Sebagai orang tua, sikap integritas sangat perlu ditularkan kepada anggota keluarga untuk
menanamkan nilai-nilai agama dan budaya kepada anggota keluarga , karena nilai-nilai
tersebut sangat penting dalam pembentukan karakter anggota keluarga.
Dalam kehidupan bermasyarakat seorang guru tidak bisa terlepas dari sorotan masyarakat
sekitar. Guru dipandang sebagai sosok yang bisa memberikan contoh nilai-nilai karakter
bagi masyarakat lainnya. Sehingga kita sebagai guru dituntut untuk lebih baik
dalam menjalin hubungan sosial dalam interaksi sesama masyarakat
b. Sebagai seorang guru saya hadir lebih awal yaitu 15 menit sebelum bel masuk agar
saya dapat menyambut siswa dan rekan guru di gerbang depan sekolah, hal ini
dimaksudkan untuk memberikan contoh kepada siswa dan sesama guru, agar kedepannya
tidak ada lagi keterlambatan dari rekan-rekan guru yang dapat menjadi contoh yang
kurang baik bagi siswa.
selain itu saya juga berpakaian rapi sesuai dengan ketentuan sekolah. Berpakaian rapi
tentunya dengan memasukkan baju, memakai pakaian yang telah disetrika dan memakai
sepatu yang bersih.
Sebelum jam pelajaran pertama di mulai saya selalu mengadakan kegiatan literasi hal ini
saya lakukan utuk menumbuhkan minat membaca siswa dengan menyediakan buku di
pojok baca di kelas.
kebersihan kuku siswa/siswi juga saya periksa, bagi yang memiliki kuku panjang dan
yang kotor langsung saya minta mereka agar memotongnya dengan alasan kesehatan.
Siswa yang dengan sengaja tidak memasukkan bajunya selalu saya beri teguran dan saya
nasihatiagar dijadikan sebagai bahan pertimbangan. Saya juga menegur siswa yang
kedapatan membuang sampah sembarangan dan memberikan nasihat agar selalu menjaga
kebersihan sekolah.
Ketika azan dzuhur dikumandangkan, saya mengajak siswa untuk melaksanakan sholat
berjamaah, terkadang saya mengecek tiap-tiap ruang kelas yang masih ada siswanya
untuk mengajak mereka melaksanakan sholat dzuhur berjamaah di mushola sekolah
kami.
2. Sebagai manusia biasa, wajar saja kalau guru merasa kesal. Namun jadi tidak wajar kalau
sampai menjadi emosional. Artinya, lebih fokus kepada menghukum dan melupakan apa
sebenarnya yang ingin diubah dari perilaku murid. Dengan demikian, sebagai seorang
pendidik yang juga bertanggung jawab terhadap olah pikir, olah rasa dan olah raga dari
murid, maka wajar kalau guru menghukum muridnya yang melakukan pelanggaran.
Hukuman adalah konsekuensi dari sebuah perbuatan yang ingkar atau keluar dari aturan
yang telah disepakati. Hukuman juga sebagian dari fenomena kehidupan yang berfungsi
untuk mengubah, meluruskan atau menanamkan rasa tanggung jawab pada diri orang.
Karena itu, jika ingin pribadi murid terbentuk, mungkin saja seorang guru mengambil
berbagai tindakan yang mungkin, termasuk memberikan hukuman. Namun dalam
memberikan hukuman perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
Memang yang diutamakan adalah tidak menghukum. Jika masih memungkinkan, seorang
guru lebih baik fokus kepada perilaku yang positif dari siswanya. Harapannya, jika
perilaku positif diperhatikan dan diperkuat, maka energi anak akan diarahkan untuk
melakukan hal tersebut. Karena mendapat penguatan, misalnya dengan hadiah atau
pujian, maka anak akan fokus kpeada perilaku tersebut.
Hukuman hanya alat, Yang utama adalah perubahan sikap dan perilaku dari murid. Jika
terjebak hanya berkutat pada hukumannya, maka kecenderungannya akan menjadi
emosional.
Apa itu prinsip ekonomi? Masih ingat dengan berkorban yang sekecil-kecilnya untuk
mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya? Iya, itu prinsip ekonomi. Seorang guru
sangat penting memahami bentuk-bentuk hukuman beserta efeknya buat anak atau murid.
Membuat level hukuman juga sama baiknya, misalnya mengurutkan dari memberi tahu,
memarahi, sampai melakukan hukuman fisik. Jika dengan memberi tahu saja perilaku
murid sudah berubah sesuai dengan yang diharapkan, kenapa harus melakukan
pemukulan? Ini bersesuaian dengan poin 2, fokkus kepada perubahan yang diinginkan.
Jangan terapkan hukuman biasa. Artinya, guru hanya menghukum secara mentah tanpa
penjelasan apapun. Ini jadi mekanis. Yang ada hanya hubungan antara kesalahan dan
hukuman, tidak ada nilai plus yang berupa pendidikan. Misalnya anak disuruh berdiri di
depan kelas. Mungkin guru sambil menjelaskan untuk apa hukuman tersebut diberikan.
Jika siswa ingin bicara, persilahkan. Polisi saja selalu tanya, “tahu kesalahannya apa?”
ketika hendak menilang.
Hukuman adalah sarana untuk mendidik. Perubahan sikap dan perilaku murid adalah
tujuan akhirnya. Jika murid telah menunjukkan perubahan dan berkomitmen untuk
menjaga sikap dan perilakunya dari kesalahan yang sama, maka murid tetap layak
mendapatkan apresiasi. Seorang guru bisa menyudahi hukuman dengan menepuk
pundaknya sambil bilang, “Jangan terjadi lagi ya Nak!” atau boleh juga ditambahkan
penguat yang emosional, “Saya tahu Kamu anak baik. Karena itu saya yakin pasti
kesalahan ini tidak akan terjadi lagi”. Ending yang manis juga berfungsi agar anak tidak
fokus kepada hukumannya, tetapi lebih memperhatikan efek positif dari perubahan sikap
dan perilakunya. Dengan demikian, hukuman selesai, tidak ada dendam setelahnya,
semua kembali baik.