Anda di halaman 1dari 45

CASE STUDY

DIABETES MELITUS TIPE II


STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

OLEH

NURADA DARWIS (N.19.031)


MUH FADLI (N.19.024)

PRECEPTOR

…………………………………………….

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES BINA GENERASI POLEWALI MANDAR
2019/2020

i
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang telah yang
memberikan Rahmat-Nya dan kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
pembuatan Case Study ini yang berjudul “Diabetes Mellitus Tipe II” oleh
kelompok 7 Stase Keperawatan Medikal Bedah Program Profesi Ners.
Dalam penulisan Case Study ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena
itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun demi
kesempurnaan pembuatan Case Study ini dan dapat memanfaatkan sebagaimana
mestinya.
Semoga segala bantuannya dibalas oleh Allah Azza Wajalla dengan sesuatu
yang lebih baik. Penulis menyadari akan berbagai keterbatasan dan kelemahan
yang ada pada penulis, sehingga tidak menutup kemungkinan terhadap
kekurangan, kelemahan bahkan mungkin kesalahan dalam penulisan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memenuhi fungsinya dengan baik. Sekian dan terima
kasih atas kami ucapannya.

Polewali,10 April 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ………………………………………………… i


KATA PENGANTAR ………….……………………………………… ii
DAFTAR ISI …………………………….……………………………...... iii
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………...
BAB II KONSEP DASAR PENYAKIT……………………………
BAB III ANALISA KASUS CASE STUDY…………..………..
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN ..………………..…………
BAB IV PENUTUP…………………………………………..………..…
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu masalah kesehatan yang
besar. Data dari studi global menunjukan bahwa jumlah penderita Diabetes
Melitus pada tahun 2011 telah mencapai 366 juta orang. Jika tidak ada
tindakan yang dilakukam, jumlah ini diperkirakan akan meningkat menjadi
552 juta pada tahun 2030 (IDF, 2011). Diabetes mellitus telah menjadi
penyebab dari 4,6 juta kematian. Selain itu pengeluaran biaya kesehatan
untuk Diabetes Mellitus telah mencapai 465 miliar USD (IDF, 2011).
International Diabetes Federation (IDF) memperkirakan bahwa sebanyak 183
juta orang tidak menyadari bahwa mereka mengidap DM. Sebesar 80% orang
dengan DM tinggal di negara berpenghasilan rendah dan menengah, (IDF,
2011). Pada tahun 2006, terdapat lebih dari 50 juta orang yang menderita DM
di Asia Tenggara (IDF, 2009). Jumlah penderita DM terbesar berusia antara
40-59 tahun (IDF, 2011).
Ada beberapa jenis Diabetes Mellitus yaitu Diabetes Mellitus Tipe I,
Diabetes Mellitus Tipe II, Diabetes Mellitus Tipe Gestasional, dan Diabetes
Mellitus Tipe Lainnya. Jenis Diabetes Mellitus yang paling banyak diderita
adalah Diabetes Mellitus Tipe 2. Diabetes Mellitus Tipe 2 (DM Tipe 2)
adalah penyakit gangguan metabolik yang di tandai oleh kenaikan gulah
darah akibat penurunan sekresi insulin oleh sel beta pankreas dan atau
ganguan fungsi insulin (resistensi insulin) (Depkes, 2005).
Diabetes Mellitus biasa disebut dengan the silent killer karena
penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai
macam keluhan. Penyakit yang akan ditimbulkan antara lain gangguan
penglihatan mata, katarak, penyakit jantung, sakit ginjal, impotensi seksual,
luka sulit sembuh dan membusuk/gangren, infeksi paru-paru, gangguan
pembuluh darah, stroke dan sebagainya. Tidak jarang, penderita DM yang
sudah parah menjalani amputasi anggota tubuh karena terjadi pembusukan
(Depkes,2005).

1
Melihat bahwa Diabetes Mellitus akan memberikan dampak terhadap
kualitas sumber daya manusia dan peningkatan biaya kesehatan yang cukup
besar, maka sangat diperlukan program pengendalian Diabetes Mellitus Tipe
2. Diabetes Mellitus Tipe 2 bisa dicegah, ditunda kedatangannya atau
dihilangkan dengan mengendalikan faktor resiko (Kemenkes, 2010). Faktor
resiko penyakit tidak menular, termasuk DM Tipe 2, dibedakan menjadi dua.
Yang pertama adalah faktor risiko yang tidak dapat berubah misalnya jenis
kelamin, umur, dan faktor genetik. Yang kedua adalah faktor risiko yang
dapat diubah misalnya kebiasaan merokok (Bustan, 2000). Penelitian-
penelitian yang telah dilakukan sebelumnya menyatakan bahwa demografi,
faktor perilaku dan gaya hidup, serta keadaan klinis atau mental berpengaruh
terhadap kejadian DM Tipe 2 (Irawan, 2010). Berdasarkan analisis data
Riskesdas tahun 2007 yang dilakukan oleh Irawan, didapatkan bahwa
prevalensi DM tertinggi terjadi pada kelompok umur di atas 45 tahnun
sebesar 12,41%. Analisis ini juga menunjukan bahwa terdapat hubungan
kejadian DM dengan faktor risikonya yaitu jenis kelamin, status perkawinan,
tingkat pendidikan, pekerjaan, aktivitas fisik, kebiasaan merokok, konsumsi
alkohol, Indeks Masa Tubuh, lingkar pinggang, dan umur. Sebesar 22,6 %
kasus DM Tipe 2 di populasi dapat dicegah jika obesitas sentral diintervensi
(Irawan,2010).
B. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Penyakit Diabetes Melitus Tipe II
2. Untuk Mengetahui pentingnya penatalaksanaan terhadap penyakit
diabetes mellitus Tipe II
3. Menganalisis Kasus Diabetes Melitus II
4. Merencanakan Asuhan Keperawatan terkait kasus

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Diabetes Melitus Tipe II


1. Pengertian
Diabetes mellitus Tipe 2 atau dikenal dengan istilah Non-insulin
Dependent Millitus (NIDDM) adalah keadaan dimana hormone insulin
dalam tubuh tidak dapat berfungsi dengan semestinya, hal ini
dikarenakan berbagai kemungkinan seperti kecacatan dalam produksi
insulin atau berkurangnya sensitifitas (respon) sel dan jaringan tubuh
terhadap insulin yang ditandai dengan meningkatnya kadar insulin di
dalam darah. (Nurul Wahdah, 2011)
Diabetes Mellitus Tipe II adalah keadaan dimana kadar glukosa
tinggi, kadar insulin tinggi atau normal namun kualitasnya kurang
baik, sehingga gagal membawa glukosa masuk dalam sel, akibatnya
terjadi gangguan transport glukosa yang dijadikan sebagai bahan bakar
metabolisme energi. (FKUI, 2011)
2. Klasifikasi
Klasifikasi diabetes mellitus sebagai berikut :
a) Tipe 1: diabetes mellitus tergantung insulin (IDDM)
Sangat tergantung pada insulin. Disebabkan oleh kerusakan sel
beta pancreas sehingga tubuh tidak dapat memproduksi insulin
alami untuk mengontrol kadar glukosa darah.
b) Tipe II : diabetes melitus tidak tergantung insulin (NIDDM)
Tidak tergantung insulin. Disebabkan oleh gangguan metabolism
dan penurunan fungsi hormone insulin dalam mengontrol kadar
glukosa darah dan hal ini bisa terjadi karena factor genetic dan juga
dipicu oleh pola hidup yang tidak sehat,
c) Diabetes melitus gestasional (GDM)
Disebabkan oleh gangguan hormonal pada wanita hamil.GDM juga
melibatkan suatu kombinasi dari kemampuan reaksi dan

3
pengeluaran hormone insulin yang tidak cukup. Sama dengan jenis-
jenis kencing manis lain. Hal ini dikembangkan selama kehamilan
dan dapat meningkatkan atau menghilang setelah persalinan.
Walaupun demikian tidak menutup kemungkinan diabetes
gestasional dapat mengganggu kesehatan janin dan ibu. Dan sekitar
20%-50% dari wanita-wanita dengan diabetes melitus gestasional
sewaktu-waktu dapat menjadi penderita
3. Etiologi
Penyebab dari DM Tipe II antara lain:
a. Penurunan fungsi cell b pankreas
Penurunan fungsi cell b disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
1) Glukotoksisitas
Kadar glukosa darah yang berlangsung lama akan menyebkan
peningkatan stress oksidatif, IL-1b DAN NF-kB dengan akibat
peningkatan apoptosis sel beta
2) Lipotoksisitas
Peningkatan asam lemak bebas yang berasal dari jaringan
adiposa dalam proses lipolisis akan mengalami metabolism non
oksidatif menjadi ceramide yang toksik terhadap sel beta sehingga
terjadi apoptosis
3) Penumpukan amiloid
Pada keadaan resistensi insulin, kerja insulin dihambat
sehingga kadar glukosa darah akan meningkat, karena itu sel beta
akan berusaha mengkompensasinya dengan meningkatkan sekresi
insulin hingga terjadi hiperinsulinemia. Peningkatan sekresi insulin
juga diikuti dengan sekresi amylin dari sel beta yang akan
ditumpuk disekitar sel beta hingga menjadi jaringan amiloid dan
akan mendesak sel beta itu sendiri sehingga akirnya jumlah sel beta
dalam pulau Langerhans menjadi berkurang. Pada DM Tipe II
jumlah sel beta berkurang sampai 50-60%.

4
4) Efek inkretin
Inkretin memiliki efek langsung terhadap sel beta dengan cara
meningkatkan proliferasi sel beta, meningkatkan sekresi insulin
dan mengurangi apoptosis sel beta.
5) Umur
Diabetes Tipe II biasanya terjadi setelah  usia 30 tahun dan
semakin sering terjadi setelah usia 40 tahun, selanjutnya terus
meningkat pada usia lanjut. Usia lanjut yang mengalami gangguan
toleransi glukosa mencapai 50 – 92%. Proses menua yang
berlangsung setelah usia 30 tahun mengakibatkan perubahan
anatomis, fisiologis, dan biokimia. Perubahan dimulai dari tingkat
sel, berlanjut pada tingkat jaringan dan ahirnya pada tingkat organ
yang dapat mempengaruhi fungsi homeostasis. Komponen tubuh
yang mengalami perubahan adalah sel beta pankreas yang
mengahasilkan hormon insulin, sel-sel jaringan terget yang
menghasilkan glukosa, sistem saraf, dan hormon lain yang
mempengaruhi kadar glukosa.
6) Genetik
b. Retensi insulin
Penyebab retensi insulin pada DM Tipe II sebenarnya tidak begitu
jelas, tapi faktor-faktor berikut ini banyak berperan:
1. Obesitas terutama yang bersifat sentral ( bentuk apel )
Obesitas menyebabkan respon sel beta pankreas terhadap
glukosa darah berkurang, selain itu reseptor insulin pada sel
diseluruh tubuh termasuk di otot berkurang jumlah dan
keaktifannya kurang sensitif.
2. Diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat
3. Kurang gerak badan
4. Faktor keturunan ( herediter )

5
5. Stress
Reaksi pertama dari respon stress adalah terjadinya sekresi
sistem saraf simpatis yang diikuti oleh sekresi simpatis adrenal
medular dan bila stress menetap maka sistem hipotalamus pituitari
akan diaktifkan. Hipotalamus mensekresi corticotropin releasing
factor yang menstimulasi pituitari anterior memproduksi kortisol,
yang akan mempengaruhi peningkatan kadar glukosa darah (FKUI,
2011)
4. Manifestasi Klinis
Berikut ini adalah faktor resiko yang dapat terkena DM Tipe II, antara
lain:
a. Usia ≥ 45 tahun
b. Usia lebih muda, terutama dengan indeks massa tubuh (IMT) >23
kg/m2 yang disertai dengan faktor resiko:
1) Kebiasaan tidak aktif
2) Turunan pertama dari orang tua dengan DM
3) Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi >4000 gram, atau
riwayat DM gestasional
4) Hipertensi (≥140/90 mmHg)
5) Kolesterol HDL ≤ 35 mg/dl dan atau trigliserida ≥ 250 mg/dl
6) Menderita polycyctic ovarial syndrome(PCOS) atau keadaan klinis
lain yang terkait dengan resistensi insulin
7) Adanya riwayat toleransi glukosa yang terganggu (TGT) atau
glukosa darah puasa terganggu (GDPT) sebelumnya
8) Memiliki riwayat penyakit kardiovaskular
c. Obesitas terutama yang bersifat sentral (bentuk apel)
d. Diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat
e. Kurang gerak badan
f. Faktor genetik
g. Konsumsi obat-obatan yang bisa menaikkan kadar glukosa darah
h. Stress (FKUI, 2011)

6
5. Patofisiologi
Patogenesis diabetes melitus Tipe II ditandai dengan adanya resistensi
insulin perifer, gangguan “hepatic glucose production (HGP)”, dan
penurunan fungsi cell β, yang akhirnya akan menuju ke kerusakan total sel
β. Mula-mula timbul resistensi insulin yang kemudian disusul oleh
peningkatan sekresi insulin untuk mengkompensasi retensi insulin itu agar
kadar glukosa darah tetap normal. Lama kelamaan sel beta tidak akan
sanggup lagi mengkompensasi retensi insulin hingga kadar glukosa darah
meningkat dan fungsi sel beta makin menurun saat itulah diagnosis
diabetes ditegakkan. Ternyata penurunan fungsi sel beta itu berlangsung
secara progresif sampai akhirnya sama sekali tidak mampu lagi
mengsekresi insulin.( FKUI,2011 )
Individu yang mengidap DM Tipe II tetap mengahasilkan insulin.
Akan tetapi jarang terjadi keterlambatan awal dalam sekresi dan
penurunan jumlah total insulin yang di lepaskan. Hal ini mendorong
semakin parah kondisi seiring dengan bertambah usia pasien. Selain itu,
sel-sel tubuh terutama sel otot dan adiposa memperlihatkan resitensi
terhadap insulin yang bersirkulasi dalam darah. Akibatnya pembawa
glukosa (transporter glukosa glut-4) yang ada disel tidak adekuat. Karena
sel kekurangan glukosa, hati memulai proses glukoneogenesis, yang
selanjutnya makin meningkatkan kadar glukosa darah serta mestimulasai
penguraian simpanan trigliserida, protein, dan glikogen untuk
mengahasilkan sumber bahan bakar alternative, sehingga meningkatkan
zat- zat ini didalam darah. Hanya sel-sel otak dan sel darah merah yang
terus menggunakan glukosa sebagai sumber energy yang efektif . Karena
masih terdapa insulin , individu dengan DM Tipe II jarang mengandalkan
asam lemak untuk menghasilkan energi dan tidak rentang terhadap ketosis.
(Elizabeth J Corwin, 2009)

7
Gambaran patofisiologi Diabetes Mellitus Tipe 2
6. Patoflow Keperawatan

8
7. Pendekatan Diagnostik
a. Pemeriksaan Kadar Glukosa Darah
Kadar glukosa dapat diukur dari sample berupa darah biasa atau
plasma. Pemeriksaan kadar glukosa darah lebih akurat karena bersifat
langsung dan dapat mendeteksi kondisi hiperglikemia dan
hipoglikemia. Pemeriksaan kadar glukosa darah menggunakan
glukometer lebih baik daripada kasat mata karena informasi yang
diberikan lebih objektif kuantitatif. (FKUI,2011).
b. Pemeriksaan Kadar Glukosa Urine
Pemeriksaan kadar glukosa urin menggambarkan kadar glukosa
darah secara tidak langsung dan tergantung pada ambang batas
rangsang ginjal yang bagi kebanyakan orang sekitar 180 mg/dl.
Pemeriksaan ini tidak memberikan informasi tentang kadar glukosa
darah tersebut, sehingga tak dapat membedakan normoglikemia atau
hipoglikemia. (FKUI, 2011)
c. Kadar Glukosa Serum Puasa dan Pemeriksaan Toleransi Glukosa
Memberikan diagnosis definitif diabetes. Akan tetapi, pada
lansia, pemeriksaan glukosa serum postprandial 2 jam dan
pemeriksaan toleransi glukosa oral lebih membantu menegakan
diagnosis karena lansia mungkin memiliki kadar glukosa puasa
hampir normal tetapi mengalami hiperglikemia berkepanjangan
setelah makan. Diagnosis biasanya dibuat setelah satu dari tiga
kriteria berikut ini terpenuhi:
1) Konsentrasi glukosa plasma acak 200 mg/dl atau lebih tinggi.
2) Konsentrasi glukosa darah puasa 126 mg/dl atau lebih tinggi.
3) Kadar glukosa darah puasa setelah asupan glukosa per oral 200
mg/dl atau lebih. (Jaime Stockslager L dan Liz Schaeffer, 2007)
d. Pemeriksaan Hemoglobin Terglikosilasi (hemoglobin A atau HbA1c)
Menggambarkan kadar rata-rata glukosa serum dalam 3 bulan
sebelumnya, biasanya dilakukan untuk memantau keefektifan terapi
antidiabetik. Pemeriksaan ini sangat berguna, tetapi peningkatan hasil

9
telah ditemukan pada lansia dengan toleransi glukosa normal. (Jaime
Stockslager L dan Liz Schaeffer, 2007)
e. Fruktosamina serum
Menggambarkan kadar glukosa serum rata-rata selama 2 sampai
3 minggu sebelumnya, merupakan indicator yang lebih baik pada
lansia karena kurang menimbulkan kesalahan. Sayangnya pemeriksaan
ini tidak stabil sehingga jarang dilakukan. Namun pemeriksaan ini
dapat bermanfaat pada keadaan dimana pengukuran AIC tidak dapat
dipercaya, misalnya pada keadaan anemia hemolitik. (Jaime
Stockslager L dan Liz Schaeffer, 2007)
f. Pemeriksaan keton urine
Kadar glukosa darah yang terlalu tinggi dan kurang hormone
insulin menyebabkan tubuh menggunakan lemak sebagai sumber
energy. Keton urin dapat diperiksa dengan menggunkan reaksi
kolorimetrik antara benda keton dan nitroprusid yang menghasilkan
warna ungu. (FKUI,2011)
g. Pemeriksaan Hiperglikemia Kronik (Test AIC)
Pada penyandang DM, glikosilasi hemoglobin meningkat secara
proporsional dengan kadar rata-rata glukosa darah selama 8-10 minggu
terakhir. Bila kadar glukosa darah dalam keadaan normal antara 70-
140 mg/dl selama 8-10 minggu terakhir, maka test AIC akan
menunjukkan nilai normal. Pemeriksaan AIC dipengaruhi oleh anemia
berat, kehamilan, gagal ginjal dan hemoglobinnopati. Pengukuran AIC
dilakukan minimal 4bulan sekali dalam setahun. (FKUI, 2011)
h. Pemantauan Kadar Glukosa Sendiri (PKGS)
PKGS memberikan informasi kepada penyandang DM
mengenai kendali glikemik dari hai kehari sehingga memungkinkan
klien melakukan penyesuaian diet dan pengobatan terutama saat sakit,
latihan jasmani dan aktivitas lain. PKGS memberikan feedback cepat
kepada pasien terhadap kadar glukosa setiap hari. (FKUI,2011)

10
i. Pemantauan Glukosa Berkesinambungan (PGB)
Merupakan metode sample glukosa cairan intestinal ( yang
berhubungan dengan glukosa darah) telah banyak digunakan untuk
mengetahui kendali glikemik. Caranya adalah menggunakan sistem
mikrodialisis yang dinsersi secara subkutan, konsentrasi glukosa
kemudian diukur dengan detector elektroda oksidasi glukosa. Sensor
glukosa pada PGB memiliki alaram untuk mendeteksi kondisi
hipoglikemi dan hiperglikemi. (FKUI, 2011)

8. Penatalaksanaan
Sarana pengelolaan farmakologis diabetes dapat berupa:
1) Obat Hipoglikemik Oral
a) Pemicu sekresi insulin
(1) Sulfonilurea
Golongan obat ini bekerja dengan menstimulasi sel beta
pankreas untuk melepaskan insulin yang tersimpan. Efek
ekstra pankreas yaitu memperbaiki sensitivitas insulin ada,
tapi tidak penting karena ternyata obat ini tidak bermanfaat
pada pasien insulinopenik. Mekanisme kerja golongan obat
ini antara lain:
- Menstimulasi pelepasan insulin yang tersimpan ( Stored
insulin)
- Menurunkan ambang sekresi insulin
- Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan
glukosa (FKUI, 2011)
(2) Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan
sulfonylurea, dengan meningkatkan sekresi insulin fase
pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu:
Repaglinid (derivate asam benzoat) dan Nateglinid (derivate
fenilalanin). Obat ini diabsorbsi dengan cepat setelah

11
pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui
hati.(FKUI, 2011)
b) Penambah sensitivitas terhadap insulin
(1) Biguanid
Saat ini dari golongan ini yang masih dipakai adalah
metformin. Etformin menurunkan glukosa darah melalui
pengaruhnya terhadap insulin pada tingkat selular, distal dari
reseptor insulin serta juga pada efeknya menurunkan
produksi glukosa hati. Metformin meningkatkan pemakaian
glukosa oleh sel usus sehingga menurunkan glukosa darah
dan menghambat absorbsi glukosa dari usus pada keadaan
sesudah makan. (FKUI, 2011)
(2) Tiazolidindion
Tiazolidindion adalah golongan obat yang mempunyai
efek farmakologis meningkatkan sesitivitas insulin. Golongan
obat ini bekerja meningkatkan glukosa disposal pada sel dan
mengurangi produksi glukosa dihati.( FKUI, 2011)
c) Penghambat glukosidase alfa
Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja
enzim glukosidase alfa dalam saluran cerna sehingga dapat
menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan
hiperglikemia postprandial. Obat ini bekerja di lumen usus dan
tidak menyebabakan hipoglikemia dan juga tidak berpengaruh
pada kadar insulin.(FKUI, 2011)
d) Incretin mimetic, penghambat DPP-4
Obat ini bekerja merangsang sekresi insulin dan
penekanan terhadap sekresi glukagon dapat menjadi lama,
dengan hasil kadar glukosa dapat diturunkan. (FKUI, 2011)
2) Insulin
Insulin adalah suatu hormone yang diproduksi oleh sel beta
dari pulau Langerhanss kelenjar pankreas. Insulin dibentuk dari

12
proinsulin yang bila kemudian distimulasi, terutama oleh
peningkatan kadar glukosa darah akan terbelah untuk
menghasilkan insulin dan peptide penghubung (C-peptide)yang
masuk kedalam aliran darah dalam jumlah ekuimolar.
Secara keseluruhan sebanyak 20-25% pasien DM Tipe II
akan memerlukan insulin untuk mengendalikan kadar glukosa
darahnya. Pada DM Tipe II tertentu akan butuh insulin bila:
a) Terapi jenis lain tida dapat mencapai target pengendalian kadar
glukosa darah
b) Keadaan stress berat, seperti pada infeksi berat, tindakan
pembedahan, infark miocard akut atau stroke.
Pengaruh insulin tehadap jaringan tubuh antara lain
insulin menstimulasi pemasukan asam amino ke dalam sel dan
kemudian meningkatkan sintesa protein. Insulin meningkatkan
penyimpanan lemak dan mencegah penggunaan lemak sebagai
bahan energi. Insulin menstimulasi pemasukan glukosa ke
dalam sel untuk di gunakan sebagai sumber energi dan
membantu penyimpanan glikogen di dalam sel otot dan hati.
(FKUI,2011)
9. Penatalaksanaan Keperawatan
Penatalaksanaan keperawatan pada kasus DM Tipe II antara lain:
a. Memberikan penyuluhan tentang keadaaan penyakit, symptom,
hasil yang ditemukan dan alternative tindakan yang akan diambil
pada pasien maupun keluarga pasien.
b. Memberikan motivasi pada klien dan keluarga agar dapat
memanfaatkan potensi atau sumber yang ada guna menyembuhkan
anggota keluarga yang sakit dan menyelesaikan masalah penyakit
diabetes dan resikonya.
c. Konseling untuk hidup sehat yang juga dimengerti keluarga dalam
pengobatan dan pencegahan resiko komplikasi lebih lanjut

13
d. Memberikan penyuluhan untuk perawatan diri, budaya bersih,
menghindari alkohol, penggunaaan waktu luang yang positif untuk
kesehatan, menghilangkan stress dalam rutinitas kehidupan atau
pekerjaan, pola makan yang baik
e. Memotivasi penanggung jawab keluarga untuk memperhatikan
keluhan dan meluangkan waktu bagi anggota keluarga yang
terkena DM atau yang memiliki resiko
f. Mengawasi diit klien DM Tipe II, bila perlu berikan jadwal latihan
jasmani atau kebugaran yang sesuai.
10. Penatalaksanaan Diet
Tujuan umum terapi gizi adalah membantu orang dengan
diabetes memperbaiki kebiasaan gizi dan olahraga untuk mendapatakan
control metabolic yang lebih baik, dan beberapa tambahan tujuan
khusus yaitu:
a. Mempertahankan kadar glukosa darah mendekati normal dengan
keseimbangan asupan makanan dengan insulin(endogen/eksogen)
atau obat hipoglikemik oral dan tingkat aktifitas
b. Mencapai kadar serum lipid yang optimal.
c. Memberikan energy yang cukup untuk mencapai atau
mempertahankan berat badan yang memadai pada orang dewasa
mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang normal pada anak
dan remaja, untuk peningkatan kebutuhan metabolic selama
kehamilan dan laktasi atau penyambuhan dari penyakit metabolic
d. Dapat mempertahankan berat badan yang memadai
e. Menghindari dan menangani komplikasi akut orang dengan
diabetes yang menggunakan insulin seperti hipoglikemia, penyakit
jangka pendek, komplikasi kronik diabetes seperti penyakit ginjal,
hipertensi, neuropati autonomic dan penyakit jantung
f. Meningkatkan kesehatan secara keseluruhan melalui gizi yang
optimal.

14
11. Komplikasi DM Tipe II
Komplikasi diabetes militus akut terbagi ke dalam tiga macam, yakni:
a. Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah kondisi di mana terjadinya penurunan
kadar gula darah yang drastis akibat terlalu banyak insulin dalam
tubuh, terlalu banyak mengonsumsi obat penurun gula darah, atau
terlambat makan. Gejalanya meliputi penglihatan kabur, detak
jantung cepat, sakit kepala, gemetar, keringat dingin, dan pusing.
Kadar gula darah yang terlalu rendah bisa menyebabkan pingsan,
kejang, bahkan koma.
b. Ketosiadosis diabetik (KAD)
Ketosiadosis diabetik adalah kondisi kegawatan medis akibat
peningkatan kadar gula darah yang terlalu tinggi. Ini adalah
komplikasi diabetes melitus yang terjadi ketika tubuh tidak dapat
menggunakan gula atau glukosa sebagai sumber bahan bakar,
sehingga tubuh mengolah lemak dan menghasilkan zat keton
sebagai sumber energi. Kondisi ini dapat menimbulkan
penumpukan zat asam yang berbahaya di dalam darah, sehingga
menyebabkan dehidrasi, koma, sesak napas, bahkan kematian, jika
tidak segera mendapat penanganan medis.
c. Hyperosmolar hyperglycemic state (HHS)
Kondisi ini juga merupakan salah satu kegawatan medis pada
penyakit kencing manis, dengan tingkat kematian mencapai 20%.
HHS terjadi akibat adanya lonjakan kadar gula darah yang sangat
tinggi dalam waktu tertentu. Gejala HHS ditandai dengan haus
yang berat, kejang, lemas, dan gangguan kesadaran hingga koma.
Selain itu, diabetes yang tidak terkontrol juga dapat menimbulkan

15
komplikasi serius lain, yaitu sindrom hiperglikemi hiperosmolar
nonketotik.
Komplikasi akut diabetes adalah kondisi medis serius yang
perlu mendapat penanganan dan pemantauan dokter di rumah sakit.

Komplikasi Diabetes Melitus Kronis


Komplikasi jangka panjang diabetes biasanya berkembang secara
bertahap dan terjadi ketika diabetes tidak dikelola dengan baik.
Tingginya kadar gula darah yang tidak terkontrol dari waktu ke waktu
akan meningkatkan risiko komplikasi, yaitu kerusakan serius pada
seluruh organ tubuh.
Beberapa komplikasi jangka panjang pada penyakit diabetes melitus
yaitu:
1. Gangguan pada mata (retinopati diabetik)
Diabetes dapat merusak pembuluh darah di retina. Kondisi ini
disebut retinopati diabetik, yang berpotensi menyebabkan
kebutaan. Pembuluh darah di mata yang rusak karena diabetes
juga meningkatkan risiko gangguan penglihatan, seperti katarak
dan glaukoma.
2. Kerusakan ginjal (nefropati diabetik)
Komplikasi diabetes melitus yang menyebabkan gangguan
pada ginjal, disebut nefropati diabetik. Kondisi ini bisa
menyebabkan gagal ginjal, bahkan bisa berujung kematian jika
tidak ditangani dengan baik. Saat terjadi gagal ginjal, penderita
harus melakukan cuci darah rutin ataupun transplantasi ginjal.
Diabetes dikatakan sebagai silent killer, karena kerap kali
tidak menimbulkan gejala khas pada tahap awal. Namun pada
tahap lanjut, penderita diabetes akan mengalami gejala seperti
anemia, mudah lelah, pembengkakan pada kaki, dan gangguan
elektrolit.
3. Kerusakan saraf (neuropati diabetik)

16
Tingginya kadar gula dalam darah dapat merusak pembuluh
darah dan saraf di tubuh, terutama kaki. Kondisi yang biasa disebut
neuropati diabetik ini terjadi ketika saraf mengalami kerusakan,
baik secara langsung akibat tingginya gula darah, maupun karena
penurunan aliran darah menuju saraf. Rusaknya saraf akan
menyebabkan gangguan sensorik, yang gejalanya berupa
kesemutan, mati rasa, atau nyeri.
Kerusakan saraf juga dapat memengaruhi saluran pencernaan
dan menyebabkan gastroparesis. Gejalanya berupa mual, muntah,
dan merasa cepat kenyang saat makan. Pada pria, komplikasi
diabetes melitus dapat menyebabkan disfungsi ereksi atau
impotensi. Komplikasi jenis ini bisa dicegah dan ditunda hanya
jika diabetes terdeteksi sejak dini, sehingga kadar gula darah bisa
dikendalikan dengan menerapkan pola makan dan pola hidup yang
sehat, serta mengonsumsi obat sesuai anjuran dokter.
4. Masalah kaki dan kulit
Komplikasi diabetes melitus yang juga umum terjadi adalah
masalah pada kulit dan luka pada kaki yang disebabkan oleh
kerusakan pembuluh darah dan saraf, serta aliran darah ke kaki
yang sangat terbatas. Gula darah yang tinggi mempermudah
bakteri dan jamur untuk berkembang biak. Terlebih adanya
penurunan kemampuan tubuh untuk menyembuhkan diri, sebagai
akibat dari diabetes.
Jika tidak dirawat dengan baik, kaki penderita diabetes
berisiko untuk mudah luka dan terinfeksi sehingga menimbulkan
gangren dan ulkus diabetikum. Penanganan luka pada kaki
penderita diabetes adalah dengan pemberian antibiotik, perawatan
luka yang baik, hingga kemungkinan amputasi bila kerusakan
jaringan sudah parah.
5. Penyakit kardiovaskular

17
Kadar gula darah yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan
pada pembuluh darah di dalam tubuh. Ini dapat menyebabkan
gangguan pada sirkulasi darah di seluruh tubuh termasuk pada
jantung. Komplikasi diabetes melitus yang menyerang jantung dan
pembuluh darah meliputi penyakit jantung, stroke, serangan
jantung, dan penyempitan arteri (aterosklerosis). Mengontrol kadar
gula darah dan faktor risiko lainnya dapat mencegah dan menunda
komplikasi pada penyakit kardiovaskular.

18
BAB III
ANALISA KASUS CASE STUDY

Y.L., seorang wanita Asia berusia 34 tahun, datang ke klinik dengan keluhan
kelelahan kronis, rasa haus yang meningkat, rasa lapar yang terus-menerus, dan
sering buang air kecil. Dia menyangkal rasa sakit, terbakar, atau sakit punggung
saat buang air kecil. Ia memberi tahu Anda bahwa ia memiliki infeksi jamur
vagina yang telah ia obati berkali-kali dengan obat yang dijual bebas. Dia bekerja
penuh waktu sebagai pegawai di sebuah perusahaan pinjaman dan menyatakan dia
mengalami kesulitan membaca angka dan laporan, sehingga dia sering melakukan
kesalahan. Dia berkata, "Pada saat saya pulang dan membuat makan malam untuk
keluarga saya, kemudian menidurkan anak saya, saya terlalu lelah untuk
berolahraga." Dia melaporkan kakinya sakit; merasa sering terbakar atau merasa
seperti ada pin di dalamnya." Dia memiliki riwayat diabetes gestasional dan
melaporkan bahwa, setelah melahirkan, dia kembali ke pola makan tradisionalnya,
yang tinggi karbohidrat.

Dalam meninjau bagan Y.L., Anda perhatikan bahwa dia belum terlihat sejak
melahirkan anaknya 6 tahun yang lalu. Berat badannya bertambah; berat badannya
saat ini adalah 173 pound. Saat ini, TD-nya adalah 152/97 mm Hg, dan glukosa
plasma acak adalah 291 mg / dL. Penyedia perawatan primer mencurigai bahwa
Y.L. telah mengembangkan diabetes mellitus tipe 2 (DM) dan memerintahkan
penelitian laboratorium berikut:

19
1. Jelaskan hasil laboratorium Y.L
Jawaban :
a. Pada Hasil Laboratorium Gula darah Puasa Ny Y.L menunjukkan hasil 184
mg/dl dimana normal dari gula darah puasa adalah sebagai berikut :
- Normal (tidak menderita diabetes) : < 108 mg/dL
- Prediabetes : (108-125 mg/dL)
- Diabetes >125 mg/dL
Hasil GDP Ny YL yang menderita DM Tipe II hal ini diakibatkan karena
penurunan sekresi insulin oleh sel beta pancreas yang menghasilkan
hormone insulin dan fungsi insulin yang dimana berfungsi untuk mengatur
penggunaan glukosa sehingga glukosa dapat diubah menjadi energy dan
juga membantu mengontrol kadar gula darah dalam tubuh.
b. HbA1C 8,8%
Nilai HbA1C pada Ny. YL yaitu 8,8% artinya mengalami peningkatan,
normal HbA1C yaitu 6,3% hal ini disebabkan karena Ny.YL yang tidak
dapat mengontrol dengan baik kadar glukosa darahnya selama 3 bulan (120
hari) yang lalu.
c. Total Kolesterol 256 mg/dL
Nilai Total Kolesterol 256 mg/dL menunjukkan mengalami peningkatan,
sedang normal dari Total Kolesterol menurut WHO yaitu < 200 mg/dL,

20
total kolesterol yang meningkat pada Ny.YL disebabkan karena gaya hidup
yang tidak sehat, obesitas dan gula darah yang meningkat.
d. Trigliserida 346 mg/Dl
Normal trigliserida yaitu dibawah 150 mg/dl sedang hasil yang didapatkan
pada Ny YL yaitu 346 mg/dl hal ini disebabkan karena adanya kelompok
masalah kesehatan yang terdiri dari tekanan darah yang tinggi, gula darah
yang meningkat serta penumpukan lemak disekitar pinggul dan juga
karena kadar kolesterol HDL yang rendah.

e. LDL 155 mg/Dl


Normal LDL kurang dari 100 mg/dl, sedang hasil laboratorium LDL (Low
Density Lipoprotein Cholesterol ) 155 mg/dl mengalami peningkatan ini
dikarenakan Resistensi insulin pada DM Tipe 2 mempengaruhi
metabolisme dalam tubuh diantaranya terjadi perubahan proses produksi
dan pembuangan lipoprotein plasma. Di jaringan lemak terjadi
penurunan efek insulin sehingga lipogenesis berkurang dan lipolisis
meningkat. Hal ini akan memicu terjadinya glucotoxicity disertai
lipotoxicity yang menyebabkan terjadinya peningkatan kadar LDL
kolesterol. Dalam keadaan hipergikemia, oksidasi LDL berlangsung
lebih cepat. Hal ini diakibatkan oleh peningkatan kadar glukosa darah
kronis.
f. HDL 32 mg/dl
Tingkat HDL minimal 60 mg/dL atau lebih dapat membantu mengurangi
risiko penyakit jantung. Sebaliknya, tingkat HDL kurang dari 40 mg/dL
justru menaikkan risiko penyakit jantung, penyebab HDL yang rendah
pada Ny.YL dikarenakan
g. UA Glukosa (+) Keton (-)
Jawaban :

21
Hasil UA Glukosa positif menunjukkan terdapat glukosa pada urin
sedangkan
Hasil Ua Keton negative menunjukkan urin Ny YL normal, tidak memiliki
keton yang dikeluarkan oleh ginjal.
2. Identifikasi tiga metode yang digunakan untuk mendiagnosis DM.
Jawaban :
a. Mengetahui Penyebab
b. Memeriksa tanda dan gejala
c. Melakukan Pemeriksaan Laboratorium baik itu pemeriksaan Kadar
Glukosa darah, Kadar Glukosa Urine, Kadar Glukosa Serum Puasa dan
Pemeriksaan Toleransi Glukosa, Pemeriksaan Hemoglobin Terglikosilasi
(hemoglobin A atau HbA1c), Fruktosamina serum dan lain sebagainya.
3. Identifikasi tiga fungsi insulin?
Jawaban :
a. Memerintahkan sel untuk mengambil glukosa darah
b. Memerintahkan sel hati untuk mengubah glukosa menjadi glikogen
c. Mengatur penggunaan glukosa sehingga glukosa dapat diubah menjadi
energy dan juga membantu mengontrol kadar gula darah dalam tubuh
4. Jelaskan perbedaan patofisiologis utama antara DM tipe 1 dan tipe 2?
Jawaban :
Pada Diabetes Melitus Tipe 1, sel-sel beta di pancreas mengalami kerusakan,
sehingga produksi insulin menurun, sementara pada Diabetes Melitus Tipe 2
insulin dapat di produksi dengan normal tetapi sel-sel tubuh kurang sensitive
sehingga tidak bisa menggunakannya secara optimal.
5. Apa faktor risiko untuk DM tipe 2?
Jawaban :
Faktor Risiko pada DM Tipe 2 diantaranya
a. Mengalami Obesitas
b. Memiliki riwayat keluarga dengan DM tipe 2
c. Kurang aktif bergerak. Aktivitas fisik bisa membantu seseorang untuk
mengontrol berat badan, membakar glukosa sebagai energy, dan membuat

22
sel tubuh lebih sensitive terhadap insulin, Itulah mengapa, orang yang
kurang beraktivitas fisik akan lebih mudah terkena diabetes Tipe 2.
d. Usia. Resiko terkena diabetes tipe 2 akan meningkat seiring bertambahnya
usia.
e. Hipertensi
f. Memiliki kadar kolesterol dan trigliserida yang tidak normal.
g. Mengidap Polycystic Ovarian syndrome (PCOS) terkhusus pada wanita,
memiliki riwayat penyakit PCOS membuat seorang wanita beresiko tinggi
mengalami diabetes tipe 2, sedangkan pada ibu hamil, resiko mengalami
diabetes gestasional semakin besar bila ibu mengidap penyakit diabetes
tipe 2.

KEMAJUAN STUDI KASUS

Y.L. didiagnosis dengan DM tipe 2. PCP memulai pemberian metformin


(Glucophage) 500 mg dan glipizide (Glucotrol) 5 mg per oral setiap hari saat
sarapan dan atorvastatin (Lipitor) 20 mg per oral pada waktu tidur. Dia dirujuk ke
ahli gizi untuk instruksi memulai diet 1.200 kalori menggunakan sistem
pertukaran untuk memfasilitasi penurunan berat badan dan menurunkan kadar
glukosa darah, kolesterol, dan trigliserida. Anda harus memberikan edukasi
tentang farmakoterapi dan olahraga

6. Apa alasan untuk memulai Y.L. pada metformin (Glucophage) dan glipizide
(Glucotrol)?
Jawaban :
- Metformin (Glucophage) Obat ini biasanya diminum oleh penderita diabetes
mellitus tipe 2. Glucophage bekerja lebih baik mengendalikan gula darah
jika dibarengi dengan pengaturan pola makan sehat dan olahraga yang
rutin.
- Glipizide (Glucotrol) Glucotrol adalah obat oral diabetes yang digunakan
untuk membantu kontrol gula darah pada pasien diabetes tipe dua. ...
Glipizide sendiri masuk ke dalam kelas pengobatan golongan sulfonilurea.

23
Cara kerja Glucotrol adalah dengan meningkatkan produksi insulin oleh
pankreas
7. Pengajaran apa yang perlu Anda berikan kepada Y.L. tentang terapi
hipoglikemik oral?
Jawaban :
Menjelaskan kepada Ny.YL bahwa terapi obat Hipoglikemik Oral (OHO)
merupakan obat penurun kadar glukosa pada darah yang diresepkan oleh
dokter khusus bagi diabetes. Obat Penurun Glukosa Darah bukanlah hormon
insulin yang diberikan secara oral. OHO bekerja melalui beberapa cara untuk
menurunkan kadar glukosa darah.
8. Apa manfaat potensial yang bisa Y.L. terima dari dorongan untuk
berolahraga?
Manfaat berolahraga pada pasien DM Tipe 2 yaitu sebagai strategi terapeutik
yang bermanfaat untuk diabetes tipe 2 karena memiliki efek yang bermanfaat
bagi parameter fisiologis dan mengurangi faktor risiko metabolik pada
diabetes mellitus yang resistan terhadap insulin, salah satu olahraga yang
disarankan pada pasien DM Tipe ini yaitu Latihan aerobik, Latihan aerobik
sedang dapat menjaga tekanan darah pada pasien neuropati diabetik.
KEMAJUAN STUDI KASUS

Y.L. berkomentar, "Saya pernah mendengar banyak orang dengan diabetes dapat
kehilangan jari kaki atau bahkan kaki mereka." Anda memanfaatkan kesempatan
ini untuk mengajarinya tentang neuropati dan perawatan kaki.
9. Manakah dari gejala yang Y.L. dilaporkan hari ini membuat Anda percaya
bahwa dia memiliki beberapa bentuk neuropati?
Jawaban : Ny YL melaporkan kakinya sakit; merasa sering terbakar atau
merasa seperti ada pin di dalamnya
10. Temuan apa dalam sejarah Y.L yang menempatkannya pada peningkatan
risiko untuk pengembangan bentuk neuropati lainnya?
Jawaban : YL datang ke klinik dengan keluhan kelelahan kronis, rasa haus
yang meningkat, rasa lapar yang terus-menerus, dan sering buang air kecil.
Ny.YL menyangkal rasa sakit, terbakar, atau sakit punggung. Ny YL

24
melaporkan kakinya sakit; merasa sering terbakar atau merasa seperti ada pin
di dalamnya." Ny YL memiliki riwayat diabetes gestasional dan melaporkan
bahwa, setelah melahirkan, dia kembali ke pola makan tradisionalnya, yang
tinggi karbohidrat.
11. Bagaimana Anda mendidik Y.L. tentang neuropati?
Jawaban :
Yaitu dengan cara memberikan penjelasan kepada Ny YL bahwa yang
dimaksud dengan Neuropati adalah Pengertian Neuropati kerusakan saraf
yang diakibatkan oleh berbagai kondisi seperti diabetes dan bahkan perawatan
seperti kemoterapi yang ditandai dengan beberapa gejala seperti yang
dirasakan oleh Ny YL seperti ejala neuropati meliputi mati rasa sementara
atau permanen, kesemutan, sensasi seperti ditusuk atau terbakar,
meningkatnya sensitivitas terhadap sentuhan, rasa sakit, kelemahan otot atau
wasting, kelumpuhan, disfungsi dalam organ atau kelenjar, dan gangguan pada
buang air kecil dan fungsi seksual serta memberitahu bagaimana cara
pencegahan serta pengobatan dari Neuropati.
12. Karena Y.L. sudah memiliki gejala neuropati, menempatkannya pada risiko
komplikasi kaki, Anda menyadari bahwa Anda perlu mengajarinya perawatan
kaki yang tepat. Buat garis besar apa yang akan Anda sertakan saat
mengajarinya tentang perawatan kaki diabetes yang tepat
Jawaban : Perawatan kaki diabetes yang tepat
1. Periksa kondisi kaki setiap hari.
2. Cuci kaki dengan air hangat dan gunakan krim pelembab.
3. Jangan mengobati luka tanpa berkonsultasi dengan dokter.
4. Jangan bertelanjang kaki dan potong kuku kaki dengan hati-hati.
5. Kenakan kaus kaki yang bersih, kering, dan menyerap keringat.
6. Gunakan sepatu dengan ukuran yang sesuai.
Setelah itu, pengidap juga dianjurkan untuk menerapkan gaya hidup sehat,
contohnya dengan mengonsumsi diet kaya buah-buahan, sayuran, biji-bijian
dan protein tanpa lemak untuk menjaga kesehatan saraf. Mengonsumsi
daging, ikan, telur, makanan rendah lemak, dan serat pangan yang cukup juga

25
penting untuk mencegah kekurangan asupan vitamin B12. Lalu, berolahraga
lah secara teratur setidaknya 30 menit hingga satu jam sebanyak tiga kali
seminggu. Terakhir, hindari gerakan yang dapat menyebabkan kerusakan
saraf, termasuk gerakan berulang, posisi kaku, paparan bahan kimia beracun,
merokok, dan terlalu banyak konsumsi alkohol.
13. Apa saja perubahan yang Y.L. dapat lakukan untuk mengurangi risiko atau
memperlambat perkembangan penyakit makrovaskuler dan mikrovaskuler?
Jawaban :
a. Melakukan pengobatan secara tepat
b. Menghindari makanan berkadar glukosa tinggi atau berlemak tinggi.
c. Meningkatkan makanan tinggi serat.
d. Melakukan olahraga secara teratur, minimal 3 jam dalam satu minggu.
e. Menurunkan dan menjaga berat badan tetap ideal.
f. Menghindari atau berhenti merokok.
14. Mengingat semua informasi dalam skenario sebelumnya, komplikasi apa yang
terkait dengan DM menurut Anda Y.L. paling berisiko untuk, dan mengapa?
Jawaban :
Komplikasi diabetes militus akut terbagi ke dalam tiga macam, yakni:
d. Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah kondisi di mana terjadinya penurunan kadar
gula darah yang drastis akibat terlalu banyak insulin dalam tubuh, terlalu
banyak mengonsumsi obat penurun gula darah, atau terlambat makan.
Gejalanya meliputi penglihatan kabur, detak jantung cepat, sakit kepala,
gemetar, keringat dingin, dan pusing. Kadar gula darah yang terlalu rendah
bisa menyebabkan pingsan, kejang, bahkan koma.
e. Ketosiadosis diabetik (KAD)
Ketosiadosis diabetik adalah kondisi kegawatan medis akibat
peningkatan kadar gula darah yang terlalu tinggi. Ini adalah komplikasi
diabetes melitus yang terjadi ketika tubuh tidak dapat menggunakan gula
atau glukosa sebagai sumber bahan bakar, sehingga tubuh mengolah lemak
dan menghasilkan zat keton sebagai sumber energi. Kondisi ini dapat

26
menimbulkan penumpukan zat asam yang berbahaya di dalam darah,
sehingga menyebabkan dehidrasi, koma, sesak napas, bahkan kematian,
jika tidak segera mendapat penanganan medis.
f. Hyperosmolar hyperglycemic state (HHS)
Kondisi ini juga merupakan salah satu kegawatan medis pada
penyakit kencing manis, dengan tingkat kematian mencapai 20%. HHS
terjadi akibat adanya lonjakan kadar gula darah yang sangat tinggi dalam
waktu tertentu. Gejala HHS ditandai dengan haus yang berat, kejang,
lemas, dan gangguan kesadaran hingga koma. Selain itu, diabetes yang
tidak terkontrol juga dapat menimbulkan komplikasi serius lain, yaitu
sindrom hiperglikemi hiperosmolar nonketotik.
Komplikasi akut diabetes adalah kondisi medis serius yang perlu
mendapat penanganan dan pemantauan dokter di rumah sakit.

Komplikasi Diabetes Melitus Kronis


Komplikasi jangka panjang diabetes biasanya berkembang secara
bertahap dan terjadi ketika diabetes tidak dikelola dengan baik. Tingginya
kadar gula darah yang tidak terkontrol dari waktu ke waktu akan
meningkatkan risiko komplikasi, yaitu kerusakan serius pada seluruh
organ tubuh.
Beberapa komplikasi jangka panjang pada penyakit diabetes melitus yaitu:
6. Gangguan pada mata (retinopati diabetik)
Diabetes dapat merusak pembuluh darah di retina. Kondisi ini
disebut retinopati diabetik, yang berpotensi menyebabkan kebutaan.
Pembuluh darah di mata yang rusak karena diabetes juga meningkatkan
risiko gangguan penglihatan, seperti katarak dan glaukoma.
7. Kerusakan ginjal (nefropati diabetik)
Komplikasi diabetes melitus yang menyebabkan gangguan pada
ginjal, disebut nefropati diabetik. Kondisi ini bisa menyebabkan gagal
ginjal, bahkan bisa berujung kematian jika tidak ditangani dengan baik.

27
Saat terjadi gagal ginjal, penderita harus melakukan cuci darah rutin
ataupun transplantasi ginjal.
Diabetes dikatakan sebagai silent killer, karena kerap kali tidak
menimbulkan gejala khas pada tahap awal. Namun pada tahap lanjut,
penderita diabetes akan mengalami gejala seperti anemia, mudah lelah,
pembengkakan pada kaki, dan gangguan elektrolit.
8. Kerusakan saraf (neuropati diabetik)
Tingginya kadar gula dalam darah dapat merusak pembuluh darah
dan saraf di tubuh, terutama kaki. Kondisi yang biasa disebut neuropati
diabetik ini terjadi ketika saraf mengalami kerusakan, baik secara
langsung akibat tingginya gula darah, maupun karena penurunan aliran
darah menuju saraf. Rusaknya saraf akan menyebabkan gangguan
sensorik, yang gejalanya berupa kesemutan, mati rasa, atau nyeri.
Kerusakan saraf juga dapat memengaruhi saluran pencernaan dan
menyebabkan gastroparesis. Gejalanya berupa mual, muntah, dan
merasa cepat kenyang saat makan. Pada pria, komplikasi diabetes
melitus dapat menyebabkan disfungsi ereksi atau impotensi.
Komplikasi jenis ini bisa dicegah dan ditunda hanya jika diabetes
terdeteksi sejak dini, sehingga kadar gula darah bisa dikendalikan
dengan menerapkan pola makan dan pola hidup yang sehat, serta
mengonsumsi obat sesuai anjuran dokter.
9. Masalah kaki dan kulit
Komplikasi diabetes melitus yang juga umum terjadi adalah
masalah pada kulit dan luka pada kaki yang disebabkan oleh kerusakan
pembuluh darah dan saraf, serta aliran darah ke kaki yang sangat
terbatas. Gula darah yang tinggi mempermudah bakteri dan jamur untuk
berkembang biak. Terlebih adanya penurunan kemampuan tubuh untuk
menyembuhkan diri, sebagai akibat dari diabetes.
Jika tidak dirawat dengan baik, kaki penderita diabetes berisiko
untuk mudah luka dan terinfeksi sehingga menimbulkan gangren dan
ulkus diabetikum. Penanganan luka pada kaki penderita diabetes adalah

28
dengan pemberian antibiotik, perawatan luka yang baik, hingga
kemungkinan amputasi bila kerusakan jaringan sudah parah.
10. Penyakit kardiovaskular
Kadar gula darah yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada
pembuluh darah di dalam tubuh. Ini dapat menyebabkan gangguan pada
sirkulasi darah di seluruh tubuh termasuk pada jantung. Komplikasi
diabetes melitus yang menyerang jantung dan pembuluh darah meliputi
penyakit jantung, stroke, serangan jantung, dan penyempitan arteri
(aterosklerosis). Mengontrol kadar gula darah dan faktor risiko lainnya
dapat mencegah dan menunda komplikasi pada penyakit
kardiovaskular.
6. Komplikasi diabetes melitus lainnya bisa berupa gangguan
pendengaran, penyakit Alzheimer, depresi, dan masalah pada gigi dan
mulut.
15. Pemantauan apa yang dibutuhkan untuk Y.L. dalam hal nefropati dan
retinopati?
Jawaban : Diagnosis sejak dini, mengontrol glukosa darah dan tekanan darah,
pemberian obat-obatan pada tahap awal kerusakan ginjal, dan membatasi
asupan protein adalah cara yang bisa dilakukan untuk menghambat
perkembangan diabetes yang mengarah ke gagal ginjal sedangkan dalam hal
nefropati yaitu deteksi dini dan pengobatan retinopati secepatnya dapat
mencegah atau menunda kebutaan. Penderita diabetes dianjurkan untuk
melakukan pemeriksaan mata secara teratur

29
BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Anamnese
a. Identitas
1) Nama : Ny.YL
2) TTL/Umur : 34 Tahun
3) Jenis Kelamin : Perempuan
4) Diagnosa Mds : DM type II
b. Keluhan Utama:
Kelelahan dan dehidrasi
c. Riwayat Keluhan Utama:

30
Ny.Y.L mengatakan kelelahan kronis, rasa haus yang meningkat, rasa
lapar yang terus-menerus, dan sering buang air kecil
d. Keluhan Yang Menyertai
Ny.Y.L mengatakan kelelahan kronis, rasa haus yang meningkat, rasa
lapar yang terus-menerus, dan sering buang air kecil
e. Riwayat Kesehatan Lalu
- Klien menderita diabetes melitus (DM) Gestasional
f. ADL
1) Nutrisi: Kurang makan dan Minum
2) Eliminasi: Klien sering buang air kecil
2. Pemeriksaan Fisik
a. TTV:
- TD 152/97
- Nadi 116 kali/menit
- Pernafasan 18 kali/menit
- Suhu 99,9 ° F (37,7 ° C).
b. Inspeksi:
1) Klien tampak lemah
2) Wajah pucat
3) Klien nampak kurus
4) Klien nampak sedikit mengantuk
5) Membran Mukosa kering
c. Palpasi:
1) Kulitnya teraba hangat dan kering
2) Turgor kulit jelek
3. Pemeriksaan Penunjang
Hasil Lab
- Gula darah puasa 184 mg/Dl
- HbA1C 8,8%
- Total Kolesterol 256 mg/Dl
- Trigliserida 346 mg/Dl

31
- LDL 155 mg/dL
- HDL 32 mg/dL
- UA Glukosa (+) Keton (-)
4. Pengobatan
- Metformin (Glucophage) 500 mg
- Glipizide (Glucotrol) 5 mg per oral setiap hari saat sarapan
- Atorvastatin (Lipitor) 20 mg per oral pada waktu tidur

B. Patoflow keperawatan

Defisiensi Insulin

glukagon↑ penurunan pemakaian

glukosa oleh sel

glukoneogenesis hiperglikemia

lemak protein glycosuria

ketogenesis BUN↑ Osmotic Diuresis

Kekurangan volume
cairan

32
ketonemia Nitrogen urine ↑ Dehidrasi

Mual dan ↓ pH Hemokonsentrasi


muntah

Asidosis Trombosis
Resiko Ggn Nutrisi
Kurang dari kebutuhan
Koma
Aterosklerosis
Kematian

Makrovaskuler Mikrovaskuler

Retina Ginjal
Jantung Serebral Ekstremitas
Retinopati Nefropati
Miokard Infark Stroke Gangren diabetik

Ggn. Penglihatan Gagal


C. Diagnosa Keperawatan Ginjal

1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan dehidrasi


Resiko Injury

2. Resiko Gangguan nutrisi berhubungan dengan mual dan muntah


3. Resiko terjadi injury berhubungan dengan retinopati diabetik

 Koma
 Kematian

33
Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Nursing Outcome Classsification Nursing Intervention Classification


1. Kekurangan volume cairan Setelah perawatan 3x24 jam Tujuan : 1. Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan
berhubungan dengan TD ortostatik
kebutuhan cairan atau hidrasi pasien
dehidrasi 2. Pantau pola nafas seperti adanya pernafasan
DS : terpenuhi kusmaul
- Klien mengatakan 3. Kaji frekuensi dan kualitas pernafasan,
Kriteria Hasil :
selalu merasa haus penggunaan otot bantu nafas
1. Nadi 60-100 kali/menit 4. Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit
DO : 2. Suhu tubuh normal 36,5° C - 37,2° C dan membran mukosa
- Klien nampak kurus 3. Turgor kulit baik 5. Pantau masukan dan pengeluaran
- Wajah pucat 6. Pertahankan untuk memberikan cairan paling
4. Membran mukosa lembab
- Membran mukosa sedikit 2500 ml/hari dalam batas yang dapat
kering 5. Intake cairan adekuat ditoleransi jantung
- GDP 184 mg/dL 6. Diare tidak ada 7. Catat hal-hal seperti mual, muntah dan distensi
7. Frekuensi mual berkurang lambung.
8. Observasi adanya kelelahan yang meningkat,
edema, peningkatan BB, nadi tidak teratur
9. Kolaborasi : berikan terapi cairan normal salin
dengan atau tanpa dextrosa, pantau pemeriksaan
laboratorium (Ht, BUN, Na, K)

2. Resiko Gangguan nutrisi Tujuan : Setelah dilakukan tindakan a. Timbang berat badan setiap hari atau sesuai dengan
berhubungan dengan mual keperawatan selama 3x 24 jam maka indikasi.
dan muntah
diharapkan kebutuhan nutrisi pasien b. Tentukan program diet dan pola makan pasien dan
bandingkan dengan makanan yang dapat dihabiskan
DS :

34
- Klien mengatakan terpenuhi pasien.
mual selama 2 hari c. Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen /
Kriteria Hasil :
sehingga dia belum
makan atau minum 1. Asupan kalori adekuat perut kembung, mual, muntahan makanan yang belum
- Klien mengatakan diare 2. Asupan vitamin adekuat sempat dicerna, pertahankan keadaan puasa sesuai
berat 3. Asupan zat besi adekuat dengan indikasi.
DO : 4. Klien mengetahui diet yang d. Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan
- TD 152/97
- Nadi 116 kali/menit dianjurkan
(nutrien) dan elektrolit dengan segera jika pasien sudah
- Pernafasan 18 5. Klien mengetahui manfaat atau
tujuan diet dapat mentoleransinya melalui oral.
kali/menit
- Suhu 99,9 ° F (37,7 ° 6. Klien mengetahui makanan yang e. Libatkan keluarga pasien pada pencernaan makan ini
C) diperbolehkan dalam diet sesuai dengan indikasi.
- Klien tampak lemah 7. Klien mengetahui makanan yang
- Klien nampak kurus f. Observasi tanda-tanda hipoglikemia seperti perubahan
tidak diperbolehkan dalam diet
- Klien nampak sedikit tingkat kesadaran, kulit lembab/dingin, denyut nadi
mengantuk (perubahan 8. Klien mengetahui perencanaan menu
berdasarkan diet yang dianjurkan cepat, lapar, peka rangsang, cemas, sakit kepala.
status mental)
9. Klien dapat menginterpretasi g. Kolaborasi melakukan pemeriksaan gula darah.
 Gula darah puasa 184 informasi gizi pada label makanan h. Kolaborasi pemberian pengobatan insulin.
mg/Dl 10. Klien mengetahui strategi i. Kolaborasi dengan ahli diet
 HbA1C 8,8% meningkatkan kepatuhan diet
 Total Kolesterol 256
mg/Dl
 Trigliserida 346 mg/Dl
 LDL 155 mg/dL
 HDL 32 mg/dL

35
 UA Glukosa(+) Keton (-)

3 Resiko terjadi injury Setelah perawatan 3x24 jam maka 1. Hindarkan lantai yang licin.
berhubungan dengan diharapkan pasien tidak mengalami
2. Gunakan bed yang rendah.
retinopati diabetik injury
DS : Kriteria Hasil : 3. Orientasikan klien dengan ruangan.
Klien mengeluh - Mengidentifikasi faktor-faktor resiko
4. Bantu klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari
mengalami gangguan injuri
penglihatan dan kesulitan - Memodifikasi lingkungan sesuai 5. Bantu pasien dalam ambulasi atau perubahan posisi
untuk berkonsentrasi petunjuk untuk meningkatkan keamanan
dan penggunaan sumber-sumber secara
tepat.

36
D. Evaluasi
Proses keperawatan sering digambarkan sebagai proses bertahap. Proses
keperawatan dikatakan efektif bila pencapaian hasil teridentifikasi dan
dievaluasi sebagai penilaian pada status pasien (Heather, 2015)

No. Diagnosa Evaluasi


Keperawatan
1 Kekurangan volume Setelah dilakukan perawatan terkait
cairan berhubungan kekurangan volume cairan pada pasien
dengan dehidrasi menunjukkan :
1. Nadi 60-100 kali/menit
2. Suhu tubuh normal 36,5° C - 37,2° C
3. Turgor kulit baik
4. Membran mukosa lembab
5. Intake cairan adekuat
6. Diare tidak ada
7. Frekuensi mual berkurang

2. Resiko Gangguan Setelah dilakukan perawatan terkait resiko


nutrisi berhubungan gangguan nutrisi pada pasien menunjukkan :
dengan mual dan 11. Asupan kalori adekuat
muntah 12. Asupan vitamin adekuat
13. Asupan zat besi adekuat
14. Klien mengetahui diet yang dianjurkan
15. Klien mengetahui manfaat atau tujuan
diet
16. Klien mengetahui makanan yang
diperbolehkan dalam diet
17. Klien mengetahui makanan yang tidak
diperbolehkan dalam diet
18. Klien mengetahui perencanaan menu
berdasarkan diet yang dianjurkan
19. Klien dapat menginterpretasi informasi
gizi pada label makanan
20. Klien mengetahui strategi meningkatkan
kepatuhan diet

3. Resiko terjadi injury Setelah dilakukan perawatan terkait resiko


berhubungan dengan terjadinya injuri berhubungan dengan
retinopati diabetik retinopati diabetic pada pasien menunjukkan:

37
- Mengetahui faktor-faktor resiko injuri
- Mengatur lingkungan sekitar sesuai arahan
dari petugas kesehatan

BAB V
PENUTUP

38
A. KESIMPULAN
1. Diabetes Mellitus Tipe II adalah keadaan dimana kadar glukosa tinggi,
kadar insulin tinggi atau normal namun kualitasnya kurang baik, sehingga
gagal membawa glukosa masuk dalam sel, akibatnya terjadi gangguan
transport glukosa yang dijadikan sebagai bahan bakar metabolisme energi.
Penyebab DM Tipe II antara lain: penurunan fungsi cell b pankreas dan
retensi insulin.
2. Faktor-faktor resiko yang dapat terkena DM Tipe II antara lain: usia ≥ 45
tahun, usia lebih muda, terutama dengan indeks massa tubuh (IMT) >23
kg/m2 yang disertai dengan kebiasaan tidak aktif; turunan pertama dari
orang tua dengan DM; riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi
>4000 gram, atau riwayat DM gestasional; hipertensi (≥140/90 mmHg);
kolesterol HDL ≤ 35 mg/dl dan atau trigliserida ≥ 250 mg/dl; menderita
polycyctic ovarial syndrome(PCOS) atau keadaan klinis lain yang terkait
dengan resistensi insulin; adanya riwayat toleransi glukosa yang
terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT)
sebelumnya; memiliki riwayat penyakit kardiovaskular, obesitas terutama
yang bersifat sentral (bentuk apel), diet tinggi lemak dan rendah
karbohidrat, kurang gerak badan, genetic dan stress.
3. Tanda gejala DM Tipe II antara lain: penurunan penglihatan, poliuri
polidipsia, rasa lelah dan kelemahan otot, polifagia, konfusi atau derajat
delirium, konstipasi atau kembung pada abdomen, retinopati atau
pembentukan katarak, perubahan kulit, penurunan nadi perifer, kulit
dingin, penurunan reflek, dan kemungkinan nyeri perifer atau kebas,
hipotensi ortostatik , peningkatan angka infeksi akibat peningkatan
konsentrasi glukosa diskresi mukus, gangguan fungsi imun dan
penurunan aliran darah , paretesia atau abnormalitas sensasi, kandidiasis
vagina, pelisutan otot, efek somogyi dan fenomena fajar.
4. Komplikasi yang dapat muncul antara lain: hipoglikemia, ketoasidosis
diabetic, sindrom nonketotik hiperglikemi, hiperosmolar (Hyperosomolar

39
hyperglycemic syndrome, HHNS) atau koma hiperosmolar, neuropati
perifer, penyakit kardiovaskuler dan infeksi kulit.
5. Intervensi keperawatan yang diberikan berdasarkan diagnosa keperawatan
yang ditegakkan yaitu Kekurangan volume cairan berhubungan dengan
kehilangan dehidrasi, Resiko Gangguan nutrisi berhubungan dengan mual
dan muntah, serta resiko terjadinya injuri berhubungan dengan retinopati
diabetik

B. SARAN
Untuk Dari pembahasan diatas penulis memiliki beberapa saran
diantaranya:
a. Biasakan diri untuk hidup sehat.
b. Biasakan diri berolahraga secara teratur.
c. Hindari makanan siap saji dengan kandungan karbohidrat dan
lemak tinggi.
d. Konsumsi sayuran dan buah-buahan.
e. Hindari pemakaian alkohol dan konsumsi makanan yang terlalu
manis.

DAFTAR PUSTAKA

Black, J. M., & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah : Manajemen


Klinis untuk Hasil yang Diharapkan (8th ed.). Singapura: Elsevier.

40
Black, J. M., & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah Manajemen
Klinis untuk Hasil yang Diharapkan (8th ed.). Singapore: Elsevier.
Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. (2013).
Nursing Intervention Classification (NIC). (I. Nurjannah & R. D.
Tumanggor, Eds.) (Edisi Keen). United Kingdom: Elsevier.
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta:EGC.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2011. Penatalaksanaan Diabetes
Melitus Terpadu, Edisi Kedua. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Gibson, Jhon.2002. Fisiologi dan Anatomi Modern Untuk Perawat Edisi 2.
Jakarta:EGC
Heather, H. T. (2015). NANDA International Inc. Diagnosis Keperawatan :
Defenisi & Klasifikasi 2015-2017 (Edisi 10). Jakarta: EGC.
Moorhead, S., Marion, J., Maas, M. L., & Elizabeth, S. (2013). Nursing Outcones
Classification (NOC). (I. Nurjannah & R. D. Tumanggor, Eds.) (Edisi Keli).
United Kingdom: Elsevier.
Smeltzer, Suzanne C., Bare, Brenda G., Hinkle, Janice L., Cheever, K. H. (2013).
Brunner & Suddarth Textbook of Medical Surgical Nursing.
Smeltzer, S. C., Hinkle, J. L., Bare, B. G., & Cheever, K. H. (2010). BRUNNER
& SUDDATH’S Textbook of Medical-Surgical Nursing (Twelfth Ed).
Wolters Kluwer Health/Lippincott Williams & Wilkins.
Stockslager L, Jaime dan Liz Schaeffer .2007. Asuhan Keperawatan Geriatric.
Jakarta:EGC.
Sudoyo, A.W., Sutiyahadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., &Setiati, S. (2009).
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (v (jilid I). Jakarta: Internal Publishing.
Suharyato, T., & Abdul Madjid. (2009). Asuhan Keperawatan Pada Klien
Dengan Gangguan Sistem Perkememihan. (Agung Wijaya, Ed.). Jakarta:
CV. Trans Info Media.

Tambayong, Jan. 2001. Anatomi dan Fisiologi untuk Keperawatan.Jakarta:EGC


Wahdah, Nurul. 2011 .Menaklukan Hipertensi dan Diabetes. Yogyakarta:
Multipress.

41
42

Anda mungkin juga menyukai