal dan perdarahan dapat sangat meluas dan mempunyai resiko tinggi terhadap
infeksi sehubungan adanya benda asing pada tubuh
c. Avulsi
Avulsi terjadi sebagai akibat jaringan tubuh tersobek. Avulsi seringkali dihubungkan
dengan perdarahan yang hebat. Kulit kepala dapat tersobek dari tengkorak pada
cedera degloving. Cedera dramatis seringkali dapat diperbaiki dengan scar-scar kecil.
Apabila semua bagian tubuh seperti telinga, jari tangan tangan, jari kaki, mengalaqmi
sobekan maka pasien harus dikirim ke rumah sakit dengan segera untuk
memungkinkan perbaikan (penyambungan kembali).
d. Insisi (Luka sayatan)
Insisi adalah terpotong dengan kedalaman yang bervariasi. Hal ini seringkali
menimbulkan perdarahan hebat dan kemungkinan bisa terdapat kerusakan pada
struktur dibawahnya sedemikian rupa, seperti saraf, otot atau tendon. Luka-
luka ini harus dilindungi utuk menghambat terjadinya infeksi, bersamaan dengan
pengontrolan perdarahan.
e. Laserasi
Laserasi adalah luka bergerigi yang tidak teratur. Seringkali meliputi kerusakan
jaringan yang berat. Luka-luka ini seringkali menyebabkan perdarahan yang serius
dan kemudian pasien akan mengalami syok hipovolemik. Penolong pertama harus
mempertimbangkan kondisi luka yang terjadi sepeti perlukaan itu dapat merupakan
akibat cedera oleh dirinya sendiri.
f. Dekubitus
Ulkus Dekubitus (Luka akibat penekanan, Ulkus kulit, Bedsores) adalah kerusakan
kulit yang terjadi akibat kekurangan aliran darah dan iritasi pada kulit yang menutupi
tulang yang menonjol, dimana kulit tersebut mendapatkan tekanan dari tempat tidur, kursi
roda, gips, pembidaian atau benda keras lainnya dalam jangka panjang.
4. Berdasarkan usia luka ( Wound Age ) atau lama penyembuhan bisa dibedakan
menjadi dua yaitu:
a. Luka Akut
Luka dikatakan akut jika penyembuhan yang terjadi dalam jangka waktu 2-3
minggu atau luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep penyembuhan
yang telah disepakati atau diharapkan. Luka akut biasanya terjadi pada individu
yang normal, sehat dan dapat dilakukan penutupan luka secara primer atau
dibiarkan menyembuh secara sekunder. Sebagian besar luka yang terjadi akibat
trauma pada organ atau jaringan dapat dikatagorikan sebagai luka akut.
Menurut Cohen,dkk luka akut akan mencapai penyembuhan normal melalui
proses
penyembuhan yang diharapkan dalam waktu tertentu untuk mencapai pemulihan
integritas anatomi dan fungsi. luka disebut akut bila luka tersebut baru atau
mencapai kemajuan penyembuhan luka sesuai yang diharapkan.
b. Luka Kronik
Luka kronis adalah segala jenis luka yang tidak tanda-tanda untuk sembuh
dalam jangka lebih dari 4-6 minggu. luka kronik adalah luka yang tidak sembuh
dalam waktu yang diharapkan. Hal yang penting adalah pada luka kronik proses
penyembuhan melambat atau berhenti dan luka tidak bertambah kecil atau tidak
bertambah dangkal. Meskipun dasar luka tampak merah, lembab dan sehat tetapi
bila proses penyembuhan luka tidak mengalami kemajuan maka dikatagorikan
sebagai luka kronik.
Pada luka kronik terjadi kegagalan untuk mencapai penyembuhan yang
diharapkan dalam waktu tertentu untuk menghasilkan pemulihan integritas
anatomi dan fungsi. Penyembuhan luka kronik biasanya berkepanjangan dan tidak
lengkap.
Luka kronik terjadi karena kegagalan proses penyembuhan luka akibat ada
kondisi patologis yang mendasarinya. Luka kronik tidak akan sembuh bila
penyebab yang mendasarinya tidak dikoreksi. Seringkali luka kronik mengalami
rekurensi. Diantara kondisi patologis tersebut adalah penyakit vaskuler, oedema,
diabetes melitus, malnutrisi dan tekanan (pressure). Torre menyebutkan penyebab
luka kronik diantaranya infeksi, hipoksia jaringan, trauma berulang, adanya
jaringan nekrotik/debris dan sebab sistemik seperti diabetes melitus, malnutrisi,
imunodefisiensi dan pemakaian obat-obatan tertentu.
Luka insisi bisa dikategorikan luka akut jika proses penyembuhan berlangsung
sesuai dengan kaidah penyembuhan normal tetapi bisa juga dikatakan luka kronis
jika mengalami keterlambatan penyembuhan (delayed healing) atau jika
menunjukkan tanda- tanda infeksi.
a. Tipe I, Luka Bersih, adalah luka operasi yang dibuat diatas kulit yang utuh
tanpa tanda infeksi atau peradangan. Luka jenis ini tidak membuka traktus
respiratorius, traktus urinarius, traktus gastrointestinal maupun traktus bilier.
Luka dibuat terencana dan penutupan luka dilakukan secara primer dan
tanpa pemakaian drain tertutup.
b. Tipe II, Luka Bersih Terkontaminasi, adalah luka operasi yang membuka
traktus respiratorius, traktus urinarius, traktus gastrointestinal dimana tanpa
adanya spillage atau tumpahan kontaminan. Khusus pada operasi traktus
bilier, appendiks, vagina dan orofaring pada saat dilakukan operasi tidak
ditemukan tanda infeksi.
c. Tipe III, Luka Terkontaminasi, adalah luka operasi yang dilakukan pada kulit
yang mengalami trauma terbuka yang masih baru, operasi dengan spillage dari
traktus gastrointestinal atau incisi pada lapangan operasi dengan inflamasi
akut dan non-purulen.
d. Tipe IV, Luka Terinfeksi, adalah luka operasi yang dilakukan pada kulit yang
mengalami trauma melewati waktu golden periode, serta ditemukan adanya
infeksi atau adanya perforasi pada organ viscera. Disini organisme penyebab
infeksi luka post-operatif sudah ada sebelum operasi.
2.5 Implementasi
a. Luka dengan eksudat & jaringan nekrotik (sloughy wound)
Bertujuan untuk melunakkan dan mengangkat jaringan mati (slough tissue)
Sel-sel mati terakumulasi dalam eksudat
Untuk merangsang granulasi
Mengkaji kedalaman luka dan jumlah eksudat
Balutan yang dipakai antara lain: hydrogels, hydrocolloids, alginates dan
hydrofibre dressings
b. Luka Nekrotik
Bertujuan untuk melunakan dan mengangkat jaringan nekrotik (eschar)
Berikan lingkungan yg kondusif u/autolisis
Kaji kedalaman luka dan jumlah eksudat
Hydrogels, hydrocolloid dressing
c. Luka terinfeksi
Bertujuan untuk mengurangi eksudat, bau dan mempercepat penyembuhan luka
Identifikasi tanda-tanda klinis dari infeksi pada luka
Wound culture – systemic antibiotics
Kontrol eksudat dan bau
Ganti balutan tiap hari
Hydrogel, hydrofibre, alginate, metronidazole gel (0,75%), carbon dressings,
silver dressings
d. Luka Granulasi
Bertujuan untuk meningkatkan proses granulasi, melindungi jaringan yang baru,
jaga kelembaban luka
Kaji kedalaman luka dan jumlah eksudat
Moist wound surface – non-adherent dressing
Treatment overgranulasi
Hydrocolloids, foams, alginates
e. Luka epitelisasi
Bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang kondusif untuk “re-surfacing”
Transparent films, hydrocolloids
Balutan tidak terlalu sering diganti
f. Balutan kombinasi
Untuk hidrasi luka : hydrogel + film atau hanya hydrocolloid
Untuk debridement (deslough) : hydrogel + film/foam atau hanya hydrocolloid
atau alginate + film/foam atau hydrofibre + film/foam
Untuk memanage eksudat sedang s.d berat : extra absorbent foam atau extra
absorbent alginate + foam atau hydrofibre + foam atau cavity filler plus foam.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Luka merupakan rusak atau hilangnya sebagian dari jaringan tubuh. Penyebab
keadaan ini dapat terjadi karena adanya trauma benda tajam atau tumpul, perubahan
suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik maupun gigitan hewan (Pusponegoro, 2005).
Adapun klasifikasi luka berdasarkan penyebab dasar dari luka adalah luka terbuka dan
tertutup. Jenis luka yang dikategorikan sebagai luka terbuka yaitu luka insisi, luka
laserasi, abrasi atau luka dangkal, luka tusuk, luka penetrasi, dan luka tembak (Nagori
and Solanki, 2011).
Luka dapat dibagi menjadi 2, yaitu luka akut dan kronik. Luka dikatakan akut apabila
penyembuhan luka terjadi antara 2-3 minggu, sedangkan luka kronis adalah luka yang
tidak ada tanda-tanda untuk sembuh dalam jangka waktu lebih dari 4-6 minggu. Luka
insisi bisa dikategorikan luka akut jika proses penyembuhan berlangsung sesuai dengan
kaidah penyembuhan normal tetapi bisa juga dikatakan luka kronis jika mengalami
keterlambatan penyembuhan (delayed healing) atau menunjukkan tanda-tanda infeksi
(Agustina, 2009).
3.4 Saran
Sebaiknya dalam perawatan luka dilakukan dengan cara yang benar sesuai dengan
prosedur. Peralatan yang steril dan kemampuan yang bisa dipertanggungjawabkan.
Agar luka tidak bertambah parah dan cepat disembuhkan. Untuk pemerintah daerah
sebaiknya mengadakan sosialisasi kepada masyarakat awam tentang pentingnya
merawat luka agar meminimalisasi terjadinya penularan penyakit yang disebabkan
oleh luka yang tidak dirawat dengan baik
Daftar Pustaka
Rizmadewi, Hana. (2010).Manajemen Perawatan Luka Modern.
http://blogs.unpad.ac.id/hana/uncategorized/manajemen-perawatan-luka-modern.html/